Part 48 (Telepon Dari Papa!)****Mentari sudah menampakkan diri. Cahayanya yang berwarna keemasan itu menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamar bernuansa putih ini. Udara yang terasa sejuk membuatku dan Zeen masih bergelut dalam selimut. Akibat perbuatannya semalam seluruh tubuhku kini terasa remuk. "Banana, ayo bangun, ini sudah pagi," bisik Zeen di telingaku. Aku melenguh pelan, kemudian memeluk lengan kekarnya. Mata ini enggan terbuka, meski sinar mentari terasa menerpa wajahku. "Sayang," panggil Zeen, ia membisikkan kata-kata bualan yang membuatku ingin mual. Aku tak pernah bosan mengatakan bahwa aku berutung memilikinya. "Aku tahu ini sudah pagi, tapi aku masih mengantuk, baby."Aku mengerucutkan bibir, kemudian menarik selimut yang menutupi tubuh polosku."Mandi dulu, baru itu kembali tidur.""Malas," jawabku membuatnya mencibik. "C'k, kau ini, buruan bangun."Zeen bersandar pada ranjang, tangannya terangkat mengusap lembut rambutku. Beberapa kali ia mendaratkan ke
Part 49 (Aku Bukan Saudaramu!)****"Jangan bicara seperti itu Reza, Mama sayang sama kamu. Kamu anak Mama Nak!""Ah Basi! Apa yang keluar dari mulut kalian itu omong kosong! Apa salahku sampai kalian tega membohongiku!""Orang tua macam apa kalian ini, hah! Kalian telah menyembunyikan hal sebesar ini dariku!" Segera Zeen membuka pintu tatkala mendengar suara keributan dari dalam rumah. Kami baru tiba beberapa menit yang lalu, dan langsung dikejutkan dengan suara teriakan Mas Reza yang menggelegar. Pintu dibuka lebar, aku seketika terperangah melihat kondisi rumah yang berantakan. Serpihan kaca berserakan di mana-mana, belum lagi Mama yang tampak ketakutan. Apa yang Mas Reza lakukan pada kedua orang tuanya?"Jawab pertanyaanku, kenapa kalian berdua tega melakukan hal ini, kenapa kalian malah diam saja hah!" Suara Mas Reza melengking tinggi. Kakiku mendadak sulit digerakkan, aku terpaku di depan pintu dengan pikiran yang bercabang. Banyak pertanyaan yang tiba-tiba muncul di benakku.
Part 50 (Tragedi Menuju Karma!)****POV SalmaRasa benci yang tak pernah tumbuh, kini telah bersarang dalam hatiku. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku begitu membenci Nana, banyak hal yang tak kusukai darinya, menurutku perempuan itu munafik. Sok baik, sok kuat. Dan satu lagi yang membuatku begitu muak padanya. Ia selalu saja dikelilingi oleh orang-orang baik yang menyayanginya. Berbeda denganku, aku acap kali dicap buruk. Apalagi dengan pekerjaanku sehari-hari sebagai kupu-kupu malam.Kala itu Om Idro datang ke rumahku, lelaki paruh baya itu menawarkan pekerjaan dengan upah yang menggeliurkan. Siapa yang tak tergoda, hanya cukup dengan menggoda suami Nana. Aku bisa mendapatkan uang miliyar. Dan uang itu sudah habis kugunakan foya-foya bersama Ibu."Salma, bagaimana, kamu sudah sewa pengacara belum buat bantu Ibu? Dari kemarin kok suruh Ibu sabar terus?" Lamunanku seketika buyar, suara Ibu membuatku kembali tersandar. Ia menghubungiku sambil marah-marah tidak jelas. "Belum, Bu,""Ap
Part 51 (Karma Untuk Salma!)****Perlahan aku membuka mata, dan mulai mengerjapkan mataku. Gelap, itulah yang pertama kali kurasakan. Tidak ada cahaya di tempat ini. Di mana aku sekarang? Kepalaku terasa sakit, perasaanku mulai tak enak, jantung ini terasa berpacu lebih cepat. Bau obat-obatan terasa begitu mendominasi Indra penciumanku. Aku mengedarkan pandangan. Hasilnya masih sama, gelap. Meski sudah kuulang berkali-kali. Tunggu ... Sepertinya ada yang tidak beres denganku.Kenapa aku tidak bisa melihat?Berbagai pertanyaan langsung muncul dibenakku. Kupejamkan mata, kemudian kembali membukanya. Dan nihil, hanya kegelapan yang dapat kurasakan. Kenapa tidak ada cahaya di tempat ini. Apa listrik sedang padam? Aku terus menelan Saliva, merasakan sesuatu yang mengganjal di tenggorokan, tidak kutemukan orang lain selain diriku. Aku sedang berbaring di mana?Aku mengingat betul kejadian sore itu, saat aku dan Mas Reza berada di dalam mobil. Hujan deras mengguyur kota. Aku mengendarai
Part 52 (Semua Ada Balasannya!)****Pov AuthorBaru berjalan beberapa langkah dari rumah, ponsel Mama Reni sudah kembali berdering, bergegas wanita itu merogoh tasnya. Melihat nama Nana terpampang di sana, senyum tipis pun terukir dari bibirnya. "Siapa Ma?" tanya Papa Erick, mereka akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Reza. "Nana, Pa.""Buruan Mama angkat, Papa tunggu di mobil," ujar Papa Erick. "Iya Pa."Setelah kepergian Papa Erick, Mama Reni mengusap tombol berwarna hijau tersebut, lalu mendekatkan benda pipih itu pada telinganya. "Halo Ma, ini aku Nana," sapa Nana dari seberang sana. Ia begitu mengkhawatirkan keadaan mertuanya."Halo Na," jawab Mama Reni. "Ma, bagaimana kondisi Mas Reza sekarang? Apa sudah ada perkembangan? Maksudku Mas Reza apa sudah sadar?" tanya Nana melalui sambungan telepon. Ia menghubungi mertuanya usai mendapatkan kabar dari Haris jika Reza kecelakaan. Selama berada di sana Nana maupun Zeen tidak ada yang mengaktifkan ponsel, mereka berdua menikm
Part 53 (Surat Untuk Ayah!)****Nana menghampiri Zeen yang baru keluar dari ruang rawat. Wanita itu langsung menodong suaminya dengan pertanyaan. "Bagaimana kondisinya?" tanya Nana. Zeen membimbing Nana duduk. Ia merangkul pundak istrinya. Kemudian menghela napas, lantas menjawab pertanyaan Nana."Dia masih syok, dan tadi sempat mengamuk,""Tapi baik-baik saja kan?""Kenapa kau terlihat begitu khawatir padanya!" pekik Zeen. Nana mendesah panjang, ia merapikan rambut Zeen yang tampak berantakan."Bukan khawatir, aku hanya penasaran, aku sempat mendengar suara teriak dari dalam, apa yang sebenarnya terjadi?" jelasnya. "Dia lumpuh, Na, adikku tidak baik-baik saja," ucap Zeen. Nana terbelalak, ia mengulang perkataan suaminya. "Lumpuh?""Iya, tapi kita masih menunggu hasil tes."Nana kembali mengerutkan kening. "Tes apa?" tanyanya penasaran. "Salma terkena penyakit kelam*n, entah Reza tertular atau tidak. Tapi dia mengatakan, jika Dia masih berhubungan bad*n dengan Salma, meski dia
Part 54 (Hasilnya Positif?)****POV Nana. Ketika malam tiba sunyi mulai terasa. Tampak ribuan bintang bertaburan di angkasa, menemani rembulan menerangi bumi, cahayanya terasa begitu terang, belum lagi angin meliuk-liuk berhembus pelan menerpa rambutku. Aku termenung di balkon kamar, dikejutkan dengan Zeen yang tiba-tiba memelukku dari belakang. "Apa yang kau pikirkan? Ini sudah malam, ayo masuk, di luar dingin," bisiknya lembut. Aku menatap Zeen dari samping. Kemudian menggeleng pelan. "Kamu duluan, nanti aku nyusul." Alih-alih akan menurut, Zeen justru mengeratkan pelukannya padaku, ia menaruh dagunya pada bahuku. Kedua tangannya kini melingkar di perutku. "Apa kau sedang memikirkan Reza? Kau mengkhawatirkannya?" Aku mengerutkan alis. Pertanyaan macam apa itu? Untuk apa aku memikirkan Mas Reza. Seperti tidak ada hal lain yang bisa kupikirkan. "Sok tahu," jawabku. "Ayolah sayang, jangan membuatku penasaran," lanjutnya. "Aku sedang memikirkan Ayahku Zeen, apa dia sudah meneri
Part 55 (Duka Di Tengah Gelapnya Malam!)****Sesaat kupejamkan mata, lalu menyandarkan punggung pada kursi. Tidak pernah terlintas sedikitpun dalam benakku, diri ini akan menghadapi hal seperti ini. Berbagai macam masalah terjadi dalam waktu yang bersamaan. Mulai dari Ayah yang mencoba kabur dari kantor polisi, sampai akhirnya tertembak dan dilarikan ke rumah sakit, lalu Mas Reza yang kini positif mengidap penyakit HIV/AIDS, dan Salma yang entah bagaimana kabarnya sekarang? Detak jarum jam terus berdenting, kulirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan Zeen, tampak menunjukkan pukul 9 malam, itu berarti Dokter sudah berada di ruang operasi hampir 2 jam. Dan sampai sekarang belum keluar. "Tenanglah," ucap Zeen. Aku menyunggingkan seulas senyum. Membalas genggaman tangan suamiku. "Jangan tinggalkan aku, kuatkan aku ya," ucapku sambil menatap Zeen dengan mata sayu. "Aku ada di sini untukmu." Zeen merangkul bahuku, kembali kutenangkan diri. Sejahat apa pun Ayah, jika tidak