Pukul tiga sore, semua pekerjaan Karina telah selesai. Ia kini sedang bermain bersama Vai di taman. Vai tampak membawa keranjang rotan yang ia isi dengan berbagai bunga.Di taman memang terdapat berbagai macam bunga yang tumbuh. Semua itu di tanam langsung oleh Aland. Aland memang suka menanam, maka tak heran kalau di rumahnya saja terdapat berbagai macam tanaman yang mempercantik rumah."Nanti Ayah marah tidak kalau Vai metik bunga?" tanya Karina."Enggak, Ayah bakal biarin aku metik bunga-bunga yang aku suka. Ayah Aland 'kan baik," jawab Vai."Bunga-bunga ini mau aku taburkan di makam Ayah Bunda," lanjut Vai.Karina terdiam, dirinya merasa sedih sekaligus kagum dengan ketegaran Vai selama ini. Kehilangan orang tua tentu saja membuatnya sedih, tapi itu tidak mengurangi semangat Vai. Bahkan Karina yang kehilangan ayahnya sempat kehilangan arah.Namun Karina yakin, dibalik itu semua ada hikmah yang bisa diambil.Vai menatap keranjangnya yang sudah penuh bunga. "Ini sudah cukup.""Ayo,
Karina meregangkan otot-ototnya yang kaku setelah menggambar sebuah desain baju, tepatnya outer. Rancangannya memang belum jadi seratus persen, tapi sudah selesai lebih dari setengahnya. Karina mengambil segelas teh hangat di atas meja lalu meminumnya.Suasana hatinya menjadi lebih baik sekarang. Walaupun ia sibuk menjadi seorang desainer pemula, ia senang-senang saja menjalaninya karena itu adalah hobinya. Kini Karina sedang berpikir kegiatan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.Dirinya memang tidak bisa stuck pada kegiatan itu-itu saja selama berjam-jam. Harus ada selingan agar dia tidak bosan dan suntuk. Misalnya sekarang hingga tiga puluh menit kemudian ia akan merancang desain pakaian, beberapa menit kemudian dia istirahat atau bermain ponsel, lalu lanjut lagi menyelesaikan rancangannya.Sebuah ide terlintas di benak Karina, ia memilih membuka kotak kado pemberian Langit. Karina pun mengambil kotak tersebut yang ia letakkan di sisi kasur. Ia duduk di tepi kasur dengan kado terse
"Sedang apa kamu, Veti?" tanya Felliska sambil memasuki dapur.Veti menoleh sekilas. "Sedang membuat air perasan ginseng.""Untuk apa kamu minum perasan ginseng?""Ini untuk Tuan Davin." Sedetik kemudian Veti merutuki dirinya sendiri yang keceplosan. Bagaimana kalau nanti Felliska mengetahui atau mencurigai mereka?"Aku sendiri tidak tahu kalau Davin menyukai perasan ginseng. Lebih baik aku yang melanjutkannya saja. Kamu yang memantau dan mengajariku," pinta Felliska.Dengan berat hati, Veti membalas, "Baiklah, Nona."Mereka pun membuat air perasan ginseng bersama-sama sambil mengobrol ringan. Tentu saja Felliska yang mencari topik atau memulai obrolan. Veti sungguh tersiksa dengan semua ini.Sejujurnya ia memiliki rasa benci kepada Felliska karena bagaimanapun mereka menyukai orang yang sama. Veti ingin sekali menyingkirkan Felliska dari kehidupan Davin."Sudah selesai, biar aku yang memberikannya ke Davin," ucap Felliska.Veti mengepalkan tangannya. "Ingin sekali aku mendorong wanit
Sejak putusnya hubungan percintaan Aurel dan Rey, keakraban mereka semakin berkurang perlahan. Contohnya adalah saat ini. Rey melihat Aurel kepanasan dan mencoba mengipasi dirinya dengan kipas kertas. Rey mati-matian menahan dirinya untuk tidak mendekati Aurel.Namun pertahanan Rey akhirnya runtuh juga, ia mengambil kipas mini lalu menghampiri Aurel. Ia menghidupkan kipas tersebut dan mengarahkannya kepada Aurel. "Pegang ini, biar kamu gak perlu capek-capek ngipasin pake kipas kertas," ujar Rey.Aurel tersenyum tipis dan menerimanya. "Terima kasih."Rey mendudukkan dirinya di samping Aurel. "Apakah kamu sudah minum obat?"Aurel menepuk keningnya sendiri. "Ah, iya lupa. Aku bahkan belum makan. Sedari tadi aku hanya memakan camilan.""Tunggi sini, aku akan membeli bakso untukmu.""Tidak perlu repot-repot, Rey.""Diam dan jangan menolak. Ini untuk kebaikanmu."Aurel hanya bisa pasrah saat Rey membelikannya bakso di kedai dekat lokasi syuting. Aurel merasa kehausan karena rasa gerah yang
Andrew menggeram dalam hati ketika akhirnya ia berhasil menuntaskan hasratnya yang menggelora sejak tadi. Ia sudah bolak-balik ke kamar mandi sepuluh kali. Sialan memang! Siapa yang memberinya obat perangsang?Andrew merebahkan dirinya di kasur. Kini ia hanya memakai boxer ketat tanpa atasan apapun. Ia menetralkan nafasnya yang memburu.Hasratnya memang sudah turun, tapi ia masih merasakannya. Bisa bayangkan betapa besar hasratnya sejak tadi. Andrew mendudukkan dirinya lalu menatap segelas kopi latte miliknya yang sisa seperempat.Jelas sekali ini ulah penghuni rumah. Entah siapa yang melakukannya, Andrew berusaha tidak menuduh sembarangan. Namun tetap ia mempunyai prasangka yang tak lain dan tak bukan adalah kepada Marta.Ia memang memiliki prasangka tapi tetap tidak mau menuduh sembarangan. Biarlah nanti ia akan mencari tahunya sendiri. Terdengar suara mobil Aurel diiringi dengan pagar yang terbuka.Andrew melengok ke jendela, rupanya Aurel sudah pulang. Ia akan menunggu Aurel masuk
Sebelum ke pasar, Veti dan Marta mampir ke salon untuk perawatan. Setelah perawatan, mereka pergi ke mall untuk belanja. "Tenang saja, aku pegang kartu debit dari Tuan Davin. Aku yakin isinya banyak," ujar Veti."Pastinya. Kamu 'kan sudah melayaninya, jadi kamu harus mendapat bayaran yang sesuai.""Kita udah borong pernak-pernik. Bagaimana kalau kita beli pakaian? Aku ingin sekali membeli lingerie," usul Veti."Ide bagus itu, aku juga ingin lingerie," timpal Marta."Untuk apa?""Aku ingin menjerat Tuan Andrew untuk masuk ke dalam perangkapku seperti kamu yang berhasil membuat Tuan Davin masuk ke dalam perangkapmu," bisik Marta.Veti terkekeh. "Yang kemarin saja gagal. Memangnya kamu akan menjeratnya dengan cara apa lagi?""Kalau besok-besok entahlah. Tapi untuk saat ini aku ingin bermain-main sebentar. Tadi aku menaruh obat perangsang di kopi Tuan Andrew. Sengaja aku memberikannya saat kita akan pergi. Supaya Tuan Andrew melampiaskannya kepada Karina. Dengan begitu, Karina akan terlib
Saat Aurel pulang ke rumah, ia mendapati suaminya terkapar tak berdaya di atas kasur dengan memakai boxer pendek. Namun kali ini dia masih memakai kaos berwarna putih yang basah sebagian. Aurel tentu saja kebingungan."Kamu kenapa?" tanya Aurel.Andrew tak menjawab, ia fokus mengatur nafasnya. Sejenak terlintas pikiran yang tidak-tidak di kepala Aurel namun segera ia tepis kuat-kuat. Aurel berjalan ke meja rias lalu menghapus riasannya.Ia lalu melepaskan gaunnya yang menyisakan tanktop dan celana pendek. Hal itu membuat Andrew meringis, hasratnya kembali menggelora. Aurel pun berjalan ke kamar mandi namun baru saja ia menginjakkan kaki selangkah ia mencium bau yang tak asing baginya."An-andrew? Kamu habis ngapain?" Terlihat sorot mata Aurel memancarkan kekhawatiran."Aku tadi melampiaskannya sendiri," jawab Andrew ambigu."Kenapa?""Berhenti bertanya dan tolong layani aku dulu. Aku mohon, aku sudah tidak kuat."Aurel pun mendekati Andrew dan mereka memulai kegiatan panas mereka. Dua
Suasana menjadi hening saat mobil polisi pergi dari kediaman keluarga Adam. Semuanya masih syok dan mencerna apa yang baru saja terjadi. "Sudah aku bilang jangan menuduh tanpa bukti. Aku besok akan libur bekerja. Aku ingin menenangkan pikiranku yang sedikit terganggu karena masalah ini," ucap Karina sambil berlalu dari sana. Ia pulang meninggalkan para anggota keluarga yang sepertinya merasa malu dan menyesal."Veti," panggil Davin pelan. "Kamu tidak terlibat dalam masalah ini 'kan?"Veti menggeleng keras. "Tidak, aku sama sekali tidak tahu perbuatannya yang memberikan obat perangsang kepada Tuan Davin sekaligus menganiaya Nona Tania.""Aku pegang ucapanmu. Jika kamu terbukti campur tangan, kamu akan mendapatkan hukuman yang pantas.Veti meneguk salivanya kasar. "Baiklah.""Oh iya, sekarang Veti silahkan berkemas-kemas karena kamu akan aku bawa ke rumah baruku dengan Felliska. Nanti akan ada beberapa orang yang menggantikanmu di sini," tukas Davin.Veti mengangguk lalu mengucap permi