Share

Bab 23

last update Last Updated: 2022-07-21 09:55:16

Kreeekk ....

Pintu dibuka dari dalam saat mobil Bang Rizal telah menghilang ditelan tikungan. Mas Alvan sudah berdiri di pintu dengan pandangan yang sulit untuk kuartikan.

Aku berjalan melewati mas Alvan tanpa mengucapkan salam apalagi mencium punggung tangan seperti yang selalu kulakukan. Bayangan tangan itu di cium wanita lain tiba-tiba bergelayut di pelupuk mata. Rasa jijik hadir dengan sendirinya.

"Dari mana sayang?" ucapnya lalu menjajari langkahku.

Kata yang keluar dari mulut Mas Alvan begitu lembut. Kalau saja aku tak tahu kebusukannya sudah pasti akan meleleh mendengar itu semua. Tapi sayang aku sudah tahu belangnya. Jadi kata lemah lembutnya tak berarti apa pun.

"Sayang kok diam? Masih marah ya? Maafkan aku ya soal keuangan kantor. Mas janji tidak akan melakukannya lagi."

"Ya, iyalah tak akan mengulangi lagi, kamu kan sudah tidak bekerja di kantor lagi," batinku.

"Sayang ...."

Mas Alvan memelukku dari belakang, menyandarkan kepala di pundakku. Ingin kulepas tapi tak b
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Erni Ruhiyani
jangan lengah mbak alia .slmtkan dulu surat" ato aset" berharga .jgn sampe du curi sma laki" codot
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Salah Kirim Paket   Bab 24

    Sebagian besar karyawan telah duduk di meja kerja masing-masing. "Pagi, Bu." Sapa setiap karyawan yang berpapasan denganku. Selalu kuberikan senyum tulus untuk mereka. Bagiku antara karyawan dah atasan tak ada bedanya. Tanpa mereka mana mungkin perusahaanku masih berdiri kokoh seperti ini. Pemilik perusahan dan karyawan memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Saling menguntungkan satu dan lainnya. "Pagi Mia." Sekertarisku terlihat gugup hingga benda pipih miliknya terjatuh di lantai. "Pa-pagi, Bu," jawabnya gugup. Keringat nampak di dahinya, padahal cuaca saat ini masih dingin. AC pun sudah menyala. "Rapat nanti jam sembilan, kan?" "Iya, Bu."Kutinggalkan Mia dan masuk ke ruanganku. Duduk dengan nyaman di kursi keberatan. Kunyalakan laptop lalu mulai membaca rincian laporan keuangan setahun ini. Aku ingin mencari bukti tentang penggelapan dana kantor oleh suamiku sendiri. Pintu di buka dari luar tanpa diketuk terlebih dahulu. Seseorang yang yang ku harapkan telah datang dengan

    Last Updated : 2022-07-21
  • Salah Kirim Paket   Kejutan Untuk Alvan

    Alia dan Alvan masih duduk di kursi masing-masing. Alvan masih memasang wajah masam, kesal dengan apa yang Alia lakukan. Kedudukannya sebagai seorang suami sudah tak berarti apa pun di mata Alia. Lelaki dengan tubuh atletis itu menyilangkan kedua tangan di dada. Matanya masih awas menatap tajam Alia. "Kemana perginya Alia yang penurut dan mudah dibodohi?" batin Alvan bingung. Alia justru tersenyum menyeringai melihat kemarahan suaminya. Namun rasa marah itu belum sebanding dengan apa yang wanita itu rasakan. Tangan Alia asyik memainkan benda pipih berwarna hitam itu. [Posisi?]Satu pesan dikirim ke nomor ponsel Rizal. Tak butuh waktu lama pesan itu sudah menjadi centang dua berwarna biru. [Menunggu kedatangan kamu, cepat kemari! ]Alia tersenyum lebar setelah membaca pesan yang dikirimkan sang kakak. Ia tak sabar melihat ekspresi Alvan saat mendapatkan kejutan darinya. "Ayo Mas, ada rapat!" Alvan hanya melirik tapi enggan mengangkat tubuhnya. Ia justru menyilangkan kaki denganny

    Last Updated : 2022-07-22
  • Salah Kirim Paket   Keusilan Rizal

    Mas Alvan terdiam, wajahnya merah padam menunjukkan amarah yang berusaha ia tahan. Mana berani dia memakiku di depan bang Rizal, bisa habis Mas Alvan nanti. Rapat hari ini telah usai. Para karyawan yang mengikuti rapat telah kembali ke ruangan masing-masing.Kini tinggal aku, bang Rizal dan Mas Alvan yang masih ada di ruang meeting. "Kenapa kamu tega padaku, Al?" tanya Mas Alvan dengan wajah mengiba. Aku hanya diam sambil terus mengamati ekspresi wajah Mas Alvan yang seketika berubah. Kemana wajah angkuh dan penuh kemarahan tadi?"Tega? Tega mana dengan orang yang mengambil uang milik perusahaan untuk keluarganya?" Kutatap tajam Mas Alvan. Lelaki dengan tubuh atletis itu justru membuang pandang ke arah lain. Seolah ucapanku tak ada artinya. "Silahkan kamu kembali ke tempat kerja. Pekerjaan sudah menantimu, Alvan!" Bang Rizal menatap tajam ke arah suamiku. Tanpa permisi dia berlalu begitu saja. Astagfirullah.. Beristigfar dalam hati melihat kelakuan Mas Alvan. Kalau tidak ingat sia

    Last Updated : 2022-07-23
  • Salah Kirim Paket   Satu Bukti

    Aku lajukan kendaraan roda empat dengan kecepatan sedang. Kepalaku berdenyut memikirkan laporan penjualan dari ibu Kartika. Harga barang turun dari ketetapan dulu. Kenapa bisa seperti ini? Kenapa Mas Alvan tak memberitahuku. Ah, dia mana bisa dipercaya."Mia." Sekertarisku menoleh. Wajahnya sedikit gugup saat mata kami saling bertemu. Mia tak lagi sama seperti dulu. Keceriaannya hilang, dia selalu gugup saat beradu pandang denganku. Bukan Mia yang selalu bercerita panjang lebar. Bahkan kita sudah seperti sahabat bukan lagi atasan dan bawahan. Namun sekarang dia menjaga jarak denganku. Seperti ada tembok pembatas diantara kami. "I-iya Bu.""Tak usah terlalu formal, bukankah dulu kamu selalu memanggilku Mbak saat tak ada orang lain. Kita masih bersahabat bukan?" Mia justru memainkan ujung kemejanya. Terlihat jelas jika ia tengah gugup. "I-iya Bu.""Kalau tak ada orang panggil saja Mbak, tak usah Bu. Terlalu formal.""I-iya Bu, eh... Mbak."Lagi dan lagi Mia membuang pandangan saat ma

    Last Updated : 2022-07-23
  • Salah Kirim Paket   Mengelak

    Wajah Mia menjadi pucat pasi. Keringat dingin masih membasahi dahinya. Aku justru tersenyum melihat ketakutan di wajah cantik itu. Apa aku kejam tersenyum di atas penderitaan dan ketakutan orang lain. Ah, tentu tidak! Jahat jika yang ku tertawakan orang baik."Turunkan saya di sini, Bu!" "Tidak, tidak akan!""Saya akan laporan Bu Alia ke kantor polisi!" ancamnya. Aku hanya tersenyum sinis melihatnya. "Atas tuduhan apa, Mia?" Ku lirik wanita itu, senyum menyeringai tergambar jelas di wajahku. "Justru kamu akan ku tuntut balik atas tuduhan penggelapan uang perusahaan." Mia semakin gugup dengan ucapanku. Wanita berambut panjang itu akhirnya memilih diam. Diamnya justru memperjelas jika dia salah satu komplotan Mas Alvan. Kami berhenti di sebuah apartemen mewah di kota ini. Seseorang sudah menunggu di luar. Senyum merekah tergambar jelas di wajah penuh kharisma itu. Aku dan Mia berjalan mendekatinya. Sesekali ku lirik Mia. Wanita dengan rambut panjang itu tengah mencuri pada pada

    Last Updated : 2022-07-24
  • Salah Kirim Paket   Rizal Turun Tangan

    Kriiingg.... Ponsel di atas meja berbunyi nyaring. Bang Rizal segera mengambil benda pipih itu dan menempelkan di telinga kanan. "Bagus, ikuti dia terus! Jangan sampai lepas!"Siapa yang sedang menelepon Bang Rizal? "Kenapa lihat seperti itu? Baru tahu kalau abangmu ini tampan memesona?" Aku mencebik. Bisa-bisanya dia besar kepala disaat yang tidak tepat. "Kalau abang memesona, kenapa masih jomblo sampai saat ini?" Bang Rizal diam, lelaki itu justru mengalihkan pandangan. Apa aku salah bicara? Seingatku Bang Rizal tak pernah menceritakan tentang wanita yang ia sukai.Bahkan ia tak pernah membawa teman wanitanya ke rumah. Apa tak ada wanita yang menyukainya? Ah, rasanya tak mungkin. Bang Rizal tampan, perhatian dan beruang. Tak ada wanita yang mampu menolak pesonanya. "Alia salah bicara ya, Bang?" "Tak, kamu benar, abang ini jomblo karatan. Hahaha ...." Bang Rizal tertawa, tapi terkesan di paksakan. Pasti ada alasan kakakku tak juga menikah. Mungkin rasa trauma atas kegagalan cin

    Last Updated : 2022-07-25
  • Salah Kirim Paket   Gertakan

    Duduk di meja makan yang besar seorang diri. Tak ada suami yang menemani. Mas Alvan memang tak pulang semalam. Aku tahu dia kemana, tentu ke rumah istri barunya. Dulu aku tak pernah curiga jika dia izin untuk menginap ke rumah orang tuanya. Kini aku tahu semua itu hanya alasan untuk menemani gundiknya. Sebuah rumah akan terasa sepi tanpa kehadiran anak. Namun sekarang aku justru bersyukur. Setidaknya tak ada yang membuatku terasa berat untuk meninggalkan Mas Alvan karena tak ada anak di antara kami. Meja makan telah tertata beraneka lauk dan sayur. Ingin makan tapi tak berselera jika sendirian. Rasanya tak enak jika makan seorang diri. "Bik Sum!" teriakku sedikit keras. Bik Sumati sering dipanggil bik Ati atau Bik Sum memang mengalami sedikit gangguan pendengaran. Kalau tidak teriak beliau tak akan mendengarnya. Wanita paruh baya itu segera berlari ke arahku. Langkah Bik Sum memang masih kuat hanya pendengarannya saja yang berkurang. "Ada yang bisa saya bantu, Bu?" Bik Sum mengel

    Last Updated : 2022-07-25
  • Salah Kirim Paket   Bab 31

    Kutarik napas dalam lalu menghembuskan secara perlahan. Menetralisir emosi yang hampir meledak karena kedatangan tamu tak di undang. Pagi-pagi duo ular sudah membuat masalah. Ya Tuhan, apa salahku hingga mendapatkan mertua seperti itu? Ku bawa piring yang masih berisi makanan ke wastafel. Nafsu makanku hilang karena kedatangan ibu dan anak tak tahu malu itu. "Masakan bibik tidak enak ya, Bu? Kok makanannya tidak di habiskan?"Aku menjadi tak enak hati karena masakan bik Sum tak ku habiskan. "Em, bukan begitu bik. Masakan bik Sum selalu enak. Tapi karena ada ular betina jadi tak nafsu makan."Bik Sum mengernyitkan dahi, terlihat ia bingung dengan ucapanku. Aku sih bicara yang tidak-tidak pada orang tua. Jelas bik Sum tak mengerti."Ular betina siapa Bu?" Benar kan, bik Sum bingung dengan perkataan ku. Tapi tak mungkin jika aku bilang ibu dan Saya-lah ular betina itu. "Bukan apa-apa, bik. Tak usah di bahas lagi." "Apa ibu dan non Sasya?" Aku hanya tersenyum melihat tingkah lugu a

    Last Updated : 2022-07-26

Latest chapter

  • Salah Kirim Paket   Ending

    Tumpukan berkas dan laporan sudah berada di atas meja keja. Aku menghela napas kemudian menjatuhkan bobot di kursi kebesaran. Satu persatu laporan kubuka lalu membaca setiap kata yang tersusun di atas kertas itu. Sesekali memijit kepala yang berdenyut. Ada sedikit perbedaan di dalam laporan keuangan. Apa jangan-jangan Alvan kumat lagi? Apa mungkin dia kembali melakukan kecurangan? Sungguh tak tahu malu jika dia melakukan itu? Aku membuang napas. Dengan kasar kuambil telepon di atas meja. "Suruh Alvan kemari!""Iya, Pak."Panggilan telepon kumatikan setelah mendengar kata iya dari mulut Mia. Sambil menunggu Alvan datang, kembali kuperiksa berkas lainnya. Pekerjaanku kian menumpuk setelah kematian Ibu. Beberapa bulan aku terlalu terbuai dalam rasa bersalah hingga mengabaikan tanggung jawab. Untung masih ada Alia yang membantu mengurus semuanya. Dia memang bisa diandalkan dalam hal apa pun. Terlepas dari cerewetnya. Pintu diketuk tiga kali. Aku yakin itu pasti Alvan. "Masuk!"Pin

  • Salah Kirim Paket   Surat Bu Nur

    Pov RizalRumah sudah penuh dengan beberapa tetangga saat aku tiba. Jenazah ibu segera diangkat lalu dibaringkan di ruang tamu. Sempat kulihat tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang. Namun aku memilih acuh. Sudah menjadi rahasia umum jika aku hanyalah anak angkat Ibu Rahmawati. Lalu kini aku membawa seorang wanita paruh baya yang sudah terbujur kaku. Siapa yang tak bertanya-tanya. "Kita salatkan, Bang. Beri penghormatan terakhir untuk Ibu." Aku mengangguk lalu melangkah masuk untuk berwudhu. Kami mulai menyalatkan jenazah Ibu. Bulir bening kembali jatuh setelah mengucapkan salam. Ini adalah penghormatan pertama dan terakhir dariku. Setelah selesai disalatkan. Jenazah ibu segera dikebumikan. "Kamu di rumah saja, Al.""Tapi, Bang.""Kamu sedang hamil. Pasti lelah sedari tadi mengurusi ini dan itu. Makasih untuk semuanya."Alia mendekat lalu memeluk tubuhku erat. Aku sentuh pundaknya hingga seraya menghirup aroma tubuh yang menenangkan. Terima kasih, kamu sudah menjadi istri, a

  • Salah Kirim Paket   Memaafkan

    Pov RizalAku segera beranjak, meninggalkan nasi yang masih tersisa setengahnya. "Mas!" panggil pelayan rumah makan. Aku terpaksa berhenti menanti lelaki itu mendekat ke arahku. "Ada apa, Mas?""Masnya belum bayar, kan?"Aku menghela napas, menahan amarah yang sebentar lagi meledak. Dia memanggilku hanya untuk ini. Uang merah di atas meja apa tak terlihat olehnya? Apa ia taj tahu aku sedang terburu-buru. "Uangnya di atas meja,Mas. Coba dilihat dulu.""Jangan ke mana-mana, Mas. Awas kalau sampai kabur."Pelayan itu membalikkan badan. Kemudian tersenyum saat melihat selembar uang berwarna merah. Aku memutar tubuh lalu melangkah pergi. Tak kuhiraukan teriakannya. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, beberapa kali aku hampir menabrak kendaraan lain. Dadaku bergetar, perasaan bersalah kian mendominasi hati. Ego menolak memaafkan tapi hati... Ah, tak bisa kujelaskan. Kakiku melangkah cepat menuju ruang ICU. Menerobos rombongan ibu-ibu yang akan menjenguk pasien. Hingga akhirnya kak

  • Salah Kirim Paket   Bimbang

    Pov RizalSudah tiga hari Alia memilih tidur di lantai atas. Sudah tiga hari pula dia mengunci mulut rapat. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya. Bahkan dia selalu membuang muka saat berpapasan denganku. Sebegitu marahkah dia? Alia marah karena aku tak mau menjenguk Bu Nur. Ah, harusnya ia tahu apa yang aku rasakan. Dibuang wanita bergelar ibu sangatlah menyakitkan. Lebih baik dikhianati teman dari pada dibuang oleh wanita yang telah melahirkan kita. Malam semakin larut tapi mata tak kunjung terpejam. Rasa kantuk seakan hilang dibawa kehampaan. Tak ada Alia membuat aku tidak mampu tidur nyenyak. Ingin aku masuk lalu memeluknya dari belakang. Menciumi harum tubuh yang membuatku mabuk kepayang. Kuambil benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Dengan cepat jari-jari ini menari di layar ponsel. Membuka aplikasi berwarna biru dengan logo F itu. Berbagai postingan muncul di berandaku. Dari yang bermutu hingga yang tak pantas dilihat semua muncul begitu saja. Sesekali aku beristigfa

  • Salah Kirim Paket   Ancaman Alia

    "Hallo, Al. Kamu bilang apa tadi?" Aku mendengus kesal, disaat seperti ini kenapa ucapanku tak ia perhatikan? Menyebalkan. "Cepat ke rumah sakit. Ibu kamu kritis!""Astagfirullah... Mama kritis, Al? Kenapa bisa? Tadi pagi Mama masih baik-baik saja kok."Astaga! Lama-lama kumaki juga Bang Rizal itu. Aku bilang Ibu bukan mama. "Ibu kamu, Mas. Bu Nur bukan Mama.""Alhamdulillah kalau Mama tidak kenapa-napa, Al."Aku mengepalkan tangan di samping. Ingin segera kulayangkan ke wajahnya. Ibunya sedang kritis tapi ia pura-pura tak mendengar ucapanku. "Bu Kritis, Mas!" teriakku. "O, ya sudah kalau begitu. Mas ada meeting lagi." Seketika panggilan telepon ia matikan. "Mbak." Aku menoleh, seorang satpam berdiri di sampingku. Tatapan matanya tajam, membuat nyaliku menciut dalam sekejap. "Jangan berisik, ini rumah sakit!"Aku menelan ludah dengan susah payah. Dalam hati aku merutuki sikap cuek Bang Rizal hingga akhirnya aku dimarahi satpam. "Ma-maaf, Pak."Lelaki itu hanya diam kemudian me

  • Salah Kirim Paket   Kritis

    Aku mulai sibuk mempersiapkan acara empat bulanan yang tinggal tiga hari lagi. Acara syukuran sekaligus doa untuk calon anak kami akan diadakan di rumah. Tak banyak yang kami undang, hanya keluarga inti, tetangga dan beberapa anak panti asuhan. "Catering sudah, kan, Al?" tanya Mama. "Sudah,Ma. Tinggal bingkisan untuk dibawa pulang saja. Enaknya apa, ya?"Aku dan Mama saling diam, bingung memikirkan bingkisan apa yang cocok dibawa pulang. "Kalau pesan kue gimana, Al?" usul Mama sambil menatapku. "Boleh, Ma.""Kalau gitu kita pesan sekarang saja. Kita ke tokonya." Mama begitu antusias. Momen seperti ini sudah lama Mama nantikan. Tak heran jika kini Mama begitu antusias menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilanku. Semua dekorasi, catering hingga bingkisan Mama yang memilih. Aku hanya membantu memesankan saja. "Ayo, Al! Kita siap-siap!"Aku segera melangkah menuju kamar untuk mengganti pakaian. Begitu pula dengan Mama. Belum sempat memakai hijab sebuah panggilan masuk. Segera

  • Salah Kirim Paket   Penolakan Rizal

    Berdamai dengan masa lalu yang menyakitkan tidaklah muda. Seperti itulah yang Bang Rizal rasakan. Dia tersiksa dengan rasa benci dan amarah. Semenjak pengakuanku, Bang Rizal memilih diam. Tak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Dia hanya berbicara seperlunya, selebihnya dia memilih membisu. "Abang marah?" tanyaku saat kami berada di kamar. "Tidak."Menghela napas saat kudengar jawabannya. Singkat, padat dan datar. Sikapnya semakin dingin terhadapku. Apa aku benar-benar salah melakukan tes DNA itu? Aku hanya ingin memastikan. "Maaf jika sikapku lancang, Bang.""Aku lelah, Al. Bisakah kita bicara besok. Abang ingin tidur." Bang Rizal membalikkan badan, dia membelakangiku. Jarum seakan tak bergerak. Sikap dinginnya membuat aku tak bisa memejamkan mata. Rasa kantuk yang sempat mendera hilang dalam sekejap mata. Mata semakin tak bisa terpejam saat hasrat makan seketika muncul, bahkan terasa menggebu. Aku beranjak dari ranjang. Perlahan kakiku melangkah menuju dapur. Semoga saja ma

  • Salah Kirim Paket   Hasil Tes DNA

    "Siapa, Al? Kenapa syok begitu?" Bang Rizal menatapku penuh tanda tanya."Itu... Anu ...."Mulut ini mendadak kelu, apa kukatakan saja sekarang? Namun jika menimbulkan keributan bagaimana? "Alia sayang, kenapa diam? Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu padaku, kan?"Mungkin saatnya Bang Rizal mengetahui kenyataan ini. Entah bagaimana tanggapannya nanti. "Alia.""Nanti Alia jelaskan, tapi tidak di sini, Bang."Setelah cukup lama berbincang dengan Syasya dan Bu Nur, akhirnya kami berpamitan pulang. "Apa yang mau kamu katakan, Al?" tanyanya sambil mengemudikan mobil. "Jalan dulu, Bang! Nanti kuatur mau belok ke mana." Bang Rizal mengangguk lalu kembali fokus mengendarai mobil. Aku mulai mengarahkan ke mana mobil harus berjalan. Kadang belok kanan atau belok ke kiri. Bang Rizal menurut tanpa banyak protes. "Ini bukannya alamat ke rumah Mia, Al?""Iya, Bang. Kita akan ke rumah Mia." Bang Rizal menautkan dua alis tapi enggan bertanya lebih jauh lagi. Pintu kuketuk pelan, tak lama

  • Salah Kirim Paket   Sama

    "Bagaimana, Mia?""Aman, Mbak. Tinggal menunggu hasilnya."Aku bernapas lega. Langkah untuk mengetahui kebenaran sudah berada di depan mata. Semenjak mendengar perkataan Bu Nur, entah kenapa aku ingin memastikan apakah dia ibu kandung Bang Rizal atau bukan. Jujur mata Bu Nur begitu mirip dengan mata Bang Rizal. Itu yang membuatku yakin jika mereka memiliki ikatan darah. "Aku tunggu kabar baiknya.""Telepon siapa, Sayang?" tanya Bang Rizal setelah keluar dari kamar mandi. Bang Rizal berjalan mendekat, air dari rambutnya menetes hingga ke lantai."Mia telepon tadi.""Ngomongin apa sih? Kayaknya serius banget." Bang Rizal mendekat lalu memelukku dari belakang. Tetes demi tetes air menempel di pundakku. "Basah, Bang!" Aku lepas tangan yang melingkar di perutku. "Biarin, Abang lagi pengen kaya gini. Sudah lama kita sehangat ini, kan?"Aku diam, mendengarkan degup jantungnya begitu keras. Kuhirup aroma shampoo yang mengudara hingga menimbulkan rasa nyaman. Benar yang dikatakan Bang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status