Anin yang berhasil kabur dari kejaran wartawan akhirnya bernapas lega. Anin merasakan perutnya sedikit sakit, namun ia hanya bisa memejamkan kedua matanya sembari menarik napas panjang dan mengembuskan secara perlahan.
Sesampainya di rumah Regas—manager Anin, perempuan itu segera membuka pagar rumah dan menekan bel pintu utama.
Ting nong!
Kurang lebih lima menitan menunggu, akhirnya pintu itu dibuka oleh sang pemiliknya langsung. Anin sendiri langsung menyelonong masuk tanpa permisi.
“Eh, lo ke mana aja, Nin? Gue telepon kenapa enggak diangkat-angkat,” cerocos Regas langsung mengomeli Anin.
Anin yang lelah akan dunia tipu-tipu ini langsung menghela napas panjang. “Gue hamil.”
“Hah?!” tampak terlihat ekspresi syok di wajah Regas. “Jangan bercanda deh. Lo lagi bikin youtube, ya? Lo lagi ngeprank?”
“Dih apaan, sih? Sejak kapan gue punya chanel youtube?”
“Iya j
Selesai makan malam bersama tadi, Nadia masih saja terus mendesak dan menatap sinis sang kakak.Bahkan ketika sudah masuk ke rumahnya, Nadia terus membuntuti Ares yang memang tengah berjalan ke kamar Nadia sembari menggendong Kalla untuk ditaruh di atas tempat tidur karena dalam perjalanan pulang keponakannya tertidur.“Mas.”“Kalau mau bicara di luar aja. Kasihan Kalla sama Ghaisan.”Nadia mengangguk setuju. Bahkan Nadia pun melakukan hal yang sama—menaruh Ghaisan di atas tempat tidur—di samping Kalla. Nadia bahkan menepuk-nepuk sebentar agar anak laki-lakinya tidak bangun.Setelah merasa sudah pulas, Nadia segera keluar kamar dan menemui kakaknya itu di teras samping rumah.“Mas kenapa masih ketemuan sama Anin, sih? Mas tahu sendiri dia lagi banyak masalah sama pacarnya itu!” tembak Nadia menerocos panjang lebar. “Aku mohon jauhi Anin,” pinta Nadia, memelas.“Kenapa M
Anin yang tengah melihat berita tentang dirinya di tv dan media sosial lambe murah merasa geram sendiri. Bisa-bisanya Rayyan membuat statement seperti itu.“Berengsek!” umpat Anin, emosi.“Mending kita ajak ketemuan aja itu cowok berengsek!” sambar Regas, ikut kesal jika artisnya dibuat skandal seperti ini. Untuk mendapatkan job memang baik, tapi reputasinya menjadi jelek di mata netizen. “Ada acara talk show ngundang nih. Mau ambil enggak?” imbuh Regas menanyakan ketersediaan Anin.“Enggak!”“Lumayan cuannya lho, Nin.”“Lo masih mikirin cuan, Bang? Kondisi gue lagi begini. Gue enggak mau orang lain tahu kondisi gue sekarang yang berbadan dua.”“Tapikan belum kelihatan. Bisa ditutupi pakai jaket. Itung-itung lo bisa balas dendam ke Rayyan atas berita yang dikonfirmasikan dia itu salah.”Anin hanya menggelengkan kepala-nya saja. Tidak menyangka jika man
Ares yang sudah masuk ke dalam apartemen merasa canggung. Ini pertama kali dirinya mendatangi apartemen seseorang. Terlebih ini lawan jenis. Ares biasanya lebih suka bertemu di luar apartemen atau lebih memilih ke rumah ibunya—Sekar.Maka dari itu Nadia merasa murka ketika tahu jika ia membawa Anin ke dalam apartemen yang dianggap suci oleh Sekar sekaligus adiknya itu. Karena bagi mereka berdua tidak ada perempuan yang dibawa Ares ke dalam sana, terkecuali Anin kemarin malam.“Silakan duduk. Mau minum apa?” tanya Anin, santai.“Apa saja.”“Kalau begitu air putih aja, mau?” ledek Anin, mencoba mencairkan suasana yang canggung. Anin tahu jika Ares tampak tidak nyaman berada di tempatnya ini. “Kopi aja kali, ya.”“Boleh.”Anin akhirnya pamit ke dapur. Perempuan itu langsung membuatkan secangkir kopi untuk Ares. Saat sudah selesai, Anin menaruh di atas meja—di depan Ares.
Setelah mendapatkan telepon dari Regas, Anin langsung menyalakan tv di apartemennya. Bahkan ia tadi tidak sempat mengucapkan salam sebelum menutup telepon bersama managernya.Anin benar-benar tidak menyangka jika kebersamaan dirinya bersama Ares sampai terciduk oleh media.“Sial! Tadi ada wartawan yang menguntit ke sini!” umpat Anin, murka.Parahnya posisi yang diambil benar-benar sangat dipahami oleh Anin. Orang itu mengambil foto dan video dirinya bersama Ares barusan di dekat pot besar milik tetangga. Herannya Anin kurang peka ada orang di sana.Buru-buru Anin langsung berjalan keluar unit apartemennya. Mencoba mengecek posisi orang yang sudah kurang ajar menyusup ke gedung apartemen ini.“Pak, tadi lihat siapa orang yang datang ke sini?” tanya Anin kepada petugas kebersihan yang tengah menyapu lorong.“Tidak tahu Mbak Anin. Saya baru tugas soalnya.”“Oke, makasih banyak, Pak.”
Nadia yang melihat berita infotaiment di televisi langsung merasa terkejut luar biasa. Mulutnya bahkan menganga saking kagetnya. Kakaknya—Antares sudah mulai terekspose di media yang membuat Nadia merasa sedih juga khawatir jika semua orang akan berlomba-lomba mencari tahu seluk beluk soal keluarganya ini.“Bagaimana kalau Ibu tahu. Tidak mungkin ditutupi terus. Teman-teman Ibu pasti ada yang tahu dan nanti memberikan informasi,” gumam Nadia, memikirkan perasaan Ibu-nya itu.Pikirannya yang kusut membuat Nadia tidak bisa berpikir jernih saat ini. Buru-buru Nadia langsung berkemas—membereskan semua keperluan Kalla juga Ghaisan. Nadia akan menginap kembali di rumah Ibu-nya jika seperti ini.“Jam segini biasanya Ibu suka nonton tv lagi,” cicit Nadia, cemas.Selesai membereskan segala keperluan kedua anaknya, Nadia segera menggendong Ghaisan dan menuntun Kalla keluar dari dalam rumahnya.Sembari menunggu taksi online
Nadia tidak mungkin langsung melabrak Anin sendirian. Tentu saja ia akan mencari dukungan dan koalisi untuk menjatuhkan Anin.“Lo yakin, Wid?” tanya Nadia, memastikan.“Gue yakin, Nad. Anin pasti akan kewalahan dengan berita ini.”“Tapi ini jahat banget enggak, sih? Takutnya orang ngira kalau cowoknya itu Mas Ares lagi!”“Enggak bakalan! Kita edit muka ceweknya menjadi wajah itu jalang.”Nadia pun akhirnya menurut saja dengan ide gila Widi. Perempuan itu memberikan ide gila dengan membuat editan video syur dengan wajah yang dibuat semirip Anin.Setelah menelepon seseorang yang bisa dipercaya, kedua perempuan itu langsung pergi ke salah satu kafe—tempat yang akan dijadikan pertemuan untuk melakukan sebuah projek jebakan untuk Anin.“Apa ini enggak terlalu jahat, Wid?” tanya Nadia, masih takut-takut.“Udahlah. Lagian kalau video ini viral pasti Anin akan malu dan lebih dihujat lagi seluruh Indonesia.”Tak lama datang dua orang pria yang akan menjalankan aksi perintah Widi juga Nadia. Me
Ares keluar dari ruangan meeting dengan ekspresi wajah yang sangat sulit dijabarkan. Datar. Tak berekspresi. Pria itu berjalan begitu fokus menuju ke dalam ruangan kerjanya. Sampai akhirnya ketika melewati meja kerja milik Bayu, Ares terhenti sejenak karena ucapan Bayu yang membuatnya berhenti.“Pak, tadi Ibu Sekar telepon,” kata Bayu, memberitahukan.“Oh, oke!”“Suruh telepon balik, Pak.”“Hm.”Ares kembali melanjutkan langkah kakinya menuju ke dalam ruangan kerja. Pria itu tampak memijat kedua pelipis yang terasa pening. Terlebih meeting barusan begitu menguras perasaan hatinya karena selalu saja sang klien tampak sengaja ingin memancing emosinya saja. Tidak benar-benar ingin menjalin kerjasama dengan baik.Sampai akhirnya Ares memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak kerjasama-nya karena pihak klien tampak tidak serius. Ares tidak mau membuang dana sekaligus waktunya dengan begitu si
Ares yang sudah mulai membelah jalanan kota Jakarta langsung merasa resah sendiri. Pria itu takut kalau kondisi Anin saat ini terguncang. Terlebih Ares pernah memergoki Anin ingin bunuh diri waktu itu.“Oh … shit!” umpat Ares ketika mobilnya terjebak macet. Pria itu memukul setirnya karena merasa kesal. “Sial!”Tin!Ketika menekan klakson mobil pun terasa seperti sia-sia saja. Karena mobil yang berada di depannya tidak bisa jalan sama sekali.Ares pun menatap kaca spion untuk melihat ke arah belakang yang sudah begitu penuh—hingga ia tidak bisa memutar balik mobilnya. Hal inilah yang membuat Ares semakin merasa gregetan sendiri.Pria itu langsung menghubungi media sosial milik Anin, akan tetapi media sosial itu sedang tidak online.“Shit!” umpat Ares merasa kesal sendiri dengan keadaan seperti ini. “Anin, apa kamu baik-baik saja?” gumam Ares, mengkhawatirkan Anin,Setelah mobil mulai bisa berjalan pelan-pelan, Ares merasa lega. Pria itu akan menuju ke apartemen milik Anin.Untung saja
Hari ini adalah hari yang paling bersejarah di dalam keluarga Sastrowidjojo. Apalagi pagi ini Sekar tengah menanti dengan perasaan harap-harap cemas. Anindya—menantunya tengah berada di dalam kamar mandi untuk menguji kebenaran apa yang dikatakan oleh Ibu Nyai. Apakah benar hamil atau hanya mual-mual biasa karena asam lambung ataupun masuk angin.Semoga saja hasilnya sesuai harapan. Sekar ingin sekali menimang cucu dari Ares. Bukan ingin menuntut, tapi Sekar sadar jika usianya sudah tidaklah lagi muda. Sekar ingin menggendong anak hasil dari Ares agar bisa adil dengan Nadia. Di samping itu mumpung ia masih hidup juga karena usia tiada yang tahu bukan? Untuk itu Sekar selalu berdoa supaya Anin bisa sehat selalu dan mengandung benih dari Ares.Ceklek! “Bagaimana hasilnya?” tanya Sekar, harap-harap cemas.Anin diam saja. Ia justru langsung menyerahkan alat tes kehamilan itu kepada Sekar. “Enggak tahu, Bu. Anin enggak lihat soalnya takut,” jawab
Semua orang yang berada di kamar itu tentu saja terkejut dengan ucapan Ibu Nyai. Apalagi hanya dengan memegang perut saja langsung berasumsi seperti itu.“Iya betul ini lagi hamil,” ulang Ibu Nyai.“Itu seriusan Ibu Nyai?” tanya Sekar, masih tidak percaya akan ucapan Ibu Nyai. Tapi memang suka betul ucapan Ibu Nyai ini.“Iya, Ibu Sekar. Coba saja diperiksa ke dokter pasti hasilnya positif.” Ibu Nyai masih terus mengusap-usap perut milik Anin lembut. “Belum datang bulan, ‘kan, Nduk?” tanya Ibu Nyai kepada Anin.Anin tampak terdiam sesaat. Mencoba mengingat kapan terakhir dirinya kedatangan tamu bulanan.Dan, ketika ingat jika terakhir datang bulan saat akan menikah. Sedangkan ini sudah satu bulan lebih dirinya menikah dengan Ares. Sedangkan ia belum datang bulan lagi.“Astagfirullah! Anin belum datang bulan, Bu,” ucap Anin menatap ke arah Sekar dengan ekspresi wajah kebingungan. “Apa benar Anin hamil, ya, Bu?”“Walah Ibu juga tidak tahu, Nin. Kamu ada tespack?” tanya Sekar, jadi penasa
Meski tidak enak badan, Anin harus tetap bersiap-siap untuk pergi ke rumah Mama Rosa. Apalagi kue Mama Rosa mulai banjir orderan dari teman-temannya.Tok! Tok! Tok!“Nin,” panggil Sekar dari luar kamar.“Masuk, Bu. Pintunya enggak dikunci.”Ceklek! Sekar membawa nampan yang berisi wedang jahe juga menu sarapan untuk Anin. Apalagi menantu-nya ini sedang tidak enak badan karena ulah dari Ares, putranya.“Lho, Bu. Tidak perlu repot.”“Kata Ares kamu lagi enggak enak badan.”“Hanya masuk angin aja kok, Bu. Nanti juga sembuh.”“Maafkan anak Ibu, ya. Maaf kalau dia terlalu menggebu-gebu,” kata Sekar, merasa tidak enak sendiri. Padahal yang melakukan perbuatan itu Ares bukan dirinya.Anin hanya menyengir saja karena yang dibahas sudah ke ranah sana. Meski merasa tidak enak dengan Sekar karena diperlakukan sangat baik, Anin tetap menghargai dengan memakan dan meminum wedang jahe itu.“Makasih banyak ya, Bu. Ibu sudah makan?”“Ibu sudah makan tadi setelah A
Dari banyaknya tempat perbelanjaan entah kenapa harus bertemu dengan Vivi di mal ini. Anin juga kaget tetapi ia harus tetap sopan serta ramah.“Eh, Anin. Sendirian aja?” tanya Vivi, masih fokus menatap cermin karena sedang memakai bulu mata palsu jadi harus fokus.“Sama Mama dan suami.”“Hah?! Suami? Kamu udah nikah?” Vivi langsung berputar badan menatap Anin yang memang berdiri di belakangnya ini. Ekspresinya benar-benar terkejut luar biasa. “Sama Ares?” lanjut Vivi, sambil menelan ludahnya susah payah.Anin tersenyum manis sambil mengangguk. “Iya, Tante.”“Kapan?” Ada rasa kecewa di dalam hati Vivi karena teringat akan lamarannya yang ditolak. Akan tetapi kali ini Vivi bisa mengendalikan diri karena banyak orang di toilet. Di samping itu juga sudah janji dengan Rayyan untuk bersikap baik kepada Anin. “Kok Tante enggak diundang?”“Baru kemarin, Tante. Kami mengadakan pernikahan sederhana saja. Yang datang juga dari pihak keluarga saja dan memang tidak mengundang orang lain.”Vivi men
Pagi ini Anin terbangun dengan perasaan yang berbunga-bunga. Apalagi semalam Ares telah menggagahi-nya dengan penuh kelembutan meski sedikit beringas kalau kata Bayu. Mungkin bagi dia mumpung sudah halal hingga sedikit beringas. Tapi semuanya membuat Anin puas juga terngiang-ngiang akan permainan pria itu.Ketika sedang mengeringkan rambut akibat keramas pagi pun membuat Anin tidak kuat menahan untuk tidak tersenyum. Alhasil Anin selalu cengar-cengir di depan cermin tempat ia make-up.Tak lama pintu kamar mandi terbuka yang menampilkan Ares. Anin pun rasanya malu ingin menoleh—melihat tubuh kekar suaminya yang semalam ia kecupi.“Sayang, bisa ambilkan bajuku tidak?”“Kamu mau kerja?”“Enggak lah. Aku cuti seminggu. Ambil baju santai aja. Terserah kamu pilih yang mana. Yang pasti hari ini kita akan jenguk Papa.”Mendengar ingin ‘menjenguk papa’ membuat Anin segera berdiri dari kursi. Sampai akhirnya Anin tidak sengaja melihat tubuh atletis milik Ares. Sontak hal ini membuat Anin segera
Anin bergegas turun dari atas ranjang. Ia melihat penampilan dirinya yang begitu acak-acakan. Merasa gerah membuat Anin memutuskan mandi terlebih dahulu sebelum akhirnya merias wajahnya ulang.Tak lupa Anin meminta bantuan kepada MUA, teman kuliahnya yang Anin undang ke acara pernikahan ini.“Enggak nyangka kalau lo nikah duluan, Nin.”“Hehehe, makasih banyak, Sara.”“Pokoknya doa yang baik buat lo dan suami. Kangen masa-masa kuliah deh. Enggak ada lo kurang rame di kampus.”“Ck! Masa, sih.”“Hm, betul dong. Pokoknya di kampus selalu heboh berita soal lo sama Rayyan. Tapi lo seriusan bakalan pindah kampus dan ngulang dari semester awal lagi?”“Kalau diizinkan sama suami, Sar.”“Kalau dilihat-lihat secara langsung tipikal Ares itu bucin banget tahu. Dih, betapa beruntungnya lo dapatin dia. Mimpi apa deh lo kemarin bisa dinikahi pengusaha kaya raya.”“Hahaha, ada-ada aja lo.”Akhirnya Anin selesai di make-up. Penampilannya kembali cantik bahkan lebih fress dari sebelumnya. Anin bahkan
Bayu kini disibukkan dengan dua pekerjaan sekaligus. Soal kantor dan pernikahan sang boss. Bayu harus bolak-balik pergi ke rumah Anin untuk meminta dokumen agar bisa segera didaftarkan ke pihak KUA nanti. Selain itu juga ia harus pergi ke rumah Sekar untuk mengambil dokumen sang boss.“Bay, kira-kira tempat bulan madu yang bagus di mana?” tanya Ares, melamun sambil berkhayal jika sudah sah menikah. “Pengin buat Anin bahagia.”“Boss! Mendingan situ kerja deh. Enggak kasihan apa sama sekretarismu ini yang udah pontang-panting ke sana kemari.”“Ck! Itu tugas lo, Bay,” balas Ares, mendengkus. “Kalau pengin uang harus kerja keras.”“Sialan lo, Boss!” Mode sopan santun seketika lenyap. Bayu yang sudah lelah luar biasa akhirnya tidak terkendali ketika sedang di kantor.Namun, untungnya Ares tidak marah ketika dirinya berbicara informal. Mungkin ini semua efek rasa kasmaran di dalam hati sang boss. Semua hari-harinya begitu indah.Bahkan Ares dengan gampangnya memberikan Bay
Bayu yang mendapat telepon serta amanat dari kanjeng mami alias nyonya besar langsung segera menghampiri bos-nya itu. Bayu yang mendengar telepon Sekar begitu menggebu-gebu langsung tidak memedulikan jika bos-nya akan mengomel jika meeting-nya diganggu.“Boss, ada berita penting,” bisik Bayu, di samping telingaAres.Ares yang masih meeting di sebuah restoran menoleh ke arah Bayu dengan tatapan membunuh. Akan tetapi tampaknya Bayu tidak takut sama sekali.“Ibu Sekar telepon nyuruh pulang cepetan,” lanjut Bayu, berbisik.“Kamu enggak lihat kalau saya lagi meeting!” geram Ares, mencoba tetap terlihat ramah di depan klien-nya. “Pergi sana!” lanjutnya mengusir.“Ini soal Anin, Bos! Kata Ibu Sekar kalau tidak pulang sekarang juga bakalan menyesal!”Ares mendengar nama Anin disebut langsung oleng. Apalagi sekarang Bayu sudah berjalan pergi menuju ke meja-nya kembali.Saking penasaran apa yang diucapkan Bayu itu. Ares akhirnya berbicara kepada klien-nya jika meeting hari ini disudahi saja. Ga
Setelah mantap dengan pilihannya untuk menerima sebuah pinangan. Kini Anin bersiap-siap pergi ke rumah Rayyan sembari membawa tentengan kue untuk Vivi juga Adam. Anin sudah menghubungi Rayyan jika hari ini dirinya akan bertamu memberikan jawaban.Ketika sampai di depan rumah Rayyan, pria itu ternyata sudah menunggu dengan pakaian yang begitu rapi.“Assalamualaikum,” salam Anin, memilih bersalaman dengan Vivi saja dan menautkan kedua tangan di depan dada ketika bersalaman dengan Rayyan juga Adam.“Waalaikumsalam,” jawab Vivi, tersenyum lebar. “Ayo masuk, Nin. Kamu sendirian aja? Mama tidak ikut?”“Mama lagi sibuk buat kue. Kebetulan ini Anin bawa hasilnya buat Tante dan keluarga.”“Whoa! Mama kamu rajin banget.” Vivi menerima tentengan kue dari Anin sambil memuji kerajinan Rosa. “Duduk, Nin.”Anin duduk di depan Vivi juga Adam. Tidak lupa juga di sisi sampingnya ada Rayyan yang tengah mesam-mesem bahagia.“Kedatangan Anin ke sini ingin memberikan jawaban atas lamaran Rayyan kemarin. Ma