“Dimana anda sembunyikan istri saya?” “Saya tidak menyembunyikannya.”“Lalu dimana istri saya?”“Istrimu?”“Ya, Desya istri saya,”“Bukankah yang di sebelahmu itu yang kau perlakukan seperti istri?”Rangga menoleh ke arah Irma yang sedang memegang perutnya yang mulai membuncit.“Nampaknya dia sedang hamil juga, apakah kalian sudah menikah secara sah? Atau jika belum akan saya laporkan perbuatan kalian ke lembaga masyarakat agar sanksi sosial kalian berjalan.”“Jangan sembarangan menuduh ya anda!” Tegas Rangga yang mulai panik terlihat dari keringat yang membintik di dahinya.“Sudah pergilah dari sini, kamu tak akan menemukan Desya disini,”Rangga merasa memang Desya tak berada di rumah Pak Rehan, dengan wajah yang penuh dendam Rangga melengos dan melangkahkan kakinya menuju mobil, kemudian pergi. “Mengerikan sekali ya Pak suami Desya itu,”“Makanya Bapak tak akan melepaskan Desya untuknya.”*****“Mas Dilan, apoteknya masih jauh?” Desya melirik Dilan yang sedang fokus menyetir mobil
“Ada apa ?” Dilan menengok ke arah dimana Desya melihat dua orang yang sedang duduk.“Tak apa Mas,” “Saya tahu kamu sedang ketakutan, coba ceritakan sedikit saja masalahmu agar saya bisa membantu.”“Mas Dilan …”“Ya,” Dilan menatap Desya penuh harapan bahwa Desya akan menceritakan semua.“Di sebelah sana ada dua orang pengkhianat. Yang lelaki adalah suamiku, dan di depannya wanita dia adalah sahabatku. Wanita itu seorang perawat yang awalnya menjadi perawat pribadiku saat kakiku cedera dan tidak bisa berjalan. Namun ternyata mereka melakukan sesuatu yang membuat aku sangat membencinya sampai wanita itu sekarang sedang mengandung anak dari suamiku sendiri. Kamu paham Mas ?”Dilan terperangah mendengar cerita Desya. Seakan tak percaya ada manusia-manusia yang kejam berhati binatang seperti itu. Namun inilah kenyataannya. Dengan respon yang cepat, Dilan menggenggam tangan Desya erat menatap wajahnya lekat dan melempar senyuman penuh kehangatan seperti biasanya.“Kamu hebat Desya! Kamu b
“Kamu ini kena gangguan lambung, jangan minum kopi dulu. Paham?” Desya mengangguk, dalam hatinya dia tersenyum dokter bawel ini benar-benar membuatnya kurus tak boleh makan ini dan itu. Tapi percayalah Desya, Pak doktermu sangat peduli dengan kesehatanmu. “Maaf sudah menunggu,” Agung datang dengan tas kertas yang berisikan obat dan diberikannya kepada Dilan. “Maaf saya periksa dulu ya apakah ada yang kurang.” Dilan melihat satu per satu obat itu dna menulis aturan minum kemudian di berikan kepada Desya. “Terima kasih Mas,” Dilan mengangguk tanpa sadar Agung tersenyum melihat keduanya, sangat cocok dan serasi namun mereka hanya sebatas Dokter dan pasien. “Oke kalau begitu kami pamit dulu ya, semoga suksesnya menular.” ucap Dilan dengan senyum andalannya. “Terima kasih banyak Pak dokter Mba Desya semoga lekas sembuh,” ***** “Dilan, Desya, sudah dapat obatnya?” Pak Rehan yang sedang duduk kemudian berdiri menyambut kedatangan Dilan dan Desya. “Sudah Pak, ini sebentar lagi D
“ Jeda satu Jam ya ❤️ ““Hah? Simbol apa ini? Tidak, tidak Dilan hanya memberikan semangat untuk aku Pasiennya. Tanda ini bukan apa-apa.” Lagi-lagi Desya menepis pikirannya, kemudian mengambil segelas air untuk minum obat itu.Dirinya membanting tubuh diatas kasur. Pikirannya makin kacau saat mengingat wajah Rangga dan Irma di kafe tadi. Ingin sekali menjambak rambut Irma dan memukul wajah Rangga. Benci, rasanya benci dan muak.“Desya, ayo makan nak.” panggil Bu Ratna dari balik pintu.Desya merasakan dirinya sangat mengantuk, namun dia harus berdiri dan menemui Bu Ratna.“Maaf Bu, nanti saja Desya habis minum obat jadi ngantuk deh ..” ucap Desya dengan sedikit tertawa.“Ih baiklah Desya, tapi nanti kamu jangan lupa makan ya. Ibu sudah masak banyak loh,”“Iya Bu, terima kasih ya,” ucap Desya ramah.Bu Ratna tersenyum dan pergi, Desya pun masuk lagi ke kamarnya dan berbaring untuk tidur.“Desya dimana Bu?” tanya Pak Rehan yang sudah duduk di meja makan bersama Dilan.“Desya kelihatan
“Wah siapa yang sudah masak, pagi - pagi begini ?”Bu Ratna melihat takjub meja makan yang sudah penuh dengan hidangan-hidangan lezat. Dilan dan Pak Rehan yang keluar dari kamarnya pun langsung menuju meja makan dan melihat menu yang tersusun rapi.“Dilan, kamu yang masak ini semua? Kan sudah Ibu bilang, biar Ibu saja …”“Bukan Dilan Ibu, justru Dilan juga terkejut sudah ada makanan sebanyak ini sepagi ini,”“Lalu apakah Desya?” Pak Rehan melihat ke arah kamar Desya yang masih tertutup. Kemudian melangkah menuju ruangan itu.“Desya?” Pak Rehan mengetuk pintu namun tak ada jawaban. Pintu tak terkunci, Desya tak ada di dalam kamarnya.Pak Rehan mencari ke sekeliling rumah namun tak menemukan Desya. Kemudian Pak Rehan kembali ke Dapur dengan hampa.“Desya tak ada di kamarnya,” ucap Pak Rehan.“Pagi-pagi begini kemana Desya, Ibu jadi khawatir.”Dilan diam namun dalam hatinya dia menyimpan beribu pertanyaan tentang dimanakah Desya.“Pak Rehan, Bu Ratna, Mas Dilan …”“Desya ! Dari mana saja
“Apa itu Desya?”Pak Rehan nampak penasaran dengan apa permintaan Desya.“Tolong bantu saya bercerai dengan Mas Rangga,”Mata Desya berkaca, seolah menahan sesuatu yang sangat menyakitkan. Mengingat semua kelakuan suami dan sahabatnya membuatnya merasa ingin berteriak sekencang mungkin.“Apakah kamu sudah yakin dengan keputusanmu?”“Hal apalagi yang membuat Desya harus bertahan dengan lelaki itu?”“Baik, Saya mengerti sekali dengan perasaanmu. Jadi besok akan segera saya proses pengajuan cerainya,”Pak Rehan tersenyum lega akhirnya Desya bisa melepaskan lelaki pengkhianat itu. Namun Desya masih dengan batin yang kacau. Logika yang bertengkar, otaknya mulai menampilkan film-film kenangan manisnya dengan Rangga namun, hatinya menganga menahan luka. “Aku bisa, aku pasti bisa melupakan semua itu. Mereka tidak pantas ada dalam hidupku. Sekarang adalah waktunya membuang mereka ke tempat sampah!” bisik Desya lirih dalam hatinya setelah Pak Rehan pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya.Desya
Lelaki itu terbelalak saat menyadari seorang wanita yang dianggapnya masih lumpuh ternyata sudah bisa berjalan dengan sempurna. Bahkan melihatnya pun penuh kagum akan kecantikan Desya yang menjadi sangat berbeda dari sebelumnya.“Apakah kamu Desya? Istirku?”Desya tersenyum sinis kepada Rangga.“Ternyata kamu sudah sembuh sayang, dan kamu tampak begitu memukau… akhirnya kamu sembuh juga. Mari sayang kita pulang ke rumah,” Dengan wajah yang penuh harap, Rangga mencoba membujuk Desya agar ikut bersamanya.Pak Rehan, Bu Ratna, dan Dilan hanya menjadi penonton drama Desya dan Rangga dari kejauhan. “Bagaimana kabarmu Mas?” “Aku baik-baik saja, aku sangat merindukanmu Desya. Aku mencarimu kemana-mana,”“Lalu bagaimana kabar sahabatku, maksudku selingkuhanmu,?”“Apa maksud kamu?”“Irma,”“Irma itu sahabatmu, dan apa maksudmu selingkuhan? Dia sama sekali tak ada hubungan apapun denganku. Desya, kamulah istriku tak ada yang bisa menggantikannya,”Desya nampak menahan rasa benci itu, rasanya
“Masuk … “Rangga meraih tangan Desya yang masih enggan untuk melangkah masuk ke rumah itu lagi.“Sayang,” ucap Rangga lembut.Desya memberanikan dirinya, sepertinya harus dia hadapi sendiri semua rintangan rumah tangganya. Dia tak perlu merepotkan keluarga Pak Rehan lagi.Desya menghela napasnya panjang mencoba kuat untuk sesuatu yang akan terjadi padanya.Rumah tampak sepi dan kosong.“Dimana Ibu dan Irma?” “Ibu sedang pulang menjenguk uwa yang sedang sakit untuk beberapa minggu kedepan. Sedangkan Irma sedang menjalani tes di rumah sakit baru karena dia akan dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar”“Oh … “Dalam hati Desya, bagaimana bisa Irma bekerja lagi sedangkan dirinya tengah hamil muda? Mengingat hal itu Desya menatap benci ke arah Rangga. Lelaki itulah yang menghamili sahabatnya sendiri dan berniat jahat terhadap Desya.“Kenapa ke ruang pembantu? Kamarmu sudah di atas kembali, naiklah.. akan ku buatkan minum.” Desya mengernyit. Ada apa ini? Kenapa Rangga begitu perhatia