Pak Agung menatap Dilan serius, sepertinya Dilan ingin membicarakan sesuatu yang penting.“Silahkan, apa yang ingin Pak Dilan katakan?”“Jadi, sebenarnya Desya belum sepenuhnya sembuh, anda ingat saat saya datang kesini bersama Desya membeli obat untuk dia?”“Ya, ingat” Pak Agung menatap Dilan seksama, “Itu karena mentalnya sedang terguncang, dan pagi tadi dia mengalami gejala yang sama. Saya takut kalau dia bekerja, dia stres, dan akhirnya kambuh lagi.”ucap Dilan khawatir.“Kalau soal itu, Pak Dilan tenang saja. Disini ada saya, dan rekan-rekan yang lainnya. Kami akan briefing agar mereka juga bisa memberi support untuk Desya dan tidak ada yang mengganggunya.”“Kalau memang begitu, saya menjadi lebih tenang. Saya percayakan Desya yah Pak, jaga dia selagi berada disini.”Dilan begitu serius, Pak Agung pun tersenyum seolah ingin mengetahui ada apa sebenarnya antara Dilan dan Desya.“Pak Dokter ini perhatian sekali dengan Mba Desya, ada hubungan spesial ya?” ejek Pak Agung dengan senyu
“Orang hamil boleh makan pedas asalkan dalam batasan wajar, jika berlebihan akan membuat lambung perih dan meningkatkan morning sickenss atau mual. Jadi, jika ibu nya mau makan pedas tidak apa-apa kok. bayi nya tidak akan merasakan pedas seperti yang ibu ini rasakan.” Dilan mencoba menjelaskan dengan Irma dan Rangga yang hanya bengong mendapati Dilan dan Desya yang juga berada di tempat itu.Mata Rangga tersita pada tangan Dilan yang menggenggam erat Desya. Seolah ingin menampiknya namun dirinya juga tengah bersama Irma. Lagipula mereka sudah resmi bercerai.“Tidak usah ceramahi kami. Aku tahu kau seorang Dokter tapi aku tak butuh penjelasanmu. Kami sanggup konsultasi ke Dokter yang lebih hebat kalau kami mau, uang kami banyak!” Rangga mencoba mengejek Dilan dengan tingkah tengilnya yang mengesalkan.Irma dan Desya hanya menyaksikan perdebatan kecil Rangga dan Dilan.“Terserah anda Mas, setidaknya saya sudah memberikan pengertian pada CALON IS..TRI anda yang SEDANG HAMIL bahwa makan p
“Anak kecil,” ucap Dilan seraya mengusap pipi Desya yang penuh dengan sisa cokelat.Desya seolah ingin menjadi batu atau apapun itu asalkan dia bisa menghilang dari pandangan Dilan. Desya merasa sangat malu.(“Oh syukurlah, orang ini tidak menciumku! Aku seperti mau mati rasanya. Melihatnya begitu dekat membuatku tak karuan, tapi aku sangat malu, pasti dia tahu bahwa aku berpikir yang tidak-tidak,”)batin Desya bergejolak, Desya benar-benar ingin berlari.Sementara Dilan hanya tersenyum jahil dan terus mengejek Desya yang cara memakannya masih seperti anak kecil itu.“Ini memang cara makannya seperti ini, kalau makan rapi rasanya beda.” ucap Desya gugup.“Oh ya? Benarkah? Beri aku satu buah,”Dilan mengambil satu buah cemilan dan memakannya seperti Desya memakan itu dengan berantakan. Desya melihatnya dengan menahan tawa.“Kurang berantakan Mas,” Desya menorehkan cokelat cokelat itu di wajah Dilan hingga Dilan benar-benar belepotan. Dilan tak mau diam saja dia juga membalas perbuatan
Rangga menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya. Tampak seorang wanita paruh baya memasang wajah penasaran berdiri tepat di belakangnya.“Ibu,” Rangga menundukkan wajahnya ke lantai kemudian Ibu Rangga melangkah dan duduk di ranjang kamar itu.“Ibu tanya sekali lagi, apakah kamu masih mencintai Desya?”Rangga terdiam, benaknya berantakan entah apa yang ia rasakan saat ini.“Tidak, Rangga hanya mencintai Irma, lagipula Irma sedang mengandung anak Rangga, cucu Ibu, dan sebentar lagi kami akan menikah bukan?”Rangga mencoba tersenyum lebar meskipun hatinya sedang tak karuan entah apa yang tiba-tiba saja mengganggunya.“Baguslah kalau begitu, Ibu hanya ingin berpesan jangan kamu ingat-ingat lagi kenanganmu dengan wanita mandul itu, fokuskan pada keluarga barumu nanti, oh ya ibu minta di transfer lima puluh juta.”“Hah? Untuk apa Bu? Kemarin baru Rangga transfer tiga puluh juta apakah sudah habis?”“Ibu mau DP untuk vendor make up, catering, dan beberapa keperluan untuk pernikahan ka
“Bu Ratih?” Dilan juga terkejut dengan keberadaan Ibu Ratih di rumah itu.“Mari Dok, Silahkan duduk. Ada perlu apa ya dok?”“Saya kesini mau bantu Desya mengemasi barang-barangnya.”“Desya? Sebentar, Dokter kenal dengan mantan menantu saya?” Bu Ratih tampak kembingunhan dengan kebetulan yang terjadi.“Oh Ibu ini ibunya Mas Rangga?”“Iya, dokter ini siapa ya Desya? Atau pacar barunya Desya?”Dilan tertawa kecil lalu menjelaskan diri dengan Bu Ratih.“Saya ini anaknya Pak Rehan, dan Desya ini adik angkat saya,”“Apa? Kamu anaknya Rehan?”Bu Ratih masih tampak syok kemudian Desya yang mendengar gemuruh langsung keluar dari kamar pembantu dan menanyakan apa yang terjadi.“Ada apa ini?” ucap Desya heran.“Tidak ada apa-apa Sya, jadi Bu Ratih ini beberapa hari lalu sempat bertemu saya. Saat beliau pingsan karena serangan jantung ringan. Lalu saya menolongnya.”“Oh, begitu.” ucap Desya cuek lalu masuk kembali untuk merapikan baju-bajunya.Bu Ratih tampak bingung, entah apa yang akan dia ucap
“Desya …”Dilan mendekat lagi, wajahnya tampak serius. Desya hanya bisa melihatnya dengan rasa gugup akankah lelaki itu akan menyatakan cintanya?. Sore hari yang membingungkan. Dilan duduk berjongkok di bawah Desya. Dengan bunga mawar merah ditangannya kemudian memandang lekat wajah wanita itu. Dan,“Des …” Bu Ratna yang baru datang memanggil Desya. Sontak mereka berdua gugup dan salah tingkah. Bu Ratna mengernyitkan dahinya lalu tersenyum curiga.“Bu, Desya memetik bunga mawar Ibu, lihatlah.”adu Dilan pada Ibunya, yang sebenarnya hanyalah sebuah cara untuk mengalihkan perhatian Ibunya terhadap apa yang telah ia lihat barusan.Bu Ratna memandang bunga mawar yang Mekar sempurna di pangkuan Desya lalu mendekatinya.“Benar Desya?” tanya Bu Ratna dengan wajah serius. Desya sangat takut bahwa Bu Ratna akan memarahinya, karena bunga mawar ini adalah tanaman kesayangannya.“Tidak Bu,” ucap Desya gugup.“Dilan bilang kamu yang memetiknya, kamu tahu kan ini bunga kesayangan Ibu. Ibu marah seka
“Sebenarnya kenapa Irma?” tanya Rangga penasaran.“Aku sudah berhenti bekerja.” Wanita itu memasang wajah manja seperti biasa. Penuh harap bahwa Rangga akan memakluminya. “Loh kenapa, apakah kamu mau jadi pengangguran seperti Desya?”Rangga menjadi kesal. Rupanya Irma memilih untuk berhenti bekerja karena ingin menjadi ibu rumah tangga, merawat anaknya sepenuh hati dan penuh waktu bersama Rangga dengan menikmati uang hasil rampasannya.“Apa aku berbuat kesalahan?” Rangga terdiam, ia melirik perut wanita itu yang sudah mulai berisi, wajahnya tembem dan terlihat bajunya sudah meletet karena perubahan berat badannya yang naik drastis selama kehamilan.“Kenapa kau diam Mas?”“Tidak, terserah kamu kalau mau berhenti. Oh ya aku berangkat kerja dulu ya,” Rangga lalu berdiri dan hendak meninggalkan Irma sendirian tanpa ritual cinta seperti saat masih bersama Desya.Irma menyodorkan tangan kanannya kepada Rangga untuk bersalaman. Terlihat Rangga yang begitu cuek dan banyak pikiran itu meneri
“Sebenarnya?” Agung mengernyitkan dahinya penasaran.Dilan tak mungkin mengatakan bahwa ia yah tega meninggalkan Desya bekerja. Ia ingin selalu berada di dekat Desya agar ia bisa menjaganya.“Sebenarnya saya lupa, saya ingin beli roti di kedai anda untuk ibu saya, ia sangat menyukai roti.”Dilan mencoba mencari alasan.“Oh, itu saya kira ada apa, ya sudah mari ikut saya ke kafe.”Agung mengajak Dilan berjalan ke kafe samping apotek. Dilan melihat seisi ruangan yang begitu aestetik. Membuat setiap mood yang datang menjadi bagus. Harum vanila dan kopi yang menjadi aroma terapi pagi itu cukup menggoda perut.Agung membawakan dua bungkus bag Kerta berisikan penuh roti dengan berbagai rasa. “Ini untuk Ibu Ratna, sampaikan salam saya untuk Pak Rehan dan ibumu ya.”“Berapa ini?”“Tak usah, ini saya berikan cuma-cuma untuk mereka.”“Tapi…”“Sudahlah, tak usah membayarnya ya.”Dilan merasa tak enak hati namun Dilan harus menerimanya dan mengucapkan terima kasih kepada Agung sebelum ia pergi.