“Ternyata obat perangsang ini manjur juga!” Rangga tertawa kecil, melihat istrinya yang mulai menggeliat seperti cacing.Dilihatnya Desya yang tengah bertarung dengan bisikan setan. Desya membuka matanya setelah beberapa saat, merasakan sangat aneh pada tubuhnya. Desya sedikit sadar bahwa dirinya tengah dalam pengaruh obat. “Pergilah Rangga!” umpat Desya lemah“Sayang, kamu adalah istriku. Sekarang kamu harus memberikan aku kebutuhan itu, mengerti!”“Tidak, pergilah!” Desya masih terus menolak Rangga yang mencoba mendekatinya. Rangga tak menghiraukan Desya, dirinya tengah sibuk dan tak sabar melihat Desya dengan segala kecantikannya yang sangat dia rindukan.“Aku benci kamu Mas, pergilah,” rintih Desya yang lagi-lagi tak Rangga hiraukan.“Ternyata kamu secantik itu istriku, dan semua tampak lebih bagus dari sebelumnya” ungkap Rangga setelah melepas semua yang Desya kenakan.Desya tampak kebingungan dirinya tengah merasakan sesuatu yang begitu aneh. Rangga langsung menerkam daging y
“Desya. Buka pintunya!” Rangga mengetuk pintu kamar pembantu yang ada Desya di dalamnya.Desya tampak kebingungan, bagaimana caranya agar dia bisa pergi dari rumah itu. Dia tak mau lagi melayani suaminya. Apalagi, Desya sudah mantap menggugat cerai Rangga melalui Pak Rehan.“Buka sayang,”Desya tetap diam tanpa kata. Dirinya takut Rangga menjadi seperti saat tadi. Rangga terus mengetuk pintu itu hingga Desya merasa terganggu dan kemudian membukanya.“Ada apa!” pekik Desya“Tolong jangan seperti ini, aku butuh kamu Sya.”“Apa maumu? Bukankah kalau sudah punya Irma? Biarkan aku sendiri tolong aku sudah cukup sakit hati dengan pengakuanmu!”“Aku ingin kamu tinggal disini menjadi istriku seperti dulu, jangan ada yang berubah.”“Kamu yang berulah Mas, kamu yang buat semuanya kacau! Jika kamu memang sudah memutuskan untuk selingkuh, silahkan lanjutkan pilihan itu tapi ingat jangan pernah kamu bawa aku masuk, aku tak sudi hidup berdampingan bersama para pengkhianat!”“Tega sekali kau berbica
“Desya kecil dan … gadis ini mungkin kakaknya,”Rangga tersenyum dan menaruh buku itu kembali tanpa ingin tahu curahan hati Desya yang dia tulis. Dilan sadar dia tak berhak membuka privasi orang.Dilan kembali ke kamarnya, melihat ponselnya penuh dengan panggilan tak terjawab.“Chika?” Dilan memilih untuk mengabaikannya. Dia merasa bingung dengan apa yang akan dia katakan untuk Chika. *****Pagi itu tampak berbeda bagi Desya, dia berada di rumahnya lagi seperti dahulu. Hanya ada dia dan Rangga, tak ada lagi pengganggu namun, rasanya yang beda tak seperti dulu. Andai saja ia tak jatuh waktu itu, Rangga tak akan bertemu Irma, dan tak mungkin terjadi hal demikian. “Tapi mungkin memang Tuhan ingin aku tahu siapa sebenarnya Rangga,” ucap Desya lirih yang masih terduduk di tempat tidurnya. Kemudian dia membuka pintu dan berjalan ke kamar mandi, melihat seisi rumah yang sepi. “Lelaki itu tak akan bangun jam segini,” Desya menatap ke arah tangga dimana Rangga berada.Mengambil beberapa p
“Mbak, mobil yang mengikuti kita kecelakaan di lampu merah.” Sopir itu menghentikan mobilnya.Sontak Desya terkejut dan melihat ke arah Rangga.Mobilnya terbalik, ternyata saat akan melaju kencang mobil Rangga ditabrak oleh truk besar. Desya segera turun dan menghampiri Rangga.“Mas Rangga!” Desya melihat Rangga yang penuh darah dan tak sadarkan diri. Tak lama, ambulance datang dan mengevakuasi Rangga. Desya ikut masuk kedalam mobil itu duduk di sisi Rangga yang terbaring. Hatinya campur aduk, melihat Rangga yang bersimbah darah karena mengejarnya. Membuat Desya merasa bersalah. Tak terasa air matanya menetes, menggenggam erat tangan suaminya yang sudah tak berdaya.:” ini salahku Mas, seharusnya kamu tak mengejarku! seandainya kamu tak berselingkuh Mas, aku adalah orang yang paling menyayangimu selain ibumu.” batin Desya perih.Sampailah mereka di rumah sakit besar yang terdekat. Rangga dibawa masuk ke IGD oleh ora petugas rumah sakit dan Desya tetap mengikutinya.“Mbak, tunggu di l
“Mas, Dilan?” ungkap Desya.Dilan menoleh pada wanita itu kemudian melempar senyum seperti biasa.“Pak Rehan dirawat?”“Iya,”“Boleh aku menjenguknya?”“Mari, ikuti saya.” Dilan berjalan menuju ruangan Pak Rehan, diikuti Desya dibelakangnya.Terbaring sosok lelaki tua yang sudah Desya anggap seperti ayahnya sendiri. Bu Ratna yang mengetahui kedatangan Desya menyambutnya hangat seperti biasa dan memeluk Desya.Desya menangis, melihat kondisi Pak Rehan yang begitu lemah.“Kenapa Bu?” tanya Desya“Bapak hanya mengalami syok,” ungkap Dilan.Desya mendekati Pak Rehan dan seketika Pak Rehan membuka matanya. Menggenggam tangan Desya dan tersenyum tulus pada wanita yang sudah dia anggap sebagai anak perempuannya.“Kamu bagaimana bisa tahu Bapak dirawat disini?” “Sebenarnya, barusan Desya kebetulan bertemu Mas Dilan di kasir Bu.”“Loh, kamu sakit?”“Bukan saya, tapi …. Mas Rangga kecelakaan saat mengejarku pergi.”“Rangga? Lalu bagaimana dengannya?”“Dia sudah membaik, tadi sempat kritis kare
“Hai Chik?” Wanita bernama Chika itu yang menelpon Rangga. Desya tampak canggung dan merasa tidak enak dalam hatinya namun mencoba menahan emosinya yang tak dia pahami itu.“Where are you Dear?” ungkap Chika.:”Dear?, sudah pasti ini pacarnya Mas Dilan. Ternyata dokter aneh ini punya pacar juga,” Desya tersenyum dan melirik ke arah ponsel Dilan yang menampakkan wajah wanita.“Aku di mobil,”“Kapan kamu pulang?”“Tidak tahu,”“I’m so confused without you there Dilan! Please Come back!”Hachimmm!!! Desya bersin dan membuat Chika mendengarnya.“Who’s that?”Dilan menarik Desya ke pelukan Dilan kemudian tampaklah Desya dan Dilan di layar ponsel Chika.“Your sister?”“I’m sorry Chika, she is my girlfriend.”Chika tampak syok dan menutup teleponnya. Desya masih berada diantara lengan Dilan yang melingkar, merasakan hembusan napas Dikan dan mendengar degupan jantungnya yang berdebar begitu kuat. Sontak Desya langsung melepaskan diri dan menghindar dengan tingkah yang konyol.“Eh, kenapa ka
“Aku mau ke ruangan Pak Rehan, kamu tunggu disini ya!” Desya meninggalkan Rangga di depan ruangan.“Desyaaa …” sambut Bu Ratna hangat,“Bagaimana keadaan Pak Rehan?” Desya menaruh parcel buah di meja dan mengelus kaki Pak Rehan.“Lusa kami baru bisa pulang Sya, sebenarnya sudah cukup membaik tapi Dokter harus memantaunya lebih lama.” “Oh begitu, lalu Mas Dilan dimana?”“Dilan sedang ada di rumah, dia ada pekerjaan mendadak.”Mendengar gemuruh pembicaraan Bu Ratna dan Desya, pak Rehan pun membuka matanya dan tersenyum.“Desya, sudah lama kamu disini?”“Desya baru saja sampai Pak,”“Maaf ya Sya, Bapak belum bisa mengurus perceraian kamu dan Rangga.” ungkap Pak Rehan sedih.Rangga yang menguping pembicaraan mereka dari balik pintu sontak terkejut dan mengepalkan tangannya.“Kurang ajar! Desya mau menggugat cerai aku? Tidak bisa dibiarkan! lelaki itu harus musnah,” “Ya sudah, Desya pamit mau pulang dulu ya. Kabari Desya kali Pak Rehan sudah di rumah ya Bu,” Desya pun bersalaman dengan
“Bu Desya, bagaimana kabarmu?”“Lebih baik, tumben kamu menelpon saya? Kenapa tidak telepon Mas Rangga saja?”“Maaf Bu, sebenarnya saya hanya mau konfirmasi ada pengeluaran transfer ke rekening Pk Rangga sebesar lima ratus juta.”“Apa? Sebanyak itu ke rekening pribadinya untuk apa?”“Kalau itu saya kurang tahu Bu, saya hanya menjalankan SOP perusahaan jika ada transaksi lebih dari seratus juta harus ada konfirmasi ke Bu Desya, saya pikir Bu Desya mengetahui soal ini?”“Tidak. Oke, besok saya datang ke kantor. Oh ya, jika suami saya meminta dicairkan uang lagi tolong jangan diberi ya, hubungi saya.”Telepon tertutup, Desya tampak lemas dan lesu, mendengar cash yang cukup banyak untuk pribadi Rangga.“Kurang ajar! Lelaki itu sudah tak bisa dipercaya untuk memegang perusahaan. Lalu untuk apa uang sebanyak itu? Atau jangan-jangan….”Lamunan Desya berhenti setelah mendengar Rangga dan Irma yang sedang ngobrol di ruang tamu.“Aku akan sering menjengukmu Irma, hati-hati ya … aku kirim ke pons