Home / Thriller / Samaran Terakhir / Jejak yang Terlupakan

Share

Jejak yang Terlupakan

Author: InkRealm
last update Last Updated: 2025-03-24 09:18:50

Malam di Bellagio begitu sunyi. Kota kecil ini tertidur lebih awal dibanding Milan, membuat jalanan terasa seperti dunia lain yang sepi, hanya diterangi lampu-lampu kuning temaram.  

Di dalam apartemennya, Elena menatap papan di dinding tempat ia mencatat berbagai informasi yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun tentang Adrian Morello.  

Kini, ia menambahkan satu nama baru: Daniel Ferrara.  

Instingnya mengatakan ada sesuatu yang tidak biasa tentang pria itu. Namun, ia tahu bahwa tanpa bukti, hanya mengandalkan firasat bisa berbahaya.  

Ia memutuskan untuk berpikir seperti seorang pemburu.  

Apa yang harus ia lakukan jika Adrian benar-benar ada di sini?  

1. Cari bukti keberadaannya sebelum Bellagio. Jika ia adalah seseorang yang menyamar, pasti ada celah di identitasnya.  

2. Perhatikan kebiasaannya. Seorang penulis misteri seharusnya memiliki pola tertentu, tetapi Daniel terasa terlalu misterius untuk seorang penulis biasa.  

3. Pancing dia keluar dari zona nyamannya. Jika dia benar-benar Adrian, suatu saat dia akan membuat kesalahan.  

Elena menarik napas panjang.  

Permainan ini baru saja dimulai.  

Sementara itu, di sebuah rumah kecil di pinggiran kota, Adrian duduk di depan jendela, mengamati jalanan dengan ekspresi tenang.  

Ia tahu Elena mulai mencurigainya.  

Wanita itu pintar, terlalu pintar. Namun, ia tidak bisa pergi begitu saja. Jika ia menghilang tiba-tiba, itu hanya akan mengonfirmasi kecurigaannya.  

Tidak.  

Ia harus memainkan perannya dengan sempurna.  

Tapi ia juga tahu, semakin lama ia di sini, semakin besar risiko yang ia hadapi.  

Ia harus memastikan satu hal: Seberapa banyak yang sudah Elena ketahui?  

Dan untuk itu, ia harus lebih dekat dengannya.  

Esok paginya, Adrian berjalan ke kafe tempat mereka biasa bertemu. Kali ini, ia membawa sebuah buku dan meletakkannya di atas meja Elena.  

"Untukmu" katanya dengan senyum ramah.  

Elena mengangkat alis, mengambil buku itu. "The Silent Criminal" sebuah novel tentang seorang detektif yang memburu kriminal yang selalu satu langkah di depannya.  

Ironis.  

"Kenapa kau memberikannya padaku?" tanyanya, menatap Adrian dengan mata penuh selidik.  

Adrian tersenyum. "Kupikir kau menyukai misteri. Dan mungkin kau bisa membantuku memahami cara berpikir seorang detektif."  

Elena menahan senyum kecilnya. "Kau ingin belajar tentang detektif?"  

Adrian mengangkat bahu. "Seorang penulis harus memahami karakternya, bukan?"  

Elena menatapnya sejenak. Lalu, ia membuka halaman pertama dan membaca kutipan di sana:  

"Setiap kriminal meninggalkan jejak. Pertanyaannya hanya: Siapa yang cukup pintar untuk menemukannya?"  

Ia menutup buku itu dan menatap Adrian dengan tajam.  

"Aku akan membacanya," katanya akhirnya. "Dan aku ingin tahu bagaimana kau akan menulis akhir ceritanya."  

Adrian tersenyum. "Begitulah misteri. Kadang, akhirnya tergantung pada siapa yang lebih pintar."  

Elena tahu bahwa ini adalah sebuah tantangan.  

Dan ia berniat menang.  

Hari itu, Elena memutuskan untuk menguji Adrian.  

Saat mereka berjalan di sepanjang dermaga, ia mulai bertanya hal-hal yang tampak biasa, tetapi sebenarnya adalah jebakan kecil.  

"Kau bilang kau baru pindah ke Bellagio. Dari mana sebelumnya?"  

Adrian tersenyum, seolah tak terganggu dengan pertanyaan itu. "Dari Prancis. Aku tinggal di Marseille selama beberapa tahun."  

Elena mengangguk, mencatat informasi itu dalam pikirannya. Jika ia bisa menemukan catatan tentang Daniel Ferrara di Marseille, maka identitasnya bisa terverifikasi.  

"Tapi kau tidak punya aksen Prancis," katanya lagi.  

Adrian tertawa kecil. "Aku banyak bepergian. Aku mengambil aksen yang berbeda-beda."  

Jawaban yang cerdas.  

Tapi bukan berarti ia tidak bisa membuatnya lengah.  

"Dan kenapa kau memilih Bellagio?" lanjutnya.  

"Aku ingin ketenangan," jawab Adrian. "Danau Como memberiku inspirasi."  

Elena mengangguk lagi. Semua jawaban itu terdengar logis terlalu logis.  

Ia harus mencari cara lain.  

Malam itu, Elena kembali ke apartemennya dan segera mencari informasi tentang Daniel Ferrara di Marseille.  

Ia menggunakan akses rahasia yang hanya dimiliki polisi untuk mencari catatan kependudukan, transaksi perbankan, dan segala sesuatu yang bisa menghubungkan pria itu dengan masa lalunya.  

Hasilnya?  

Tidak ada.  

Tidak ada catatan pajak, tidak ada bukti apartemen yang pernah ia sewa, bahkan tidak ada aktivitas yang menunjukkan bahwa seseorang bernama Daniel Ferrara pernah tinggal di Marseille.  

Seolah-olah dia baru saja muncul begitu saja.  

Dan itu bukan hal yang wajar.  

Jantungnya berdegup lebih cepat.  

Ia tahu ini adalah celah yang ia cari.  

Sekarang, ia hanya perlu menunggu saat yang tepat untuk menjebaknya.  

Sementara itu, Adrian duduk di kamarnya, menatap ponselnya dengan tatapan tajam.  

Ia telah mengawasi Elena sejak hari pertama ia tiba di kota ini. Dan kini, ia mulai merasakan bahwa wanita itu bergerak terlalu cepat dalam penyelidikannya.  

Jika ia tidak melakukan sesuatu, penyamarannya bisa terbongkar lebih cepat dari yang ia rencanakan.  

Ia harus bertindak lebih dulu.  

Dan satu-satunya cara adalah mengalihkan perhatian Elena.  

Dua hari kemudian, sebuah peristiwa mengejutkan terjadi.  

Sebuah perampokan terjadi di sebuah toko perhiasan di Bellagio. Pelaku berhasil melarikan diri, meninggalkan hanya satu petunjuk sebuah kartu remi dengan simbol Phantom.  

Elena segera tiba di tempat kejadian, jantungnya berdegup kencang.  

Bukan karena perampokannya.  

Tapi karena simbol itu.  

Itu adalah tanda khas Adrian Morello.  

Tapi bagaimana mungkin? Jika Adrian benar-benar adalah Daniel Ferrara dan masih berada di Bellagio, maka ia tidak mungkin melakukan ini.  

Atau mungkin, ada orang lain yang juga memburu Adrian?  

Atau mungkin, ini adalah peringatan?  

Elena merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.  

Untuk pertama kalinya, ia tidak yakin apakah ia adalah pemburu atau justru yang sedang diburu.  

Di kejauhan, Adrian berdiri di sudut gang, mengamati Elena yang sibuk dengan penyelidikan.  

Ia tahu bahwa ini akan membuatnya semakin ragu.  

Ia tahu bahwa kini, permainan telah berubah.  

Dan ia siap menghadapi langkah Elena berikutnya.  

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Samaran Terakhir   Langkah di Antara Bayangan

    Bellagio yang biasanya damai kini terasa berbeda. Perampokan toko perhiasan dua hari lalu masih menjadi perbincangan. Namun, yang lebih mengkhawatirkan bagi Elena bukanlah perampokan itu sendiri melainkan simbol Phantom yang ditinggalkan di TKP. Simbol itu bukan sembarang tanda. Itu adalah pesan. Tapi untuk siapa? Elena berdiri di depan papan investigasinya, menatap dua nama yang kini menjadi pusat dugaannya: Adrian Morello dan Daniel Ferrara. Jika Adrian benar-benar ada di Bellagio, mengapa ia meninggalkan jejak yang begitu mencolok? Dan jika bukan dia, lalu siapa? Ia harus mencari tahu. Dan untuk itu, ia perlu menguji seseorang. Malam itu, Adrian duduk di balkon rumahnya, menyesap anggur merah sambil memikirkan langkah berikutnya. Ia tahu Elena semakin curiga. Tapi yang lebih mengkhawatirkan adalah fakta bahwa seseorang telah menggunakan tanda Phantom. Siapa pun itu, mereka ingin menarik perhatiannya. Dan Adrian tidak suka dipancing keluar dari bayangannya.

    Last Updated : 2025-03-24
  • Samaran Terakhir   Bayangan di Balik Kebenaran 

    Elena duduk di kantornya, menatap laporan sidik jari yang masih terbuka di laptopnya. Marco Santoro. Lima tahun lalu, dunia kriminal percaya bahwa pria ini telah mati dalam sebuah penyergapan besar di Roma. Tapi kini, sidik jarinya muncul di tempat perampokan di Bellagio. Ini tidak masuk akal. Jika Santoro masih hidup, maka ada dua kemungkinan: 1. Adrian Morello tahu dan merahasiakannya. 2. Ada pihak lain yang mencoba menggunakan nama Phantom untuk sesuatu yang lebih besar. Elena menarik napas dalam. Jika Adrian benar-benar Phantom, maka ia pasti memiliki jawaban atas ini. Dan hanya ada satu cara untuk mengetahuinya yaitu membuatnya berbicara. Malam itu, Elena menunggu Adrian di tepi Danau Como, di tempat mereka biasa bertemu. Ketika pria itu akhirnya datang, ia memperhatikan sesuatu yang berbeda. Ada ketegangan di wajahnya, seolah pikirannya terbebani sesuatu yang besar. Elena memutuskan untuk langsung ke intinya. "Kau dengar tentang sidik jari yang ditemuk

    Last Updated : 2025-03-24
  • Samaran Terakhir   Jejak yang Terlupakan

    Elena tidak pernah merasa lebih dekat dengan kebenaran seperti sekarang. Ancaman yang ia terima membuktikan satu hal seseorang di kepolisian tidak ingin ia menggali lebih dalam. Tapi ia tidak akan berhenti. Di depannya, berkas-berkas laporan lama berserakan di meja. Ia menghubungkan benang merah dari semua kasus terkait Phantom dan Marco Santoro. Dan kini, ada satu nama yang menarik perhatiannya. Letnan Federico Rossi.Salah satu petugas yang menangani penyergapan Marco lima tahun lalu. Dan sekarang, ia adalah kepala unit investigasi khusus di kepolisian Milan. Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya menemui Rossi secara langsung. Adrian duduk di balkon apartemennya, memperhatikan langit malam yang gelap. Ia tahu waktu semakin sempit. Jika benar ada pengkhianat di kepolisian, maka satu-satunya yang bisa ia percayai hanyalah Elena. Ironis. Wanita yang paling ingin menangkapnya, kini adalah sekutu terbaiknya. Ponselnya bergetar. Pesan dari nomor tak dikenal.

    Last Updated : 2025-03-24
  • Samaran Terakhir   PENYUSUP DI DALAM BAYANGAN 

    Adrian berdiri di atap gedung tua, memandang ke arah pabrik terbengkalai di seberang jalan. Ia sudah memastikan lokasi dari jejak digital yang ditinggalkan si penculik. Di dalam sana, Elena mungkin sedang dikelilingi oleh orang-orang yang menginginkan nyawanya. Ini bukan pertama kalinya ia harus menyusup ke sarang musuh. Tapi kali ini berbeda. Bukan hanya nyawanya yang dipertaruhkan tapi juga wanita yang tanpa sadar telah mengubah dunianya. Adrian menyelipkan pistol di balik jasnya. Lalu ia melompat turun. Waktunya bertindak. Elena membuka matanya perlahan. Kepalanya pening. Tangan dan kakinya terikat erat di kursi kayu yang sudah lapuk. Ruangan ini gelap, hanya diterangi satu lampu redup yang berayun di langit-langit. Ia mencoba mengingat bagaimana ia sampai di sini. Penyusup. Serangan mendadak. Dan sekarang… ia dalam bahaya. Langkah kaki terdengar mendekat. Elena menahan napas, bersiap menghadapi siapapun yang masuk. Pintu terbuka. Seorang pria

    Last Updated : 2025-03-24
  • Samaran Terakhir   BAYANGAN TERAKHIR

    Rossi duduk di kursi interogasi dengan ekspresi datar. Di hadapannya, Elena menyilangkan tangan. "Dengan semua bukti yang kita miliki, kau tak akan bisa lolos" katanya dingin. Rossi tersenyum tipis. "Kau pikir aku peduli?" Elena menekan kedua tangannya ke meja. "Kalau begitu, beri tahu aku satu hal di mana Marco Santoro?" Rossi menatapnya lama, lalu mendekat sedikit. "Kau sudah terlalu dekat dengan sesuatu yang seharusnya tetap tersembunyi." Elena menahan napas. "Dan itu akan membunuhmu." Tiba-tiba, lampu di ruang interogasi berkedip. Suara ledakan kecil terdengar dari luar. Alarm berbunyi. Elena langsung menarik pistolnya. Tapi Rossi hanya tersenyum lebih lebar. "Kau pikir mereka akan membiarkanku berbicara?" Dan sebelum Elena bisa bertindak, sebuah suara menggema di ruangan. DOR! Rossi tersentak. Darah mengalir dari dahinya. Ia terjatuh ke meja. Mati. Elena berbalik cepat, tapi koridor di luar ruangan sudah kosong. Pembunuhnya menghilang da

    Last Updated : 2025-03-24
  • Samaran Terakhir   PERANG BAYANGAN

    Pelabuhan larut malam terasa sunyi. Tapi Adrian dan Elena tahu itu hanya ilusi. Bahaya mengintai di setiap sudut. Mereka sudah ketahuan. Dan Marco pasti telah mengirim anak buahnya untuk menghabisi mereka. Adrian menghela napas, lalu menatap Elena. "Kita tidak bisa lari sekarang," katanya pelan. Elena menggenggam pistolnya erat. "Aku tidak pernah berencana untuk lari." Adrian tersenyum miring. "Bagus. Kita buat mereka menyesal telah mengejar kita." Mereka berpisah, bergerak di antara kontainer besar di pelabuhan. Elena merayap ke arah salah satu gudang tua, mengamati sekitar dengan hati-hati. Lalu ia melihatnya dua pria bersenjata patroli di dekat pintu masuk. Mereka sedang berbicara melalui radio. "Mereka masih di sekitar sini. Perintah dari Marco: tembak untuk membunuh." Elena menahan napas. Jika mereka berhasil menghubungi Marco, dia bisa membawa lebih banyak orang. Ia harus bertindak cepat. Dalam satu gerakan cepat, ia keluar dari bayangan, menemb

    Last Updated : 2025-03-24
  • Samaran Terakhir   BAYANGAN BARU  

    Adrian duduk di tepi dermaga, menatap matahari pagi yang perlahan muncul dari balik cakrawala. Angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma asin yang menenangkan. Elena berdiri di belakangnya, menyandarkan tubuhnya pada pagar besi. "Kau yakin ini sudah berakhir?" tanyanya pelan. Adrian tidak langsung menjawab. Ia masih merasakan darah di tangannya, meski secara fisik sudah bersih. Kematian Marco Santoro seharusnya mengakhiri segalanya. Tapi dunia kriminal tidak sesederhana itu. "Aku ingin percaya begitu," jawabnya akhirnya. Elena duduk di sampingnya. "Tapi?" "Tapi Marco benar. Dunia ini tidak akan berhenti hanya karena dia mati." Elena menggenggam tangannya. "Itu berarti kita harus tetap waspada." Adrian tersenyum tipis. "Kita?" Elena menatapnya dengan tegas. "Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian." Adrian menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa tidak benar-benar sendirian. Tapi kebersamaan mereka akan

    Last Updated : 2025-03-24
  • Samaran Terakhir   PERANG BAYANGAN

    1. Persiapan Perang Adrian berdiri di depan meja dapur apartemen Elena, menatap peta yang terbentang di atasnya. Berbagai foto, catatan, dan skema terpampang jelas—semuanya berpusat pada satu nama: Keluarga DeLuca. Elena duduk di sofa, mengamati ekspresi serius Adrian. "Apa langkah pertamamu?" tanyanya. Adrian menghela napas. "Aku perlu tahu seberapa besar kekuatan mereka di kota ini. Jika Lorenzo datang menemuimu sendiri, berarti mereka punya pengaruh yang cukup kuat di sini." Elena mengangguk. "Aku bisa mencoba mencari informasi dari dalam kepolisian. Mungkin ada catatan transaksi mencurigakan yang mengarah ke mereka." "Tidak cukup." Adrian menatapnya. "Aku butuh seseorang yang bisa memberikan informasi langsung. Seseorang dari dunia mereka." Elena berpikir sejenak. "Ada satu orang yang mungkin bisa membantu." "Siapa?" "Mantan informan Marco. Namanya Silvio Romano. Dia dulu bekerja untuk Santoro, tapi setelah kematiannya, dia menghilang. Jika dia masih hidup, dia pa

    Last Updated : 2025-03-26

Latest chapter

  • Samaran Terakhir   REALITAS YANG DIPILIH

    Lokasi: Kota Solace, Tahun 2099Elena membuka matanya. Matahari bersinar lembut di langit biru yang tak ternoda. Udara terasa bersih, tanpa debu, tanpa suara mesin berat atau sirene. Tidak ada perang. Tidak ada Nyx. Tidak ada Anima.Ia mengenakan pakaian putih sederhana, duduk di atas ranjang modern dalam sebuah apartemen yang terlalu... sunyi.“Rico?” bisiknya.Pintu terbuka otomatis. Rico muncul, mengenakan pakaian serupa, wajahnya santai tapi matanya... bingung.“Gue... inget semuanya,” katanya pelan.Elena mengangguk. “Aku juga.”Mereka berjalan ke balkon. Di kejauhan, terlihat taman-taman terapung, kendaraan melayang tanpa suara, dan anak-anak bermain sambil mengenakan helm AR. Tidak ada tentara. Tidak ada sistem pengawasan mencolok. Dunia ini… damai. Tapi...Di balik damai itu, ada kehampaan.

  • Samaran Terakhir   FRAGMENTASI

    Lokasi: Pulau Sentinel, Samudra Hindia — 3 Bulan Setelah Nyx DimatikanAdrian menatap langit yang kelabu dari atas mercusuar tua. Angin asin menerpa wajahnya, dan burung camar berseru keras. Elena berdiri di dekatnya, membawa amplop coklat lusuh.“Ini dikirim tanpa nama. Cap pos dari tempat yang bahkan nggak ada di peta,” ujarnya sambil menyerahkan amplop itu.Adrian membuka perlahan. Di dalamnya hanya ada satu benda: sebuah foto buram dari dirinya sendiri... berdiri di sebuah ruangan asing, mengenakan pakaian yang tidak pernah ia kenakan.Rico masuk dengan tatapan bingung. “Apa-apaan itu?”Adrian menatap lebih dekat. Ada tulisan samar di bagian belakang foto:"KITA BELUM SELESAI. — A"Elena mengernyit. “Siapa ‘A’?”Adrian menggeleng perlahan. “Entah siapa… atau apa.”DI TEMPAT LAIN — SISTEM PENYIMPANAN TERSEMBUNYI, ANTARKTIKA

  • Samaran Terakhir   CAHAYA DALAM KEGELAPAN

    Lokasi: Zurich, Swiss - Markas Finansial Rahasia "Nyx"Adrian, Elena, dan Rico berada di dalam jet hitam yang meluncur mulus di atas Pegunungan Alpen. Luka-luka mereka dari misi Kazakhstan belum sepenuhnya sembuh, tapi waktu tidak memberi mereka pilihan.Di layar jet, Dr. Kael menunjukkan rekaman CCTV dari markas finansial bawah tanah di Zurich. Di antara para eksekutif dan pengawal, muncul satu siluet pria tinggi, berjas hitam, dengan rambut perak dan sorot mata dingin.Ezekiel.Elena terdiam lama. Jantungnya berdetak lebih cepat.Rico menatap Adrian. "Dia mirip banget sama Elena, ya?"Adrian mengangguk pelan. "Tapi dari caranya jalan… tatapannya... dia bukan orang biasa."Kael memutar rekaman suara.Ezekiel (di rekaman): "Dunia tidak butuh sistem yang rusak. Dunia butuh desain ulang. Aku hanya arsiteknya."Adrian mengepalkan tangan. "Berapa lama sebelum dia meng

  • Samaran Terakhir   PROYEK PHOENIX

    Adrian, Elena, dan Rico duduk di ruangan bawah tanah rahasia, jauh dari keramaian kota. Tempat itu tersembunyi di balik fasilitas parkir lama, dikamuflase dengan sistem keamanan biometrik dan pengawasan tingkat militer.Dr. Kael berdiri di depan layar besar, menampilkan hologram peta dunia dengan titik-titik merah menyala."Viktor hanyalah satu dari delapan kandidat proyek 'PHOENIX' eksperimen rahasia yang bertujuan menciptakan pemimpin-pemimpin perang yang sempurna. Pemikir strategis, petarung, pemimpin... dan pembunuh."Elena mengernyit. "Kandidat? Maksudmu...ada yang lainnya?"Dr Kael mengangguk. "Tujuh lagi. Dan tidak semuanya gagal seperti Viktor."

  • Samaran Terakhir   DUEL TERAKHIR

    Waktu seolah melambat saat peluru pertama meluncur dari senapan Viktor. Adrian berguling ke samping, menghindar dengan kecepatan naluriah yang terasah oleh puluhan pertempuran sebelumnya. Peluru menghantam dinding beton di belakangnya, memercikkan debu dan serpihan.DOR! DOR!Adrian membalas, dua peluru cepat menghantam meja Viktor, memaksa pria itu berlindung. Elena masuk dari sisi kanan, bergerak cepat ke posisi tembak. Ia mengayunkan senapan ke arah penjaga terakhir yang berlari ke dalam ruangan dan menjatuhkannya dengan satu tembakan presisi.DOR!Rico menyelinap masuk melalui sisi berlawanan, tubuhnya bergerak rendah, menyusuri bayangan. Ia tahu pertempuran ini bukan soal jumlah ini soal ketepatan, waktu, dan kehendak untuk hidup.“Naik!” seru Adrian.Viktor bangkit dari balik mejanya, melepaskan rentetan tembakan liar. Salah satu peluru nyaris menghantam Elena, tapi dia berbalik dan membalas cepat.DOR!Peluru menghantam bahu Viktor, membuat pria itu berteriak marah."Aku tidak

  • Samaran Terakhir   PERANG DI BAYANGAN MALAM

    Suara sirene polisi menggema di kejauhan, tapi Adrian tetap memacu SUV mereka ke luar kota. Langit malam gelap, hanya diterangi lampu-lampu jalanan yang berkedip redup. Di kursi belakang, Rico masih mengatur napas setelah pertarungan brutal tadi. Elena sibuk memeriksa amunisi mereka, memastikan semuanya siap untuk pertarungan berikutnya.Mereka baru saja menghancurkan salah satu markas Viktor, tapi ini belum selesai. Masih ada sisa pasukannya yang bisa menyerang kapan saja."Kita tidak bisa terus melarikan diri," kata Elena akhirnya.Adrian menatapnya sekilas di kaca spion. "Kita tidak melarikan diri. Kita hanya mencari tempat yang lebih strategis untuk menyerang balik."Elena menyeringai tipis. "Kau benar-benar gila."Rico terkekeh lemah. "Dan kita semua masih hidup karena kegilaannya itu."SUV mereka akhirnya berhenti di sebuah gudang tua di pinggiran kota. Tempat ini adal

  • Samaran Terakhir   NERAKA YANG SESUNGGUHNYA

    Adrian membuka matanya perlahan. Kepalanya berdenyut keras, dan tubuhnya terasa berat. Rasa besi dari darah memenuhi mulutnya. Dia berusaha menggerakkan tangan, tapi pergelangannya dibelenggu rantai baja.Saat kesadarannya kembali, dia menyadari situasi mereka.Elena terikat di kursi di sudut ruangan, wajahnya penuh luka lebam. Rico ada di seberangnya, napasnya tersengal, darah menetes dari dahinya.Dan di depan mereka, Viktor Mikhailov duduk dengan santai di kursi, tersenyum dingin."Selamat pagi, Adrian," katanya, suaranya tenang namun berbahaya. "Aku harap perjalananmu nyaman."Adrian menggeram. "Apa yang kau inginkan?"Viktor tertawa kecil. "Aku ingin mengobrol. Tapi pertama-tama…"Dia menoleh ke anak buahnya. "Buat mereka nyaman."Tanpa peringatan, seorang pria berjas hitam menghantam wajah Adrian dengan tinju keras.BUK!Rasa sakit menghantam tengkoraknya, tapi Adrian tetap diam.

  • Samaran Terakhir   NERAKA DI BAWAH TANAH

    Mereka tiba di sebuah gudang tua di pinggiran kota, tempat persembunyian sementara yang telah disiapkan Rico. Dinding beton retak dan lampu berkedip-kedip, memberikan kesan suram pada tempat itu.Adrian berjalan mondar-mandir dengan wajah tegang. Dia tahu Matteo tak akan berhenti sampai mereka mati.“Kita harus serang duluan,” katanya.Elena duduk di atas peti kayu, membersihkan senjatanya. “Dan ke mana kita akan menyerang?”Rico mengangkat kepala dari laptopnya. “Markas Matteo ada di bawah tanah, tepatnya di bunker tua peninggalan Perang Dunia II. Sistem keamanannya canggih, tapi ada celah.”Adrian mendekat. “Celah apa?”Rico mengetik cepat. “Terowongan pembuangan di bagian barat. Itu jalur keluar darurat mereka, tapi kita bisa masuk dari sana.”Elena menyeringai. “Jadi kita menyelinap seperti hantu?”Adrian menggertakkan gigi. “Tidak. Kita masuk sep

  • Samaran Terakhir   PERANG DI TENGAH KEGELAPAN

    Tembakan terus berdentum di luar gudang. Peluru menghantam dinding kayu dan logam, membuat serpihan beterbangan ke segala arah. Adrian mengintip dari balik meja dan melihat beberapa pria bersenjata lengkap mendekat dengan taktik militer.“Mereka membawa tim profesional,” gumamnya.Rico sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. “Aku butuh waktu lima menit untuk mengakses kamera di sekitar sini. Kita harus tahu jalan keluar.”“Elena, kau ke sisi kanan. Aku akan menahan mereka dari kiri,” perintah Adrian sambil mengisi ulang magazinnya.Elena mengangguk dan berlari ke posisi. Saat dua orang mendekat ke pintu gudang, Adrian melompat keluar dari perlindungan dan melepaskan dua tembakan cepat.DOR! DOR!Dua musuh tumbang.Namun, lebih banyak yang datang. Mereka menyebar, mencoba mengepung.“Elena, lempar granat asap!” teriak Adrian.Elena meraih granat asap dari sabuk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status