Share

Bab 2

Penulis: Humairah97
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Doni naik di atas panggung berniat menyanyikan sebuah lagu, sebagai kata perpisahan. Lagu milik Judika berjudul Aku Yang Tersakiti mengalun indah mewakili perasaannya. Para tamu undangan terhanyut mendengar suara merdu milik Doni. Namun, lain lagi dengan Laila, wanita itu menunduk dalam merasa bersalah telah meninggalkan mantan pacarnya hanya demi masa depan yang baik.

Laila memejamkan mata meresapi setiap lirik yang terucap dari bibir Doni. Memori kenangan bersama mereka berputar seiring lirik lagu dinyanyikan. Gadis itu menyesalkan perjodohan yang dilakukan sang paman dan mengutuk kehidupannya yang jauh dari kata layak.

'Sakit sekali Tuhan.' Laila menekan dada pelan.

Disisi lain Hendra bercengkrama bersama sahabatnya tidak memperhatikan Laila.

Ya, tidak lama setelah Doni turun dari prlaminan beberapa teman Hendra datang, termasuk Saka sahabat yang menjadi mak comblang. Mereka membuat riuh di atas pelaminan hingga Hendra tidak menyadari jika Doni di atas panggung dan bernyanyi.

"Eh, lelaki itu tatapan matanya dalam banget ke kamu, La." Celetukan Santi, kakak Hendra. Seketika suasana menjadi hening.

Santi yang ingin mengajak adik iparnya berkenalan dengan keluarga, tidak sengaja melihat tatapan mata Doni.

"Bener tuh, dalem banget lagunya." Bisik-bisik dari sahabat Hendra pun terdengar menyakitkan lelaki yang baru saja menyandang status suami. Dia langsung menoleh, melihat Laila dan lelaki tadi secara bergantian.

Laila yang mulai sadar menjadi pusat perhatian, mulai mencari alasan.

"Mana ada, kalian ini sembarangan aja kalau ngomong," ujar Laila ketus sembari membuang muka. Dalam hati Laila benar-benar takut semua orang tahu siapa Doni.

"Lihat dulu, La. Pandangan matanya. Seperti tersakiti banget, lho." Lagi, Santi berbicara dan mendapat anggukan dari yang lain.

"Mbak! Jangan ikut campur urusan orang. Urus sendiri urusan kamu." Tanpa sadar Laila berbicara dengan suara lantang, sebab jengah dan merasa terpojok. Dia berdiri sembari menyincing gaunnya, siap untuk meninggalkan pelaminan.

Dengan cepat Hendra menahan tangan Laila seraya bertanya,

"Dek, kamu kok begitu?"

"Kakakmu yang mulai, Mas." Dihempaskan tangan Hendra, lalu melipat tangan di dada.

Saka dan beberapa teman Hendra yang lain cukup terkejut dengan sikap Laila. Terutama Santi, wanita beranak satu itu terdiam dengan mulut terbuka.

"Mbak Santi 'kan cuma bicara yang dia lihat, memang tatapan mata lelaki itu sangat dalam sama kamu." Hendra mencoba menjelaskan. Namun, karena Laila terlanjur kesal, tanpa memperdulikan ucapan Hendra, dia melangkah menuruni tangga pelaminan.

"La, Mbak minta maaf." Santi berteriak sembari berusaha mengejar, tetapi Laila tidak perduli.

Teriakan Santi beberapa kali akhirnya menjadi pusat perhatian, terutama Bu Tari. Wanita paruh bayah tersebut menghampiri Laila yang hampir sampai di ambang pintu, penghubung antara tempat acara dan ruang tamu.

"Ada apa, Nak?" Raut khawatir nampak jelas di wajah tua itu.

Sama seperti Santi tadi, Laila pun tidak memperdulikan pertanyaan dari mertuanya. Dia berjalan sembari menghentak-hentakan kaki. Tentu saja ucapan sumbang dari para tamu undangan tidak terelakkan.

"Menantu nggak punya sopan santun."

"Baru sehari, gimana sebulan, terus setahun. Benar-benar menantu durhaka."

Banyak lagi ucapan sumbang yang di dengar Bu Tari, tapi dia hanya mampu mengusap dada dan beristigfar. Melihat Laila sudah jalan menjauh, tidak kehabisan akal Bu Tari mengejar sebab ingin tahu penyebab kegaduhan. Di kesampingkan rasa sedih dan kesal.

"La, Laila. Tunggu!" Sembari berteriak Bu Tari berlari-lari kecil, tetapi karena sudah tua tenaganya tidak lagi kuat mengejar langkah Laila yang lebar.

Sementara itu Hendra dan Santi masih terkejut dengan sikap yang Laila tunjukkan. Apalagi di depan tamu, sangat tidak patut di tunjukan.

Tidak lama setelahnya, Hendra menyusul sang ibu. Sampai di undakan tangga terakhir dekat kamar Hendra melihat beberapa kali Bu Tari mengetuk pintu. Lelaki itu menghela napas sembari berjalan mendekat.

"Buka pintunya, La. Kalau ada yang salah kita bicarakan baik-baik." Tidak putus asa Bu Tari terus saja membujuk.

"Buk." Hendra memegang bahu ibunya.

Bu Tari menoleh.

"Laila kenapa? Baru sehari dia jadi bagian keluarga kita, kenapa udah ada masalah? Kamu apakan, Hendra?" Bu Tari menatap tajam putranya.

"Masalah sepele, Buk. Udah Ibuk pergi aja nanti aku yang ngomong sama Laila."

"Kamu harus jaga mantu Ibuk, Ndra. Awas kalau kamu sakiti, kamu bakal berhadapan sama Ibuk. Ingat itu!" Setelah mengatakan itu Bu Tari pergi meninggalkan putranya.

Di dalam kamar Laila sengaja menempelkan telinga di daun pintu guna mendengar pembicaraan suami dan mertuanya. Mendengar ibu mertua membela, bibir mungilnya menyunggingkan senyum kemenangan.

Dia bersandar di pintu. Namun, saat yang besamaan Hendra memutar gagang pintu.

Laila panik, bergegas menjatuhkan bobot tubuhnya di atas ranjang, lalu menutup tubuhnya menggunakan selimut.

"La, kamu udah tidur?" Hendra bertanya setelah pintu terbuka. Namun, tidak ada jawaban dari Laila. Sayup-sayup Hendra mendengar suara isak tangis.

Hendra menghela napas, lalu duduk di tepi ranjang, disibaknya selimut yang menutupi tubuh wanita yang baru saja menjadi istrinya itu.

"Kamu kenapa, hm?" Dengan suara lembut dia bertanya.

Laila mengusap air mata yang sengaja dikeluarkan, lalu duduk.

"Aku nggak suka sama ucapan Mbak Santi."

"Tapi, Mbak Santi tadi udah minta maaf. Nggak salah juga, laki-laki tadi natap kamu dalam banget. Ada hubungan apa kamu sama dia?" Hendra memicingkan mata menunggu jawaban dari sang istri.

Mendapat pertanyaan menohok, membuat Laila salah tingkah. Tadi dia berani menatap mata Hendra, tetapi kini membuang muka ke sembarang arah.

"Berulang kali aku bilang dia bukan siapa-siapa. Kalau kamu nggak percaya ya terserah. Aku bisa apa." Untuk menutupi rasa gugup, Laila berbicara sesantai mungkin.

Hendra mengangguk percaya.

"Tapi, sikap kamu ke Ibuk keterlaluan, La. Di depan banyak orang kamu nggak menghargai Ibuk."

Tentu saja sikap yang ditunjukan oleh Laila tadi, Hendra tahu dan bisik-bisik tidak enak pun dia mendengarnya.

"Salah Ibuk kenapa sok perduli," ujar Laila ketus.

Seketika wajah Hendra memerah, kedua tangannya mengepal. Dia tidak suka dengan perkataan yang baru saja Laila ucapkan dan tidak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut wanita yang baru hitungan jam menjadi istrinya.

"Laila!" bentak Hendra. Lelaki yang tadi duduk, kini sudah berdiri sembari berkacak pinggang.

Mendapat bentakan Laila beringsut mundur. "Aku nggak salah, Mas. Aku begini karena Mbakmu."

Walau ketakutan Laila berusaha membela diri.

"Tapi, La kamu-"

"Keluarlah, Mas. Aku mau tidur."

Tidak perduli dengan perasaan pasangannya, Laila kembali membungkus tubuh dengan selimut.

"Kita belum selesai, buka selimutnya." Hendra menarik selimut. Laila menahannya. Akhirnya terjadi aksi saling tarik.

"Laila, kita bicara baik-baik. Mas nggak mau kita seperti ini." Sedikit sentakan, selimut yang dipertahankan Laila tersingkap.

Bab terkait

  • Salah Pilih Istri   Bab 3

    Pesta telah usai, tamu telah kembali ke rumah masing-masing, meninggalkan rumah yang menjadi tempat berlangsungnya acara. Begitu juga tenda sudah dibuka dan dibersihkan. Hanya tinggal keluarga inti saja.Lelaki yang baru saja menyandang setatus suami itu duduk termenung sembari melihat langit bertabur bintang. Harusnya Malam ini menjadi malam penuh makna dan bersejarah bagi sepasang suami istri, untuk lebih mengenal satu salam lain. Namun, sayang sekali itu tidak terjadi. Hendra memijit pelipis yang terasa pening, lalu menyugar rambut dengan kasar. Kata-kata kasar yang terucap dari mulut Laila masih terngiang-ngiang."Semua sok perduli. Padahal kalian mau menyudutkan aku! Keluar!" teriak Laila seperti orang kesetanan.Tadi setelah selimut dibuka paksa, Laila mengamuk hingga kamar pengantin yang sudah penuh dengan hiasan rusak tidak berbentuk. Bu Tari dan beberapa saudara pun sampai datang menghampiri karena suara Laila kuat sekali.Pada akhirnya di sinilah Hendra menepi guna menenan

  • Salah Pilih Istri   Bab 4

    "Eggak usah Buk, udah nggak selera mau makan. Tapi, kayaknya teh ini aja, deh." Laila mengambil teh yang berada di atas nampan, lalu mencobanya. "Tehnya terlalu manis Buk, bisa gemuk nanti aku," ujar Laila tanpa rasa bersalah diiringi kekehan kecil. Kemudian dia meletakkan gelas di atas nampan sedikit kasar. sedari tadi wanita itu sudah merasa kesal. "Ah, maafkan Ibuk belum tau selera kamu," ucap Bu Tari sembari menundukkan kepala.Laila menggenggam tangan Bu Tari."Kalau mau apa-apa izin aku dulu ya, Buk. Aku memang nggak biasa makan itu semua. Lebih baik nasi itu Ibuk kasih ke kucing, pasti kucing itu langsung gendut. Aku nggak mau jadi kayak gitu." Laila terkekeh pelan.Ucapan lembut yang keluar dari mulut Laila sangat menusuk hati wanita paruh bayah yang berada di hadapannya.Sungguh Bu Tari merasa tersinggung, tetapi untuk marah tidak bisa. Sudah terlanjur sayang pada sang menantu. Bu Tari menghirup oksigen dalam-dalam guna mengurangi sesak di dada."Kalau gitu Ibuk ke bawah du

  • Salah Pilih Istri   Bab 5

    Berulang kali Hendra menghirup oksigen dan menghembuskan secara kasar untuk mengurangi sesak di rongga dada. Sebab, melihat kelakuan wanita yang baru saja menjadi istrinya itu."Ibuk nggak pernah mengaduh, La. Tapi, Mas tahu sendiri. Tolong hargai Ibuk, beliau sayang sekali sama kamu." Hendra meraih tangan istrinya yang mencengkram sprei.Manik hitam milik lelaki itu menatap Laila dengan tatapan memohon.Hendra benar-benar kasihan melihat ibunya yang sudah susah payah memasak, apalagi harus bangun pagi tanpa ada yang membantu. Walau keluarga Hendra golongan menengah ke atas, tetapi urusan rumah selalu diurus Bu Tari sendiri, tanpa asisten rumah tangga. Usaha Bu Tari mendekatkan diri pada menantunya mendapat penolakan. Hati Hendra sangat sakit melihat tatapan kecewa di mata ibunya."La, tolong!" Kembali Hendra memohon."Maaf, aku salah. Aku akan minta maaf sama Ibuk, tapi temenin ya?" Laila menundukan kepala. Ucapan maaf hanya untuk mengakhiri perdebatan di antara mereka. bukan berarti

  • Salah Pilih Istri   Bab 6

    "Pak, besan kita mau datang. Bagusnya masakkan apa, ya?" Bu Tari sedari tadi memikirkan membuat masakan apa untuk besannya itu, sehingga wanita paruh bayah itu tidak bisa memejamkan mata. Padahal hari sudah larut malam.Pak Tono yang sudah memejamkan mata, kini kembali membuka matanya mendengarkan ocehan sang istri yang tidak ada habisnya."Masak apa ya, Pak?" Pertanyaan kedua di lontarkan. Namun, Pak Tono tidak juga menanggapi. Wanita paruh bayah itu menoleh. "Lah wong di tanya kok malah diam aja, dikasih solusi loh, Pak. Jangan diam aja.""Dari tadi itu terus yang di bahas. Udah kamu masak yang biasa aja. Kalau nggak tanya Laila, ibunya suka apa." Pak Tono memberikan saran."Terserah Ibuk aja, yang penting makanan enak. Itu yang diminta ibuku." Begitu kata Laila kala Bu Tari menanyakan apa makanan kesukaan besannya.Tentu saja Bu Tari semakin bingung harus memasak apa. Laila seakan tidak perduli akan kedatangan sang ibu. Dia terkesan tidak bahagia. Padahal sudah cukup lama wanita it

  • Salah Pilih Istri   Bab 7

    "Mak, rumah Kak Laila bagus banget ya," ucap anak berusia empat tahun yang baru saja turun dari angkot.Setelah membayar, Bu Hambar menjawab pertanyaan anaknya."Iya, kakakmu udah jadi orang kaya. Kamu bisa minta apa aja."Riuh gembira keempat anak Bu Hambar, menyambut ucapan sang ibu.Dipandangi rumah di hadapannya.Rumah siapa lagi, jika bukan rumah keluarga Pak Tono. Rumah bergaya modren dengan pagar besi mengelilingi serta perpaduan cat warna putih dan krem membuat rumah minimalis itu terlihat mewah. Apalagi sekeliling rumah banyak pepohonan dan rerumputan hijau, menambah kesan sejuk dan teduh.Ya, Bu Hambar baru kali ini menginjakkan kaki di rumah besannya. Saat acara pernikahan dan resepsi tidak bisa datang karena di kampung halaman sedang masa tanam padi. Sebagai buruh, tentu saja Bu Hambar tidak bisa meninggalkan sumber mata pencariannya.Sebagai perwakilan, maka Paman Laila yang mendampingi. Setelah mempunyai kesempatan untuk datang, tidak membuang waktu Bu Hambar datang ke k

  • Salah Pilih Istri   Bab 8

    "Bu-kan gi-tu, Mbak." Laila tergagap.'Mati! Salah ngomong!' gumam Laila dalam hati."Kamu-"Karena panggilan dari Bu Tari, Santi menyudahi introgasi. Kemudian mengambil piring berisi cemilan. Sebelum meninggalkan dapur dia memberikan lirikan maut. "Bilang mau aja, susah banget!" Santi menggerutu.Setelah kepergian Santi, istri Hendra itu menghembuskan napas lega dan mengusap dadanya.'Hampir aja ketauan. Enak banget itu kue, baru juga coba dikit,' keluh Laila dalam hati. Dan, segera Laila menyusul iparnya.Cemilan baru saja di letakkan, dengan cepat pula tangan Bu Hambar dan anak-anaknya mengambil kue dan makan dengan rakus, seperti orang kelaparan.Santi dan Roni bergidik ngerih melihat cara makan anak-anak Bu Hambar. Pak Toni dan Bu Tari saling lirik."Loh, Emak kok udah sampai sini? Tadi aku sama Mas Hendra cari di terminal nggak ada.""Iya, Mak. Kami muter-muter nggak ketemu jadi pulang." Hendra ikut menimpali ucapan istrinya. Sedari tadi Hendra ingin bertanya, tetapi tidak memi

  • Salah Pilih Istri   Bab 9

    Bu Hambar beserta anak-anaknya berjalan menuju meja makan. Laila dan Bu Tari sudah lebih dulu. Sebelum Laila meninggalkan ibunya, dia berpesan agar tidak makan terlalu banyak karena akan mempengaruhi citranya sebagai menantu tersayang. Namun, sepertinya kata-kata Laila tadi tidak diindahkan.Terbukti saat ini, Bu Hambar berbisik ke anak-anaknya,"Makan yang banyak aja, nggak apa. Semua yang ada di sini punya kakak kalian.""Hore, Ibu memang terbaik." Anak Bu Hambar yang paling kecil mengacungkan kedua ibu jari. Senyum bu Hambar tidak luntur. Saat sudah di meja makan, berulang kali menelan saliva, melihat banyaknya hidangan. Ada gulai udang, sup ayam, dan rendang yang dimasak sepenuh hati.Wanita yang masih muda. Namun, terlihat tua karena banyak terpapar sinar matahari itu mengamati keadaan. Dilihat tidak ada pak Tono, Santi dan menantu kesayangan. Hatinya bersorak gembira bisa makan tanpa harus memperhatikan sopan santun."Mana yang lainnya, Buk?" tanya Bu Hambar sekadar berbasa bas

  • Salah Pilih Istri   Bab 10

    Di bengkel, Hendra masih berkutat dengan peralatan bengkel dan oli. Tidak seperti biasanya dia hanya memantau keadaan bengkel, tidak pernah turun tangan langsung. Kali ini sedikit berbeda, padahal sebentar lagi azan magrib berkumandang. Bengkel pun sudah tutup sedari tadi, tetapi tidak mengurungkan niat lelaki itu untuk berhenti bekerja.Lelaki yang mengenakan pakaian bengkel itu bekerja untuk mengurangi beban di hati. Perbincangan bersama sang ayah sangat mengganggu pikirannya."Ndra, kamu saat mau menikahi Laila apa nggak tau seluk beluk keluarganya?" tanya Pak Tono kala itu.Hendra sudah bisa menebak arah pembicaraan ini. Sudah pasti membahas perihal sikap ibu mertuanya. Kemudian lelaki itu menggelengkan kepala karena saat menikah memang benar-benar tidak tahu seperti apa keluarga Laila. Yang dia tahu paman istrinya adalah orang taat agama dan berakhlak baik. Itulah yang membuat dia tertarik untuk meminang Laila. "Bapak nggak habis pikir ..., kenapa ibunya Laila seperti itu sikap

Bab terbaru

  • Salah Pilih Istri   Bab 116

    "Apa-apaan ini, Mas?" "Rasakan! Buat malu. Bukannya untung malah dapat malu nikahin kamu. Cantik-cantik murahan. Cuih!" Lelaki bertubuh tambun serta rambut putih memenuhi kepalanya itu berkacak pinggang setelah mendorong istrinya hingga terjerembap. Tidak puas sampai di situ dia pun membuka ikat pinggang, lalu diayunkan hingga mengenai punggung wanita yang sudah setahun menjadi istrinya. Tidak ada belas kasihan karena emosi membakar hati.Plak! Plak!"Ampun, Mas ...." rintih Laila.Ya, wanita itu adalah Laila yang sudah menikah dengan juragan tanah di kampung satu tahun lalu ...."Mak, apa-apaan ini? Aku nggak mau nikah sama dia. Udah tua!" kata Laila kala baru tiba di rumah."Tapi kaya, dari pada kau kejar terus Hendra itu nggak dapet-dapet. Jamuran aku nunggu kaya. Sekarang rumah ini hasil dari juragan Seno. Mau nggak mau kau harus nikah sama dia.""Nggak!"Para tamu undangan saling pandang melihat perdebatan ibu dan anak itu. Begitu juga Juragan Seno merasa di permalukan karena m

  • Salah Pilih Istri   Bab 115

    Sudah satu jam Hendra bersama yang lainnya mencari Ahmad, tetapi belum juga mendapatkan titik terang.Pikiran semakin kalut kala melihat awan mulai berubah warna kuning keemasan, sebentar lagi waktu magrib tiba. "Gimana Ndra, udah ketemu belum, Le?" tanya Bu Tari di seberang telepon.Wanita paruh paya itu menunggu di rumah harap-harap cemas, tidak bisa ikut mencari karena sejak Ahmad hilang tubuhnya tiba-tiba lemas tak bertenaga dan tidak berhenti menangis. "Belum Buk, ini Saka, Hendra masih fokus ke jalanan.""Kalau udah ketemu langsung kabari Ibuk, ya," kata Bu Tari dengan suara parau. Setelah mengiyakan lantas sambungan telepon terputus."Gimana ini Ndra, belum ketemu juga?" tanya Saka yang mengemudi menyusuri jalanan.Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Hendra. Pandangan tidak lepas sepanjang jalan, dengan teliti mencoba mencari Ahmad di tengah padatnya jejeran rumah hingga tepi jalan raya. Bibirnya tidak berhenti melapaskan nama Allah agar hati lebih tenang, meski situasi

  • Salah Pilih Istri   114

    Beberapa kali Laila mencoba menemui Ahmad di luar hanya mendapat kegagalan. Padahal dia ingin sekali menggunakan Ahmad sebagai alat agar uang terus mengalir ke dompetnya. Namun, ada saja halangannya. Kini, dia kembali mencoba, tetapi di rumah Bu Tari. Berharap Ahmad bermain di luar.Baru percobaan pertama mendapat penolakan dari penjaga rumah. Dia kekeuh ingin masuk hingga memancing amarah. Tanpa rasa hormat penjaga tersebut menyeret Laila hingga jauh dari rumah majikkannya."Lebih baik, Mbak pergi dari sini.""Huuu, dasar pembantu kurang ajar," makinya kesal sembari berjalan menjauh.Wanita itu tidak menyerah, dia mencari tempat sembunyi menunggu Hendra keluar rumah, baru menemuinya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Laila tersenyum lebar saat melihat mobil Hendra keluar. Cepat dia menghadang.Decitan ban mobil dan jalan memekakan telinga. Terpaksa ngerem mendadak. Lantas Hendra dan Saka saling pandang melihat wanita berdiri merentangkan tangan."Laila," gumam Hendra tak percaya dengan p

  • Salah Pilih Istri   Bab 113

    Berkat bantuan ibunya kini Laila benar-benar terlepas dari Arman, lelaki yang diperjuangkan, tetapi penuh perjuangan pula saat ingin lepas darinya. Laila mengancam akan membunuh jika Arman tidak pergi. Mau tidak mau, setelah terucapnya talak Arman pergi dari kampung, membawa amarah terpendam.Sekarang dengan tekat yang kuat, Laila akan berangkat ke tempat di mana dia selalu di jadikan ratu. Cukup sudah penderitaannya yang dia rasakan. Berbekal uang hasil kerja keras menjadi buruh dia pergi menggunakan bus. Dia duduk gelisah, tidak sabar menemui lelaki yang selalu berada dalam benaknya. Berharap dalam hati sang pujaan hati belum memiliki tambatan hati baru.Setelah melakukan perjalanan panjang, akhirnya Laila sampai di terminal."Akhirnya .... Aku datang, Mas ...." ucapnya sembari menghirup udara kota yang sudah lama tidak dirasakan. Bibirnya tidak henti tersenyum.Rindu kian menggebu kala mengingat semua kenangan manis bersama Hendra berputar bak karet. Padahal dulu Laila menganggap

  • Salah Pilih Istri   Bab 112

    "Paket .... Paket ....""Iya, paket dari siapa, Mas?" tanya Laila pada kurir. Merasa heran tidak biasanya ada paket."Ada alamatnya di situ, Kak, bisa dilihat sendiri."Wanita yang mengenakan kerudung instant itu mendengkus. Tentu dia tahu, hanya saja malas membaca siapa pengirimnya. Bertanya lebih mudah, begitu menurut Laila.Setelah membubuhkan tanda tangan, kurir segera pergi meninggalkan Laila yang wajahnya berubah masam."Apa sih, ini?" Dibaca alamat yang tertera. Betapa senangnya Laila tahu jika pngirimnya adalah Hendra. Tanpa sadar dia senyum-senyum sendiri membayangkan isinya. Sebab, teringat ibunya yang menelepon meminta uang pada mantan suaminya itu."Apa uang, ya. Tapi, ringan. Apa surat rumah?" Laila menerka-nerka seraya membuka bungkusan itu. Tidak sabar mengetahui isinya. Jika benar dugaanya, betapa senang hidupnya."Eh, apaan tuh, La? Tumben banget dapet paket?" tanya Wak Ijah yang lewat seketika Laila menghentikan aktivitasnya."Bukan urusan Uwak, paket-paketku juga."

  • Salah Pilih Istri   Bab 111

    "Kenapa uangnya cuma segini!" bentak Arman karena Laila membawa pulang uang hanya lima puluh ribu saja."Memang adanya segitu. Lihat ini tanganku melepuh kerja dari pagi sampai jam segini. Pulang-pulang malah dapet amukan. Kita cerai aja!" teriak Laila tidak kalah kuat. Mencoba untuk tidak kalah. Lantas melangkah pergi, tetapi baru beberapa langkah Arman mencekal tangannya.Plak! Plak!"Apa katamu? Cerai? Enak aja. Atau mau aku viralkan video kita?" tanya Arman sembari menunjuk-nunjuk wajah wanita yang baru sehari menjadi istrinya.Serangan yang tiba-tiba membuat Laila terduduk di lantai, tak kuasa menahan tangis. Bukan karena sakitnya tamparan, tetapi tidak tahan hidup dalam kemiskinan dan tekanan lelaki yang kini menatap nyalang ke arahnya. "Nangis? Gitu aja nangis?" teriak Arman. Urat lehernya sampai terlihat karena terlalu emosi."Kalian ini kenapa sih, ribut terus. Lihat itu, semua ketakutan." Bu Hambar menunjuk anak-anaknya yang mengintip di balik pintu kamar.Sepasang suami

  • Salah Pilih Istri   Bab 110

    "Nah, ini Pak RT dia bawa laki-laki masuk ke rumah ini," ujar Wak Ijah sembari menunjuk wajah Laila."Usir aja! Usir!"Iya usir dari kampung kita!"Mengerti maksud wanita di hadapannya, seketika Laila panik. Apalagi terdengar sahutan dari beberapa warga yang meminta dirinya di usir. Belum hilang rasa sakit dipukul sang ibu, kini harus menghadapi kenyataan bahwa warga sudah tahu keberadaan Arman. Dia melihat ibunya serta lelaki yang sama paniknya dengan dirinya. Bingung harus berbuat apa. Sedangkan Arman segera menjauh tahu situasi tidak aman, sebelum warga menyadari keberadaannya."Ada apa ini Pak? Kenapa ribut di rumah saya?" tanya Bu Hambar yang baru beranjak dari duduknya seraya mengerutkan alis bingung. Sebab, pelataran rumah penuh dengan warga dan tatapan sinis terasa menusuk.Belum lagi dia melihat kumpulan geng gibah ikut serta. Mereka tersenyum remeh, membuat Bu Hambar geram."Begini Buk, ibu-ibu di sini heboh karena melihat Laila bawa laki-laki selain suaminya masuk ke rumah

  • Salah Pilih Istri   Bab 109

    "Tumben pulang? Ada angin apa?" tanya Bu Hambar. Terkejut melihat putrinya pagi-pagi sudah berdiri di depan pintu dengan dua koper di bertengger cantik di belakangnya."Aku laper mau makan." Tanpa memperdulikan tatapan protes dari sang ibu, Laila menerobos masuk.Tubuhnya lelah minta istirahat setelah melakukan perjalanan cukup panjang. Ya, tadi malam Arman berhasil mencari bus tercepat menuju desa hingga pagi-pagi buta telah sampai di rumah ibunya. Meski harus bertaruh nyawa karena supir bus yang ugal-ugalan.Dia langsung menuju dapur mencari makanan, lalu setelahnya memeriksa baju-bajunya agar terlihat sibuk, tidak ingin mendapat pertanyaan yang tentu sulit di jawab. Sementara itu Bu Hambar yang akan pergi ke sawah mengurungkan niatnya. Menatap penuh curiga gelagat putrinya yang tidak biasa. Menjadi orang sok sibuk. Tahu betul anaknya tidak pernah serajin dan tanpa ada sebab pulang begitu saja. "Kenapa pulang sendiri? Mana Hendra?"Pertanyaan itu menghentikan aktivitas Laila. Dili

  • Salah Pilih Istri   Bab 108

    Sudah seminggu sejak Laila memutuskan meninggalkan rumah. Sejak itu pula Ahmad tidak berhenti menangis mencari ibunya.Selalu menanyakan di mana ibunya, kenapa belum kembali. Tidak satu pun Hendra jawab, hanya mencoba mengalihkan perhatiannya. Namun, hanya bertahan sebentar saja karena setelahnya Ahmad kembali menangis."Amad berhentilah nangis, Nak." Hendra mulai frustasi menghadapi anaknya yang menangis sejak bagun pagi.Tadi Hendra di bantu Saka, hanya diam sebentar lalu menangis lagi. Hingga akhirnya Hendra meminta sahabatnya itu untuk pergi menggantikan dirinya di bengkel. Mau sepercaya apapun pada kariyawan bengkel tidak bisa di tinggal begitu saja.Sudah beberapa hari ini Hendra tidak bekerja, harinya habis untuk bermain dan menenangkan Ahmad saat menangis mencari Laila hingga penampilannya kacau. Tubuh wangi serta baju rapi tidak ada lagi, hanya ada kantung mata hitam karena terlalu sering bergadang."Amad mau Bubu, Ayah .... Bubu kemana nggak pulang-pulang?" tanya anak kecil

DMCA.com Protection Status