Home / Fiksi Remaja / Sadena / Boncengan

Share

Boncengan

Author: Asterona
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Motor Ankaa berhenti di depan rumah mewah berwarna putih. Ia langsung membunyikan klakson berulang kali. Tak berselang lama, dari luar pagar ia melihat Sadena yang sedang mengeluarkan motor dari bagasi.

Sadena tampak rapi mengenakan hoodie berwarna biru dan celana jeans panjang. Ankaa lantas menepikan motornya ketika pagar dibuka, memberi jalan Sadena untuk keluar.

Kini cowok itu tiba di depannya.

"Lama lo, Na," celetuk Ankaa.

"Elo kali yang kecepetan," sahut Sadena. Lalu dia memakai helm full face-nya. "Acaranya setengah jam lagi baru mulai."

Ankaa nyengir. "Sengaja, Na. Soalnya kita jemput Selin. Bokap nyokapnya nggak bisa nganter."

"Apa?!" Sadena menautkan kedua alisnya lalu berdecak. "Enggak ah. Lo aja sono."

"Yaelah, nyet. Deket kok dari sini. Setengah jam nggak nyampe."

"Ngabisin bensin gue," dengus Sadena. "Lo aja sana jemput. Gue tunggu di sekolah."

"Ban gue, Na."

"Kenapa ban lo?"

"Kurang angin. Jadinya nggak bisa boncengan," jawab Ankaa yang berjongkok di samping ban belakang motornya. Seolah menunjukkan kepada Sadena bahwa ia mengatakan yang sebenarnya.

"Halah tai," Sadena melirik sinis Ankaa. Ia mendapati wajah cowok itu memelas. "Alesan lo."

"Nggak percaya, bro? Liat sini," pinta Ankaa. Cowok itu memang selalu sabar menghadapi sahabatnya.

Mendengus pelan, Sadena akhirnya berjongkok samping ban Ankaa. Ia menekan sedikit ban tersebut dan benar saja, kurang angin alias hendak kempes.

Sadena mengangguk. "Tumben jujur lo."

"Yee dugong," cibir Ankaa.

Sadena akhirnya mengalah dan menaiki motornya begitu pun Ankaa. Meski ada rasa kesal ketika ia harus menjemput Selin. Namun, ia juga tidak bisa membiarkan motor Ankaa berakhir kempes karena dipaksa berboncengan. Segalak-galaknya dia, Sadena tak setega itu.

"Yaudah, lo jalan duluan. Kasih tau gue rumahnya dimana."

--Sadena--

Selin mengecek arloji pink di pergelangan tangannya. Dia sudah berada di depan pagar rumahnya demi menunggu kedatangan Ankaa. Lima menit berlalu, tetapi, cowok itu tak kelihatan menampilkan batang hidungnya sama sekali.

Mendadak lampu motor menyorot wajahnya dari arah kiri, Selin mengangkat tangannya untuk menghalau sinar terang yang menyilaukan tersebut.

Ih Ankaa nyebelin banget sih, silau tau, gumam Selin lalu bibirnya mengerucut.

Ketika motor itu berhenti di depannya barulah Selin bisa menghela napas lega kemudian menurunkan tangannya. Ditatapnya cowok yang baru saja mematikan mesin motor itu dengan alis mengerut.

"Heh Ankaa!" Selin menunjuk wajah cowok itu. Belum terlalu jelas karena terhalang helm. Dan sesaat cowok itu melepas helmnya Selin langsung membelalak. "Dena?"

Yang disebut malah menatapnya dengan malas. "Apa?"

"Kok elo sih? Ankaa mana?" Selin celengukan.

"Nggak ada," jawab Sadena. Ia masih belum turun dari motor.

"Ma-maksudnya? Dia nggak ikut?"

"Kempes."

Selin mengernyit. "Kempes? Apa yang kempes?"

"Ban."

"Oh," gumam Selin. Ia manggut-manggut. "Ngomongnya yang bener dong. Jangan setengah-setengah gitu. Jadi susah dimengerti."

"Lo aja yang bego," ujar Sadena membuat Selin menghentakkan kaki kesal.

"Ngeselin banget sih!" desisnya. Selin bersedekap lalu pura-pura ngambek. Membuang wajah sebentar lalu memandang Sadena sejenak. Penampilan cowok itu sangatlah di luar dugaan. Sadena terlihat sangat mempesona dengan setelan sederhana seperti itu. Alhasil, pipi Selin menghangat ketika ia kepergok memandangi wajah cowok itu.

Sadena berdecak, "Mau sampai kapan lo diem di situ? Naik!"

"Nggak mau. Maunya sama Ankaa," tolak Selin. Membuat Sadena memutar bola matanya. "Situ nyebelin."

"Oh, bagus."

Selin menatap cowok itu malas.

Sadena berkata lagi. "Tunggu aja Ankaa sampai acaranya selesai."

"Hah?!" Selin membelalak kesekian kali. Bertepatan itu Sadena menyalakan mesin motornya.

Tak mau ketinggalan, Selin bergegas melompat naik ke motor Sadena.

"Gila!" Sadena memekik ketika motornya hampir saja kehilangan keseimbangan karena lompatan Selin. "Bisa pelan nggak sih lo?!"

"Biarin, wleee." Selin memeletkan lidah lalu tertawa puas. Namun Sadena tiba-tiba menarik gas membuatnya hampir terjengkang.

"Anjritt. DENA!! GUE MAU JATUHHH."

"Bomat."

--Sadena--

Selin senyum-senyum sendiri di belakang. Bagaimana tidak? Dibonceng Sadena itu rasanya sungguh luar biasa. Apalagi angin malam menerpa kulit semakin membuatnya adem. Ditambah bau parfum Sadena. Harum maskulin dan bikin tenang.

Selin menarik napas dalam lalu menghebuskannya pelan. Sekarang, ia mulai bosan karena sepanjang perjalanan mereka hanya diam. Beda banget sama Ankaa. Setiap ia dibonceng cowok itu Selin selalu cekikikan. Sedangkan Sadena? Jangan ditanya, cowok itu malah ngomel terus saat ia bergerak sedikit saja.

"Bisa diem nggak sih lo?" Nah ini, Sadena mulai ngomel. "Jangan banyak gerak dan jangan sedikit pun nyentuh gue."

"Ishh... " geram Selin. "Abisnya lo kenceng banget bawa motornya. Gue bingung mau pegangan dimana?"

Tanpa menjawab, Sadena yang paham itu memelankan laju motornya. Selin tersenyum.

"Nah, gitu dongg," kata Selin senang. "Elo yaa. Kayak nggak pernah bawa cewek aja. Atau lo mau modus gue peluk ya. Hayoo ngakuu."

Sadena diam tak menanggapi.

"Atau pernah beneran nggak bawa cewek?" Selin berujar lagi. "Wah parahh, cowok macem apa sih lo? Gue nih yaa. Dulu sering banget dibocengin pacarrr. Terus dia kalau bonceng tuh nggak pernah laju banget. Pelan sambil menikmati. Nggak kayak orang mau balapan kayak lo tadi."

Lagi, Sadena diam.

Selin tak menyerah, ia terus bicara sampai Sadena membalas ucapannya.

"Andaikan gue bisa bawa motor pasti enak yaa. Dulu gue pernah belajar beberapa kali sih. Terus berhasil. Gue jadi pengendara motor yang hebat. Saking hebatnya, gue nyemplung di selokan. Kan sedihh. Hahaha," Selin mengakhiri dengan tertawa garing. Sayang, Sadena masih belum menanggapi ucapannya itu.

Selin mendesah pelan. Ia mencubit perut Sadena cepat hingga cowok itu meringis.

"Dena ih, jawab ucapan gue dongg. Kan nggak enak diem-dieman mulu. Kayak orang pacaran lagi berantem."

"Hmmm." Sadena hanya bergumam. "Terus?"

"Maksudnya?"

"Lanjutin cerita lo tadi."

"Ohh. Ih mulai tertarik ya sama cerita gue? Padahal cuma bohongan."

"Bilang apa lo barusan?!"

"Nggak. Nggak jadi," tandas Selin.

Sadena memicing menatap cewek itu dari kaca spion. Lalu ia hanya mengangguk.

Hening kembali menyerbu, Selin perlahan melingkarkan tangan di perut Sadena. Cowok itu tak menolak membuat Selin tersenyum hangat. Selin berusaha untuk tidak membuat pergerakan sedikit pun. Bisa berabe kalau ia ketahuan memeluk perut cowok itu.

"Dena," panggil Selin.

Lagi, Sadena menghela napas. "Apa?"

"Mau pipiss. Nggak tahan. Udah di ujung," adu Selin. Mukanya mesem menahan pipis.

"Tai lo," cibir Sadena. "Tahan, bentar lagi nyampe."

"Nggak mau, Dena. Kebelet bangetttt. Pengen pipis sekarang rasanya."

"Jangan gila," ucap Sadena gregetan. "gue jedotin ke tembok juga pala lo."

"Ish Dena nggak usah nyebelinn, cepat cari toilettt."

Dan lagi Sadena harus mengalah untuk mengikuti kemauan Selin itu. Ia menepikan motornya di depan toilet umum tak jauh dari kafe. Beruntung keadaan sekitar tak terlalu ramai saat ini.

Selin langsung melempar sling bagnya pada Sadena dan dengan cepat cowok itu tangkap. "Peganginn."

Lalu cewek itu masuk ke toilet. Sadena mendengus keras. Satu tangannya memegang tas pink milik Selin.

Apa-apa serba pink. Dasar manja!

Dua menit kemudian, cewek itu keluar sambil mengelus perutnya dengan tampang bahagia. "Ahh, legaaaa. Makasih yaa. Hihi."

Sadena menggidikan bahu. Dengan sembarang ia melempar balik tas cewek itu. Selin menerimanya sambil cemberut. Nggak bisa lembut ya ini orang.

Kemudian Sadena berbalik untuk kembali menaiki motornya, namun, baru saja ingin mengeluarkan kunci motor dari saku. Ia membelalak saat menemukan dua orang bertubuh gempal yang berdiri di depan kafe.

Sial! Itu Jona dan Zoe. Mereka pasti nyari gue buat tanding malam ini.

"Ayo Dena," Selin mencicit sambil menarik ujung baju Sadena.

Dan ketika satu dari dua orang itu nyaris menatapnya. Sadena langsung mengalihkan pandangan lalu menarik pergelangan Selin untuk bergeser ke samping, hingga tubuh Selin yang mungil itu kini terhalang tubuhnya. Mereka berhadapan.

Selin mengerjap polos.

Sadena memeluk cewek itu erat lalu berbisik. "Jangan bergerak, lo dalam bahaya."

Seketika, tubuh Selin menegang hebat.

Related chapters

  • Sadena   Pentas Drama

    Bermenit-menit posisi mereka tetap sama seperti itu. Selin diam tak bergerak atau pun membalas pelukan Sadena. Cowok itu semakin mengeratkan pelukannya. Semakin bingung pula Selin kenapa Sadena memeluknya secara tiba-tiba. Di depan toilet pula."Dena.""Diem, bawel."Seketika Selin bungkam. Ini sangat tidak baik untuk mereka. Terutama untuk kesehatan jantung Selin. Sedari tadi jantungnya jedag jedug tak karuan. Selin keki. Pipinya memerah seperti pipi bayi.Sadena sendiri tidak punya pilihan. Ia harus melindungi Selin dari manusia berbahaya bernama Zoe dan Jona. Kenapa bahaya? Nanti kalian tau sendiri.Perlahan Sadena menoleh ke belakang, matanya menyipit sambil memandang ke depan kafe. Kosong. Zoe dan Jona ternyata sudah pergi. Barulah Sadena menghembus lega dan melepaskan pelukannya dari Selin. Parahnya, Sadena mendorong bahu Selin hingga cewek itu jatuh. Pantatnya mendarat mulus.

  • Sadena   Sisi Lain

    Keputusan Selin mengikuti Sadena ternyata membawanya ke sebuah gang kecil. Tepat ketika Sadena memberhentikan motornya di seberang jalan dan meninggalkan motor tersebut lalu masuk ke sana. Selin bergegas melepas helm lalu membayar tagihan ojek sebelum ia kehilangan jejak Sadena. Mengikuti cowok itu.Hal pertama yang Selin rasakan ketika memasuki gang tersebut adalah rasa lembab. Jalan yang ia lewati juga sangat sempit, diapit dua tembok tinggi yang penuh coretan di permukaannya. Terlebih, gang ini gelap. Membuat Selin harus menyiapkan keberanian lebih banyak.Selin mengintip layaknya sebuah pengintai yang handal. Langkah kakinya pelan agar tak menimbulkan suara. Ketika tubuh Sadena hilang di belokan kanan, Selin mengikuti cowok itu lagi. Dan ia membelalak saat Sadena memasuki gedung tinggi tua yang terlihat angker. Di sisi gedung itu dipenuhi ilalang dan barang rongsokan. Membuat Selin berp

  • Sadena   Zoe

    Selin tertidur pulas di sofa ketika Sadena datang dan telah mengganti pakaiannya dengan kaos hitam dan celana jeans. Selin tampak tak terganggu sekali dengan kehadiran Sadena. Bahkan cewek itu mengorok.Hujan deras yang mengguyur kota Bandung membuat Sadena harus menunda pulang. Ia sempat berniat membangunkan Selin, namun urung karena Sadena tak ingin membuat cewek itu sakit. Toh, ia lupa membawa jas hujan.Intinya, jika Sadena memaksa, sama saja ia membahayakan dua nyawa.Kini, Sadena duduk di kursi kayu samping sofa yang dibaringi Selin.Gawainya di saku celana bergetar, Sadena mengambil benda pipih itu. Panggilan masuk dari Mery."Denaa. Kamu dimana sayang? Dava udah pulang tapi kamu kenapa belum? Bunda khawatir bangettt""Dena neduh. Nunggu hujannya reda.""Mau bunda suruh papa jemput pakai mobil?" "Nggak usah. Dena bisa pul

  • Sadena   Jutek

    "Itu hape siapa, Sel?" tanya Vega, teman perempuan Selin yang duduk di belakang. Saat ia tak sengaja mendapati gadis itu mengeluarkan benda pipih dari saku seragam.Selin menoleh dan tersenyum manis. "Punya Sadena.""Ohh," Vega hanya ber-ohh biasa. Namun, beberapa detik kemudian reaksinya berubah heboh. Gadis itu menempelkan kedua tangan ke pipi lalu melebarkan mata. "WHAT?! HAPE DENA?! ASTATANG!! KENAPA ADA DI ELO?! ANJIR!""Memangnya nggak boleh?" Selin bertanya sambil memutar badannya 180° ke belakang. Menghadap Vega. Gadis itu memiringkan kepala, heran.Di tempat duduknya, Vega menghentakan kaki kesal. "Bukan nggak boleh ya Adul. Tapi itu adalah keberuntungan yang WOW!""Lebay deh," Selin terkekeh dan kembali menyempurnakan posisi duduknya seperti semula. "Cuma hape doang kok."Vega yang melihat itu berdecak sebal, ia memutar paksa kursi yang Selin duduki, membuat gadis itu

  • Sadena   Sebuah Buku

    Semua murid duduk tenang menyimak penjelasan Bu Rai tentang tugas kelompok yang akan diberikan. Tugasnya adalah melakukan resensi atau mengulas sebuah buku.Selin duduk diam di pojok belakang. Ia menopang dagu dengan kedua tangan. Matanya melirik ke arah Ankaa dan Sadena yang fokus mendengar penjelasan.Di perpustakaan seluas ini, hanya dia satu-satunya murid bahasa, dan kebetulan pelajaran yang berlangsung adalah bahasa Indonesia. Tetapi sayang, Selin lebih suka membahas tentang puisi."Bagaimana? Jelas tugasnya anak-anak? Kalau tidak, silahkan bertanya," ucap Bu Rai memberikan keringanan.Semua murid menggeleng. "PAHAM BU!!""Baguss. Tugasnya dikumpul selesai jam istirahat. Dan kerjakan secara adil. Berdua yaaa. Jangan sampai satu saja yang mengerjakan sedangkan yang lain hanya menumpang nulis nama. Mengerti anak-anak?""MENG

  • Sadena   Silent

    Pulang sekolah, tepat setelah beberapa menit Pak Marwan mengeluari kelas, Sadena dengan cepat memasang jaketnya. Meski terkesan buru-buru, cowok itu padahal berniat menunggu Ankaa yang harus melaksanakan tugas piketnya terlebih dahulu.Sebagian penghuni kelas juga sudah keluar. Menyisakan beberapa murid yang mulai bergerak untuk mengambil peralatan menyapu agar bisa melaksanakan piketnya."Na, sore nanti ke rumah gue, yuk! Kita kerjain tugas bareng-bareng," pinta Ankaa. Cowok itu sedang menyapu kolong meja di belakang Sadena."Hmm." Sadena hanya bergumam. Berikutnya, cowok itu memasang tas hitamnya ke punggung."Oke. Sekalian ajak si Selin, Na. Biar seru," ucapnya. Membuat Sadena terpaksa memandang cowok itu sambil menghela napas."Ngajak Selin mulu. Demen ya lo sama dia?" tanya Sadena sembari memicing.Ankaa menggeleng cepat. "Etdah, kita cuma temenan, Na.""Tem

  • Sadena   Bimbang

    "Jangan kasih tau siapa pun kalau gue petinju."Ungkapan Sadena barusan membuat kening Selin mengernyit. Bahkan alisnya hampir menyatu. Sebenarnya, Selin sedang berusaha melupakan hal itu, karena ia takut Sadena akan marah kalau ia terlalu mencampuri urusan cowok itu. Semalam saja, Sadena membentaknya dengan kasar. Dan itu cukup membuatnya jera.Selin mengusap dagunya sesaat, ia bingung harus bagaimana. Di satu sisi, ia kasihan pada Sadena, sementara di sisi lain. Ia merasa permintaan Sadena adalah kesempatan emas. Ya, kesempatan untuknya membalas dendam. Karena Sadena terlalu sering mengomel hingga kupingnya panas."Mau nggak ya?" celetuk Selin setelah terdiam beberapa saat. Tatapannya begitu jahil, dan ia nyengir.Sadena menghela napas berat. "Mau-mau aja napa," sahut Sadena. "Beres.""Terus untungnya apa kalau gue iyain?""Nggak ada," Sadena menggidikan bahunya acuh. "Jangan

  • Sadena   Teka-Teki

    "Makanya jangan nilai orang dari omongan. Lo punya mata, kan? Gunain yang bener." -Sadena-***Selin mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Ia baru selesai mandi dan rasanya itu seger banget. Tubuhnya kini berbalut kaos berwarna merah jambu, dan untuk bawahan ia mengenakan celana Ankle puff berwarna abu yang menutupi sampai ke bagian mata kaki. Membuatnya semakin terlihat cute.Selin duduk di bibir kasur, rencananya setelah mandi adalah menonton film Korea kesukaannya. Seperti biasa. Menghabiskan lima eposide sekaligus dalam beberapa jam. Maka dari itu, usai mengeringkan rambut dan membiarkannya tergerai, Selin mengambil laptop miliknya. Ia merubah posisi menjadi telungkup.Namun baru saja menyalakan benda tersebut, gawainya di samping bantal bergetar. Selin beringsut sedikit dan mengambil benda pipih itu. Pesan masuk dari Ankaa.

Latest chapter

  • Sadena   Kehidupan Baru

    Selin mengunyah dengan lahap sosis bakar di mulutnya hingga pipi perempuan itu membulat, ia menyengir menatap Sadena, pria itu terkekeh geli menatap wajahnya.Sadena membelikan banyak sekali makanan, bukan hanya sosis bakar, tapi juga es krim serta permen manis. Dan yang Selin tak habis pikir, sosis bakar, es krim dan permen manis tersebut masih sama merknya seperti yang pernah Sadena belikan dulu untuknya saat mereka SMA. Pedagang sosis bakar tersebut bahkan masih mengingat Sadena saking seringnya dulu mereka datang ke taman ini lalu jajan sosis bakar beliau.Jika saja Sadena tidak melanjutkan studinya ke Amerika, mungkin di masa kuliah, mereka akan menambah kenangan di sini.Melihat Sadena tidak makan, hanya duduk di samping sembari mengusap-ngusap kepalanya, Selin pun menawarkan sosis bakarnya pada pria itu."Dena mau?" kebiasaan Selin, apa pun yang dimakan selalu di tawarkan padanya. Apalagi, Selin termasuk perempuan yang tidak

  • Sadena   Bernostalgia Bersama

    Pagi menyapa seperti biasa, bedanya hari ini hari libur, jadi Sadena berencana mengajak Selin jalan-jalan. Bukan cuma Selin, ia juga berniat mengajak Mou. Kasihan Sadena melihat bocah itu beberapa minggu ini hanya berdiam diri di rumah. Mery dan Aldevan sibuk, mungkin karena itu mereka tidak punya waktu mengajak Mou jalan-jalan, begitu pula dengan Ken.Mou bilang Ken sering curhat dia bosan berada di rumah. Oleh karenanya, Sadena juga mengajak Ken agar Mou punya teman bermain.Mou mengenakan sweater berwarna pink dan rok selutut, gadis kecil itu tampak sangat gemas mengenakan pakaian seperti itu. Ah, dia salah, ada lagi yang lebih menggemaskan, yaitu istrinya yang baru saja selesai bersiap lalu keluar dari kamar. Selin, memakai warna sweater yang sama dengan Mou. Mereka sangat kompak."Apa gue harus pakai yang pink-pink juga nih?" batin Sadena tertawa. Ia duduk di sofa menunggu kedua bidadarinya selesai bersiap.Mou turun dari tang

  • Sadena   Titipan Tuhan dan Kemesraan

    Selin mengeluari kamar kecil dengan perasaan lega. Sebab ia baru saja berhasil lancar buang air besar setelah berhari-hari mengalami sembelit. Perempuan itu lantas menjatuhkan dirinya di atas kasur sembari mengelus-ngelus perutnya yang rata.Entah kenapa tingkah Selin itu menarik perhatian Sadena yang tadinya asik berkutat di depan laptop mengerjakan tugas kantor, sekarang malah tersenyum menatap Selin lalu mengusap rambut istrinya."Habis boker?" tanya Sadena. Selin menyengir malu-malu."Hehe, iya. Dari kemarin aku sembelit makanya tadi pas keluarnya lancar aku lega bangett," jawabnya. Sadena mengacak gemas rambut Selin. Ya, setelah menikah, istrinya itu semakin terlihat menggemaskan."Udah minum susu?" Sadena bertanya lagi, membuat Selin menepuk jidatnya."Oh iya lupa, aku bikin dulu ya." Selin sudah hendak turun dari kasur, namun Sadena menahan pergelangannya."Enggak usah kamu diisi aja, biar aku yang

  • Sadena   Promise

    Sadava menyantap dengan lahap hidangan makan siang yang dibawakan oleh Marsha, bahkan sudut bibir laki-laki itu jadi belepotan.Marsha lantas dibuat gemas melihat tingkah calon suaminya itu, dia pun mengambil selehai tisu basah dan menyeka sudut bibir Sadava yang comot oleh sambal. Empunya langsung tergelak, Sadava menyengir lebar menampilkan gigi putihnya yang terdapat sisa cabai, alhasil tawa Marsha meledak memenuhi ruangan."Ih Dava lucu banget sih, di gigi kamu ada cabai tau!" ledek Marsha, Sadava hanya terkekeh ringan tanpa dosa.Sudah berapa tahun dia menjalin hubungan bersama perempuan itu, jadi untuk apa malu? Justru Sadava pikir hal ini bagus karena dia bisa membuat Marsha tertawa. Kalau bisa, ia akan setiap hari bertingkah konyol agar Calon istrinya itu selalu tersenyum."Masakanmu enak banget, By. Besok bawain yang ini lagi yaa," pinta Sadava sembari mencomot sisa-sisa sambal di jarinya seperti anak kecil.M

  • Sadena   Setelah 5 Tahun

    Takdir, tidak ada yang bisa mengubah takdir yang digariskan oleh Tuhan untuk makhluknya.Semua bisa terjadi tanpa kita duga sebelumnya, apalagi kita tebak.Seseorang yang dulu bersikap sangat buruk bisa berubah baik atas kehendak Tuhan, kita contohkan saja laki-laki bernama Zoe Navvare yang sedang sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya.Dulu, dia adalah sosok jahat yang ditakuti semua orang, penuh dendam, serta pribadi yang suka berkelahi. Tapi sekarang dia berbeda, dia sudah berubah menjadi orang baik yang disegani semua orang, pekerja keras, ramah, penyayang, juga taat beribadah.Meski label "Penjahat" pernah melekat pada laki-laki itu, namun seiring waktu berjalan, tahun demi tahun berlalu, Zoe mendapatkan hidayah dan menebus kesalahannya dulu.Sekarang dia telah sukses menjalankan perusahaan bernama Gemilang Angkasa milik mendiang ayahnya Bella. Setahun berjalan, perusahaan yang dikabarkan akan bangkrut i

  • Sadena   Gemilang Angkasa

    Hari ini Selin mendapati suatu kebenaran yang tak pernah ia duga sebelumnya. Bahwa Zoe telah banyak berubah setelah keluar dari penjara.Bella adalah orang yang membuktikan semua perubahan itu pada Selin. Meski belum melihatnya secara langsung, Selin sudah yakin Zoe banyak berubah karena gadis itu.Hidayah memang datang tanpa pandang bulu, seburuk apa pun seseorang, dia pantas mendapatkan pengampunan dan berhak mengubah perilakunya menjadi lebih baik.Maka sehabis menyiapkan sarapan dan mengerjakan pekerjaan rumah, Selin bergegas berkunjung ke rumah Marsha, dia ingin menceritakan kejadian ini pada calon adik iparnya itu.Mengetuk pintu rumah Marsha, Selin disambutlangsung oleh Tuan rumah. Marsha saat itu masih mengenakan pakaian tidur."Selin?" kejutnya. Marsha tersenyum segera membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Selin masuk. Dia dituntun menuju sofa. Dan for your Information saja, rumah Marsha sekarang lebih besar dan nyaman

  • Sadena   Siapa Perempuan Itu?

    Memang benar kata orang menjadi seorang istri susah-susah gampang, harus bangun pagi, memasak untuk keluarga, mencuci pakaian ditambah mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Terlebih, jika seorang perempuan ini adalah wanita karir sebab dia harus pandai mengatur waktu antara keluarga dan karirnya.Selin termasuk dalam kategori wanita karir tersebut, namun di kurun waktu beberapa hari ini menjadi seorang istri ia belum kesulitan sama sekali mengatur pekerjaan rumah dan pekerjaannya di butik. Hal itu karena ia didukung penuh oleh kedua mertuanya yang sangat menyayanginya. Mery dan Aldevan, mereka selalu membantu Selin sekecil apa pun kesulitan yang perempuan itu dapatkan.Seperti memasak misalnya. Meskipun Selin lahir dari keluarga yang berkecukupan, dalam hal mengenali bahan masakan ia masih kurang. Bukan tidak bisa, tapi Selin belum menguasai beberapa resep rumahan.Jadi, pagi ini dia meminta Mery membuatkan daftar bahan say

  • Sadena   Pagi Pertama

    Sinar mentari pagi menyusup masuk dari celah gorden, membuat kedua insan yang masih bergelung dalam selimut itu mulai terjaga.Sadena mengerjapkan matanya berulang kali demi mengumpulkan kesadarannya, kala nyawanya sudah penuh, barulah laki-laki tampan itu bangun dan menggeliat sebentar. Menengok ke samping, Sadena terkekeh geli melihat Selin yang masih tidur nyenyak seolah dunia ini tidak pernah pagi.Imut sekali, Sadena tidak pernah bosan memandangi wajah istrinya itu sejak mereka SMA.Sikap jahilnya pun muncul ketika Selin menggeliat lalu menyamping menghadapnya, Sadena menyingkirkan rambut yang menutupi wajah perempuan itu kemudian mengecup pelan pipinya. Sadena tidak mau Selin ikutan terjaga.Sadena ikut berbaring mensejajarkan wajahnya dengan wajah perempuan itu, disatukannya hidung mereka hingga Sadena dapat merasakan hembusan napas Selin yang teratur.Tidak ia pungkiri memang ada bau-bau khas orang tidur, tapi

  • Sadena   SAH!!

    Dua minggu usai menggelar acara lamaran dan akad nikah, Selin dan Sadena akhirnya melangsungkan resepsi pernikahan mereka yang bertempat di hotel berbintang di tengah kota. Semuanya dipersiapkan dengan mewah dan matang oleh tim wedding yang dipilih sendiri oleh Selin.Tema resepsi mereka adalah Vintage yang menonjolkan gemerlap tahun 20-an. Mereka sengaja mengusung tema ini agar terkesan lebih berbeda dari pernikahan biasanya. Karena bertema Vintage, maka semua dekorasi kental akan warna putih serta pastel. Menambah kesan kagum, elegan nan mewah bagi para tamu yang hadir. Selain turut menyanjung betapa cantik dan tampannya sang calon mempelai, mereka pun memuji betapa indahnya dekorasi resepsi.Sadena dan Selin berdiri di atas pelaminan untuk menyalimi semua para tamu dengan senyum bahagianya, Selin menerima doa dan ucapan selamat dari mereka semua.Betapa bahagianya perempuan itu, meski demikian rasa lelah mulai menyapa tubuhnya.Ketika tak ada lagi tamu

DMCA.com Protection Status