Setelah mereka selesai makan, Ardiansyah dan Lidya mencari tahu lebih lanjut tentang pria yang membantu mereka tadi. Mereka mengetahui bahwa pria tersebut memang bekerja sebagai seorang pengawas keamanan di restoran tersebut, dan sangat mencintai pekerjaannya karena bisa membantu orang-orang yang membutuhkan."Aku merasa terkesan dengan kerja keras dan tekadnya untuk membantu orang lain, Lid," ujar Ardiansyah."Ya, aku juga sangat salut dengan orang-orang seperti itu. Mereka rela membantu meski harus mengorbankan waktu dan tenaganya, tanpa berharap apa-apa," tambah Lidya.Setelah itu, Ardiansyah memutuskan untuk berjalan-jalan bersama Lidya di sekitar kota, menikmati suasana malam yang tenang dan damai. Mereka berjalan berdua sambil bercanda dan bergandengan tangan, bercerita tentang masa lalu mereka."Kau ingat dulu kita pernah berkemah di bumi perkemahan bersama teman-teman kita?" tanya Ardiansyah sambil tersenyum."Masih segar di ingatan, Ard. Ingat ketika kita memasang tenda dan m
Lidya sedang sibuk sendiri saat tiba-tiba pintu mobilnya diketuk dengan kasar oleh seseorang."Siapa ya yang datang saat-saat begini?" bisik Lidya dalam hati sambil menoleh ke arah pintu. Saat dibukanya pintu, rasa kaget tak terelakkan. Natali, mantan managernya saat Lidya masih menjadi seorang artis, dan yang pernah bermasalah dengannya dan kemudian dipenjarakan, tiba-tiba muncul di hadapannya.Padahal berapa waktu yang lalu juga Natali sudah pernah datang ke kantor, memberikan sapaan yang membuat Lidya terkejut.Lidya memang sudah lama tidak bertemu dengan Natali setelah itu, dan tiba-tiba hadirnya Natali di hari ini membuat Lidya merasa curiga."Ada apa, Natali? Lama sekali kita tidak bertemu," ucap Lidya, mencoba membuat suasana tidak terlalu tegang.Natali tetap menatap Lidya dengan tatapan tajam. "Aku punya hal yang ingin kubicarakan denganmu, Mbak Lidya. Bolehkah aku dan temanku ini masuk?" Natali menunjuk seorang laki-laki yang tak dikenal oleh Lidya.Lidya tidak yakin apakah
"Aku mengerti perasaanmu, sayang, tapi kita tidak bisa melakukan tindakan semacam itu. Kita harus membiarkan hukum yang menyelesaikan masalah ini," jelas Ardiansyah dengan suara tenang.Lidya merasa lega. Ia tahu suaminya selalu bijaksana dalam menghadapi masalah. Tapi dia masih merasa khawatir dengan keamanan keluarganya."Iya, kamu benar Ard. Aku hanya khawatir dengan keselamatan keluarga kita, khususnya Rafael," kata Lidya dengan suara penuh kekhawatiran."Aku juga khawatir, sayang. Tapi kita harus percaya dengan pihak hukum yang tentunya akan didampingi oleh pengacara kita. Kita hanya bisa berusaha memproteksi keluarga kita dengan cara yang terbaik," jelas Ardiansyah."Ya, Ard."Lidya mengangguk. Dia merasa tenang dengan kata-kata suaminya. Dia tahu Ardiansyah akan selalu berusaha untuk melindungi keluarganya dari orang-orang yang ingin membuat masalah bagi mereka.Namun, tetap saja -setelah kejadian itu, Lidya merasa kurang tenang dalam menjalankan hidupnya sehari-hari. Dia meras
Sebulan setelah kejadian penculikan itu, Lidya dan Ardiansyah masih trauma dan khawatir akan keamanan keluarganya. Mereka sudah memperketat pengamanan di sekitar villa dan mempekerjakan penjaga keamanan tambahan.Namun, kegelisahan Lidya semakin meningkat saat ia mendapati Rafael yang selalu menangis saat orang asing mendekatinya. Ia merasa kalau kejadian penculikan itu menyisakan trauma mendalam pada putranya."Lid, apakah kau khawatir dengan Rafael, sama seperti aku yang mengkhawatirkannya?" tanya Ardiansyah serius."Iya, tentu saja, Ard. Aku takut dia terlalu parno atau trauma jika dengan orang asing atau dengan mereka yang baru dilihatnya. Aku khawatir traumanya semakin berat," jawab Lidya khawatir."Hmm, kau benar. Mungkin ia memerlukan bantuan dari psikolog," saran Ardiansyah.Lidya mengangguk setuju. Ia bertanya-tanya siapa psikolog yang bisa membantu putranya mengatasi trauma yang telah dijalani. Sementara Rafael ketakutan jika melihat orang baru.Beberapa saat kemudian, Lidya
Ada sebuah kejutan besar yang datang saat Ardiansyah menerima telepon dari seseorang, ternyata orang itu mengaku sebagai pengacara Beno dan Natali."Ada yang ingin bicara dengan Anda, Pak Ardiansyah," ucap pengacara tersebut."Apa bisa saya tahu siapa Anda?" Ardiansyah menaruh curiga - setelah kejadian penculikan anaknya, Ardiansyah memang selalu waspada dengan orang asing terutama nomor-nomor asing yang tidak tersimpan dalam kontak ponselnya."Saya adalah pengacara Beno dan Natali. Saya ingin bicara dengan Anda tentang ketentuan-ketentuan penyelesaian di luar pengadilan kasus ini," jelas pengacara itu memberitahukan maksud dan tujuannya menghubungi Ardiansyah."Maaf, saya sedang tidak berminat," kata Ardiansyah. Lalu ia memutus telepon.Namun, telepon itu kembali berdering. Sedangkan Ardiansyah masih engan untuk menerimanya. Sayangnya, telepon itu terus berbunyi sehingga deringnya mengganggu aktifitas dan pekerjaan yang dilakukanya.
Beberapa hari kemudian, detektif tersebut menghubungi Ardiansyah dan memberitahukan hasil dari penyelidikan yang telah dilakukan."Ard, aku berhasil mendapatkan bukti yang kuat bahwa memang Beno-lah yang merencanakan seluruh kasus ini. Termasuk menghilangkan Natali dan membuatnya gila.""Sudah aku duga. Aku memang merasa ada kejanggalan di situ." Ardiansyah mengangguk-anggukkan kepala paham."Kamu bisa mempertimbangkan kasasi, Ard. Semua bukti yang aku kumpulkan cukup untuk membuat Beno digugat dan dituntut secara hukum.""Makasih, ya! Aku akan membicarakannya pada pihak pengacara. Aku tidak akan membiarkan Beno melarikan diri dari hukum lagi." Ardiansyah membulatkan tekadnya.Setelah itu, Ardiansyah memutuskan untuk memperjuangkan kasus ini melalui proses hukum secara resmi. Ia meminta bantuan pengacaranya, dan juga media agar kasus ini bisa menjadi perhatian publik agar tuntutan untuk Beno lebih kuat.Tapi perjuangan ini tentu
"Kamu sudah siap, sayang?" tanya Ardiansyah suatu hari, saat akan memulai kegiatan sosial mereka."Ya, aku siap, Ard. T-api, aku sedikit gugup karena sudah lama tidak tampil di depan orang banyak."Ardiansyah menggenggam tangan istrinya lalu mengusap punggung tangan tersebut dengan lembut. Berusaha memberikan dukungan dan semangat untuk melakukan hal-hal yang positif, dan Ardiansyah akan selalu berada di sisinya.Bersama-sama dengan yayasan kemanusiaan itu, Ardiansyah dan Lidya mulai melakukan kampanye dan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan universitas-universitas tentang tindakan kejahatan yang serupa dengan yang dilakukan oleh Beno dan pentingnya memperjuangkan keadilan bagi korban. Selain itu, Ardiansyah dan Lidya juga membuka wadah pengaduan bagi para korban agar mereka bisa mendapatkan bantuan dan dukungan yang diperlukan.Tidak hanya itu, Ardiansyah dan Lidya juga memutuskan untuk mengunjungi para korban secara langsung dan memberikan dukunga
"Nggak bisa, Mas Beno. Ini melanggar kode etik kerja saya," penjaga itu menggeleng tegas - tidak mau disuap.Beno hanya tertawa sinis, "Mau bagaimana lagi, sih? Kamu ini seorang penjaga yang hanya dihargai untuk menjaga aku di dalam sel ini. Kamu tidak bisa melakukan apa-apa ketika aku ingin kabur. Lagi pula, kamu tidak tahu berapa banyak uang yang aku siapkan untukmu.""Tidak. Aku tetap tidak bisa, mas. Ini salah," bantah sipir tersebut - berusaha bekerja dengan profesional."Baiklah, kalau begitu kamu bisa memanggil sipir lain. Aku yakin akan ada orang yang tertarik untuk membantuku kabur dari sini."Sipir itu terdiam sejenak dan berpikir. Memang, uang yang ditawarkan oleh Beno sangatlah besar, dan dia bisa menggunakan uang itu untuk keperluan keluarganya. Namun, dia juga tidak ingin mengambil risiko yang besar jika sampai ketahuan."Tidak bisalah, mas Beno. Aku tidak ingin mengambil risiko yang besar. Maaf," kata penjaga tersebut sambi