Hendra sedang melakukan pengecekan sepeda motor harus menghentikan kegiatannya. Ponsel di saku bergetar terus menerus, membuat dia tidak bisa fokus."Ka, tolong cek yang ini, katanya nanti di jemput yang punya."Hendra menunjuk sepeda motor yang sudah hampir selesai di perbaiki. Saka sedang memeriksa onderdil bengkel pun lekas beranjak."Mau ke mana?" tanyanya, melihat Hendra membersihkan tangan."Istirahat dulu. Mau telepon Ayang," goda Hendra, dinaikkan satu alisnya, lalu tersenyum mengejek.Merasa di ejek, Saka membuang muka seraya mencibikkan bibir. Hendra tertawa puas melihat sahabat jomblonya itu terlihat tidak suka. Kemudian dia berjalan menuju ruang istirahat atau bisa di katakan kantornya bengkel yang Hendra miliki saat ini.Dia duduk, lalu membuka aplikasi hujau bergambar telepon.[Ndra, Laila di mana sekarang?[Mbak tadi ketemu sama Laila.][Tadi Mbak lihat dia sama temannya. Hm, Mbak baru ingat temennya itu laki-laki yang pernah ke rumah kamu pas acara syukuran. Laila uda
Seminggu berlalu, sejak Hendra curiga, sejak saat itu pula Laila mengurangi pertemuannya dengan sang kekasih. Takut jika orang terdekat Hendra memergoki dirinya. Hanya sesekali jika keadaan memungkinkan, barulah Laila bertemu atau Doni yang menyambangi rumah.Seperti saat ini Laila bingung harus bersikap bagaimana, sebab dia telah berjanji akan menghabiskan waktu bersama Doni, tetapi tiba-tiba saja Hendra mengajak pergi."Mau ke mana sih? Kan janjinya dia pergi seminggu ke luar kota, kita bersenang-senang di rumah," gerutu Doni di seberang sana."Aku nggak tau, By. Dia malah ngajak aku pergi, Jadi gimana dong?" "Alasan gitu biar nggak usah ikut pergi. Udah tiga hari loh kita nggak ketemu."Wanita itu memutar otak agar bisa membatalkan kepergiannya. Namun, otaknya tidak menemukan alasan yang pas. Selain itu juga Laila sebenarnya penasaran mau di ajak ke mana, sebab Hendra tidak mengatakan apa pun."Sayang .... Udah siap belum?" tanya Hendra sembari membuka pintu kamar utama.Laila ber
Bulan terus berganti, usia kehamilan Laila memasuk 16 minggu dan perselingkuhan itu pun masih terus terjalin hingga saat ini. Begitu apik Laila menutupi segalanya sampai Hendra atau pun yang lain tidak menyadari. Dan, sudah berpa puluh juta Laila habiskan untuk selingkuhannya. Pagi ini Laila tengah bersantai di sofa kecil dalam kamar. Jari jemarinya sibuk dengan ponsel, tidak lain, tidak bukan hanya untuk mentranfer uang pada Doni yang di dapat dari suaminya malam tadi, sebagai jatah bulanan biasa Hendra berikan."Tante, temenin main, yuk." Tiba-tiba anak Santi datang sembari menarik tangan Laila. Wanita itu terkejut, tanpa sengaja benda pipih yang di pegang terjatuh."Kamu itu bisa hati-hati nggak sih!" hardik Laila seraya berdiri dengan mata melotot, seperti akan keluar dari tempatnya.Anak kecil yang belum mengerti apa-apa itu tidak berani mengangkat kepala. Air mata telah menggenang di pelupuk mata. Clara hanya ingin bermain karen tidak ada yang menemani. Di dapur, semua orang sib
"Apa maksudmu Mas! Anak ini, anak kamu!" pekik Laila tidak terima dengan pertanyaan yang Hendra lontarkan.Suara Laila kuat sekali. Hendra memutar tubuhnya dan menutup pintu, tidak lupa mengunci."Siapa By? Selingkuhan kamu? Terus anak itu anak dia?" cecer Hendra dengan suara tertahan. Lelaki itu tidak ingin ada yang mendengar pertengkaran mereka. Padahal emosinya telah sampai di ubun-ubun.Mulut Laila mengangah serta jantung yang bergemuruh hebat, seperti genderang perang. Takut dan cemas menjadi satu. Semua yang disembunyikan sebentar lagi akan terbongkar karena kecerobohannya sendiri atau ini jalan dari Yang Kuasa agar Hendra mengetahui semua perbuatan Laila."Ini nggak seperti yang kamu-" Wanita itu mencoba berkilah, tetapi belum sempat dia menyelesaikan ucapannya, Hendra lebih dulu mengangkat tangan, sebagai tanda agar Laila berhenti berbicara."Buka kunci ponselmu." Hendra menyodorkan gawai. Dengan tangan gemetar Laila menerima. Rasanya tungkai kaki lemas, tidak mampu menopang
Pov Hendra"Aku sayang banget sama kamu, By.""By, kita jalan, yuk. Aku baru dapet uang nih.""Kamu yang terbaik, By."Chat mesrah Laila dan selingkuhannya berputar layaknya kaset rusak yang menyakiti pendengar. Aku menutup telinga dan mata agar tidak terus terbayang. Potongan chat itu seperti puzzel yang siap menyatu untuk meremukkan hati.Kugenggam ponsel Laila dengan erat. Tiba-tiba saja emosi dalam diri ini memuncah. Ya, aku tidak mengizinkan Laila menggunakan ponselnya lagi. Dan, selama ponsel itu berada di tanganku, banyak pesan masuk dari lelaki bernama By itu, mencari keberadaan wanitanya yang tak kunjung membalas pesan. Sebab, pesan darinya hanya kubaca. Tidak sampai di situ, mungkin karena kesal umpatan kasar dia kirimkan. Aku tertawa sumbang, bisa-bisanya Laila mencintai lelaki berakhlak buruk. Aku tidak pernah menyangka istri yang kusayangi tega berselingkuh. Meski menikah karena perjodohan, aku bersungguh-sungguh membina rumah tangga bersamanya. Mencintai sepenuh hati,
"Kita batalkan aja, ya pertemuan ini. Aku janji-""Cukup, La. Aku nggak ingin mendengar penolakan."Motor matic yang Hendra kendarai berhenti tepat di depan kafe, tempat biasa Laila bersama teman-temannya dan Doni berkumpul.Sekujur tubuh Laila mendadak seperti orang meriang saat pertama kali turun dari motor. Panas, dingin tidak menentu. Dia mengusap kening yang basah oleh keringat. Sungguh Laila benci keadaan ini. Tidak pernah menduga aksinya akan ketahuan secepat ini. Namun, kini hanya tinggal penyesalan yang ada. Semua sudah terlanjur, ibarat nasi sudah menjadi bubur. Dia terus mengikuti Hendra yang lebih dulu berjalan menuju kafe.Saat pintu dibuka hawa dingin dari dalam kafe menerpa wajah keduanya, tetapi tidak membuat emosi dalam diri Hendra mereda, justru lebih bergejolak. "Yang mana?" tanya Hendra sembari mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan.Sebelum menunjukkan di mana keberadaan Doni, Laila dibuat tidak percaya, melihat teman-temannya juga ikut berkumpul. Dia
Bugh!Lelaki yang memakai kaus oblong itu mengaduh kesakitan. Satu pukulan Hendra berikan pada wajah yang tidak terlalu tampan itu. Tadinya, Hendra tidak ingin menggunakan kekerasan, tetapi senyum mengejek serta kata-kata yang menghina istrinya, membuat emosi yang sedari tadi di tahan akhirnya butuh perlampiasan.Kini, Doni terduduk sembari memegangi wajahnya yang memar.Laila beserta temannya terpekik, gerakan cepat Hendra tidak terbaca oleh mereka."Jaga mulut kotormu! Jadi laki-laki mulutnya jangan lemes," ucap Hendra seraya berlalu keluar kafe. Diikuti Laila dari belakang. Ada rasa iba di hati wanita itu melihat sudut bibir Doni berdarah, tetapi mengejar masa depan serta ayah dari anaknya lebih utama.Mereka jadi tontonan para pengunjung kafe. Doni segera bangkit dan matanya melotot memberikannya ancaman para pengunjung yang masih mencibir."Ba****t!" umpatnya tidak terima di permalukan.Saat hendak mengejar, tangannya lebih dulu dicekal oleh Tiara, Tasya dan Tania."Lepas be****
Dengan kecepatan tinggi Hendra memacu motor membelah jalanan padat. Untung saja kemahiran mengendarai motor tidak perlu di ragukan lagi hingga Dia sampai di bengkel dengan selamat.Niatnya Hendra akan menepi atau pergi untuk menenangkan hati, menjauh sejenak dari keramaian, tetapi setelah dipikir-pikir jika tidak ada teman sama saja hatinya akan bertambah gundah. Kini, dia hanya butuh nasehat untuk mempertahankan pernikahan atau mengakhiri. Banyak hal yang harus di pertimbangkan termasuk anak dalam kandungan memberatkan Hendra mengambil keputusan."Woi! Bengong aja. Ayo, masuk." Saka menepuk bahu Hendra yang masih duduk di atas motor.Mereka berjalan bersisisan menuju bengkel. Pelataran bengkel yang sedikit penuh oleh motor pelanggan, membuat Hendra parkir sedikit jauh dari biasanya. "Nggak ada lo seharian sibuk banget gue, bengkel nggak berhenti kedatangan pelanggan. Makin keren aja bengkel yang lo punya, salut gue sama lo, Ndra. Pasti nanti pas anak lo lahir, kehidupannya seneng, b