Home / Romansa / Salahkah Aku Mencintaimu / 2. Belum Saling Mengenal

Share

2. Belum Saling Mengenal

Author: Roesaline
last update Last Updated: 2022-01-12 18:54:34

Reza tidak tampak lagi batang hidungnya sampai acara itu selesai. Dan akhirnya ustadz serta dua orang saksi pulang. Aku dan Arjun diam tidak saling bicara, hanya sesekali aku melirik ke arah Arjun demikian juga dengan dia. Kami berdua masih menunggu Reza, dia meninggalkan kami berdua di villa itu, tanpa mobil yang bisa membawaku pulang. 

Dret ... Dret ... Dret! Ponselku bergetar, telepon dari Reza. Padahal sebelumnya aku dan Arjun sudah berusaha menghubunginya tapi tidak aktif.

"Kamu dimana, Mas?" tanyaku spontan begitu telepon kuangkat.

"Kamu speaker, aku juga ingin bicara dengan Arjun!" perintah Reza. 

Aku pun segera memencet speaker  menunggu dan mendengarkan Reza berbicara.

"Zhee, Arjun, aku minta maaf, tolong demi kehormatan keluargaku dan harga diriku, beri aku seorang anak! Hanya kamu harapanku satu-satunya, Arjun. Aku hanya percaya kepadamu seorang," ujar Reza memohon.

"Kamu gila, Mas! Kamu egois! Tidak pernah memikirkan perasaanku! Kau kira aku ini barang yang bisa kamu lempar ke sana kemari," jawabku emosi diiringi isak tangisku.

"Aku juga kecewa bos, aku memang banyak berhutang budi kepadamu, tapi bukan dengan cara begini aku harus membalasnya. Pikirkanlah perasaan Diana juga, Bos! Bos tidak pernah membicarakan ini sebelumnya. Aku benar-benar terjebak. Bos kan tahu dua bulan lagi kami menikah," sahut Arjun kesal.

"Tolonglah ... aku beri waktu kalian berbulan madu tiga hari, setelah tiga hari aku sendiri yang akan menjemput kalian berdua," ujar Reza dengan suaranya yang tersekat di kerongkongan.

"Zhee, manfaatkan waktumu sebaik mungkin, jangan sampai terbuang percuma. Ini masa suburmu, aku ingin kamu lebih fokus agar hamil, demi cinta kita," ujar Reza, dengan nada tercekik seolah menyembunyikan kehancuran hatinya.

Aku yakin bagi seorang Reza tidak mudah melakukan semua ini. Dari suaranya aku bisa merasakan banyak tekanan dan gejolak di batinnya.

"Demi cinta kita? Demi harga diri kamu dan keluarga kamu kali! Kamu egois, Mas!" teriakku masih emosi dan histeris menangis.

"Bos!"

"Mas Reza!" kami berdua bersamaan memanggil Reza yang dengan tiba-tiba menutup teleponnya.

Aku menangis, demikian juga dengan Arjun. Berkali-kali Diana tunangan Arjun meneleponnya, tapi Arjun harus berbohong. Sekali dia mengangkatnya beralasan sedang di tugaskan ke luar kota oleh Reza.

Malam begitu dingin dan sepi, di villa pinggir telaga itu hanya kami berdua. Suara jangkrik dan katak terdengar jelas karena belakang villa persawahan.

"Nyonya, malam ini aku akan memasak buat Nyonya. Istirahatlah dulu di kamar, nanti kalau sudah siap aku panggil!" kata Arjun pelan dan sopan.

Sudah menjadi kebiasaannya berbicara seperlunya tapi hormat dan sopan. Kami juga jarang menatap wajahnya bila sedang berbicara. Arjun yang selalu menunduk bila di depanku, dan aku sendiri cuek bebek.

"Kamu yakin mau memasak sendiri, Arjun? Tidak membutuhkan bantuanku?" tanyaku tidak enak hati.

"Tidak perlu, Nyonya," sahutnya masih tetap menunduk mengamati isi kulkas.

Manusia ini terbuat dari apa sih? Sebegitu patuhnya pada bosnya, sampai-sampai dinikahkan sama istrinya tidak menolak. Seperti mimpi rasanya, aku benar-benar sudah menjadi istrinya sekarang. Meskipun hanya ijab qobul menurut agama justru secara moral aku lebih nyaman.

"Baiklah silakan, aku duduk di sini saja sambil mainan ponsel!" ujarku sambil menghempaskan tubuhku di atas sofa.

Aku bermain ponsel sambil mencoba chat ke Mas Reza. Tapi centang satu, sepertinya dia sedang tidak aktif. Aku melirik Arjun yang sedang melepas jasnya dan hanya mengenakan kemeja biru tua. Kini dia mulai mengambil isi kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan ditaruh di atas meja.

"Nyonya mau kopi, atau teh?" tanyanya sangat lembut.

"Apa saja boleh," jawabku asal.

"Susu kurma, mau?" tawarnya lagi.

"Udah apa saja boleh!" jawabku sedikit ketus.

"Ih ketus amat!" sahutnya lirih.

Aku bergeming, dalam hatiku tertawa, meski sebelumnya penuh gejolak dan  kesal. Dia menunduk karena fokus mengerjakan sesuatu. Aku menatap dari jauh, ternyata dari samping pun dia begitu tampan, apalagi dari depan. Perawakannya tegap dan kekar berotot. Dari kemejanya yang tipis dan ketat terbaca lekuk tubuhnya.

"Ini Nyonya, susu kurma hangat," katanya tiba-tiba sudah di depan mataku dan mengagetkan aku yang sedang melamun.

"Makasih, Arjun," ucapku sambil menatapnya.

"Tidak perlu berterima kasih, Nyonya," jawabnya sopan.

Sesaat kami berdua berpandangan, untuk pertama kalinya kita bertatap muka. Bibirnya samar-samar ada belahan tengah dan basah merona. Alis dan bulu mata yang tertata indah dan rapi, begitu beruntungnya Diana.

Aku menyeruput susu kurma yang hangat, membuat dada terasa lega dan nikmat. Sesaat moodku berangsur membaik.

"Nyonya suka?" tanya Arjun lembut.

"Suka, makasih," jawabku asal.

Jujur saja setelah aku melihatnya, aku menyesal harus ketus kepadanya. Dia begitu baik dan yang terlebih lagi dia tampan sekali, dia suamiku. 

"Nyonya makanan sudah siap, silakan!" katanya setelah selesai menata meja makan.

Spontan aku berjalan menghampiri meja makan, kebetulan perutku melilit. Betapa terkejutnya aku, dia menyiapkan aneka masakan di atas meja makan.

"Ini semua masakanmu?" tanyaku tak percaya.

"Kan nyonya mengawasi aku memasak," jawab Arjun menggoda.

Dia menarikkan kursi untuk aku duduk. Aku baru menyadari harum parfum Arjun sangat berbeda dengan Reza. Aromanya segar dan lembut terkesan karakter yang romantis.

"Terus kamu ngapain berdiri situ, Arjun?" tanyaku terkejut karena Arjun justru memilih berdiri di belakangku.

"Saya akan melayani nyonya," jawabnya.

"Duduklah! Aku tidak akan menyentuh masakanmu kalau kamu cuma jadi penonton di situ!" kataku tegas.

"Tapi Nyonya ..," sahutnya terputus.

Aku segera berdiri dan hendak meninggalkan meja makan.

"Baik ... baik Nyonya saya akan duduk," ralatnya kemudian.

Akhirnya kita makan berdua, dia mengambil tempat duduk pas di depanku.

"Arjun, masakanmu lezat sekali, bagaimana kalau aku ketagihan  masakanmu?" kataku menggodanya.

"Nyonya bisa saja, tentu dengan setia saya akan memasakkannya setiap hari," jawabnya berkelakar.

Akhirnya kami menikmati makan bersama. Sesekali kami saling berpandangan.

"Kamu tidak menelepon Diana?" tanyaku basa-basi.

"Nanti malam saja, Nyonya," jawabnya asal.

"Dia temanmu kuliah ya?" tanyaku kepo.

"Benar Nyonya," jawabnya.

"Berapa usiamu?" tanyaku makin kepo.

"Aku bulan depan genap 25 tahun, sedang Diana 24 tahun, Nyonya," jawabnya.

Sontak aku berpikir, jadi aku menikahi  berondong. Terpaut lima tahun denganku karena tepat hari ini usiaku genap 30 tahun. Tapi dia tidak tampak lebih muda dariku, mungkin karena pembawaannya yang dewasa.

"Kalian masih muda belia," kataku pelan. "Kenapa kamu pasrah disuruh menikahi wanita yang jauh lebih tua darimu," tanyaku sambil menyelidik.

"Itu bukan masalah bagi saya, Nyonya. Saya hanya menyesali sikap bos yang memaksa dan memojokkan seperti ini. Saya tidak tahu bagaimana cara menyembunyikan masalah ini dari Diana dan orang tuanya. Hatinya pasti hancur," ujar Arjun sedih.

Kok jawabannya seperti itu tidak sesuai dengan harapanku. Tapi setidaknya aku jadi tahu lelaki macam apa Arjun, beruntung sekali Diana.

"Kenapa Nyonya menurut saja saat diperintah Bos Reza melakukan ini? Pasti ini tidak mudah buat Nyonya,"  tanya Arjun balik.

"Kita berpacaran lima tahun dan akhirnya memutuskan menikah. Dalam tiga tahun pernikahan, kami berdua tidak pernah bertengkar. Aku dengan sabar menemani dia berobat kemanapun. Meski ke ujung dunia aku siap, tapi kenapa dia menyerah? Aku benci dia menipuku, tiba-tiba dia menjatuhkan talak bahkan menikahkan aku dengan kamu hanya untuk kepentingan pribadinya!" ungkapku menangis memekik.

"Maafkan aku kalau membuat nyonya bersedih! Aku juga tidak menginginkan ini, Nyonya!" katanya pelan. "Beristirahatlah dulu ke kamar biar aku membereskan meja!" pinta Arjun.

Tanpa sepatah katapun aku pergi meninggalkan meja makan. Aku menuju ke kamar sambil menatap layar ponselku, berharap Reza menghubungiku. Begini rasanya kangen berat, sakit sekali. Hati berdesir perih, perih sekali hingga terasa sesak bernapas. Biasanya sehabis makan malam kita duduk di balkon, bercengkerama. Tidak biasa aku jauh darinya, demikian juga dengan Reza. Aku yakin dia pun sedang tersiksa.

Bagaimana hari-hari ku tanpa Reza?

Bersambung ...

.

Related chapters

  • Salahkah Aku Mencintaimu   3. Malam Pertama

    Aku sendiri di kamar atas, berkali-kali aku mencoba menghubungi Reza tapi ponselnya tidak aktif. Aku menghubungi Eko, sopir pribadinya. "Iya, Nyonya?" jawabnya setelah teleponku diangkat. "Dimana bosmu, Pak Eko?" tanyaku melampiaskan kesal. "Dia pergi sendiri, Nyonya. Semenjak dari puncak itu dia belum pulang ke rumah," ujar Eko. "Pak Eko, tolong cari dia sampai ketemu. Lacak keberadaannya lewat GPS, samperin dia dan telepon aku begitu menemukan dia, Pak Eko!" ujarku sambil menangis. "Baik, Nyonya!" jawab Eko. "Cari sampai ketemu, Pak Eko! Aku yakin hatinya sedang hancur karena keputusannya sendiri," lanjutku masih menangis. "Baik, Nyonya!" jawab Eko tegas. Aku menutup teleponku sambil kubanting ponselku di atas kasur. Tangisku pun semakin meledak tak tertahan lagi. "Kamu biadab, Mas! Kamu hancurkan hidupku seperti ini! Apa salahku padamu, Mas? Tidak adakah rasa iba sedikit pun di hatimu kepadaku, Mas?" ru

    Last Updated : 2022-01-19
  • Salahkah Aku Mencintaimu   4. Sayembara Reza

    Arjun membopong tubuhku masuk kamar mandi. "Lepaskan, Arjun," desakku berontak. Dia menurunkan aku di bawah shower dan segera membuka krannya. Aku terkesiap, tubuhku yang tanpa busana langsung basah kuyup demikian juga dengan baju Arjun. "Pergi!" teriakku mengusir. "Nyonya Zhee yang cantik, emangnya aku takut air?" katanya. Begitu aku memercikkan air ke tubuhnya. Tanpa menyerah dia tetap maju bahkan menarik dan mendekap tubuhku. Dan pergulatan itupun terjadi lagi, di bawah rintik-rintik air shower bak hujan membuat suasana semakin syahdu. Kembali gairahku terbakar, aku menikmati setiap sentuhan dari tangan kekarnya. Arjun pun dengan gairah perkasanya membawaku terbang menggapai kenikmatan. Aku benar-benar merasa puas, kenikmatan yang tidak bisa kugambarkan yang lama sekali kurindukan. Ini adalah naluri alami wanita, siapapun menginginkannya. Setelah mandi, kita berdua membuat sarapan. Arjun memang mahir memasak, aku sanga

    Last Updated : 2022-01-19
  • Salahkah Aku Mencintaimu   5. Rindu Menyiksa

    "Ayo kita pulang, Arjun! Kita cari Mas Reza, ini bukan kebiasaannya datang ke tempat seperti itu," ajakku mendesak. "Nyonya Zhee, kamu yakin? Bukankah dia sudah mentalak kamu? Apapun alasannya kalian bukan suami istri lagi. Kalian menikah secara agama, bercerai secara agama pula. Surat nikah hanya mencatat status kalian di depan hukum negara. Kamu sudah tidak bisa hidup seatap lagi, Zhee! Dia bukan suamimu lagi, dia sudah mencampakkanmu, s diadarlah Zhee!" teriak Arjun kesal. "Tidak! Tidak Arjun, aku masih istrinya!" teriakku emosi dan marah. "Aku sudah menikahimu secara agama Islam, kamu istriku! Pernikahanmu dengan Reza sudah putus, Zhee! Sadarlah! Zina bila kamu melakukannya bersama Reza," kata Arjun berusaha menjelaskan. Tapi aku masih tidak percaya dengan kenyataan kalau hubunganku benar-benar telah putus dengan Reza. Tidak mungkin aku melepas Reza begitu saja, tapi tidak mungkin pula aku mempertahankannya, sekarang ada Arjun dalam hidupku.

    Last Updated : 2022-01-20
  • Salahkah Aku Mencintaimu   6. Cinta yang Menggebu

    Aku melihat Arjun yang tertegun melihat Eko membawakan banyak barang dari Reza untukku. Tapi apa artinya bagiku? Dia sudah menyakitiku sedemikian dalamnya. "Pak Eko, tolong berikan semua barang ini ke panti asuhan, atau kepada orang yang sedang membutuhkannya. Bilang pada bosmu kalau barang sudah saya terima ya?" perintahku kepada Eko dengan sopan. "Nyonya yakin?" tanya Eko. "Tidak coba dibuka dulu apa isi bingkisannya?" lanjutnya. "Tidak, Pak Eko," jawabku tegas. "Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu, Nyonya," jawab Eko. "Permisi Mas Arjun!" lanjutnya berpamitan. "Iya Eko, terima kasih!" ucap Arjun lembut. Eko pun pergi meninggalkan kami berdua. Aku dan Arjun saling berpandangan lama sekali seolah sedang saling bertanya banyak hal. Kenapa untuk kali ini aku memikirkan perasaan Arjun, aku takut dia cemburu. Cinta dan perhatian seperti Arjun yang sedang aku butuhkan sekarang.. "Sarapan sudah siap, Zhee!" teriak Ar

    Last Updated : 2022-01-29
  • Salahkah Aku Mencintaimu   7. Mengukir Kenangan Terakhir

    Setelah mandi aku dan Arjun ke luar jalan-jalan. Sekalian kita mencari oleh-oleh di pengrajin sekitar danau. Banyak pedagang menjajakan dagangannya di seputaran danau. Aku memilih baju tidur bermotif batik bergambar danau tempat wisata. "Aku melihat lukisan di sana sebentar ya, kamu santai saja pilih-pilih baju," ujarnya kemudian berlari pergi. Aku hanya memandang dia dari belakang, dalam hati bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan? Aku melihat dia sedang berbincang-bincang dengan seorang pelukis. Tak lama kemudian dia sudah kembali menghampiriku. "Sudah dapat belum bajunya?" tanya Arjun. "Sudah, nunggu dibungkus tuh. Kok kamu cepet sekali?" tanyaku balik. "Iya, cuma lihat-lihat!" jawabnya. "Ayo kita keliling danau pakai perahu boat!" ajaknya kemudian. "Ayo, siapa takut?" sahutku. Kami bergandengan tangan menuju perahu boat. Kembali kita berputar-putar mengelilingi danau menikmati pemandangan sekeliling danau. Dunia seperti m

    Last Updated : 2022-02-01
  • Salahkah Aku Mencintaimu   8. Reza Menjeput

    "Kamu memang brengsek ya!" umpatku. "Aku? Kenapa?" tanya Arjun sambil tersenyum lebar. Setiap kali Arjun berbicara senyum dan tertawa renyah selalu menyertainya. Itu makanya dia terkesan lelaki penyabar dan ramah. "Dibilang brengsek masih bisa-bisanya tersenyum bangga," olokku kesal. "Istriku yang cantik, bisa-bisanya kamu ngatain suamimu brengsek. Suka ya punya suami brengsek?" bisiknya menggoda. "Coba bayangkan, kamu bicara sama Diana, kelihatannya memuji dia tapi aku yang dicolek, kelihatannya mengecup dia tapi aku yang kamu cium, dasar!" olokku. "Tapi tetap kamu yang untung kan, Zhee?" jawab Arjun. Sambil berbicara Arjun menyiapkan dan menata meja makan. Aku hanya melihat Arjun yang sibuk mondar-mandir. "Nyonya besar, sampai kapan kamu hanya berdiri di situ? Cepat duduklah, sebentar lagi Bos Reza akan menjemput kita!" ujarnya datar. Aku terperanjat seolah diingatkan kembali bahwa Reza akan segera datang menjemput. Rasanya belum ingin keindahan cinta ini cepat berakhir. Ak

    Last Updated : 2022-02-01
  • Salahkah Aku Mencintaimu   9. Cemburu

    Kenapa hatiku begitu sakit, melihat kedekatan Arjun dan Diana. Arjun menatapku dari spion, kami saling berpandangan. "Tidakkah kamu merasakan, Arjun, betapa hancurnya hatiku?" batinku sambil menatap geram wajah Arjun dari spion. Arjun yang menyadari hanya tersenyum menggoda. "Zhee, nanti malam ada acara ulang tahun perusahaan kita. Dandanlah yang cantik ya!" pinta Reza datar. "Nanti malam? Aku capek, Mas Reza, gimana kalau aku tidak usah pergi?" tawarku. "Jangan Zhee, kamu harus datang! Mama dan papa pasti akan menanyakan dirimu. Apa yang harus aku katakan nanti, Zhee?" kata Reza memaksa. "Mana sih yang capek Sayang, biar aku pijitin!" ujarnya sambil menarik kepalaku dan direbahkan ke pangkuannya. Aku ingin menolaknya tapi tidak, Arjun sudah membuat aku cemburu, ini saatnya aku membalasnya. Aku memaksanya berlagak mesra dengan merebahkan kepalaku di pangkuan Reza. Dalam lubuk hatiku yang paling dalam, sekarang aku merasa aneh disentuh Reza. Terasa disentuh orang asing, terasa ki

    Last Updated : 2022-02-03
  • Salahkah Aku Mencintaimu   10. Pesta Ulang Tahun Perusahaan

    Aku terbelalak, segera kutarik tubuhku dan sedikit mendorong tubuh Arjun. "Ada Mas Reza, Arjun," bisikku lirih. "Kembalilah ke sana, Zhee, cepat!" desak Arjun. Arjun berlari bersembunyi di samping gerobak sampah. Kebetulan di dekatku ada beronggok-onggok sampah yang belum masuk ke gerobak. Aku mengambil ponsel dari saku rokku dan berpura-pura sedang berbicara di telepon di taman. "Iya nanti aku transfer, ini masih perjalanan," kataku berpura-pura. "Apa yang kamu lakukan di sini, Zhee?" tanya Reza penasaran. Aku tahu Reza orang yang cerdas, bahkan dia jauh lebih cerdik dan licik dibanding aku yang hanya amatiran. "Aku pesan gaun pesta ke butik langgananku," kataku berbohong. "Tidak perlu repot-repot, Zhee, aku sudah memesannya buat kamu! Emangnya butik langgananmu tidak bilang kalau aku sudah memesan gaun bahkan mungkin sekarang sudah diantar ke rumah, kamu tinggal memilih mana yang kamu suka," kata Reza. Sontak aku malu, ternyata aku salah berbohong dengan alasan itu. Aku lupa

    Last Updated : 2022-02-04

Latest chapter

  • Salahkah Aku Mencintaimu   86. Salahkah aku mencintaimu?

    Ting ... tong ... ting ... tong! Bel pintu kamar berbunyi. Arjun segera mengenakan kembali pakaiannya dan mengambil dompet. Aku hanya menatapnya dengan geram menahan emosi. Tak berselang lama dia sudah kembali dengan sebuah hem cantik dan celana dan satu lagi sebuah gaun indah. "Pilihlah yang kamu suka," tawar Arjun. "Kapan kamu memesannya? Aku salut kamu memang tahu kesukaanku," kataku sambil beranjak bangun dan menyambar gaun biru muda dari tangan Arjun. Bergegas aku berlari ke kamar mandi dan mandi besar. Saat aku keluar dari kamar mandi aku melihat Arjun sedang mengamati ponselku. "Apa yang kamu lakukan, Arjun? Beraninya kamu menyentuh ponselku. Mas Reza saja tidak berani melakukannya," ketusku sambil merebutnya dari tangannya. "Aku hanya ingin melihat apakah masih ada fotoku di ponselmu," jawabnya. "Tidak ada, jangankan fotomu bahkan aku sudah menghapus namamu dari hidupku," ketusku sambil memasukkan ponsel ke tasku. Aku menatap wajahku di cermin dan Arjun datang memelukk

  • Salahkah Aku Mencintaimu   85. Dilema memilih

    Aku sengaja tidak mengunci kembali pintunya agar aku tidak kerepotan bila langsung ingin pergi keluar. Entah kenapa aku berpikiran tidak ingin berlama-lama di dekat Arjun. Aku takut tidak bisa mengendalikan sikapku saat bersama Arjun. Itu mungkin karena rasa rinduku yang sudah menggunung. Rasa benci dan cinta tersekat tipis sehingga aku tidak bisa membedakannya aku sedang cinta atau benci. "Kemarilah, Zhee! Tutup kembali pintunya," pinta Arjun. "Aku yakin kamu pasti datang menemui ku. Bukankah kamu juga merindukan aku, Zhee?" tanya Arjun menggoda, tatapannya tajam seolah hendak mengikutiku. "Kamu benar, Arjun, tidak dapat kupungkiri aku memang sedang merindukanmu. Aku sangat mencintaimu, Arjun," kataku tegas. Aku masih berdiri di depan pintu, Arjun pun menghampiriku dan memelukku kemudian tangannya menghempaskan pintu, "creg." Arjun dengan bernafsu mematuk bibirku dan mengulumnya. Ciuman penuh cinta dan kerinduan yang membara membakar birahi kami berdua. Aku menahan diri dengan si

  • Salahkah Aku Mencintaimu   84. Menentukan Pilihan

    Deg, jantungku rasanya mau copot. Bagaimana dengan tiba-tiba Mas Reza menghampiriku dan merebut ponselku. Apakah sebenarnya dia curiga kalau yang telepon Arjun. Dia menekan speaker seolah ingin menunjukkan kepadaku bahwa aku jujur atau tidak. "Nyonya Reza yang cantik, aku mohon kamu bisa hadir di pestaku ya? Teman-teman tim kita hadir semua, Nyonya Mayang eh keliru Nyonya Zhee," pinta Diah terdengar lantang di speaker. Aku tidak mengira ternyata telepon yang barusan berdering dari Diah dan benar dia memaksa aku menghadiri pestanya. Oh dewa penolong benar-benar sedang berpihak kepadaku. Bukan saja aku yang terbelalak terkejut tapi Mas Reza juga. Pasti yang ada di otaknya aku sedang teleponan dengan Arjun. Kenapa begitu kebetulan sekali Diah menelepon di saat yang tepat, bagai Dewi penyelamat bagiku. "Diah, dimana sih pesta kamu diadakan? Kok aku nggak diundang sih?" tanya Mas Reza. "Di restoran deket rumah saya, Pak CEO," jawabnya ragu. "Cuma pesta kecil kok tidak ada yang istimewa

  • Salahkah Aku Mencintaimu   83. Terjerat Rindu

    "Aku tidak mau kehilangan semuanya, Mas, aku bersedia menikah lagi secara agama denganmu," ujarku. Sebenarnya Mas Reza sudah tahu akan keberadaan Arjun tapi dia berpura-pura dan mengikuti sandiwaraku. Aku harus mengakhirinya, aku harus segera menentukan pilihan. Otak waras pasti akan memilih Mas Reza sebagai pendamping hidup. Aku berharap otakku waras sehingga bisa mengubur kenangan bersama Arjun. "Terima kasih, Sayang. Aku akan segera menyiapkan semuanya," kata Mas Reza. "Aku juga akan menyiapkan keperluanku, Mas Reza. Satu permintaanku kita ijab kabul sederhana saja di masjid," pesanku. "Aku setuju apapun permintaanmu, Zhee ... apapun!" janjinya menegaskan. Aku tahu betapa besar cinta Mas Reza kepadaku. Aku tidak akan menyia-nyiakan nya lagi. Apalagi untuk kuserahkan kepada Putri, tidak akan pernah. "Apapun kebutuhanmu biar aku yang menyiapkan, Zhee," usul Mas Reza. "Baik, kita bicarakan lagi nanti di rumah! Aku permisi dulu, Pak CEO," pamitku menggoda. "Zhee, kamu ya?" sahut

  • Salahkah Aku Mencintaimu   82. Bercinta dengan sang mantan

    Sesaat kami saling berpandangan, Mas Reza menatap dalam mataku. "Zhee," panggilnya lembut. Tiba-tiba tangannya meraba laci nakas dan mengambil kotak kecil. Dia membukanya dan mengambil sebatang seperti permen dan mengulumnya. Entah apakah yang diambil dari laci nakas itu? Apakah itu permen ataukah obat perangsang? Ah masa bodoh, karena mabok mungkin juga itu obat pengar. Setelah dia mengulumnya dengan kasar menarik tubuhku kemudian mematuk bibirku dan akhirnya mengulumnya. Bibir saling bertemu dan Mas Reza melontarkan sesuatu yang dikulum itu ke dalam mulutku. Aku terkesiap, aku merasakan seperti aroma terapi yang mampu membuat mood ku membaik. Aku melontarkan kembali sesuatu itu ke dalam mulut Mas Reza. Ciuman kami berdua semakin membara. Lama kami berdua tidak melakukan ini. "Aku merindukanmu, Zhee," bisik Mas Reza setelah melepas sesaat ciumannya. "Aku juga, Mas Reza," jawabku dalam hati. Aku pasrah saat Mas Reza mulai menciumi leherku bahkan dengan lidahnya yang basah dan han

  • Salahkah Aku Mencintaimu   81. Sandiwaraku

    Tanganku mengepal kuat, ingin rasanya aku membalas dengan bogem mentahku kepada wanita licik di depanku. Tapi tidak, bekas tamparan ini akan membantuku menunjukkan seperti apa sifat Putri sebenarnya. Agar Mas Reza berpikir ulang bila berhubungan lebih jauh dengannya. "Zhee, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Mas Reza yang terkejut melihat aku. Aku terkejut tapi aku berusaha menenangkan hatiku agar tidak terkesan sebagai pendosa. Aneh memang kenapa aku ada di sini? Aku sengaja menutupi pipiku dengan kedua tanganku. Dengan meringis menahan kesakitan, ini sengaja aku lakukan untuk menunjukkan kepada Mas Reza agar mendapatkan simpatinya. "Kamu kenapa?" tanyanya penasaran sambil meraih tanganku. Aku membiarkan tangan Mas Reza menarik tanganku dan memeriksa pipiku. Dia tampak terperanjat dan memandang mataku tersirat banyak pertanyaan. Aku kenal sekali dengan Mas Reza dia tidak suka dengan banyak argumentasi yang berbelit-belit. Aku hanya diam dan menunjukkan bekas tamparan yang jelas

  • Salahkah Aku Mencintaimu   80. Telepon Putri membuat aku cemburu

    "Ma, Abim mau pipis," pinta Abim manja. "Diantar papa ya? Soalnya Abim harus ke toilet pria," jawabku memberi pengertian. "Ya iyalah sama papa Abim kan lelaki," sahut Mas Reza. Akhirnya Abim menurut saat Mas Reza menuntunnya ke toilet. Mas Reza menggandengnya dengan manja dan sayang. Aku hanya menatap punggung mereka yang semakin menjauh. Tit ... tit ... tit! Ponsel Mas Reza berbunyi tanda ada pesan masuk. Sekilas aku melirik dan ada notifikasi yang terbaca olehku. "Tolong antar aku periksa ke dokter kandungan, Pak..." Membaca notifikasi yang hanya sepenggal membuatku semakin penasaran. Akhirnya aku nekad meraih ponsel Mas Reza di atas meja. Ternyata layar ponselnya terkunci. Karena rasa penasaran yang besar membuat aku terus berusaha agar bisa membuka kuncinya. Berkali-kali mencoba dari tanggal lahir Mas Reza, Abim dan Nayna tapi belum juga kebuka. Dengan geram aku mencoba dengan asal tanggal lahirku justru langsung terbuka. Oh, ternyata betapa istimewanya aku di mata Mas Reza.

  • Salahkah Aku Mencintaimu   79. Masih ada cinta buat Mas Reza dan Arjun

    "Om yang mana?" tanya Mas Reza terkejut."Itu," jawab Abim sambil menunjuk Arjun yang berdiri di taman agak jauh dari halaman sekolah.Mas Reza segera menengok dan mendapati Arjun yang spontan mengangguk sopan. "Kenapa aku merasa postur itu tidak asing bagiku," gumam Mas Reza."Dia om yang menolong aku waktu sakit kan, Pa?" tanya Abim meyakinkan."Iya, Sayang."Tiba-tiba Mas Reza menarik pundak Abim merangkul membawanya menghampiri Arjun. Hatiku berdebar-debar takut kalau Mas Reza bisa mengenalinya. Apalagi dia sudah menaruh curiga, maklumlah mereka tumbuh besar bersama sejak kecil."Kita mau kemana sih?" ceplos ku bertanya."Kita bertemu Juna sebentar, kenapa dia menemui Abim di sekolah, aku jadi penasaran?" ujarnya."Kenapa sih kamu jadi kepo, siapa tahu hanya kebetulan dia lewat di depan sekolah Abim," selaku mematahkan.Tanpa menjawab lagi dia dan Abim berjalan di depan ku melalui aku yang tertegun berdiri. Aku melihat Arjun yang menyambutnya dengan menganggukkan kepalanya. Dia m

  • Salahkah Aku Mencintaimu   78. Membakar Cemburu

    Arjun terpaku, dia tidak mengira aku akan senekat itu dengan memaksa membuka masker dan kacamatanya. Matanya mulai berkaca-kaca dan menatap sayu ke arahku. "Siapa gadis kecil yang bersamamu tadi? Apakah dia anak kamu bersama Diana? Apa diam-diam kamu kembali dan hidup bersamanya? Padahal dulu kamu berjanji tidak memilih salah satu diantara kita berdua, tapi ternyata ...?" gerutuku meluapkan kekesalanku kepadanya. Betapa selama ini aku tersiksa tercekam sakit karena cinta dan rindu. Arjun diam tanpa sepatah kata pun, hanya air matanya meleleh, bukankah aku yang tersakiti harusnya aku yang menangis tapi kenapa dia ikutan meruraian air mata. Dengan meluapkan rasa sakit dan benci aku mulai bereaksi. "Kenapa kau lakukan ini kepadaku, Arjun? Kenapa? Kamu lelaki brengsek sama hal Mas Reza!" ketusku berteriak. "Jadi kamu melihat kami bertiga?" tanyanya meyakinkan. "Zhee, anak kecil tadi Diana yang mengadopsinya dari panti asuhan. Dia tidak bisa memliki anak karena rahimnya harus diangkat.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status