Hari ini aku tengah bersandar di warung Mbak Lela, tempat favoritku. Hanya menghilangkan lelah saja setelah menerima orderan di siang yang terik. Rasanya baru merasakan kerja di lapangan yang panas seperti ini. Tak apa, tetap ku syukuri. Yang penting masih bisa menyambung hidup dan mengumpulkan uang sedikit-demi sedikit untuk membayar hutang.
Kata Ibu kemarin Salma ke rumah mengantar sembako. Mungkin karena rasa kasihan. Tak mungkin juga ingin melihatku dan aku juga sudah tak berharap lagi. Karena besok adalah panggilan sidang pertamaku. Bismillah, semoga aku bisa ikhlas melepasnya. Walaupun sebenarnya hati ini masih tak rela, tapi Salma juga berhak bahagia diluar sana.
"Gimana, bro, dapet orderan ga
Bab : 46. Kedatangan Bang Herman."Bro, kemarin gue ketemu, Santi," ucap Arman setelah aku duduk di sebelahnya."Terus,""Ya, dia nanyain lo. Nanyain rumah lo dimana, makanan favorit lo apa, lo suka tipe cewek yang kayak gimana, tinggi badan lo berapa, terus ukuran ko,--""Stop, ngawur lo lama-lama!" ucapku sewot. Santi adalah salah satu pelanggan tetap yang suka order offline padaku. Tapi memang aku sedikit ilfil dengan sikapnya. Terlebih ketika dia mengetahui aku akan bercerai, agresif dan senang sekali mendekatiku."Lah, emang bener kok. Kemarin lo gak ngojek, dia kayak cacing kepanasan. Udah
Bab : 47. Seseorang Dari Masa Lalu.Seketika mata ini melotot ketika salah satu dari mereka mengeluarkan pisau lipat dari saku jaketnya, lalu berjalan mendekatiku. Aku yang sudah tak berdaya, berdoa dalam hati agar Ibu dan Vino selalu dilindungi oleh Allah. "Allah," ucapku dalam hati dengan mata terpejam."Tunggu!"Terdengar teriakan seseorang dari arah sana sehingga pisau yang ingin ditancapkan padaku mengambang di udara."Lepaskan sekarang juga atau kulaporkan kalian semua ke polisi!" ucapnya dengan lantang."Siapa kamu? Jangan ikut campur masalahku!" ucap Bang Herman tajam.
Bab : 48. Menjenguk Fera "Kamu gak keberatan kan, jika Paman bermalam disini?" ucap Paman sambil merebahkan badannya. Saat ini kita sedang berada di ruang depan, hanya beralaskan karpet. Sedangkan Ibu dan Vino berada di ruang tengah. Mungkin mereka juga sudah tidur. "Tapi keadaannya seperti ini, Paman. Apa Paman nyaman tidur di tempat seperti ini?" Namun bukannya menjawab, Paman hanya tersenyum. "Terkadang kita dipaksa dewasa oleh keadaan. Dipaksa kuat walau hati sekarat. Namun jika kita bisa melewati semua itu, maka kita akan menyadari bahwa setiap kejadian pasti ada hikmah tersend
Bab : 49. Upaya Pembebasan."Saya sudah memaafkan dan berusaha melupakan apa yang terjadi dengan anak saya, Pak. Tapi adiknya Rama telah menghina Salma, itu yang membuat saya tidak terima," ucap Mama tajam pada Paman Hartono, lantas duduk di sebelah Salma."Saya tahu kedatangan Bapak kesini, tak lain karena ingin membebaskan keponakan Bapak, kan? Meminta saya untuk mencabut tuntutan supaya Fera terbebas dari penjara, begitu kan maksud, Bapak?" ucap Mama sinis. Namun Paman hanya menghela nafas mendengar ucapan Mama.Sudah kuduga pasti Mama keberatan. Entah dengan cara apalagi aku harus menyelamatkan Fera kali ini, jika berdamai pun sia-sia. Kembali rasa sesak menghinggapi, ketika m
Bab : 50. Menjemput Fera POV SALMA Setelah kepergian Mas Rama, aku menangis dalam diam. Masih terpaku di teras rumah. Setelah kepergiannya tadi, aku tak beranjak sama sekali dari sini. Banyak sekali cobaan yang menimpa Mas Rama setelah dia tak tinggal disini. Sungguh, hatiku ikut teriris mendengar ucapannya tadi. Dia hampir mati ditangan Bang Herman? Berarti selama ini Mas Rama berjuang sendirian. Tapi, Paman Hartono? Sepertinya memang belum lama Paman Hartono datang menemui Mas Rama. Dan semoga kali ini, Paman Hartono bisa membimbing Mas Rama dengan baik. Aku tahu pekerjaan Mas Rama saat ini. Karena beberapa hari lalu aku melihat Mas Rama mengantarkan penumpang dengan jaket khasnya.
Bab : 51. Kepanikan RetnoPOV AUTHOR"Rama, jangan kurang ajar kamu. Sejak kapan kamu menjadi anak durhaka seperti ini? Mana Janjimu yang katanya mau membahagiakan Ibu?" Teriak Retno lantang pada Rama yang sedang mengemasi baju Fera dan Vino."Maaf, Bu, aku hanya ingin Fera cepat sembuh, itu saja. Maaf jika kali ini aku harus melawan perintah ibu. Ini semua demi menyembuhkan Fera," ucap Rama yang masih menata baju ke dalam tas milik Fera."Hmmm … Rama, tega sekali kamu ingin memisahkan Ibu dengan Fera. Lebih teganya lagi, kenapa harus dengan laki-laki sialan Itu," ucap Retno sesenggukan.
Bab : 52. TersesatPOV AUTHORMobil pun terparkir dengan manis di depan rumah Hartono. Lantas Hartono turun dari mobilnya dan disusul oleh Rama dengan menuntun Fera dan Vino. Sejenak Rama merenggangkan ototnya yang terasa pegal. Ini adalah perjalanan yang melelahkan untuk Rama. Selain badannya yang terasa lelah, pikiran pun selalu tertuju pada sang Ibu yang ditinggalkan sendirian."Ayo masuk," ajak Hartono. Lalu masuk ke dalam rumah dengan diikuti Rama yang sedang menuntun Vino dan Fera.Rama nampak takjub dengan keberadaan rumah Pamannya. Sungguh dia tak menyangka, bahwa Pamannya mempunyai rumah sebagus ini.
Bab : 53. PingsanPOV AUTHORDengan hati yang berdebar tak karuan, Rama pun mendekati kerumunan di rumah tetangganya. Matanya menyisir mencari seseorang yang membuatnya sangat khawatir. Namun Rama tak kunjung juga menemukan seseorang yang dicarinya. Sehingga Rama berinisiatif untuk bertanya pada salah satu tetangganya."Maaf, Bu, ini ada apa ya, kok rame?" tanya Rama. Hati Rama berharap, semoga ini tak ada hubungannya dengan sang Ibu."Ini, Mas, tadi malam suaminya Bu Yosi dianiaya Bang Herman bersama anak buahnya, dan sekarang sekarat di rumah sakit," ujar salah satu tetangga Rama. Rama sangat geram, karena lagi-lagi Bang Herman membuat onar.