Daren yang sedang dalam perjalanan pulang dari lokasi pembangunan merasa lega karena karyawannya yang mengalami kecelakaan tadi bukan kecelakaan yang besar. Dia sangat kesal kepada Siska kenapa tidak dia saja yang yang pergi sendiri mengurus masalah ini tadi. Tapi Daren juga tidak bisa menyalahkan Siska begitu saja. Mungkin karena tadi siang mereka panik makanya langsung pergi.
“Untung bukan kecelakaan besar. Kalau tidak, akan menambah masalah baru” kata Daren.
“Walaupun bukan kecelakaan besar tetap saja pekerja itu yang salah. Kenapa dia tidak berhati-hati saat bekerja. Apakah mereka tidak punya standar keamanan yang harus mereka jalankan saat melakukan pekerjaan?” jawab Siska yang kesal dengan orang yang kecelakaan itu karena merasa tidak berhati-hati.
"Sebelum bekerja biasanya para pekerja lapangan sudah di edukasi tentang Prorgam Keselamatan Kerja. Kenapa mereka masih ada yang kecolongan tidak menaati peraturan dan SOP yang telah dibuat. Jika terjadi kecelakaan kerja seperti tadiyang repot kan kita-kita juga" lanjut Siska lagi.
“Bagaimana pun juga dia terluka dalam melakukan tugasnya. Soal dia melanggar protocol keselamatannya itu bisa diserahkan sama penanggungjawabnya yang ada dilapangan. Bagaimana dengan biaya pengobatannya? Sudah diselesaikan apa belum?”
“Sudah pak boss, tenang saja. Semuanya sudah beres.”
Daren yang pergi menggunakan mobil Siska tadi siang meminta dia diturunkan di depan kantor saja. Dia bisa meminta tolong sama satpam perusahaan untuk mengambil mobilnya dari besment. Tapi entah kenapa perasaannya tiba-tiba tidak enak. Dia melihat ke Restoran di seberang jalan yang ada di depan kantor perusahaannya. Daren merasa tidak nyaman, dia ingin memastikan sesuatu.
Siska merasa kesal sendiri karena dia ditinggal begitu saja saat dia belum selesai berbicara. Dirinya melihat Daren berlari terburu-buru seperti dikerjar-kejar setan. Daren berlari sambil bergumam sendiri. Dia yakin kalau wanita yang ingin dia temui itu sudah pulang. Tapi entah kenapa dia ingin memastikan sendiri.
“Tidak mungkin dia masih menunggu. Ini sudah lebih dari 5 jam. Tidak…tidak… Pasti dia sudah pulang. Kecuali dia memang benar manekin seperti yang aku bilang” kata Daren yang ngos-ngosan.
Dengan sekuat tenaganya Daren berlari karena firasatnya mengatakan bahwa wanita itu masih di tempat itu. Betapa kagetnya Daren melihat seorang wanita yang sedang duduk sendirian seperti menunggu seseorang. Tapi dia tidak yakin itu orangnya.
Mana ada orang yang masih menunggu sementara waktu pertemuannya sudah dibatalkan. Dia masih melihat wanita itu duduk dengan posisi kepala tertunduk. Daren mendekati wanita yang di depannya itu sambil memanggil wanita itu dengan ragu-ragu.
“Safira…?”
Sejenak keheningan terjadi diantara mereka. Wanita yang di depannya itu perlahan mengangkat wajahnya dan melihat perlahan ke arahnya.
“Apakah benar namamu Safira yang hari ini ada janji untuk pertemuan di sini?”
“Iya benar."
Safaira hanya menjawab sesingkat itu. Itulah salah satu ciri khasnya dia, orangnya pendiam, tertutup, dan menjawab pertanyaan seadanya saja.
Mendengar jawaban Safira. Daren semakin merasa tidak enak. Bagaimana dia bisa membiarkan seorang wanita menunggu selama itu. Harusnya dia memastikan ke mamanya dulu tadi.
“Maaf hari ini saya tidak bisa menepati janji karena ada urusan mendesak yang tidak bisa saya wakilkan kepada orang lain dan saya tadi sudah meminta tolong untuk menyampaikan samamu kalau pertemuan hari ini tidak bisa aku hadiri" kata Daren menjelaskan.
“Iya, tadi saya sudah diberitahukan."
Mendengar jawaban Safira, hati Daren sedikit lega. Artinya bukan sepenuhnya salah dirinya bila wanita yang di depannya ini masih di tempat itu sampai sekarang.
“Oh, baiklah kalau begitu. Saya merasa tidak nyaman karena saya pikir pesan saya belum disampaikan dan kamu juga sekarang masih ada di sini."
“Sekarang?”
Mendengar kata itu Safira langsung melihat jam tangannya sudah menunjukkan jam enam sore. Dia baru sadar ternyata sudah cukup lama dia duduk di restoran itu.“Aku yang bodohnya memilih untuk tetap di sini menghabiskan waktuku dan dia menganggap aku menunggunya” kata Safira dalam hatinya sambil melihat Daren.“Kamu tidak perlu merasa tidak nyaman atau merasa bersalah. Kakak iparku sudah mengatakan tadi aku pulang saja, tapi aku yang memilih tetap di sini dulu. Benar, tadi sudah disampaikan kalau pertemuan kita hari ini sudah dibatalkan. Jadi, kamu tidak perlu harus ada di sini lagi. Kamu juga pulang sa
"Kenapa…? Apakah kamu tidak suka jika aku mengharapankan sesuatu dari pertemuan kita ini...?""Bukan begitu. Saya hanya berpikir kalau kamu tidak akan melanjutkan perjodohan ini. Karena aku yakin sebelum kamu memutuskan datang ke sini, kamu pasti sudah mencari tahu tentang diriku dan keluargaku. Dan kamu tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa dari perjodohan ini" kata Safira dengan perasaan tidak nyaman dan malu.Karena dia tahu perjodohan ini dilakukan untuk mendapatkan dungkungan dan kerjasama dari Adiwijaya Group terhadap perusahaan ayah tirinya yang membutuhkan modal besar dan mendapat dukungan dari salah
"Petemuan kita kali ini adalah yang pertama bagiku yang sepertinya agak berjalan dengan mulus" kata Safira. Entah apa tujuannya mengatakan hal itu dia juga pun tak tahu. Karena mengingat pertemuannya dengan laki-laki yang dijodohkan dengannya yang sudah-sudah pasti berakhir dengan cara yang tidak baik."Benarkah…? Aku jadi merasa ingin mempertangungjawabkan pertemuan kita hari ini. Karena kata orang, yang pertama itu adalah yang lebih penting dan berkesan. Aku sudah merusak jadwal pertemuan kita hari ini.""Tidak apa-apa, begini saja sudah cukup. Kamu tidak perlu repot-repot untuk mempertanggungjawabkannya. Kare
Besoknya di tempat kerja Safira"Dasar ya… keluarga apaan sih keluargamu itu...? Apa maksud mereka memaksamu untuk ikut perjodohan itu. Sekarangkan bukan jamannya Situ Nurbaya lagi. Kita para wanita sudah punya hak kebebasan untuk mecari pasangan hidup kita, orang lain sudah sampai ke mana, sementara pikiran keluargamu masih mudur ke zaman bahala" kata Sua teman kantor Safira. Dia sangan kesal mendengar temannya itu dijodohkan lagi dan lagi."Pasti mereka hanya memikirkan keuntungan buat diri mereka sendirikan ? Dasaar licik" timpal Sua yang masih heran dizaman sekarang masih ada orang yang suka menjodoh-jodohkan anak demi kepentingan pribadi."Jadi, bagaimana akhirnya dari perjodohan mu kali ini ?" tanya Sua."Entahlaah...""Iiiihhh... kok jawabnya seperti itu sih ? Jangan bilang orang yang dijodohkan samamu itu om-om yang umurnya sudah tua jauh diatas umurmu iya kan, iya kan…?""Dia bukan seperti yang kamu pikirkan kok. Dia m
Karena sebelum dijodohkan dengan Daren, Safira sudah pernah dijodohkan tetapi dibatalkan juga."Jika perjodohan kali ini juga tidak berhasil, apakah aku akan dijodohkan lagi dan lagi. Begitu seterusnya?" tanya Safira yang sudah sangat bosan dijodohkan dengan lelaki yang tidak dia kenal."Bukan begitu Fira, ini juga demi kamu. Tolong pikirkanlah posisi ayah dan kakak kamu" kata ibunya sambil memegang lengan Safira."Karena ini perjodohan yang beliau atur sendiri, baiklah. Kalau ini juga memang kemauan ibu aku hanya bisa menurut saja" jawab Safira sambil melepaskan ibunya dari lengannya dan dia pergi dari hadapa
"Minta tolong aja kamu bisa. Tapi ngurus diri sendiri nggak bisa. Ini sudah jam berapa kamu belum mandi apa lagi ganti pakaian."Daren tidak ambil pusing dengan ocehan kakaknya itu karena dia tahu itu adalah salah satu bentuk perhatian kakaknya kepada dirinya."Ada apa lagi dengan wajahmu itu? Sudah seperti kamu aja yang menanggung beban penderitaan di dunia ini?" tanya Arlen ketika melihat wajah murung saudaranya itu."Mulai lagi deeeh…" kata Daren berbisik men
"Kakak tidak tahu kali ini kamu sangat tertarik dengan wanita itu atau memang ini bentuk kesombonganmu saja. Tapi karena kamu meminta tolong sampai memangil kakak ke sini, kakak rasa kamu sangat menyukai gadis itu dan kakak akan coba lagi membatumu supaya bisa bertemu dengan gadis itu lagi" kata Arlen.Mendengar hal itu, Daren sangat senang. Dia memeluk Arlen sambil mengucapkan terima kasih kepada kakaknya itu.Beberapa hari kemudian di kantor, Siska sekretarisnya mengomelin Daren karena bagian manager pengembangan proyek perusahaan mereka sudah menelepon sampai tiga kali mempertanyakan bahwa ada perubahan dalam pemban
Di OZ Café, Safira sedang duduk berhadapan dengan seorang laki-laki. Mungkin itulaki-laki yang diceritakan ibunya terakhir kali mereka berbicara meminta dia meluangkan waktu untuk makan bersama karena ayah dan kakaknya mau membicarakan kembali acara perjodohan dengan laki-laki lain lagi.Dan di sinilah dia duduk terjebak bagaikan di ruang penjara. Dia berpikir sampai kapan lagi dia akan melakukan dan mengikuti kemauan dari ayah dan kakak tirinya itu."Ternyata kamu lebih cantik dilihat langsung daripada yang ada di foto ya? Sepertinya aku tidak salah memilih?" kata laki-laki itu sambil tersenyum ke arah Sa