Freesia yang mulai mengenali arah tujuan mereka, tak bisa menahan keterkejutannya dan bertanya pada Sean,“Sean, ke mana Allen mengirimku pergi?”“Rumah keluarga Martin,” jawab Sean.“Apa?!” kaget Freesia. “Kenapa? Kenapa dia …?”Ah … seharusnya Freesia tahu. Pria itu tak lagi menginginkan Freesia ada di sampingnya. Baik sebagai istrinya, maupun sebagai sandera. Itu berarti … Freesia tak akan bisa kembali lagi ke rumah Allen. Ia tak akan bisa lagi bertemu dengan pria itu.Lalu, bagaimana dengan Lily? Freesia bahkan tak sempat mengucapkan selamat tinggal pada anak itu. Tidak. Freesia tidak perlu mengucapkan selamat tinggal pada Lily karena ia tak pernah berniat untuk meninggalkan gadis kecil itu. Ia sudah berjanji pada Lily …“Aku sepertinya kali ini bisa menjanjikan pada Lily, bahwa aku tidak akan meninggalkannya. Tidak, sampai kau yang mengusirku dari rumah ini.”Tidak. Freesia tidak pernah meninggalkan Lily. Ia tidak …“Aku pun bisa menjanjikan satu hal padamu. Aku tidak akan pernah
Lily akhirnya berhenti menangis dan merengek karena kelelahan dan tertidur. Matanya bengkak, tentu saja. Anak itu tidak mau keluar dari kamar Freesia dan akhirnya tertidur di sana sambil memeluk bantal.Alia meminta orang Allen berjaga di depan kamar dan memanggilnya kalau-kalau Lily bangun nanti. Sementara, ia pergi ke ruang kerja Allen. Ia dengar, Allen sudah pulang, tapi pria itu tak mampir untuk mengecek Lily. Alia berniat memprotes Allen tentang itu.Namun, ketika Alia masuk ke ruang kerja Allen, ia baru sadar, ia tak bisa protes. Karena pria itu tidak dalam kondisi untuk mengecek Lily. Pria itu berbaring di sofa dengan satu lengan menutupi matanya. Di meja, tergeletak kotak obat yang isinya berserakan. Lalu, Alia melihat jejak darah di pakaian Allen.Val sempat memberitahu lewat telepon jika mereka meninggalkan Lily di rumah sendiri karena harus mengawal Freesia. Dia sampai terluka seperti ini. Sungguh, apa yang harus Alia lakukan dengan pria ini?Alia duduk di seberang sofa tem
“Nyonya, sebaiknya Nyonya jujur pada Nona Freesia,” ucap Dokter Abian setelah mereka keluar dari kamar Freesia. “Saat ini, yang dibutuhkan Nona Freesia adalah keluarganya.”Nenek Freesia mengernyit. Keluarga, huh? Jika dipikir-pikir, selama ini memang ia tak pernah bisa memenuhi peran itu dalam hidup Freesia.“Jika melihat kondisi Nona Freesia secara sekilas, saya tidak melihat ada tanda-tandanya kekerasan baik verbal maupun fisik. Meski dia merasa sedih karena meninggalkan orang-orang yang selama ini ada di sampingnya, tapi dia tetap fokus untuk menjaga kesehatan janinnya. Mendengar dari para pelayan, mereka juga memastikan jika Nona Freesia selalu memakan makanan yang dibawakan mereka. Dan dia selalu rutin meminum obat dan vitaminnya,” terang Dokter Abian.Nenek Freesia tercenung selama beberapa saat. “Dengan kata lain … dia bahagia tinggal dengan orang-orang yang dia tinggalkan itu?” simpulnya.“Maaf, itu hanya jawaban yang bisa diberikan Nona Freesia sendiri,” jawab Dokter Abian.
“Apa Nenek tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kecelakaanku dan orang tuaku itu?” tanya Freesia setelah ia lebih tenang.Nenek Freesia mengernyit. “Apa kau mendengar sesuatu tentang itu ketika kau tinggal bersama Allen?”“Aku mencari tahu tentang itu,” aku Freesia.“Apa?” Nenek Freesia tampak terkejut. “Kenapa kau …?”“Aku bertemu dengan orang yang ada di lokasi kecelakaan malam itu,” sebut Freesia.Wajah nenek Freesia seketika pucat. “Apa maksudmu? Bagaimana kau bisa …? Tidak. Bagaimana kau bisa tahu siapa yang ada di lokasi kecelakaan itu?” berondong nenek Freesia, khawatir.“Sebelum aku hilang kesadaran, aku ingat ada seseorang yang mengecek kondisiku. Dan dia membiarkanku hidup sebagai peringatan untuk Nenek. Meski … aku tak tahu apa maksudnya …” urai Freesia.Nenek Freesia tampak semakin pucat dan lemas. “Kau … di mana kau bertemu orang itu?” Suara nenek Freesia bergetar.“Di pesta ulang tahun salah satu anggota keluarga Woodz,” jawab Freesia. “Rod Bennet. Dan aku yakin, orang
“Allen.” Panggilan itu datang dari Val yang baru saja masuk ke ruang penyiksaan tempat Allen berada.Allen mengusap cipratan darah di mata yang menghalangi pandangannya dan menoleh pada Val. “Dia belum mati,” Allen berkata pada Val sebelum Val memprotesnya.Val mendengus tak percaya. “Jika aku jadi mereka, aku pasti lebih berharap mati,” balasnya. “Jadi, kau mendapatkan sesuatu?”Allen mendecak frustrasi sembari menggeleng. Ia pergi ke sisi ruangan dan bersandar di sana, sementara Val memeriksa kondisi orang yang menjalani penyiksaan barusan.Allen memastikan dia tidak membunuh semua orang yang terlibat dalam penyergapan dalam perjalanan pulang Freesia ke rumah neneknya. Dia tidak berharap banyak. Jika tidak bisa mendapatkan kesaksian dari mereka, Sean akan mencari bukti untuk memastikan mereka bisa berguna sebagai senjata untuk menjatuhkan Rod Bennet. Bahkan meski Allen harus menyeret setiap keluarga dan kerabat mereka ke dalam perang ini.Allen kemudian mendengar Val berbicara pada
Freesia tak bisa untuk tak merasa bersalah ketika neneknya tak pernah lagi datang ke kamarnya setelah percakapan terakhir mereka. Neneknya mungkin marah dan kecewa karena Freesia menyalahkannya. Tak seperti Freesia, neneknya pasti merasakan kehilangan yang lebih besar. Karena itu, kebencian neneknya pada keluarga Woodz pastilah tidak kecil.Meski begitu, Freesia tak bisa menutup mata dari apa yang neneknya lakukan pada anggota keluarga Allen dan Lily. Freesia benar-benar tak tahu apa yang harus ia lakukan dengan hubungan buruk keluarganya dengan keluarga Allen. Terlebih, ia sekarang tahu, Allen hanya memanfaatkannya untuk balas dendam pada neneknya.Freesia tersenyum getir. Meski begitu, Freesia tak bisa mengingkari, di samping pria itu, Freesia benar-benar merasa bahagia. Ia merasa bersalah pada orang tuanya karena memilih keluarga Woodz, tapi ia berjanji akan mengungkap kejahatan Rod Bennet. Setidaknya, Freesia tidak akan melawan Allen dalam kasus ini, mengingat hubungan buruk pria
“Aku tidak ingin membebanimu lebih dari ini, jadi aku akan menceritakan semua tentang hubungan keluarga kita dan keluarga Woodz pelan-pelan. Kuharap, itu bisa membantumu meringankan beban di hatimu.” Itu adalah apa yang dikatakan neneknya tadi pagi untuk menutup percakapan mereka.Freesia berterima kasih pada neneknya untuk itu. Bahkan meski ia ingin mendengar lebih banyak tentang hubungan keluarga mereka, tapi ia khawatir itu akan membebani pikirannya dan memperburuk kondisi kesehatannya juga janinnya.Meski begitu, setelah neneknya meninggalkan kamar Freesia tadi pagi, seharian itu Freesia tak bisa berhenti memikirkan tentang cerita neneknya. Tentang hubungan keluarga Woodz dan keluarga Martin sebelum ini. Dan Freesia tak tahu kenapa, tapi morning sickness-nya hari ini tidak separah sebelumnya.Freesia kembali menatap liontin pemberian neneknya yang masih ada di tangannya. Mungkin karena liontin ini. Setiap kali Freesia melihat liontin ini, ia merasakan kehangatan di dadanya. Dan se
“Dokter, maaf,” ucap Freesia ketika mereka sudah meninggalkan rumah keluarga Martin. Bahkan Dokter Abian menyetiri mobilnya sendiri ketika membawa Freesia keluar dari rumah itu untuk menghindari kecurigaan.“Freesia, kau tidak perlu meminta maaf. Ini adalah tugasku,” jawab Dokter Abian.Tidak. Mana mungkin hal seperti ini menjadi tugas seorang dokter?“Um … Dokter, jika nanti Nenek menghukum Dokter Abian atau bahkan memecat Dokter Abian, aku akan tetap memastikan Dokter Abian menjadi dokter pribadiku,” Freesia berkata.Dokter Abian terkekeh. “Melegakan sekali mendengar itu. Aku tidak bisa menolak penawaran menakjubkan itu.”Freesia menghela napas. “Kuharap Nenek tidak akan terlalu marah. Aku tahu dia pasti sangat khawatir, tapi aku tak punya pilihan lain.”“Ah. Sebenarnya, ada masalah apa, Freesia?” tanya Dokter Abian.Mengejutkan bagaimana Dokter Abian begitu percaya pada Freesia setelah sekian lama mereka tak bertemu, bahkan bersedia membantu Freesia tanpa perlu mendengar alasannya.
Beberapa minggu kemudian …“Mama!” Lily berlari masuk ke rumah dengan membawa selembar kertas di tangannya.Freesia yang menunggu di ruang tamu seperti biasanya, meski kali ini tanpa Leon yang masih tidur, tersenyum menyambut kepulangan putrinya itu.“Bagaimana sekolahmu tadi, Kakak Lily?” tanya Freesia ketika Lily mencium pipinya.“Mama, lihat ini!” Lily mengangkat selembar kertas yang dibawanya tadi dan Freesia bisa melihat gambar di sana.Freesia ternganga takjub melihat gambar dirinya di sana. Freesia yang duduk di kursi santai di tepi kolam renang rumah Allen. Dan itu adalah gambar Freesia yang sedang tertawa. Dari semua fiture Freesia di gambar itu, ekspresi Freesia tampak begitu jelas. Kebahagiaan yang dirasakan Freesia tergambar dengan baik di sana.“Aku dan Reyn menggambar ini bersama-sama,” Lily berkata.Ah … jadi ini ekspresi yang disukai anak-anak ini dari Freesia? Freesia memeluk Lily.“Terima kasih, Sayang,” ucap Freesia sungguh-sungguh.Lily terkekeh bangga. “Reyn bilan
“You’re impressive,” Brand berkomentar sembari mengawasi Lily dan anak-anak panti asuhan Alia bermain di kolam renang dari balkon lantai dua. Ah, ada satu lagi, anak yang menjadi sumber keresahan Allen saat ini. Anak seusia Lily yang bernama Reyn.“Yeah, indeed,” timpal Val. “Aku takjub Freesia masih menerimamu sebagai suaminya.”“Huh! Kalian belum merasakan saja jika kalian punya anak perempuan,” cibir Allen. “Anak itu bahkan sudah berani menggandeng tangan Lily …”“Kudengar, Lily yang menggandeng tangannya dulu. Jangan memutarbalikkan fakta dan membuat anak orang lain menjadi kriminal,” tegur Brand.“Jika Lily menggandeng tangannya lebih dulu, bukankah seharusnya dia melepaskan tangan Lily jika dia memang seorang gentleman?” balas Allen.“Freesia benar,” tukas Val. “Kau tak masuk akal. He’s a baby, Dude! A freaking baby!” Val terdengar frustasi.“Allen, jika kau terus bersikap seperti itu, kau akan merepotkan Freesia.”Brand, Allen, dan Val menoleh ke sumber suara yang berada di pin
Sejak dia bangun tadi, Lily tampak sangat bahagia. Tidak, lebih tepatnya, sejak Allen mengatakan jika dia akan mengajak Freesia dan Leon mengantarkan Lily ke sekolah. Allen sudah memberitahukan Freesia tentang situasi Reyn dan dia ingin Freesia menemui Reyn agar anak itu tidak terlalu waspada pada orang dewasa.Mungkin karena perlakuan orang-orang panti asuhan, anak itu terlalu waspada pada orang dewasa. Karena itu, dia selalu menolak bantuan guru-guru sekolahnya. Dia pertama kali membuka diri pada Lily yang berkeras menemaninya seharian kemarin.Ketika mereka tiba di sekolah Lily, Leon tertidur. Kepala sekolah Lily yang sudah dihubungi Allen dan menyambut mereka di gerbang, mengantarkan Freesia ke ruang kesehatan agar Leon bisa tidur dengan nyenyak di sana. Freesia memercayakan Leon pada dua pengasuh dan dua pengawal sebelum dia pergi ke tempat Lily dan Reyn berada. Sementara, Allen pergi ke ruang kepala sekolah untuk membicarakan masalah panti asuhan Reyn dengan pihak sekolah.Salah
Lily baru masuk ke ruang kelasnya ketika melihat salah satu teman sekelasnya didorong temannya yang lain hingga jatuh terjengkang ke belakang.“Jangan dekat-dekat! Bajumu jelek!” hardik Lucy yang mendorong teman sekelas Lily yang lainnya tadi.Lily bergegas menghampiri Reyn, anak laki-laki yang didorong Lucy hingga jatuh tadi. Reyn adalah anak yang baru masuk beberapa hari terakhir ini. Dia adalah anak dari panti asuhan. Dia masuk ke sekolah ini sebagai murid beasiswa. Lily dengar, salah satu guru kesenian di sekolahnya melihat kemampuan menggambar Reyn dan menawarkan beasiswa untuk Reyn.“Kenapa kalian jahat sekali pada Reyn?!” tegur Lily.“Lily, kau jangan dekat-dekat dengan dia! Kau tidak lihat bajunya? Jelek dan kotor. Bajumu bisa ikut kotor!” Lucy heboh.Memang yang dikatakan Lucy tidak salah tentang baju seragam Reyn yang jelek karena warnanya pudar dan kotor karena noda yang tidak hilang meski telah dicuci. Sepertinya itu seragam bekas. Namun, dia tidak harus mengatakannya deng
Beberapa bulan kemudian …Pintu kamar tidur Allen dan Freesia terbuka lebar dan Lily yang sudah memakai seragam sekolah, menghambur masuk sembari berseru,“Selamat pagi, Mama, Papa, Leon!”“Selamat pagi, Kakak Lily,” Freesia yang duduk bersandar di kepala tempat tidur sembari menyusui putranya, Leon, membalas sembari tersenyum.“Lily, jangan ganggu adikmu,” Allen mengingatkan Lily.“Papa, kapan aku mengganggu Leon?” protes Lily sembari melepas sepatu sekolahnya dan naik ke tempat tidur.Bahkan setelah dia memprotes peringatan Allen, dia langsung menciumi pipi Leon yang sedang menyusu. Akhirnya, seperti biasa, Leon mulai risih dan merengek.“Lihat itu, kau mengganggunya!” tuding Allen.“Aku hanya memberinya ciuman selamat pagi,” Lily beralasan sembari mundur.Freesia hanya tersenyum geli sembari menenangkan Leon. “Leon sepertinya masih mengantuk. Nanti setelah dia tidur, kita sarapan bersama, ya, Kakak Lily?”“Ya, Mama,” jawab Lily riang.Setelah Leon tertidur, Allen memindahkan Leon k
“Mama masih sedih?” tanya Lily dengan nada sedih.Freesia tersenyum dan menggeleng. “Maaf, Mama membuatmu khawatir,” sesalnya.Lily menggeleng. “Mama jangan sedih lagi. Kan, Mama sudah bilang sendili, aku bisa belmain ke lumah itu lagi kapan pun aku ingin. Itu belalti, Mama juga bisa pelgi ke sana kapan pun Mama ingin.”Freesia tersenyum sendu dan mengangguk. Padahal ia yang mengatakan itu pada Lily, tapi justru Freesia yang bereaksi seperti ini. Lily bahkan tak menangis ketika berpisah dengan orang-orang rumah Allen tadi. Namun, justru Freesia yang menangis. Val bahkan menertawakan Freesia hingga Lily mengomelinya dan mereka berdebat sampai detik terakhir perpisahan mereka tadi.“Lily benar, Freesia,” ucap Allen sembari merangkul Freesia. Pria itu duduk di sebelah kanan Freesia. “Aku tak tahu apa yang membuatmu sesedih itu ketika rumah itu penuh dengan aturan yang tak bisa memberi kau atau Lily kebebasan.”“Tapi, itu adalah rumahmu, Allen,” Freesia berkata. “Aku tahu, kau punya banya
“Aku akan mendukung rencana kalian mengambil alih perusahaan keluarga Martin,” Brand berkata. “Dan kurasa, Mary juga pasti tidak akan keberatan dengan itu. Well, jika itu untuk cucunya, dia akan memberikan apa pun.”“Kau … mengenal nenekku?” Freesia tampak terkejut.Brand tersenyum. “Aku banyak belajar dari Mary tentang bisnis.”“Oh …”“Dia juga pernah memintaku untuk membantu cucunya jika suatu saat dia tertarik dengan bisnis keluarganya,” lanjut Brand.Freesia tersenyum sendu. “Aku benar-benar … sudah tidak adil pada nenekku,” ucapnya. “Aku selama ini selalu berpikir jika dia hanya memaksaku melakukan hal yang tak kuinginkan. Tapi, aku sekarang sadar, dia melakukan semua itu benar-benar untukku. Karena seandainya orang tuaku masih ada … dia hanya ingin aku melakukan apa yang kuinginkan.”Brand mengangguk. “Nenekmu punya impian untuk menghabiskan waktu tuanya bermain denganmu,” Brand berkata.Freesia mengernyit dan tampak akan menangis.“Aku tahu kau sudah salah paham tentang nenekmu
Ketika Lily tidur setelah makan siang, Allen mengajak Freesia ke ruang kerjanya karena Brand ingin bicara dengan mereka. Freesia tidak tahu banyak tentang Brand selain jika dia adalah kakak sulung Allen dan dia adalah bos di rumah ini sebelum Allen.Tunggu. Bagaimana jika Brand tak menyetujui hubungan Freesia dengan Allen? Dia mungkin akan memberi Freesia uang untuk meninggalkan Allen. Tidak, tidak. Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Freesia juga sedang hamil anak Allen.Jika bukan itu … apa dia akan memarahi Freesia? Itu masuk akal. Mengingat bagaimana tadi pagi mereka semua berjemur di tepi kolam renang sambil mendengarkan lagu anak-anak. Meski ayah Allen sepertinya tak keberatan dan menikmati waktu bersantai mereka tadi, tapi Freesia tak tahu bagaimana reaksi Brand. Pria itu juga tak banyak bicara sepanjang pagi tadi.“Um … Allen,” panggil Freesia dalam perjalanan ke ruang kerja pria itu.“Kenapa, Freesia?” tanya pria itu.“Kakakmu itu … dia orang yang bagaimana?” tanya F
Freesia terkejut ketika melihat seorang pria yang tak dikenalinya ada di ruang makan saat ia masuk ke sana bersama Allen dan Lily untuk sarapan. Pria itu memakai topeng setengah wajah yang menutupi bagian mata kanan hingga pipinya. Lily yang juga tampaknya terkejut, menarik-narik ujung baju Freesia.Freesia menoleh dan mendapat Lily sudah bersembunyi di belakangnya. Reaksinya nyaris sama dengan saat ia bertemu ayah Allen. Freesia sudah akan menggendong Lily, tapi lagi-lagi Allen bergerak cepat dan menggendong anak itu lebih dulu.“Itu Brand,” Allen menyebutkan.Brand? Brand, kakak Allen? Namun, bukankah dia sudah …?“Bland?” tanya Lily.“Ya,” jawab Allen. “Dia kakakku. Jadi, dia adalah ommu.”“Om?” Lily mengerutkan kening. “Apa dia … kelualgaku?”Allen tersenyum kecil. “Ya. Dia keluargamu.”“Whoaaa …” Lily ternganga takjub. “Kelualgaku beltambah lagi. Setelah nenek, kakek, sekalang aku punya om!” Lily terkekeh.Freesia memperhatikan ekspresi sendu Brand yang tertuju pada Lily. Jadi …