Bel istirahat berbunyi, semua anak bersorak. Ada yang langsung berlari ke kantin, ada yang ini, ada yang itu, dan sebagainya. Begitu juga dengan Tiara.
"Rann, kantin yuk," ajak Tiara yang sudah berdiri dari bangkunya.
"Gak ah, gue mau keperpus," jawab Rann. Mengingat uangnya telah terpakai untuk membeli sarapan Melly pagi tadi. Dan sisanya akan dia tabung.
Rann berjalan menyusuri koridor menuju perpustakaan. Rey yang melihatnya mengikuti dari belakang. Dia penasaran apa lagi yang akan dilakukan gadis itu. Langkahnya terhenti saat Rann memasuki ruangan. Perpustakaan, itulah kata yang tertera di sana.
Dari kejauhan Rey melihat Rann asyik memilih buku-buku kemudian duduk dan membacanya bersama dengan Alika yang juga ada di sana. Tidak heran jika Alika yang berada di sana, karena Alika sendiri adalah anak yang cerdas dan rajin, boleh di bilang "si jeniusnya anak Somplak". Alika sering meluangkan waktunya di perpustakaan walaupun itu hanya sekedar untuk melihat buku-buku terbaru atau duduk merenung sendiri.
"Al, boleh cerita gak?" tanya Rann seraya menutup bukunya.
"Cerita apa?" jawab Alika yang kelihatanya tidak terlalu penasaran dengan cerita Rann karena Dia masih saja menghadap buku tebalnya.
"Tentang Rey," ucap Rann menunduk karena sedikit takut untuk menatap netra sahabatnya itu.
"Hmmm tentang Rey, kenapa?" tanya Alika dengan nada cuek dan dia masih dalam posisi yang menghadap buku tebal.
"Ya, Rey, Al kayaknya gue udah mulai ada rasa deh sama dia," ucap Rann lirih. Berusaha selirih mungkin
"Apa?" ucap Alika, matanya melebar. seketika Rann langsung menutup mulut Alika.
"Ish! jangan kenceng-kenceng ntar yang lain pada denger lagi, apalagi kalau kakak kelas yang denger, kan berabe," peringat Rann ketakutan.
"Iya, sorry-sorry. Tapi Lo beneran, suka sama Rey??" bisik Alika yang tak percaya dengan apa yang di dengarnya.
"Gak tau juga Al sama perasaan gue, jadi bingung sendiri deh guenya." Memang benar, Rann masih bingung dengan perasaannya sendiri.
"Tapi gak usah bisik-bisik gitu juga kali," gerutu Rann.
Keduanya terkekeh, walaupun sebenarnya Alika masih tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Karena dia tau, Rann bukan tipe cewek yang mudah jatuh cinta gitu aja, apalagi sama kakak kelas kece kaya Rey. cowok terakhir yang Rann ceritakan adalah Gilang. Teman SMP-nya dulu yang pernah mencuri hatinya saat kelas 8.
"Al, tapi Lo janji ya, gak akan cerita-cerita ke yang lain," pinta Rann, karena dia takut kalau teman-temannya yang lain tau, dia akan jadi bahan ledekan.
"Woles aja, Santai kali Rann, kayak di pantai," ujar Alika cengengesan berusaha agar suasana tidak menjadi canggung.
"Al, lo jadi orang pertama yang tau tentang ini," jujur Rann.
Setelah cukup lama berbincang tentang perasaan Rann pada Rey, akhirnya keduanya kembali membahas pelajaran lagi.
Perbincangan keduanya tidak sampai terdengar oleh Rey yang sedang berdiri di hadapan rak buku dengan berpura-pura memilih buku yang tak kunjung di temukan. Selain karena keduanya yang sengaja bicara berbisik-bisik, jarak antara keduanya dengan Rey pun cukup jauh.
"Rey, kenapa tak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran lo tentang perpus?" batin Rey dalam lamunannya seraya menatap lekat wajah cantik Rann.
"Gue kira gue udah kenal lo Rann. Dan waktu yang udah kita lalui bersama, itu lebih dari cukup buat gue bisa bilang, kita udah jadi teman dekat dan saling kenal, tapi gue salah Rann, kita itu begitu jauh," gumam Rey merasa insecure pada Rann.
Jam istirahat berakhir dan bel tanda masuk telah berbunyi. Seluruh anak yang berada di perpus bergegas meninggalkan perpus, begitu juga dengan Rann dan Alika. Keduanya kembali ke kelas disusul juga dengan Rey yang kembali ke kelasnya setelah menyadari waktu istirahat telah usai.
Selesai jam pelajaran terakhir, seperti biasanya Rann menemui Rey di ruang musik. Keduanya kembali memainkan jari jemarinya dan menikmati alunan musik yang terdengar.
"Rey, pulang yuk," Ajak Rann yang merasa bosan saat latihan.
"Pulang? Tapi-" Sebelum Rey selesai berucap Rann dengan cepat memotong.
"Udah, lanjutin besok aja," potong Rann dengan cepat merampas peralatan di tangan Rey kemudian menarik Rey keluar.
"Baiklah, saya antar kamu." Rey pasrah dengan keinginan Rann.
Keduanya mengakhiri latihan dan bergegas untuk pulang. Seperti biasanya Rey mengantar Rann dengan motornya. Tak jauh dari sekolah, tepat di lampu merah, tiba-tiba Rann meminta turun dari motor dan berjalan ke depan tanpa sebab. Melihatnya membuat Rey bingung. Rey tak tau apa yang akan Rann lakukan. Namun semua pertanyaan Rey terjawab seketika saat Rann berusaha membantu seorang nenek-nenek untuk menyebrang jalan.
"Rann, hati lo tuh apa sih? Orang yang gak lo kenal aja di bantu, lo tuh terlalu indah buat gue miliki, sedangkan gue ... gue hanya mimpi buruk buat lo Rann, kita tuh langit dan bumi, minyak dan air, yang gak akan pernah bersatu," batin Rey dalam lamunannya seraya mengamati Rann dari jauh.
"Woiii kok ngelamun sih," ucap Rann yang tiba-tiba sudah berada di sisi Rey dan berhasil mengejutkannya.
"Gak-gak papa kok," jawab Rey gugup merasa seperti maling yang tertangkap basah.
"Ya sudah, lanjut yuk, udah makin sore nihhh," ajak Rann dan Rey hanya mengangguk.
Keduanya kembali melanjutkan perjalanan pulang, hingga sampai di rumah Rann. Kali ini Rann cukup punya keberanian untuk membawa Rey pulang sampai di rumah karena Rann tau, kali ini dia tidak sedang melakukan kesalahan yang akan membuat Mamanya marah.
*****
Rey pulang dengan hati gelisah, Rey merasa insecure dengan keluarga Rann. Ingin rasanya dia punya keluarga sepertinya. Tapi keadaan keluarga Rey tak memungkinkan.
Ayahnya yang sedang dinas di luar, Adik laki-lakinya yang juga mengikuti sang Ayah. Buat jaga-jaga kata bundanya. Huh, dasar posesive.
Ingin rasanya agar Adiknya itu pindah sekolah saja agar bisa bersama. Tapi semua itu hanya sekedar angan. Sejak dulu, Rey ingin sekali bisa meluangkan waktunya bersama keluarga. Layaknya keluarga bahagia lainnya.
Sebagai pelampiasan, Rey mengikuti berbagai kegiatan di sekolah. Dan juga ikut balapan walau kadang juga balapan liar dia ikuti. Tapi di balik semua itu, Rey tetap mempertahankan prestasinya di bidang akademik.
Lain halnya kedua adiknya. Ya, Rey punya dua adik. Mereka tiga bersaudara. Anak kedua laki-laki dan yang ketiga perempuan. Adik laki-lakinya itu terbilang cukup kalem dan cerdasnya luar biasa bahkan Rey saja kalah. Sedangkan adik perempuannya itu cukup aktif orangnya. Jangan tanyakan soal otaknya, karena mereka bertiga itu sama.
Jadi, bisa di bayangkan seperti apa ayah bundanya. Tapi, apakah takdir mereka juga akan sama? Atau, dengan lika-liku yang jauh berbeda? Entahlah, hanya tuhan yang tau.
*****
Sore itu, Rey mengajak Rann ke sebuah toko buku yang tempatnya tidak jauh dari sekolah. Kebetulan toko tersebut baru saja melaunchingkan beberapa buku terbaru."Rey, tumben sih ngajak kesini? Ada apa?""Hmmm, gak cuma sekedar pengin aja, kebetulan disini ada pelaunchingan beberapa buku terbaru.""Benarkah?" tanya Rann penuh rasa senang dan Rey membalasnya dengan senyuman kecil.Mereka berjalan memasuki toko, ada banyak buku yang berjejer tertata rapi. Keduanya sibuk memilih buku, baik buku yang berkaitan dengan pelajaran atau yang lainnya."Rey, gue ambil yang ini aja deh.""Cuma itu? saya tau kamu anak cerdas, tapi gak buku pelajaran juga yang kamu ambil, kan bisa pinjam di perpustakaan sekolah."Rann hanya membalasnya dengan senyuman kecil dan berlalu meninggalkan Rey. Tak berselang lama keduanya kembali bertemu di meja kasir setelah be
Dan semua tentang Rey itu hanya sekedar kenangan dimasa lalu yang kini ku ingat kembali....Rannia Krishna._______________Rann melirik arlojinya, kedua matanya melebar saat melihatnya. Waktu istirahat tinggal 5 menit. Dengan cepat dia berdiri menarik tangan Alika dan bergegas kembali ke kelas.Beberapa bulan berlalu, setelah Rey pergi jauh tanpa kabar apapun. Rann berusaha berdiri tegak kembali, melangkah meraih cita-cita yang telah di rajut sejak lama. Bersama 8 sahabat karibnya yang selalu setia menemani.Kali ini Rann bukan hanya aktif di ekskul musik tapi Rann juga telah bergabung di kepengurusan OSIS, dan ya, di kelas XI ini ada sedikit perbedaan. Dimana Rann hanya satu kelas dengan Tiara dan Alika tanpa Viona.Dikelas Xl ini Rann mulai sering unjuk diri. Dia mulai aktif di berbagai kegiatan sekolah. Tak jarang, untuk mengisi waktu luangnya Rann berlatih basket deng
Ada guru baru, muridnya pun baru lama-lama gue juga ganti pacar baru ah ....Rannia Krishna.________________Pagi yang cerah, seperti biasanya Rann berangkat tepat waktu, dan seperti biasanya pula kondisi sekolah masih lumayan sepi. Hanya ada penjaga dan beberapa anak yang piket harian. Rann berjalan melewati koridor. Sampai di kelas hanya ada Alika yang sedang duduk di bangkunya menghadap buku bahasa yang lumayan tebal. Maklumlah, anak rajin yang selalu paralel satu sejak SD."Jend ... jangan terlalu rajin, nanti botak tu pala," ledek Rann saat berjalan memasuki kelas yang di sambut dengan senyuman manis Alika.Jenderal. Rann biasa memanggil Alika dengan sebutan jenderal sementara Alika balas dengan menyebut Rann Professor.Hari ini jam pelajaran pertama matematika. Rann dan Alika masih fokus pada papan tulis saat bel berbuny
Pelajaran berakhir dan semua siswa bergegas keluar kelas."Tia, lo mau ke ruang musik?""Iya, emangnya kenapa Rann?" Tiara masih sibuk membereskan buku-bukunya."Bareng yah," ucap Rann yang sudah siap keluar kelas."Oh ya Al, lo seperti biasanya kan pulang bareng Inay?" tanya Rann saat melihat Alika yang masih duduk dengan tenang. Alika memang sering keluar kelas paling terakhir karena tidak mau berdesakan dengan yang lain."Tenang saja, kalau kalian mau pergi, pergi aja duluan, gue nanti aja nunggu agak tenang.""Ok." Rann menarik tangan Tiara keluar kelas. Keduanya berjalan diantara para siswa. Berjalan riang dengan sedikit dendangan kecil, satu bait yang terus diulang-ulang."Rann, Rann. Kalau cinta bilang aja kali." Tiara mendengus mendengar sahabatnya menyanyikan bait itu, bait yang dulu di nyanyikan Rey secara berulang
"Vi, masih marah ?" tanya Rann saat keduanya berjalan dikoridor pagi itu."Gak. Gue gak marah, emangnya kenapa harus marah?" jawab Viona dengan wajah polosnya, tetapi dia masih saja berjalan tanpa mempedulikan Rann."Ya udah kalo Lo gak marah. Nanti pulang bareng ya, gue mau ngomong penting," ucap Rann dengan nada sedikit tinggi. Bisa di bilang teriak sih karena Viona masih tetap berjalan tanpa merespon ucapan Rann yang masih berdiri mematung memandang punggung Viona yang semakin jauh.Lagi-lagi Rann harus bersiap mendengarkan celotehan teman-temannya karena hari ini ada jam pelajaran si guru terlalu tampan. Dan seperti biasanya, seusai pelajaran akan ada obrolan membosankan tentang sang guru.Rann berusaha fokus pada pelajaran, namun dia tetap saja tidak bisa. Konsenterasinya terpecahkan oleh pesona si tampan yang sedang menerangkan di depan. Apalagi posisi duduknya ada d
Pelajaran berakhir, bel berbunyi dan seperti biasanya, kelas yang tenang jadi seperti kapal pecah karena kelakuan Ivan cs.Rann mengambil ponselnya berharap ada notifikasi pesan dari Viona. Dan benar saja, ada satu pesan masuk dari Viona dan Rann dengan segera membukanya."Gue tunggu lo di parkiran, jangan kecewain gue Rann."Rann membacanya dengan seksama, takut salah baca jadi fatal nantinya.Rasanya aneh kalau teman akrab jadi canggung hanya gara-gara cowok. ya, setidaknya itulah yang di rasakan Rann saat ini."Al, Tia, gue duluan ya. Ada janji sama Viona," ucap Rann seraya berjalan keluar kelas diantara kerumunan siswa yang hendak pulang.Rann berjalan di koridor, dengan jalan yang setengah berlari karena takut membuat Viona menunggu sampai langkahnya terhenti saat terdengar alunan lagu yang sangat familiar buat Ran
Hidup butuh sedikit perubahan yang menantang Bell.Kak David____________ Mungkin sekarang Rann harus terbiasa dengan David. Terbiasa untuk diantar David yang hanya sampai gerbang bukannya parkiran.Terbiasa dengan David yang akan merapikan rambutnya yang berantakan. Dan terbiasa dengan Pandangan aneh para siswa yang melihatnya.Setidaknya itulah sedikit kebiasaan Rann setelah kehadiran David di sekitarnya. David adalah anak dari kakaknya Krishna, ayahnya Rann. David datang dari Solo untuk melanjutkan pendidikannya.Karena Rann dan David sudah dekat sejak kecil, jadi untuk tinggal satu rumah rasanya bukan masalah yang cukup besar.Rann berjalan ke area sekolah. Berjalan diantara para siswa yang sudah ramai memasuki area parkiran. Seperti biasanya, David selalu tiba di saat sekolah sudah mulai ramai. Karenanya, R
Rann berjalan menuju kantin. Sesampainya di kantin, Rann melihat teman-temannya duduk seperti biasa."Dari mana aja lo Rann?" tanya safna saat melihat Rann mendekat."Mmm." Rann hanya bergumam, bingung harus jawab apa. Karena tidak mungkin kalau dia menjawab telah mencari pelantun misterius itu, yang ada nanti dia di bilang konyol lagi.Rann duduk tepat di sebelah Alika, dan sekejap merasakan kenyamanan. Tiba-tiba seseorang menyapanya."Hai Rann." sapa orang itu."Lo!" Rann terkejut melihat siapa yang menyapanya."Lo ngapain disini?" pertanyaan Rann membuat teman-temannya saling bertukar pandang keheranan."Rann, lo kenal Siapa dia?" tanya safna keheranan."Oh ya, guys kenalin, gue Farel, eh Viral aja deh biar keren." Tanpa di tanya, Viral memperkenalkan diri."Gue boleh gabung
"Assalamualaikum."Terdengar salam dari lantai bawah, dan tak lama setelah itu terdengar percakapan beberapa orang. Rann yang penasaran pun memutuskan untuk keluar dari kamar dan melihat apa yang terjadi."Kak, siapa di bawah?" tanya Rann saat berpapasan dengan David di tangga, rupanya David juga penasaran."Kayaknya, Mama, Papa.""Sayang ...," teriak Nia saat melihat keduanya menuruni tangga."Mama ..,." pekik Rann seraya mengbambur kedalam pelukannya, tak lupa pula mencium takdim punggung tangan kedua orang tuanya."Oleh-olehnya mana??" tanya Rann dengan nada manjanya."Kamu ini," ucap Krishna yang gemas dengan putrinya.Untuk kesekian kalinya Krishna bisa melihat tingkah manja putrinya itu setelah kejadian beberapa waktu lalu.Nia mengeluarkan semua bar
Uap bakso masih nengepul menandakan betapa panasnya makanan tersebut. Kini Rann dan Samudra tengah duduk di sebuah kedai dengan semangkuk bakso yang membuat perut tambah konser."Gue kira, lo anak kafean atau restoran mahal," ujar Samudra yang masih mengaduk baksonya, menunggu sedikit lebih dingin agar bisa di makan."Enak aja, emang tampang gue anak orang kaya yang kayak gitu apa?" elak Rann tak terima. Rann menatap tajam ke arah Samudra."Ya, kan. Gue cuma mengira," ujar Samudra lagi."Kelihatan, ya?" Rann refleks menegakan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada Samudra.Samudra sedikit terkejut dengan kelakuan cewek di depannya. Cewek yang waktu pertama bertemu terlihat begitu dingin, cuek. Tapi kini dengan cepat keduanya akrab.Dalam waktu makan siang ini keduanya saling berbincang tentang banyak hal. Mulai dari p
"Hai, Baby." Awan yang baru saja datang, langsung menyapa Mey.Kehadiran Awan tak kalah Mengejutkan dari Rann dan Samudra, di tambah lagi dengan seseorang di belakangnya."Eh, sayang ... tumben banget kamu nyamperin aku disini? " ujar Mey seraya meraih tangan Awan agar duduk. Mey merasa ada yang aneh pada pacarnya itu.Bagaimana tidak, karena selama setahun pacaran, Awan sangat sulit untuk di ajak ke kantin.Ada saja ribuan alasan untuk menolak, terutama dengan banyaknya pandang mata yang menatapnya risih.Tapi jangan salah, karena setelah penolakan itu, Awan akan menggantinya dengan kencan romantis."Lo bawa siapa, Wan?" tanya Anna yang merasa tak asing dengan orang di belakang Awan."Sohib," jawab Awan singkat tanpa berniat memperpanjang."Beb, kemarin malam kamu di telpon ngomong apa sih
Pagi ini Rann bangun seperti biasanya, kemudian bersiap untuk berangkat ke sekolah. Karena di hari senin dia harus berangkat lebih pagi dari hari biasanya.Rann keluar dari kamarnya, berjalan menuruni tangga menuju ruang makan untuk sarapan. Ada pemandangan berbeda pagi ini. David sudah siap menyantap makanannya dengan pakaian yang sudah rapi."Tumben banget, Kakak udah rapi sepagi ini? Biasanya juga, Issabell yang tarik Kakak dari kamar, kalau hari senin," ucap Rann heran dengan penampilan David."Ya, kan berubah dong, Bell," jawab David tak mau kalah."Ah, paling kebetulan aja, tadi ba'da subuh gak tidur lagi," elak Rann, seraya mendudukkan dirinya."Tau aja, Bell, jangan buka kartu dong." David hanya cengengesan menanggapi tuduhan sepupunya itu.Keduanya menikmati sarapan dengan lahap kemudian bersiap
David terbangun dari mimpi indahnya setelah bunyi nyaring alarmnya mengejutkannya. Waktu menunjukan pukul 04.05 WIB. David bergegas mengambil air wudhu kemudian mendirikan sholat tahajud.Malam ini terasa begitu cepat karena dia baru menyelesaikan tugasnya tepat pukul 00.05 WIB.Dibantu dengan Dafa dan Dimas yang menginap di sana, dengan maksud awal untuk menemaninya dan Rann. Karena ini adalah malam kedua mereka bermalam di rumah baru. Apalagi, kini mereka hanya tinggal berdua.David beranjak dari mihrabnya, bergerak menuju kamar Rann. Perlahan, tangannya mulai membuka pintu dan berhasil menampakan seorang gadis cantik dengan balutan kain putih panjang yang menambah keanggunannya.Gadis itu mengembangkan sudut bibirnya saat melihat David di ambang pintu."Kakak kira, belum bangun, Bell," ucap David padanya.David tau, tadi malam R
Benar, hidup memang akan selalu beriringan dengan kejujuran dan tantangan. Nayla kharisma. _______________ Viona mulai memutar botol kembali, kini botol itu berhenti tepat di depan Tiara. "Turut or dare?" dengan cepat pula Viona bertanya. "Dare deh," jawab Tiara ragu. "Suapin kak David satu potong martabak." Ucapan Rann sukses mengejutkan semua yang ada. Tak ada yang menyangka kegilaan yang dilakukan Rann. "Gila lo! Mau bunuh gue lo!" Bantah Tiara. "Eits ...bitu dare buat lo," timpal Anna tersenyum smirk. "Ayolah Tiara," lirih Alika dengan senyum simpulnya. "Ok, fine!" Tiara pasrah dan mulai beranjak untuk mendatangi kamar David. Tiara berjalan pelan dan sesekali menengok ke belakang.
Usai makan malam, mereka kemudian kembali ke kamarnya Rann, di lantai dua. Mereka kembali melingkar bersiap untuk bermain dengan kegilaan mereka. "Guys, main TOD yuk," ajak Mey, yang lain hanya mengangguk setuju. "Wait!!! tunggu-tunggu!" Anna heboh saat teringat sesuatu. "Nih, kumpul-kumpul gini, gak ada snacknya gitu?" Ucapan Anna sukses membuat yang lain melongo. "Kayaknya bener tuh, Na" timpal Alika saat sadar dengan hal itu. "Iya deh, iya, maunya apa?" Rann yang merasa tersindir akhirnya angkat bicara. Semua saling mengusulkan apa yang diinginkan. Setelah selesai berunding kemudian Rann keluar dari kamar, hendak pergi ke mini market terdekat. Saat tepat di depan kamar David, terbesit dalam fikirannya untuk mengajak David keluar menemaninya. Rann mengetuk pintu kamar Da
Terkadang hidup itu butuh sedikit kejujuran agar lebih terasa, tapi juga butuh tantangan agar lebih menyenangkan.Meysha meylany ___________________Siang ini, sepulang sekolah mereka berkumpul di base camp mereka. Di sebuah butik yang didirikan dengan uang bersama yang mereka tabung dari sisihan uang jajan.Bangunan dua lantai dengan dekorasi cukup unik kreasi tangan sendiri. Ya, siapa lagi kalau bukan Meysha art. Merubah hal biasa jadi luar biasa. Memang tak terlalu luas karena hanya mengandalkan sisihan uang jajan sejak awal pertemuan mereka sewaktu SMP dan terealisasikan bangunan ini sewaktu masuk SMA."Tia, lo kenapa sih?" tanya Viona menepuk pundak sahabatnya.Kini mereka tengah duduk melingkar di ruangan yang tersedia di lantai dua dengan suguhan pemandangan kota karena letak butik yang cukup strategis."
Semua sahabat Rann berkumpul di parkiran sekolah, tepat di samping mobil Mey, tengah menunggu kejelasan dari sahabat karib mereka.Mata mereka manyapu bersih semua pemandangan yang ada, namun tak ada tanda-tanda kedatangan Rann.Pandangan mereka tertuju pada satu mobil mewah yang baru saja terparkir di sana, mobil itu begitu asing bagi mereka.Sudah cukup lama mobil itu berhenti, tapi tak kunjung menunjukkan siapa yang ada di dalamnya."Woi, ada anak baru yah?" tanya Anna pada sahabatnya namun hanya mendapat angkatan bahu secara serempak."Eh, eh, liat tuh. Kayaknya ada yang mau keluar dari mobil mewah itu," ucap Safna seraya menunjuk kearah mobil tersebut dengan pintunya yang perlahan mulai terbuka.Pintu terbuka lebar, terlihat seorang gadis keluar darinya. Gadis cantik yang sukses membuat mereka melongo tak percaya.