Sambungan telfon Kenzie dengan Mamanya sudah terputus. Kenzie yang tadi berdiri kembali ke tempat duduknya.
"Elo! Seenaknya aja buat keputusan." Mata Natha melotot.
"Kamu sebaiknya tenang dulu Nath, aku bakalan jelasin semuanya pelan-pelan," tutur Kenzie kemudian. "Dengerin dulu penjelasan aku. Kalau kamu marah-marah kayak gini terus, masalah kita nggak akan selesai."
Natha menyadari bahwa perkataan Kenzie, hal itu membuat Natha menjadi bungkam. Terpaksa Natha menutup mulutnya rapat-rapat karna perkataan Kenzie ada benarnya. Sebenarnya malu, namun mau tak mau ia harus mengakui kesalahannya. Tindakannya yang selalu berlebihan akan memperkeruh suasana nantinya.
Setelah Natha sedikit tenang, Kenzie pelan-pelan mengatakan rencana yang yang akan mereka jalani kedepannya. "Jadi begini, nanti ketika kita sudah pulang sebaiknya kita berpura-pura menjadi sepasang kekasih yang memang hanya bertemu seperlunya saja." Tutur Kenzie kemudian.
Natha hanya memandang lurus ke arah Kenzie tanpa berucap sepatah katapun. Namun tiba-tiba saat mereka sedang asik berdiskusi, pelayanpun tiba-tiba datang.
"Maaf Mas, mba apakah kalian sudah memutuskan mau memesan apa?" Kata pelayan wanita yang mengenakan seragam abu-abu dengan sopan.
"Eh, maaf mba kami terlalu asik ngobrol sampai lupa mau pesan. Mau pesan apa Nath?" Kenzie menanyakan makanan apa yang ingin Natha pesan.
"Nasi Goreng sama es jeruk aja," balas Natha.
"Ya udah samain aja Mba," kata Kenzie kepada pelayan itu, setelah mencatat pesanan dari Natha dan Kenzie pelayan itu kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.
Ketegangan kembali menyelimuti mereka berdua. "Sampai mana tadi?" Kenzie melupakan kata-kata terakhirnya saat berbicara kepada Natha.
"Sepasang kekasih pura-pura," Jawab Natha kemudian.
"Ah ... kamu benar, tapi?" Kenzie memanglah orang yang paling suka menggantungkan perkataannya.
"Apa?"
"Kamu bisa akting nggak kira-kira?" Kenzie menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
"Menurutmu?" Natha malah balik memberikan pertanyaan kepada Kenzie.
"Kita coba dulu aja deh, tolong berusaha sebaik mungkin ya aktingnya." Kenzie menampilkan senyuman andalannya hal itu selalu membuat hati Natha kembang kempis dibuatnya.
"Hmmmmm ... " Natha menghembuskan nafasnya panjang.
"Kamu menyesal?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh Kenzie kepada Natha.
"Nggak ada penyesalan di dalam hidup gue. Semua yang udah terjadi itu namanya takdir. Anggap aja ini hukuman karna gue nggak nurut sama orang tua." Natha terlihat ragu "bagaimanapun 'kan kita memang sudah menikah, terus ngapain kita harus berpura-pura lagi." Natha menyilangkan kedua tangannya dan kembali bersender pada kursinya sambil menarik nafas panjang.
"Iya juga ya, kamu pinter juga," Kenzie hanya nyengir seperti kuda.
"Baru tahu elo."
"Tapi ada yang perlu di rubah," kali ini Kenzie mengatakannya dengan serius.
"Apa lagi hm?" Natha mendongakkan wajahnya.
"Anu ... emmm ... bisa nggak kamu rubah panggilan kita berdua, setidaknya elo dan gue bisa dong dibuang?" Kenzie merasa gugup saat mengatakannya, takut-takut jika Natha akan membantahnya lagi.
"Ok, el, eh ka ... kamu mau dipanggil apa? Asal jangan Mas aja. Gue nggak suka kalo lo suruh panggil Mas." Natha terlihat kikuk saat mengatakan kata 'Kamu'.
"Kamu dan aku Nath," lagi, Kenzie membenarkan ucapan Natha. "Jangan salah lagi."
"Iya ... kan masih nanti, ok deh gue coba. Jadi mau dipanggil apa?" Kesabaran Natha mulai goyah lagi.
"Emm ... apa bagusnya ya?" Kenzie nampak berfikir keras panggilan apa yang cocok untuk mereka berdua.
"Makanannya Mba, Mas." Seorang pelayan mengantarkan makanan yang telah mereka pesan.
"Makasih Mba," mata Natha berbinar-binar melihat makanan yang ada di hadapannya. Seolah-olah liurnya akan menetes.
Menyadari akan hal itu Kenzie hanya menggelengkan kepalanya. "Makan dulu aja deh, nanti kita lanjutkan diskusinya," Natha langsung menyerbu makanan yang ada dihadapannya begitupun dengan Kenzie. Kedua pasangan itu makan tanpa ada yang bersuara, hanya denting sendok yang terdengar selain orang-orang yang lalu-lalang di dekat mereka berdua.
Bagaikan orang yang tak pernah makan, dalam waktu kurang 5 menit Natha sudah selesai menghabisakan makanan yang ada di hadapannya. "Akhirnya cacing di perut gue udah berhenti demo." Natha mengelus perutnya yang sudah terisi dengan nasi goreng seafood dan juga es jeruk.
Kenzie yang menyadari Natha telah selesai makan pun merasa kaget. "Udah selesai? Kamu gak kunyah makananmu?"
"Jangan banyak tanya! Lanjutin makan lo, gue tungguin kok." Natha menyambar ponselnya lalu mulai memainkan game yang ada di ponselnya tersebut. Sementara Kenzie melanjutkan makan yang sempat terhenti oleh Natha.
Setelah selesai dengan kegiatan mereka. Kenzie memutuskan untuk kembali ke Hotel di mana mereka menginap. Sementara Natha hanya mengikuti kemauan Kenzie dan mulai mengikuti permainannya.
Di tengah perjalanan Kenzie merasa bersalah kepada Natha. "Maaf ya Nath, tapi kali ini memang keadaanya mendesak!" Namun bukannya menjawab perkataan Kenzie Natha hanya diam membisu tanpa kata. Fikirannya melayang-layang entah kemana.
"Natha, kamu oke?" Kenzie mulai cemas saat Natha terlihat melamun.
"Nggak kok, aku baik." Terasa aneh ketika tutur kata Natha berubah menjadi melembut. Bukan seperti Natha yang biasa dalam waktu sekejap sikap arogan yang biasa dia tampilkan berubah menjadi lembut.
Kenzie hanya menaikkan pundaknya, ia merasa bingung. "Semoga saja dia tak berubah saat sampai di Surabaya." Kata-kata itu hanya mampu diucapkan Kenzie di dalam lubuk hatinya saja.
Setelah perjalanan beberapa saat akhirnya mereka sampai di hotel. Dengan gerakan cepat Natha membuka pintu mobil lalu pergi meninggalkan Kenzie yang masih di parkiran.
Melihat Natha yang sudah pergi terlebih dahulu Kenzie bergegas menyusul menuju kamar.
"Ceklek!" Pintu kamar dibuka oleh Kenzie namun Natha tidak ada di dalam. "Dimana dia? Ah ... mungkin di kamarnya." Kenzie pergi menuju kamar milik Natha.Saat hendak mengetuk pintu kamar Natha, tiba-tiba saja pintu terbuka kenzie yang tidak siap pun terlaget dibuatnya. "Astaga!" Kenzie mengelus dadanya karena kaget dengan kemunculan Natha yang tiba-tiba.
Namun Natha masih dengan ekspresi wajah yang sama seperti saat dia keluar dari mobil.
Datar.Tanpa ekspresi."Ayo!" Natha menatap Kenzie yang masih berdiri di hadapannya.
"Kemana?" Kenzie malah terlihat bodoh dihadapan Natha.
"Ck ... katanya pulang ke Surabaya. Jadi nggak?" Wajah kesal Natha mulai keluar.
"Bentar aku ambil tas di kamar." Kenzie bergegas menuju kamar dan mengambil barang-barangnya.
Sementara Natha masih setia menunggunya di depan pintu kamar Kenzie.
Aneh! Dia yang punya rencana malah gue yang harus nunggu. Heran gue kenapa gue malah nurut banget gini sama dia ya? Baru juga kenal. Kalo ternyata dia orang yang jahat dan ada maksud lain gimana ya?Kegelisahan mulai menyelimuti Natha. Rasa tidak percaya kepada Kenzie mulai menghampirinya.
"Sudah siap? Nggak ada yang ketinggalan kan?" Kedatangan Kenzie membuyarkan lamunan Natha untuk kesekian kalinya.
Natha hanya menganggukkan kepalanya. Mereka berangkat menuju Bandara menggunakan Taxi.
Tak butuh waktu lama mereka sampai di Bandara Husein Sastranegara Bandung. Di sini Kenzie segera mengurus tiket penerbangan, dan kebetulan mereka mendapatkan penerbangan yang berangkat sekitar setengah jam lagi menuju Surabaya.
Kemanapun Kenzie pergi Natha hanya mengekor di belakang Kenzie seperti anak ayam yang mengikuti induknya saat sedang mencari makan. Kenzie yang menyadari bahwa Natha sedang gugup, ia memberanikan diri untuk mengenggam tangannya. Ternyata dugaan Kenzie memang benar adanya, saat ini tangan Natha terasa dingin. "Tenang, semuanya akan baik-baik saja. Mama nggak bakal makan kita berdua kok." Tangan sebelah Natha meremas kemeja yang dikenakannya.
Enak banget lo ngomong, iya nggak diterkam tapi di mutilasi.
Terus aja begitu sampai lebaran monyet pindah ke lebaran gajah.Natha semakin kesal, namun ia tak ingin berkata-kata.
Menghadapi permasalahannya beberapa hari ini sudah membuatnya merasa lelah dan penat.***
Perjalanan dari Kota Bandung ke Surabaya berjalan dengan lancar. Kini Kenzie sudah dijemput oleh supir yang memang telah dikabari olehnya sebelum sampai.
"Mas Ken, di sini!" Pak Maman berseru setelah mengetahui majikannya telah tiba dan mencari keberadaanya.
"Ayo Nath!" Kenzie membukakan pintu belakang mobil untuk Natha. Semua sudah berada di dalam mobil Pak Maman mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Loh, ini kan jalan menuju komplek rumah Gue Ken?" Petanyaan aneh mulai muncul di benak Natha.
Ada apa ini? Kenapa arahnya menuju rumah?Siapa Kenzie sebenarnya."Benarkah? Bagus lah. Mungkin kita bertetangga." Nampak senyum merekah di bibir Kenzie. Pak Maman yang mendengar percakapan antara Natha dan Kenzie pun mulai bingung.
Puk!
Kenzie menepuk pundak Pak Maman "apapun yang Bapak dengar, jangan sampai Mama tau ya Pak!" Pak Maman menganggguk pelan menandakan dirinya mengerti.Mobil berhenti tepat di parkiran rumah 2 lantai dengan nuansa minimalis yang sudah dihiasi dengan dekorasi seperti akan diadakan pesta pernikahan.
"Apa ini Ken?" Natha menggigit bibir bawahnya. Perasaanya mulai gelisah tak menentu.
Dekorasi?
Pernikahan?Mertua?Pertanyaan kembali menghantui Natha saat ini. Memikirkan hal itu membuat natha bergidik ngeri.Seorang perempuan paruh baya sudah menunggu di depan pintu mobil sambil menyilangkan kedua tangannya. Kira-kira berusia 45 tahunan sampai 50 tahun namun masih terlihat cantik dan anggun.
GLEG
Natha mulai kesulitan menelan salivanya sendiri. "Kenz itu siapa?" Natha menahan lengan Kenzie yang akan keluar dari dalam mobil."Mama." Jawab Kenzie.
"What?" Mata Natha melotot dengan sempurna.
Bersambung ...
Kegelisahan menyelimuti wajah Natha. Kulit putihnya semakin terlihat memucat karena kegugupan yang melanda dirinya saat ini. Tangannya berubah menjadi dingin dan bergetar.Kenzie yang menyadarinya, seketika itu juga meraih tangan Natha lalu mengenggamnya dengan erat. Pandangan matanya tak lepas dari Natha "Tenang Nath, jangan gugup! Semuanya akan baik-baik saja." Kenzie berusaha meyakinkan Natha agar tetap tenang saat menghadapi masalah yang ada di depan mereka saat ini.Tenang!Segampang ini dia berkata?Terbuat dari apa sebenarnya fikiran kenzie.Bahkan gue harus bertemu dengan ibu mertua dalam situasi yang tidak enak seperti saat ini.Apakah pura-pura pingsan adalah jalan keluarnya?Tidak-tidak, sepertinya menghadapi situasi ini akan jauh lebih baik.Tenang!Fokus!Jangan gugup Nath!Natha berusaha menyemangati dirinya sendiri. Walaupun itu sepertinya tidak terlalu berhasil."Jadi gara-gara wanita jadi-
"Resepsi?" Natha membelalakkan matanya mendengar perkataan Kenzie.Apa lagi ini ya Tuhan.Tadi mertua.Terus cucu.Besok resepsi.Nanti apa lagi?Temani dia arisan ala-ala?Natha meraup wajahnya dengan gusar.Kepalanya mengeleng berharap semua yang dia hadapi saat ini hanyalah mimpi."Kenapa? Bukan masalah 'kan?" Kenzie menghentikan gamenya. Pandangan netranya mengarah kepadan Natha meminta jawaban."Aku belum siap Ken, Mama dan Papa belum pulang juga. Kenapa secepat ini."Frustasi, Natha merasa semakin gila jika tinggal terus-terusan dengan Kenzie dan Mamanya."Aku ... anak satu-satunya Nath, kamu ingat kejadian kita di Bandung beberpaa hari yang lalu?" Ekor mata Kenzie terus mengamati gerak-gerik Natha. "Itu adalah hari dimana aku harus bertunangan sama Karin. Tapi aku memilih kabur dan berujung menikah dengan cara tidak hormat denganmu. Harga diriku sebagai seorang laki-laki udah jatuh Nath, aku janji nggak bakal buat aneh-aneh lagi
Kenzie membolak-balik makanan yang ada di atas piringnya. Kemudian ia menatap Vania."Kenapa?" Tanya Vania melihat tingkah aneh putranya, ia tahu jika Kenzie akan mengatakan sesuatu. Tergambar jelas dari raut wajahnya saat ini."Nggak diracun kan Mah," Vania langsung mengulurkan tangannya lalu menarik telinga Kenzie hingga merah."Aduuuuh ... sakit Ma," Cicit Kenzie kesakitan."Dasar, anak kurang ajar. Bisa-bisanya kamu menuduh Mama menaruh racun di dalam makananmu. Lihatlah Natha yang makan dengan lahapnya. Jika Mama racun, dia yang mati duluan. ya kan?" Perkataan Vania memang ada benarnya, tapi itu justru terdengar kejam."Uhuh uhukkk ... " mendengar perkataan Vania membuat Natha tersedak.Dasar mertua gila.Gumam Natha dalam hati.Natha memejamkan matanya untuk sejenak.Mengembalikan kesadaran dan juga kewarasannya. Selama ia bersama dengan Kenzie. Hidupnya terasa lebih sulit dan juga tak bebas."Minum-minum, ma
Hening.Pesta pernikahan telah selesai. Semua tamu undangan telah pergi dari kediaman Kenzie.Hanya tersisa beberapa keluarga inti dari kedua belah pihak dan juga sekretaris Kenzie saja.Tidak ada siapapun yang ingin memulai berbicara lebih dahulu.Natha dan Kenzie saling beradu pandang. Seolah mengisyaratkan, agar salah satu dari keduanya mau membuka mulut untuk menjelaskan duduk permasalahan yang sebenarnya."Jadi?" Pertanyaan itu dilayangkan oleh Vania, ia menghujani pertanyaan kepada Kenzie dan Natha "apakah kalian, tidak ingin menjelaskan sesuatu kepada Mama?"Vania nampak menunggu jawaban dari anak dan menantunya. Sementara itu, Sarah hanya diam. Ia tak ingin membuka mulut dan memberitahukan masalah anak dan menantunya. Ia berharap Kenzie dan Natha lah yang akan memberitahukan kepada Vania.Di sisi lain, Vania sangat penasaran. Sebenarnya apa yang terjadi kepada putranya dan juga menantunya sebelumnya. Ia sebenarnya tidak p
Ketika hendak tidur dan memulai petuangan di dalam mimpi, tiba-tiba saja notifikasi diponsel Natha berbunyi. Mendengar hal itu Natha, segera membuka pesan yang masuk. Senyum menyerigai terbit dibibir Natha, saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya.Di sana tertuliskan nama 'Devano'. Sahabatnya yang sering memberikan info mengenai balapan liar.Setelah menerima pesan dari Devano, senyum di wajah Natha terbit.Ia memastikan lelaki yang tengah tidur di sampingnya, saat ini benar-benar terlelap. Merasa mendapatkan jackpot Natha, segera keluar dengan mengendap-endap.Tangannya tak lupa menyambar jaket kulit berwarna hitam miliknya.Kepalanya tak henti-hentinya menengok ke kanan dan juga ke kiri, bahkan saat ini Natha seperti seorang maling yang tengah mencuri di rumah seseorang.Berharap tidak ada yang melihatnya keluar dari rumah Kenzie. Karena, malam telah larut dan tamu juga sudah pergi. Akhirnya, Natha berhasil keluar dengan aman. Tanpa
"Bagaimana ... kalo Alvin sampai tahu, ya?" Mendengar perkataan Kenzie, Natha langsung membulatkan matanya. Dia merasa ketakutan mendengarkan ucapan suaminya saat ini. Ancaman ketika di adukan kepada sang kakak memang lebih mengeritak dibanding harus berurusan dengan polisi atau begal."Please ... Ken, aku janji bakalan berubah. Swear, deh!" Tangan sebelah Natha memegang lengan Kenzie yang masih setia dengan setir mobilnya, sementara tangan yang satu diangkat dengan jari membentuk huruf V. Di dalam hati Kenzie tertawa terbahak-bahak melihat wajah panik sang istri saat ini.Namun, ketika melihat hal itu, justru membuat Kenzie ingin mengerjai Natha lebih lagi.Sebenarnya, Kenzie bukanlah orang yang suka mengatur dan bukan pula orang yang suka diatur. Namun, kelakuan Natha kali ini memang sudah terbilang kelewatan. Ia hanya ingin membuat Natha jera saja dan tidak lagi pergi tanpa berpamitan kepada dirinya. Bisa diingat-ingat semenjak mereka bertemu hal-hal an
Cup.Bibir keduanya saling bertautan, netra Natha dan Kenzie membulat dengan sempurna.Natha hendak mendorong dada Kenzie. Namun, dengan cepat Kenzie menggenggam tangan milik istrinya itu.Kenzie memejamkan matanya dengan tangan yang masih setia mengunci pergelangan tangan Natha. Perlahan-lahan Kenzie melumat bibir Natha tanpa mendapatkan balasan darinya.Natha yang masih syok dengan apa yang baru saja dia alami itupun, masih bergeming diposisi awal dengan mulut yang masih mengatup rapat.Kenzie 'pun dengan cepat mengigit bibir bawah Natha, ketika dirinya menyadari Natha tak membalas apa yang tengah dia lakukannya saat ini."Akh ...."Kenzie yang mendapatkan celah, mulai melancarkan aksinya dengan segera memperdalam ciumannya dengan begitu lembut. Hingga bibir keduanya saling bertaut, intim. Bergerak seirama menikmati gairah yang mulai menyulut mereka berdua. Meskipun Natha masih bagitu kaku, karena itu memang adalah pengalama
"Gimana? Emang kamu nggak sakit?" Kenzie menaikkan sebelah alisnya."Udah dong Ken, itu terus di bahas." Natha tersipu malu."Ya 'kan kamu yang mulai. Gimana sih Nath?" Kenzie mencubit gemas pipi Natha.Lalu mengecup bibirnya sekilas."Kebiasaan deh, udah aku mau mandi." Natha menarik selimut yang menutupi keduanya.Sementara Kenzie terkesiap, karena ulah Natha. Pasalnya keduanya memang benar-benar naked selama tidur.Dengan cepat Kenzie menutupi barang berharganya dengan bantal. Ingin sekali dirinya menerjang istrinya namun nyalinya ciut menyadari dirinya akan kalah beradu jotos dengan istrinya yang unik itu."Nggak gitu juga caranya dong, Natha!" Cicit Kenzie."Lah ... kenapa musti malu coba, bukankah semalam aku udahblihat semua ... udah lupain aja deh kalo gitu." Ujar Natha sembari mengibas-ngibaskan tangannya di udara. Telihat wajah kesal Natha terpampang dengan jelas."Bukannya malu, tapi ini dingin." Ujar Kenzie kemudia
“Sepertinya ada darah tarzan yang mengalir di tubuh istriku,” ujar Kenzie.“Apa kamu bilang?”Deg.Kenzie segera menoleh ke arah suara itu.“Eh Pa,” jawab Kenzie dengan senyum sedikit kikuk. Bagaimana tidak dirinya membicarakan keburukan istrinya tepat di depan mertuanya.Kenzie segera menghampiri Anantha lalu menyalami tangan papa mertuanya. Yang langsung di sambut hangat oleh Anantha.“Kamu yang sabar ya, maklum istri kamu itu setengah laki-laki, nggak tahu dulu sepertinya dia ingin lahir menjadi lelaki. Tapi pas pembagian kelamin dia nggak datang. Nah makanya kan jadi nggak songkron sifat sama sama gender,” kelakar AnanthaKegugupan Kenzie mendadak sirna mendengar ucapan mertuanya saat ini.Ternyata Papa mertuanya tidak segarang yang dia bayangkan.“He ... He iya Pa, Mama di mana kok dari tadi saya nggak lihat,” tanya Kenzie. Dia berusaha mengalihkan pe
"Whitney!" Seru Kenzie. Seekor angsa berwarna putih muncul dengan anggunnya."Soang!" Jerit Natha, dirinya langsung melompat ke dalam pelukan Kenzie."Kamu kenapa?" Kenzie terlihat keheranan, ketika melihat wajah yang berada di hadapannya menjadi putih memucat dalam seketika."I-itu jauhain Soangnya." Natha mengeratkan pelukan tangan dan kakinya ke dalam pelukan Kenzie."Iya-iya ... tapi turun dulu! Nanti kita bisa jatuh berdua," ujar Kenzie."Nggak mau, pokoknya nggak mau itu nanti kepalaku di petok. Aku nggak mau," jerit Natha.Sesekali Natha melihat angsa yang ada di bawah kaki Kenzie, lalu membenamkan kembali wajahnya di dalam ceruk leher Kenzie."Kenapa sih, dia nggak bakal metok orang Nath, aku udah pelihara dia dari dia masih kecil," ujar Kenzie meyakinkan istrinya itu.Natha masih tetap dalam posisinya. Memeluk Kenzie dengan eratnya, tubuhnya sekarang menjadi bergetar. Keringat dingin mengucur di dahi Natha.M
"Gimana? Emang kamu nggak sakit?" Kenzie menaikkan sebelah alisnya."Udah dong Ken, itu terus di bahas." Natha tersipu malu."Ya 'kan kamu yang mulai. Gimana sih Nath?" Kenzie mencubit gemas pipi Natha.Lalu mengecup bibirnya sekilas."Kebiasaan deh, udah aku mau mandi." Natha menarik selimut yang menutupi keduanya.Sementara Kenzie terkesiap, karena ulah Natha. Pasalnya keduanya memang benar-benar naked selama tidur.Dengan cepat Kenzie menutupi barang berharganya dengan bantal. Ingin sekali dirinya menerjang istrinya namun nyalinya ciut menyadari dirinya akan kalah beradu jotos dengan istrinya yang unik itu."Nggak gitu juga caranya dong, Natha!" Cicit Kenzie."Lah ... kenapa musti malu coba, bukankah semalam aku udahblihat semua ... udah lupain aja deh kalo gitu." Ujar Natha sembari mengibas-ngibaskan tangannya di udara. Telihat wajah kesal Natha terpampang dengan jelas."Bukannya malu, tapi ini dingin." Ujar Kenzie kemudia
Cup.Bibir keduanya saling bertautan, netra Natha dan Kenzie membulat dengan sempurna.Natha hendak mendorong dada Kenzie. Namun, dengan cepat Kenzie menggenggam tangan milik istrinya itu.Kenzie memejamkan matanya dengan tangan yang masih setia mengunci pergelangan tangan Natha. Perlahan-lahan Kenzie melumat bibir Natha tanpa mendapatkan balasan darinya.Natha yang masih syok dengan apa yang baru saja dia alami itupun, masih bergeming diposisi awal dengan mulut yang masih mengatup rapat.Kenzie 'pun dengan cepat mengigit bibir bawah Natha, ketika dirinya menyadari Natha tak membalas apa yang tengah dia lakukannya saat ini."Akh ...."Kenzie yang mendapatkan celah, mulai melancarkan aksinya dengan segera memperdalam ciumannya dengan begitu lembut. Hingga bibir keduanya saling bertaut, intim. Bergerak seirama menikmati gairah yang mulai menyulut mereka berdua. Meskipun Natha masih bagitu kaku, karena itu memang adalah pengalama
"Bagaimana ... kalo Alvin sampai tahu, ya?" Mendengar perkataan Kenzie, Natha langsung membulatkan matanya. Dia merasa ketakutan mendengarkan ucapan suaminya saat ini. Ancaman ketika di adukan kepada sang kakak memang lebih mengeritak dibanding harus berurusan dengan polisi atau begal."Please ... Ken, aku janji bakalan berubah. Swear, deh!" Tangan sebelah Natha memegang lengan Kenzie yang masih setia dengan setir mobilnya, sementara tangan yang satu diangkat dengan jari membentuk huruf V. Di dalam hati Kenzie tertawa terbahak-bahak melihat wajah panik sang istri saat ini.Namun, ketika melihat hal itu, justru membuat Kenzie ingin mengerjai Natha lebih lagi.Sebenarnya, Kenzie bukanlah orang yang suka mengatur dan bukan pula orang yang suka diatur. Namun, kelakuan Natha kali ini memang sudah terbilang kelewatan. Ia hanya ingin membuat Natha jera saja dan tidak lagi pergi tanpa berpamitan kepada dirinya. Bisa diingat-ingat semenjak mereka bertemu hal-hal an
Ketika hendak tidur dan memulai petuangan di dalam mimpi, tiba-tiba saja notifikasi diponsel Natha berbunyi. Mendengar hal itu Natha, segera membuka pesan yang masuk. Senyum menyerigai terbit dibibir Natha, saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya.Di sana tertuliskan nama 'Devano'. Sahabatnya yang sering memberikan info mengenai balapan liar.Setelah menerima pesan dari Devano, senyum di wajah Natha terbit.Ia memastikan lelaki yang tengah tidur di sampingnya, saat ini benar-benar terlelap. Merasa mendapatkan jackpot Natha, segera keluar dengan mengendap-endap.Tangannya tak lupa menyambar jaket kulit berwarna hitam miliknya.Kepalanya tak henti-hentinya menengok ke kanan dan juga ke kiri, bahkan saat ini Natha seperti seorang maling yang tengah mencuri di rumah seseorang.Berharap tidak ada yang melihatnya keluar dari rumah Kenzie. Karena, malam telah larut dan tamu juga sudah pergi. Akhirnya, Natha berhasil keluar dengan aman. Tanpa
Hening.Pesta pernikahan telah selesai. Semua tamu undangan telah pergi dari kediaman Kenzie.Hanya tersisa beberapa keluarga inti dari kedua belah pihak dan juga sekretaris Kenzie saja.Tidak ada siapapun yang ingin memulai berbicara lebih dahulu.Natha dan Kenzie saling beradu pandang. Seolah mengisyaratkan, agar salah satu dari keduanya mau membuka mulut untuk menjelaskan duduk permasalahan yang sebenarnya."Jadi?" Pertanyaan itu dilayangkan oleh Vania, ia menghujani pertanyaan kepada Kenzie dan Natha "apakah kalian, tidak ingin menjelaskan sesuatu kepada Mama?"Vania nampak menunggu jawaban dari anak dan menantunya. Sementara itu, Sarah hanya diam. Ia tak ingin membuka mulut dan memberitahukan masalah anak dan menantunya. Ia berharap Kenzie dan Natha lah yang akan memberitahukan kepada Vania.Di sisi lain, Vania sangat penasaran. Sebenarnya apa yang terjadi kepada putranya dan juga menantunya sebelumnya. Ia sebenarnya tidak p
Kenzie membolak-balik makanan yang ada di atas piringnya. Kemudian ia menatap Vania."Kenapa?" Tanya Vania melihat tingkah aneh putranya, ia tahu jika Kenzie akan mengatakan sesuatu. Tergambar jelas dari raut wajahnya saat ini."Nggak diracun kan Mah," Vania langsung mengulurkan tangannya lalu menarik telinga Kenzie hingga merah."Aduuuuh ... sakit Ma," Cicit Kenzie kesakitan."Dasar, anak kurang ajar. Bisa-bisanya kamu menuduh Mama menaruh racun di dalam makananmu. Lihatlah Natha yang makan dengan lahapnya. Jika Mama racun, dia yang mati duluan. ya kan?" Perkataan Vania memang ada benarnya, tapi itu justru terdengar kejam."Uhuh uhukkk ... " mendengar perkataan Vania membuat Natha tersedak.Dasar mertua gila.Gumam Natha dalam hati.Natha memejamkan matanya untuk sejenak.Mengembalikan kesadaran dan juga kewarasannya. Selama ia bersama dengan Kenzie. Hidupnya terasa lebih sulit dan juga tak bebas."Minum-minum, ma
"Resepsi?" Natha membelalakkan matanya mendengar perkataan Kenzie.Apa lagi ini ya Tuhan.Tadi mertua.Terus cucu.Besok resepsi.Nanti apa lagi?Temani dia arisan ala-ala?Natha meraup wajahnya dengan gusar.Kepalanya mengeleng berharap semua yang dia hadapi saat ini hanyalah mimpi."Kenapa? Bukan masalah 'kan?" Kenzie menghentikan gamenya. Pandangan netranya mengarah kepadan Natha meminta jawaban."Aku belum siap Ken, Mama dan Papa belum pulang juga. Kenapa secepat ini."Frustasi, Natha merasa semakin gila jika tinggal terus-terusan dengan Kenzie dan Mamanya."Aku ... anak satu-satunya Nath, kamu ingat kejadian kita di Bandung beberpaa hari yang lalu?" Ekor mata Kenzie terus mengamati gerak-gerik Natha. "Itu adalah hari dimana aku harus bertunangan sama Karin. Tapi aku memilih kabur dan berujung menikah dengan cara tidak hormat denganmu. Harga diriku sebagai seorang laki-laki udah jatuh Nath, aku janji nggak bakal buat aneh-aneh lagi