"Saya ingin berhenti menjadi baby sitter," ucap Karina kepada Agatha dan Aurel."Gak, kamu gak bisa asal keluar dari sini," sambar Agatha."Tapi karena satu dan lain hal, saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan ini. Ada beberapa hal yang membuat saya tidak nyaman bekerja di sini.""Apa alasanmu? Tidak mungkin karena gajinya kurang 'kan? Gaji sepuluh juta sebulan bagi baby sitter itu sudah sangat cukup," ujar Aurel."Bukan karena itu. Saya tidak nyaman aja meneruskan pekerjaan saya."Agatha melambaikan tangan kepada Santi yang melewati ruang tamu. "Santi, ambilkan kertas kontrak kerja atas nama Karina Faradina di laci lemariku," titah Agatha.Sinta mengangguk dan bergegas menuruti perintah Agatha. Karina menunduk sambil meremas-remas tangannya. Ia merasa tidak nyaman.Sedangkan Agatha melipat tangannya di depan dada sambil menatap tajam Karina. Bertepatan dengan itu, Andrew datang sambil menggendong Tania. "Sayang, aku mau berangkat kerja dulu. Ini Tania mau kamu gendong atau Kari
Di ruang tamu, Davin dan Agatha sedang bercengkrama. Mereka menjadi diam dan mengalihkan pandangan ketika Karina melewati mereka. "Permisi, saya pamit pulang," ucap Karina yang hanya diangguki oleh Agatha."Sebentar, buket yang aku kasih mana?" tanya Davin."Diminta sama Veti," jawab Karina singkat."Karina yang kasih ke aku," sambar Veti yang tiba-tiba muncul di ruang tamu.Davin menatap Karina dengan tatapan menuntut penjelasan. Karina menghela nafas keras lalu berkata, "Ngaku aja, Vet. Kamu yang duluan minta ke aku. Cuma perkara seperti ini saja kamu harus berbohong?"Ucapan Karina sungguh menusuk hati Veti. Veti pun hanya menunduk dan salah tingkah. Davin mematap Veti tajam. "Kenapa kamu minta? Itu aku berikan kepada Karina berarti itu memang untuk Karina. Untuk apa kamu memintanya?""A-aku… aku hanya ingin merasakan rasanya diberi hadiah oleh laki-laki.""Tapi bukan berarti kamu meminta milik orang yang berasal dari pemberian orang lain. Bukankah di dapur ada banyak sekali makana
Setelah beberapa menit perjalanan, Karina dan Elard sampai di rumah Suri. Mereka lalu keluar dari mobil. "Bibi Suri! Ini Karina," seru Karina sambil mengetuk pintu beberapa kali.Beberapa menit kemudian, pintu dibuka oleh Suri. Ia tersenyum kepada Karina dan Elard. Sejenak ia terpaku melihat penampilan Karina yang berbeda dari biasanya. "Sudah rapi dan cantik, mau kemana?""Kami mau bakar-bakar di butik, Bi. Bibi ikut tidak?" sahut Elard."Oh, tidak perlu. Bersenang-senanglah kalian.""Ibu Kasih dimana? Kami ingin mengajaknya sekalian.""Tidak perlu. Kalian berdua saja yang pergi." Kasih muncul di balik pintu."Iya, biar Bibi Suri yang jaga Ibu. Kalian habiskan waktu untuk bersenang-senang."Karina dan Elard saling pandang. "Baiklah, kalau begitu. Kami pamit dulu." Elard dan Karina menyalami tangan Suri dan Kasih.Mereka lalu memasuki mobil. Saat mobil melaju, mereka melambaikan tangan kepada Suri dan Kasih yang dibalas lambaian tangan pula oleh mereka. Suri tak henti-hentinya merekah
"Pak, apakah anda sudah tahu mengenai butik Agatha yang meniru model gaun yang saya rancang?" tanya Karina."Sudah, itu sudah saya laporkan. Saat gaun tersebut launching, saya sudah mendaftarkannya di Pangkalan Data Kekayaan Intelektual dan kantor kementerian hukum," jawab Aland.Karina merasa sangat amat lega mendengar kabar itu. Ia sampai menitik air mata. Akhirnya Tuhan memberi keadilan dan keadilan."Saya awalnya sudah sangat kecewa saat mengetahui butik Agatha meniru model rancangan saya. Saya sangat sakit hati," tutur Karina."Kamu tenang saja, saya sudah mengurus semuanya. Kamu tunggu saja."Tiba-tiba ada yang menyodorkan tisu dari arah belakang. Karina menoleh ke belakang dan mendapati Elard membungkuk dan menyodorkannya selembar tisu. Elard tersenyum lembut.Karina menjadi malu saat terlihat wajahnya basah karena air mata. Ia pun segera menerima tisu tersebut dan mengusap air matanya. Tiba-tiba datang Zaiz yang langsung menyerocos, "Parah lo, El. Lo apain bidadari gue?""Lo
Agatha berteriak dan menghancurkan barang-barang di sekitarnya ketika melihat surat yang ia terima dari kantor hukum. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus plagiat desain gaun yang telah didaftarkan oleh Zair butik ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual. Agatha hampir pingsan setelah membaca kabar tersebut.Davin menahan ibunya yang hendak jatuh pingsan. Ia pun membopong ibunya ke dalam kamar dan menidurkannya. Veti datang ke kamar membawa secangkir teh hangat.Davin pun membantu meminumkan teh hangat tersebut kepada Agatha. Agatha meneguknya lalu ia terbatuk-batuk karena belum siapa menelan minuman setelah mendapat kabar yang membuatnya syok. Agatha sampai menangis memikirkannya.Tentu Davin tidak tega melihat ibunya menangis. Ia menggenggam tangan Agatha untuk menenangkannya. "Mami tenang aja. Semuanya pasti bisa ditangani. Sekarang Mami istirahat dulu, ya. Kita bicarakan ini nanti. Jangan terlalu dipikirkan, aku tidak mau Mami drop."Agatha mengangguk lalu memejamkan mat
Setelah selesai kelas, Karina menghubungi Davin dan menanyakan keberadaannya. "Elard, kamu dimana?""Di perpustakaan.""Aku nyusul, ya. Sekalian aku mau cari buku buat referensi tugas aku.""Oke. Aku ada di pojok utara. Nanti langsung samperin aja.""Siap, aku ttup ya teleponnya. Bye.""Bye."Setelah mematikan telepon, Karina mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Davin. Hingga akhirnya ia melihat Davin sedang mengobrol dengan seorang wanita. Karina pun mendatangi Davin."Davin, aku ke perpustakaan dulu cari buku buat referensi tugasku. Kamu tunggu sebentar gak apa-apa, ya?" ucap Karina.Davin mengangguk. "Iya, aku juga mau ngobrolin tentang seminar nanti sama temanku, paling agak lama. Sepuluh menit lagi.""Ya udah, aku ke perpustakaan dulu."Davin mengangguk.Sebelum berbalik badan, ekor mata Karina melihat Jessica menghampiri wanita yang sedang bersama Davin. Sepertinya Jessica sempat melihat Karina yang tadi mengobrol dengan Davin. Raut wajahnya terlihat sinis.Namun Ka
Davin dan Karina duduk di kedai es krim dan minuman. Karina memesan semangkuk es krim dan segelas boba. Sedangkan Davin memesan es krim dan kopi latte.Sedari tadi hanya ada beberapa obrolan ringan dan selebihnya mereka saling berdiam diri karena tidak tahu cara membuka percakapan. Apalagi Karina yang sedang sibuknya melihat ponsel untuk proses rancangan produk barunya. Davin sedari tadi beberapa kali melirik Karina."Kamu jurusan desain, ya? Pantas aku lihat dari tadi kamu sibuk gambar-gambar di ponsel," cetus Davin."Iya," jawab Karina singkat."Aku punya ide bagus. Bagaimana kalau kamu jadi perancang di butik Mami? Hitung-hitung kamu ngambil hati Mami yang sempat sebal sama kamu karena kamu ngatur-ngatur Mami. Aku tadi lihat sekilas rancanganmu bagus bagus sekali." Davin berucap sambil tersenyum lebar karena merasa idenya adalah ide yang sangat bagus.Karina menoleh dan menatap Davin sejenak. "Maaf, tapi aku sudah dikontrak oleh sebuah butik ternama yang memiliki sepuluh cabang di b
Davin memasuki gudang dan mengambil sebuah kotak kardus yang terlihat penuh dan lumayan berat. Davin pun mengambilnya dan bergegas kembali ke kamarnya. Ia menguatkan hati untuk membuka kardus tersebut.Ia pun mengambil gunting dan menggunting tali yang melilit kardus itu. Setelah itu, ia membuka kardus tersebut. Davin batuk-batuk saat debu dari kardus tersebut berterbangan dan mengenai wajah terutama hidungnya.Hal yang pertama Davin lihat atau berada di paling atas adalah sebuah hoodie berwarna abu-abu. Davin tanpa sadar tersenyum melihatnya. Itu adalah hoodie yang ia beli couple untuk dirinya dan Felliska dulu.Itu adalah barang terakhir yang ia berikan kepada Felliska sebelum mereka putus. Sebuah memori indah terputar di kepala Davin. Saat itu… ia dan Felliska berada di pantai menikmati sunrise.Namun ada kejadian panas sebelum mereka ke pantai. Senyum Davin luntur bersamaan dengan perasaannya yang campur aduk.Flashback onSetelah dari club, Davin dan Felliska pergi ke sebuah hote