Wajah Elard tampak tak biasa seperti karena menampilkan sorot wajah kebencian. Entah apa yang membuat Elard terlihat tidak suka. Karina yang bingung pun hanya bisa menampilkan senyum kaku karena mendapatkan sorot mata tajam dari Elard."Kenapa kamu tidak mengabariku kalau kamu akan datang kemari?" tanya Karina."Biasanya juga aku kesini tanpa memberi kabar."Karina mendudukkan dirinya di kursi yang terhalang meja dengan kursi yang diduduki Elard. "Tapi kalau kamu mengabariku terlebih dahulu pasti kamu tidak akan menungguku.""Kamu tidak suka dengan kedatanganku kemari? Lagipula aku sudah bertanya lewat pesan apakah kamu ada di rumah atau tidak. Berpuluh-puluh menit aku menunggu jawaban tapi kamu tidak kunjung membalas pesanku. Akhirnya aku memutuskan untuk datang kesini dan ternyata kamu sedang jalan-jalan bersama mantanmu."Karina mengernyit bingung saat mendengar perkataan Elard. Nada bicara pria itu seperti sedang menahan kekesalan. "Kamu salah paham. Aku hanya menemaninya membeli
Beberapa menit kemudian, Karina dan Davin sampai di kediaman keluarga Adam. Mereka keluar dari mobil dan berpapasan dengan Aurel yang sepertinya hendak pergi."Lama banget pulangnya, aku udah telat tahu!" gerutu Aurel."Maaf, tadi motorku mogok," balas Karina seraya mengambil alih Tania dari gendongan Aurel.Aurel mendekatkan wajahnya ke telinga Karina lalu berbisik, "Aku harap kamu sadar diri dengan tidak mendekati adikku."Karina mengerutkan dahinya. Beberapa menit kemudian ia tersenyum dan berucap, "Rahasia kamu masih aman. Namun sebenarnya aku tidak tega melihat Tuan Andrew tersingkirkan padahal dia sangat baik. Aku sadar diri dengan tidak mendekati Davin, begitu pula dengan Tuan Andrew."Aurel sontak melotot. Ia mengepalkan tangannya. Tanpa sepatah kata pun, ia berlalu dan memasuki mobil dengan membanting pintunya. Karina tersenyum, ia lalu melangkahkan kakinya memasuki mansion."Apa yang kamu bicarakan dengan kakakku?" tanya Davin sambil menyamakan langkah kakinya dengan Karina.
Setelah selesai dengan jadwal syuting yang padat, Aurel pun merebahkan dirinya di karpet sambil memejamkan mata. Dirinya sungguh lelah karena sibuk syuting selama tiga jam. Badannya sudah basah oleh keringat.Tiba-tiba ada sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Aurel membuka mata, rupanya ada Rey di sebelahnya yang sedang menyodorkan minuman dingin. Aurel menerimanya, kebetulan ia juga merasa sangat haus.Aurel bangkit dari tidurnya lalu meneguk minuman dingin yang tadi diberikan Rey. Setelah tenggorokannya terasa segar, ia kembali merebahkan dirinya. Rey yang mengerti bahwa Aurel kecapekan lalu memijat tangan dan kakinya.Aurel diam menikmati pijatan Rey. Rey yang melihatnya pun tersenyum. Setidaknya Aurel tidak terlalu bersikap cuek seperti sebelumnya.Setelah memejamkan mata dan menikmati pijatan selama sepuluh menit, Aurel pun mendudukkan dirinya. Ia memejamkan matanya bukan karena mengantuk, tapi hanya ingin mengistirahatkan tubuh dan pikirannya."Masih capek?" tanya Rey yang men
Beberapa menit kemudian, mereka pun sampai di kantor Zair butik. Mereka pun keluar dari mobil dan melangkah memasuki kantor. Tiba-tiba, Ellyn mendekati Karina dan merangkul pundaknya."Kamu bisa menganggapku teman. Ayo kita berteman!" Ellyn berseru.Karina hanya tersenyum tipis. Jujur, ia tidak semudah itu akrab dengan orang baru apalagi awal pertemuan mereka buruk bagi Karina. Karina juga merasa risih saat Ellyn tiba-tiba merangkul pundaknya.Di teras kantor, Zaiz sedang bercengkrama dengan rekan kerjanya. Ia bersiul saat melihat Karina datang. "Wah, ada bidadari turun di kantor. Tapi kenapa ada jurig yang merabgkul bidadari," celetuknya.Ellyn langsung melepas sandalnya dan melepaskannya ke arah Zaiz. *Mulutnya minta di cium megalodon.""Dicium Karina aja," balas Zaiz sambil tertawa terbahak-bahak.Bertepatan dengan itu, Elard muncul di teras. "Iz, bisa gak kamu gak usah ganggu Karina?""Ciee cemburu," goda Zaiz sambil menaikturunkan alisnya.Elard mendengus lalu menarik tangan Kari
Pukul tiga sore, semua pekerjaan Karina telah selesai. Ia kini sedang bermain bersama Vai di taman. Vai tampak membawa keranjang rotan yang ia isi dengan berbagai bunga.Di taman memang terdapat berbagai macam bunga yang tumbuh. Semua itu di tanam langsung oleh Aland. Aland memang suka menanam, maka tak heran kalau di rumahnya saja terdapat berbagai macam tanaman yang mempercantik rumah."Nanti Ayah marah tidak kalau Vai metik bunga?" tanya Karina."Enggak, Ayah bakal biarin aku metik bunga-bunga yang aku suka. Ayah Aland 'kan baik," jawab Vai."Bunga-bunga ini mau aku taburkan di makam Ayah Bunda," lanjut Vai.Karina terdiam, dirinya merasa sedih sekaligus kagum dengan ketegaran Vai selama ini. Kehilangan orang tua tentu saja membuatnya sedih, tapi itu tidak mengurangi semangat Vai. Bahkan Karina yang kehilangan ayahnya sempat kehilangan arah.Namun Karina yakin, dibalik itu semua ada hikmah yang bisa diambil.Vai menatap keranjangnya yang sudah penuh bunga. "Ini sudah cukup.""Ayo,
Karina meregangkan otot-ototnya yang kaku setelah menggambar sebuah desain baju, tepatnya outer. Rancangannya memang belum jadi seratus persen, tapi sudah selesai lebih dari setengahnya. Karina mengambil segelas teh hangat di atas meja lalu meminumnya.Suasana hatinya menjadi lebih baik sekarang. Walaupun ia sibuk menjadi seorang desainer pemula, ia senang-senang saja menjalaninya karena itu adalah hobinya. Kini Karina sedang berpikir kegiatan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.Dirinya memang tidak bisa stuck pada kegiatan itu-itu saja selama berjam-jam. Harus ada selingan agar dia tidak bosan dan suntuk. Misalnya sekarang hingga tiga puluh menit kemudian ia akan merancang desain pakaian, beberapa menit kemudian dia istirahat atau bermain ponsel, lalu lanjut lagi menyelesaikan rancangannya.Sebuah ide terlintas di benak Karina, ia memilih membuka kotak kado pemberian Langit. Karina pun mengambil kotak tersebut yang ia letakkan di sisi kasur. Ia duduk di tepi kasur dengan kado terse
"Sedang apa kamu, Veti?" tanya Felliska sambil memasuki dapur.Veti menoleh sekilas. "Sedang membuat air perasan ginseng.""Untuk apa kamu minum perasan ginseng?""Ini untuk Tuan Davin." Sedetik kemudian Veti merutuki dirinya sendiri yang keceplosan. Bagaimana kalau nanti Felliska mengetahui atau mencurigai mereka?"Aku sendiri tidak tahu kalau Davin menyukai perasan ginseng. Lebih baik aku yang melanjutkannya saja. Kamu yang memantau dan mengajariku," pinta Felliska.Dengan berat hati, Veti membalas, "Baiklah, Nona."Mereka pun membuat air perasan ginseng bersama-sama sambil mengobrol ringan. Tentu saja Felliska yang mencari topik atau memulai obrolan. Veti sungguh tersiksa dengan semua ini.Sejujurnya ia memiliki rasa benci kepada Felliska karena bagaimanapun mereka menyukai orang yang sama. Veti ingin sekali menyingkirkan Felliska dari kehidupan Davin."Sudah selesai, biar aku yang memberikannya ke Davin," ucap Felliska.Veti mengepalkan tangannya. "Ingin sekali aku mendorong wanit
Sejak putusnya hubungan percintaan Aurel dan Rey, keakraban mereka semakin berkurang perlahan. Contohnya adalah saat ini. Rey melihat Aurel kepanasan dan mencoba mengipasi dirinya dengan kipas kertas. Rey mati-matian menahan dirinya untuk tidak mendekati Aurel.Namun pertahanan Rey akhirnya runtuh juga, ia mengambil kipas mini lalu menghampiri Aurel. Ia menghidupkan kipas tersebut dan mengarahkannya kepada Aurel. "Pegang ini, biar kamu gak perlu capek-capek ngipasin pake kipas kertas," ujar Rey.Aurel tersenyum tipis dan menerimanya. "Terima kasih."Rey mendudukkan dirinya di samping Aurel. "Apakah kamu sudah minum obat?"Aurel menepuk keningnya sendiri. "Ah, iya lupa. Aku bahkan belum makan. Sedari tadi aku hanya memakan camilan.""Tunggi sini, aku akan membeli bakso untukmu.""Tidak perlu repot-repot, Rey.""Diam dan jangan menolak. Ini untuk kebaikanmu."Aurel hanya bisa pasrah saat Rey membelikannya bakso di kedai dekat lokasi syuting. Aurel merasa kehausan karena rasa gerah yang