“Mas, buka.” Pintu mobil dikunci oleh Dilan, sehingga Desya tak bisa keluar.“Yang benar saja. Saya bisa di marahin habis-habisan oleh Bapak dan Ibu jika membuatkanmu keluar, ada-ada saja kau,”Dilan akhirnya membuka mulutnya. Membuat Desya tersenyum kemudian duduk kembali pada posisinya semula.“Nah begitu dong rese, kalau tidak seperti itu bukan Mas Dilan namanya.” seru Desya membuat Dilan menjadi tersenyum dan akhirnya rasa kesalnya menjadi cair dan tidak memasang wajah jutek lagi seperti tadi.*****“Hei, anak-anak Ibu sudah pulang. Bagaimana Desya pekerjaanmu di hari pertama ini?” Bu Ratna menyambut hangat Desya dan Dilan.“Menyenangkan sekali Bu, Desya mendapat pengalaman dan tantangan baru.” ungkap Desya semangat.Terlihat Rangga hanya diam dan duduk di ruang tamu dengan kunci mobil yang masih ia genggam.Melihat Ibu dan anak perempuannya melepas kerinduan setelah seharian tidak bertemu.“Wah, pasti kamu dapat teman-teman yang menyenangkan, saya dengar Agung juga membuka kedai
“Irma?” Rangga mengernyitkan dahi memikirkan wanita yang baru saja pergi dengan lelaki bertato itu. “Apa mungkin wanita itu Irma? Ku sama sekali tak melihat wajahnya. Tapi, ia sedang hamil dan rambutnya persis seperti Irma,”“Sudah Pak,” ucap seorang Ibu penjual bensin.“Terima kasih,” Rangga memberikan uang satu lembar ratusan ribu kemudian pergi, tanpa ia menghiraukan penjual yang berteriak kembalian kepadanya.Dengan langkah yang mulai lemas, dan hati yang mulai cemas, Rangga akhirnya sampai di lokasi mobilnya berada. Ia segera memasukan bahan bakar itu ke dalamnya tak peduli banyak yang berceceran keluar karena tak ada corong. Bergegas Rangga menyalakan mobilnya dan menuju rumah Irma.“See you, mmmuach!” seorang lelaki dengan tato di tangan kanannya mengucapkan selamat tinggal dengan kecupan mesra di bibir Irma. Benar, wanita yang Rangga lihat keluar Bar bersama seorang lelaki bertato itu adalah Irma.“Cepatlah pergi sebelum calon suamiku datang!” ucap Irma dengan nada yang lema
“Aduh, huhuhu sakit sekali.” ucap Nisa, ia memegang wajahnya seolah kesakitan. Desya menatapnya bingung.“Kamu kenapa Nisa ?” tanya Agung yang kemudian mendekat.“Desya memukul wajahku, ia iri dengan kecantikanku, ia tak mau kalau Pak Agung tertarik denganku makanya dia ingin aku jelek.”Desya menggelengkan kepalanya cepat. “Benar seperti itu Desya?”Desya melihat ke pojok atas ruangannya lalu menunjuknya. “Silahkan periksa cctv jika memang saya terbukti bersalah, saya akan terima apapun hukumannya. Tapi jika tidak terbukti, Pak Agung harus tindak tegas juga pemfitnah ini, Silahkan.Dengan nada santai, Desya begitu yakin bahwa ia tak akan bersalah karena ia tak merasa melakukan apapun.Mendengar itu, Nisa ketar ketir ia justru menangis dan kemudian mencari perhatian Agung.(“Sial! Kenapa aku bertindak seceroboh ini? Aku lupa bahwa ada cctv! Bagaimana jika Desya tidak terbukti bersalah? Malu dan pasti Pak Agung akan marah denganku atau justru aku akan dipecat?”) batin Nisa yang terli
Desya menoleh ke arah suara itu, hampir saja ia merespons dengan mengucapkan nama Dilan dan senyumnya yang tiba-tiba saja berubah saat melihat seseorang di belakangnya. “Saya antar pulang ya,” ucap lelaki itu.“Tidak perlu Pak, saya sudah pesan ojek.”“Oh ya? Bisa di cancel saja,”Desya menggelengkan kepalanya.“Kasihan Pak, saya tahu bagaimana senangnya Driver ini saat mendapat orderan, dan saya tidak mau menghancurkannya dengan membatalkan pesanan saya,”“Bijak sekali, oh ya kenapa Kakakmu tidak datang kesini?”“Mas Dilan? Saya juga tidak tahu, oh ya itu ojek saya sudah datang, saya pulang dulu Pak permisi.“Desya melambaikan tangan dan tersenyum sebelum kemudian ia pergi.Di tengah perjalanan dengan guyuran hujan yang deras, Desya melamun menatap ke arah luar jendela mobil yang ditumpanginya itu. Ia begitu penasaran dengan apa yang terjadi pada Dilan. Mengapa ia menghilang tak ada kabar?(“Mas Dilan kenapa ya? Apakah dia marah denganku? Tapi aku tidak merasa berbuat kesalahan pada
“Mas Dilan dimana Bu?” Desya mengulangi pertanyaannya. Dadanya mulai sesak melihat ekspresi wajah wanita itu. Bu Ratna begitu berat membuka mulutnya lagi. Ia hanya memandang Desya dalam kepanikan dan membuatnya bingung.“Desya, mari duduk.” Pak Rehan memanggil Desya yang masih berdiri menunggu jawaban Bu Ratna. Desya duduk diikuti Bu Ratna yang masih dengan wajah yang bimbang.“Sya, maaf kalau kita baru kasih tahu kamu sekarang. Alasan kami pergi hari ini karena hal yang tak di duga.”“Maksudnya apa Pak? Katakanlah,” Desya mulai susah mengatur nafasnya. Ia merasa kecemasan mulai menyerbunya. Membuat seluruh badannya dingin dan jari-jarinya kaku. Ia sangat takut terjadi sesuatu yang buruk dengan Dilan.“Tenanglah Desya,” Bu Ratna mengelus pundak Desya menenangkan Desya yang tampak lemas dan pucat.“Mas Dilan baik-baik saja kan? Ayolah cepat katakan.”“Iya Sya, Dilan baik-baik saja. Kami baru saja mengantarnya ke Bandara.”Desya mematung. Nafasnya seolah berhenti. Ia tak bisa mencern
“Cantik sekali,” gumam Desya seraya memandangi dirinya sendiri di depan kaca saat memakai gaun merah itu.“Tunggu sebentar, berarti Mas Dilan hendak memberikan gaun ini untuk seseorang yang akhirnya meninggal sebelum ia memberikannya. Kasihan sekali, pasti Mas Dilan sangat sedih. Dan wanita itu mungkin punya hubungan spesial dengan dirinya.”Desya tak henti-hentinya memuji gaun yang dipakainya. Sebuah gaun mewah namun terlihat anggun, berwarna merah marun dengan hiasan bunga mawar kecil di antara dada hingga membuat kesan sexy dan menawan. Cocok sekali dipakai oleh Desya yang berkulit putih langsat dan wajahnya yang manis.“Sudah pukul delapan, undangan di pukul sepuluh, belum macet di jalan.” dengan segera, Desya meraih sepatu berwarna silver dengan pernik glitter yang membuatnya semakin terlihat mewah. Ia keluar dari kamarnya kemudian berpamitan dengan Bu Ratna saja, Pak Rehan sepertinya tidak ada di rumah.“Bu, Desya berangkat dulu ya,” Bu Ratna tampak begitu kagum melihat Desya me
Dengan senyum yang menawan, ia menuju ke arah Desya yang juga terkejut melihatnya. Air mata Desya menggenang nyaris terjatuh ia tersenyum pada Dilan yang menghampirinya. Desya ingin menumpahkan tangisnya saat ini namun ia bingung dengan perasaannya yang sedih bercampur haru bahagia bahwa Dokter aneh itu kembali.Dilan pun tampak terpukau melihat kecantikan Desya memakai gaun yang dulunya akan ia berikan untuk seseorang yang sangat ia cintai.“Can i borrow your mic?” Dilan meminta Microfon yang Rangga pegang. Rangga dengan tatapan yang masih heran dan tak menyangka memberikan mic itu begitu saja.“Congratulation, Happy wedding for Mr. Rangga and Wife,” Dilan menatap santai Rangga yang hanya terdiam.“Perkenalkan semua, saya Dilan saya datang kesini bukan karena diundang, namun saya tidak bisa membiarkan wanita cantik bergaun merah ini pergi sendiri karena akan sangat berbahaya jika ia bertemu lelaki macam mantan suaminya yang kejam.” ungkap Dilan dengan senyum santainya melihat ke ara
“Sya, bagaimana jika aku traktir kamu es krim di food street waktu itu?” Dilan mencoba mengalihkan perhatian Desya tentang rencananya pergi.“Boleh Mas,” Desya mengangguk semangat, ia masih tetap seperti seorang anak kecil meskipun statusnya itu janda.Tiba-tiba saja sebelum mereka hendak pergi, seorang lelaki datang menghampiri mereka. Tak asing rupanya, lelaki bertubuh tegap dan berwajah manis dengan kacamata itu ternyata adalah Agung.“Dokter Dilan, Desya, senang bertemu kalian disini.” ucapnya dengan senyum ramah seperti biasanya. Namun tak seperti biasa, justru Dilan tampak berubah wajahnya dan menjadi lebih dingin.“Pak Agung, senang bertemu anda disini.” ucap Dilan singkat.Agung meminta izin untuk duduk bersama mereka. Meskipun ia sudah merasakan ada yang berbeda dari Dilan terhadapnya.“Desya, ternyata acara kita di tempat yang sama ya, tahu seperti ini semalam kita rencanakan datang bersama,”Desya tersenyum namun matanya mengarah ke Dilan yang merasa kurang nyaman dengan p