Karina dan Elard duduk di bebatuan pinggir pantai. Pakaian mereka seakan menari-nari atas dorongan angin. Rambut panjang nan lebat milik Karina juga tampak melambai-lambai.Elard mengarahkan kamera yang terkalung di lehernya ke arah Karina. Karina tertawa riang ketiga melihat para kawanan lumba-lumba melompat di air. Tepat saat itu juga, Elard langsung membidik kameranya.Elard terus membidik Karina hingga Karina tersadar dan menatap ke arahnya. Karina memejamkan matanya dan berpose menopang dagu yang langsung difoto oleh Elard. "Cantik," puji Elard.Karina mengibaskan rambutnya dengan sombong. "Iyalah."Elard hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Karina."Senang?" tanya Elard."Banget, kamu memang ahli untuk mengecewakanku lalu beberapa saat kemudian membhagiakanku," ceplos Karina."Hah? Bisa diulangi?"Karina menggeleng, ia salah tingkah karena keceplosan. "Gak apa-apa, gak usah dibahas.""Lihat, Elard, sunrisenya muncul!" seru Karina."Mana? Oh, iya." Elard langsung mengarahk
Setelah memastikan Felliska tertidur setelah ia pijat, Veti pun mematikan televisi dan keluar dari kamar utama yang ditempati Felliska dan Davin. Tiba-tiba ponselnya berdering, tertera nama "ibu" di layar ponsel Veti. Veti pun berjalan ke kamarnya dan mengangkatnya."Iya, halo, Ibu?""Halo, Vet. Kamu punya uang? Ibu harus membayar arisan tapi uangnya udah habis.""Lho, bukannya seminggu yang lalu aku udah kirim dua juta? Kenapa ibu boros banget?""Dua juta mana cukup, Vet. Ibu juga harus biayain sekolah adikmu, belanja makanan dan pakaian, bayar listrik, dan lain-lain. Kamu pikir semua itu murah?"Veti menarik nafas panjang. "Tapi Veti belum ada uang jadi gak bisa kirim," ujar Veti pelan."Ya kamu mintalah sama majikanmu itu. Kamu 'kan sudah jadi wanita simpanannya. Keperawananmu itu mahal, harusnya kamu meminta sesuatu yang berharga kepada majikanmu itu. Jangan bilang kamu mencintainya? Ingat rencana awal kita, kamu hanya akan membuatmu jatuh dalam pesonamu lalu kamu kuras hartanya!"
Karina melihat pria sinting itu yang sedang dipapah beberapa orang turun dari kapal lalu dimasukkan ke dalam mobil. "Dia sudah mendapatkan karmanya, semoga setelah ini ia dapat menggunakan tangannya dengan baik dan benar," ujar Elard."Kenapa sumpahmu menjadi nyata? Kalau begitu aku ingin disumpahi kaya olehmu," lontar Karina.Elard tertawa. "Kamu ada-ada aja." Elard mengacak-acak rambut Karina.Karina yang diperlakukan seperti itu merasa seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. Ia memeluk lengan Elard lalu bersama-sama turun dari kapal."Ayo kita pulang, Elard! Aku lelah," keluh Karina."Kita istirahat sebentar di restoran, ya? Sekalian isi perut karena aku tahu kamu pasti lapar," sahut Elard lembut.Karina mengangguk lalu mereka bergandengan menuju sebuah restoran di dekat pantai. Tiba-tiba, Elard mengeluarkan sebuah outer dari tas selempangnya. "Aku sengaja membawa ini untukmu," ucap Elard sambil menyerahkan outer tersebut kepada Karina.Karina menerimanya sambil terkek
Pagi-pagi buta Elard sudah duduk manis di ruang makan rumah Karina. Ia menikmati pisang goreng buatan Kasih sambil mengobrol ringan. Ia bahkan sudah datang sebelum Karina bangun.Kasih melirik jam dinding. "Udah jam setengah enam tapi Karina belum kunjung bangun. Elard, coba kamu bangunkan Karina di kamarnya!""Siap, Bu." Elard langsung melaksanakan perintah Kasih tanpa pikir panjang. Ini adalah pertama kalinya ia akan memasuki kamar Karina.Saat sampai di depan pintu kamar yang bertuliskan "Faradina", Elard pun membuka pintu tersebut yang tidak dikunci. Kesan pertama yang Elard dapat saat melihat kamar Karina adalah kamar itu sungguh aesthetic tapi sedikit berantakan.Dinding berwarna sage green dengan penataan barang dan furniture yang rapi. Ada belakang dipan kasur ada dinding yang menutupi sepertiga panjang kamar dengan satu perempat celah yang cukup di masuki satu orang. Saat Elard menengok ke celah tersebut dapat ia lihat bahwa ruangan itu menjadi tempat kerja Karina.Sebenarnya
Matahari terus bergulir naik. Para mahasiswa berbondong-bondong keluar dari kelas saat waktu pelajaran sudah habis, tak terkecuali Karina. Ia bergegas menuruni tnagga menuju parkiran.Saat menuruni tangga yang terletak di halaman kampus, Karina melihat Elard melambaikan tangan ke arahnya. Karina pun refleks membalas lambaian tangan pula. Elard melirik Karina sekilas lalu menatap seseorang di belakang Karina."Ellyn, habis ini kita ke mall, ya?" ucap Elard."Siap, aku bakal bantu kamu mendapatkannya," sahut Ellyn.Karina merasa hatinya terkikir. Ia mengira Elard melambaikan tangan kepadanya, tapi rupanya Elard melambaikan tangan kepada Ellyn. Padahal tanpa Karina sadari, Elard melambaikan tangan kepada keduanya.Tatapan Elard beralih kepada Karina. "Aku antar kamu kerja, ya? Ellyn ikut karena nanti kami mau ke mall. Karena Ellyn gak biasa duduk di jok belakang, dia duduk di sampingku dan kamu duduk di belakang, ya?"Karina mengeluarkan tatapan dinginnya. "Kalian pergi aja berdua. Aku b
"Fel, kamu kenapa?" Agatha bertanya khawatir seraya mengguncang bahu Felliska.Bertepatan dengan itu, Aurel datang ke taman menghampiri mereka dengan kursi rodanya yang didorong oleh Rara. "Katanya ibunya Karina kecelakaan karena ditabrak mobil saat mau menyebrang di depan supermarket yang bersebelahan dengan mall xxx," ujar Aurel.Tubuh Fellkska semakin membeku. Ingatannya tentang kejadian tadi kembali terputar di otaknya. Felliska meremas tangannya sendiri saat ingatan itu terus berputar."Bukan, aku aku gak salah!" Felliska tiba-tiba berteriak yang mengejutkan semua orang.Agatha segera menyerahkan Tania kepada Aurel. Agatha mengusap bahu Felliska dan memaksanya untuk menatapnya. "Kamu kenapa, Fel?*"Gak apa-apa, aku cuma gak enak badan aja," kilah Felliska."Ya sudah, kamu istirahat aja dulu di kamarmu dan Davin yang dulu. Kamar itu tetap milik kalian sampai kapanpun. Suruh aja Veti mijat kamu biat kamu rileks," ujar Agatha.Felliska mengangguk pelan. Ia beranjak pergi meninggalka
"Permisi," ucap Elard ketika memasuki ruang IGD.Terlihat Karina yang hampir duduk di kursi di samping brankar. Matanya hampir terpejam namun seketika ia membuka matanya lebar-lebar saat melihat Elard datang. Entah kenapa Karina merasa kecewa dan tak suka ketika melihat Elard datang bersama Ellyn. Namun Karina segers menepis pikiran itu, punya hak apa dia untuk tidak suka saat Elard bersama Ellyn?Karina pun berdiri dan melempar senyum kepada mereka. Elard mengkode Ellyn lalu Ellyn menyerahkan paper bag di tangannya kepada Karina. "Buat kamu, Elard yang susah-susah buat untuk kamu."Karina menerimanya. "Terima kasih banyak, seharusnya kalian tidak usah repot-repot.""Kami sama sekali tidak merasa direpotkan. Aku turut prihatin atas apa yang sudah Ibu alami. Semoga beliau cepat sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasanya," tutur Elard."Terima kasih untuk doanya. Dan terima kasih juga untuk kalian yang mau menyempatkan diri datang ke sini," sahut Karina."Kami akan sering-sering kes
"Bagaimana hasilnya, dokter?" Karina bertanya penuh harap saat melihat seorang dokter keluar dari ruangan Kasih.Dokter itu menghela nafas panjang dengan tatapan bersalah. "Maaf, Ibu Kasih dinyatakan meninggal dunia lima menit yang lalu."Semua yang mendengar itu syok. Bahkan Karina sampai luruh ke lantai dengan jantung yang berdegup kencang. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha menepis ucapan sang dokter."Anda pasti bohong! Ibu saya itu wanita kuat. Aku sangat yakin beliau bisa bertahan. Anda jangan mengarang cerita," hardik Karina seraya bangkit dan menatal dokter itu nyalang.Dokter tersebut malah memberi tatapan iba kepada Karina. Tentu ia tahu bagaimana rasanya mendengar orang yang kita sayangin meninggal dunia. Ia sudah bertahun-tahun bekerja menjadi seorang dokter, kejadian seperti ini bukan pertama kalinya baginya."Maaf, kami sudah mengeragkan seluruh kemampuan kami. Ini sudah menjadi takdir Yang Maha Kuasa. Saya tahu ini tidak mudah diterima, tapi seperti inilah kenyataanny