Part 50 (Tragedi Menuju Karma!)****POV SalmaRasa benci yang tak pernah tumbuh, kini telah bersarang dalam hatiku. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku begitu membenci Nana, banyak hal yang tak kusukai darinya, menurutku perempuan itu munafik. Sok baik, sok kuat. Dan satu lagi yang membuatku begitu muak padanya. Ia selalu saja dikelilingi oleh orang-orang baik yang menyayanginya. Berbeda denganku, aku acap kali dicap buruk. Apalagi dengan pekerjaanku sehari-hari sebagai kupu-kupu malam.Kala itu Om Idro datang ke rumahku, lelaki paruh baya itu menawarkan pekerjaan dengan upah yang menggeliurkan. Siapa yang tak tergoda, hanya cukup dengan menggoda suami Nana. Aku bisa mendapatkan uang miliyar. Dan uang itu sudah habis kugunakan foya-foya bersama Ibu."Salma, bagaimana, kamu sudah sewa pengacara belum buat bantu Ibu? Dari kemarin kok suruh Ibu sabar terus?" Lamunanku seketika buyar, suara Ibu membuatku kembali tersandar. Ia menghubungiku sambil marah-marah tidak jelas. "Belum, Bu,""Ap
Part 51 (Karma Untuk Salma!)****Perlahan aku membuka mata, dan mulai mengerjapkan mataku. Gelap, itulah yang pertama kali kurasakan. Tidak ada cahaya di tempat ini. Di mana aku sekarang? Kepalaku terasa sakit, perasaanku mulai tak enak, jantung ini terasa berpacu lebih cepat. Bau obat-obatan terasa begitu mendominasi Indra penciumanku. Aku mengedarkan pandangan. Hasilnya masih sama, gelap. Meski sudah kuulang berkali-kali. Tunggu ... Sepertinya ada yang tidak beres denganku.Kenapa aku tidak bisa melihat?Berbagai pertanyaan langsung muncul dibenakku. Kupejamkan mata, kemudian kembali membukanya. Dan nihil, hanya kegelapan yang dapat kurasakan. Kenapa tidak ada cahaya di tempat ini. Apa listrik sedang padam? Aku terus menelan Saliva, merasakan sesuatu yang mengganjal di tenggorokan, tidak kutemukan orang lain selain diriku. Aku sedang berbaring di mana?Aku mengingat betul kejadian sore itu, saat aku dan Mas Reza berada di dalam mobil. Hujan deras mengguyur kota. Aku mengendarai
Part 52 (Semua Ada Balasannya!)****Pov AuthorBaru berjalan beberapa langkah dari rumah, ponsel Mama Reni sudah kembali berdering, bergegas wanita itu merogoh tasnya. Melihat nama Nana terpampang di sana, senyum tipis pun terukir dari bibirnya. "Siapa Ma?" tanya Papa Erick, mereka akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Reza. "Nana, Pa.""Buruan Mama angkat, Papa tunggu di mobil," ujar Papa Erick. "Iya Pa."Setelah kepergian Papa Erick, Mama Reni mengusap tombol berwarna hijau tersebut, lalu mendekatkan benda pipih itu pada telinganya. "Halo Ma, ini aku Nana," sapa Nana dari seberang sana. Ia begitu mengkhawatirkan keadaan mertuanya."Halo Na," jawab Mama Reni. "Ma, bagaimana kondisi Mas Reza sekarang? Apa sudah ada perkembangan? Maksudku Mas Reza apa sudah sadar?" tanya Nana melalui sambungan telepon. Ia menghubungi mertuanya usai mendapatkan kabar dari Haris jika Reza kecelakaan. Selama berada di sana Nana maupun Zeen tidak ada yang mengaktifkan ponsel, mereka berdua menikm
Part 53 (Surat Untuk Ayah!)****Nana menghampiri Zeen yang baru keluar dari ruang rawat. Wanita itu langsung menodong suaminya dengan pertanyaan. "Bagaimana kondisinya?" tanya Nana. Zeen membimbing Nana duduk. Ia merangkul pundak istrinya. Kemudian menghela napas, lantas menjawab pertanyaan Nana."Dia masih syok, dan tadi sempat mengamuk,""Tapi baik-baik saja kan?""Kenapa kau terlihat begitu khawatir padanya!" pekik Zeen. Nana mendesah panjang, ia merapikan rambut Zeen yang tampak berantakan."Bukan khawatir, aku hanya penasaran, aku sempat mendengar suara teriak dari dalam, apa yang sebenarnya terjadi?" jelasnya. "Dia lumpuh, Na, adikku tidak baik-baik saja," ucap Zeen. Nana terbelalak, ia mengulang perkataan suaminya. "Lumpuh?""Iya, tapi kita masih menunggu hasil tes."Nana kembali mengerutkan kening. "Tes apa?" tanyanya penasaran. "Salma terkena penyakit kelam*n, entah Reza tertular atau tidak. Tapi dia mengatakan, jika Dia masih berhubungan bad*n dengan Salma, meski dia
Part 54 (Hasilnya Positif?)****POV Nana. Ketika malam tiba sunyi mulai terasa. Tampak ribuan bintang bertaburan di angkasa, menemani rembulan menerangi bumi, cahayanya terasa begitu terang, belum lagi angin meliuk-liuk berhembus pelan menerpa rambutku. Aku termenung di balkon kamar, dikejutkan dengan Zeen yang tiba-tiba memelukku dari belakang. "Apa yang kau pikirkan? Ini sudah malam, ayo masuk, di luar dingin," bisiknya lembut. Aku menatap Zeen dari samping. Kemudian menggeleng pelan. "Kamu duluan, nanti aku nyusul." Alih-alih akan menurut, Zeen justru mengeratkan pelukannya padaku, ia menaruh dagunya pada bahuku. Kedua tangannya kini melingkar di perutku. "Apa kau sedang memikirkan Reza? Kau mengkhawatirkannya?" Aku mengerutkan alis. Pertanyaan macam apa itu? Untuk apa aku memikirkan Mas Reza. Seperti tidak ada hal lain yang bisa kupikirkan. "Sok tahu," jawabku. "Ayolah sayang, jangan membuatku penasaran," lanjutnya. "Aku sedang memikirkan Ayahku Zeen, apa dia sudah meneri
Part 55 (Duka Di Tengah Gelapnya Malam!)****Sesaat kupejamkan mata, lalu menyandarkan punggung pada kursi. Tidak pernah terlintas sedikitpun dalam benakku, diri ini akan menghadapi hal seperti ini. Berbagai macam masalah terjadi dalam waktu yang bersamaan. Mulai dari Ayah yang mencoba kabur dari kantor polisi, sampai akhirnya tertembak dan dilarikan ke rumah sakit, lalu Mas Reza yang kini positif mengidap penyakit HIV/AIDS, dan Salma yang entah bagaimana kabarnya sekarang? Detak jarum jam terus berdenting, kulirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan Zeen, tampak menunjukkan pukul 9 malam, itu berarti Dokter sudah berada di ruang operasi hampir 2 jam. Dan sampai sekarang belum keluar. "Tenanglah," ucap Zeen. Aku menyunggingkan seulas senyum. Membalas genggaman tangan suamiku. "Jangan tinggalkan aku, kuatkan aku ya," ucapku sambil menatap Zeen dengan mata sayu. "Aku ada di sini untukmu." Zeen merangkul bahuku, kembali kutenangkan diri. Sejahat apa pun Ayah, jika tidak
Part 56 (Istrimu Itu?)****Pov ZeenBaru semalam Nana dipeluk Ayahnya, dan kini tubuh itu telah menyatu dengan tanah. Kenapa secepat ini? Bahkan di saat istriku baru saja merasakan kasih sayang Ayahnya. Bulir-bulir bening terus mengalir dari pelupuk mata Nana. Tak bisa kujelaskan bagaimana hancurnya ia sekarang. Nana selalu berharap dapat mengabiskan waktu bersama dengan Ayahnya. Mengabadikannya menjadi momen indah. Memang Tuhan mengabulkannya, tapi sayang hanya beberapa menit. Setelah itu Nana benar-benar kehilangan. Sosok yang harusnya jadi panutan, yang bisa menjaganya, melindunginya, menyayanginya tanpa jeda, ternyata menjadi orang yang paling kejam dalam memberinya derita. Ketika Idro menyadari perbuatannya, Tuhan langsung mengambilnya. Padahal Idro belum merasakan seujung kuku penderitaan Nana. Tapi mau bagaimana lagi, takdir tidak ada yang tahu. Kematian itu pasti, masa depan kita ya berpulang pada Tuhan. "Ayah, Ma, Ayahku pergi, Ma. Aku baru memeluknya sebentar tadi malam,
Part 57 (Keterlaluan Kamu Ira!)****"Mas Ham ...." Dengan cepat Bu Ira menghampiri suaminya, setiap gerak-geriknya tak luput dari perhatianku. Ia belum menyadari keberadaanku. Tak ada penyesalan di matanya. Setelah bertahun-tahun ia menelantarkan Nana, tidak ada sedikitpun rasa bersalah itu tampak. Ya Tuhan, manusia seperti apa Bu Ira ini? Darah dagingnya sendiri seperti tak berarti.Kulihat Pak Abraham mematung, lelaki berperawakan tinggi serta berperut buncit itu tampak sedang bergelut dengan pikirannya sendiri. Kalian pernah mendengar peribahasa seperti ini, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Ini kesempatan bagus bagiku untuk membongkar kebusukan Bu Ira. Pasti Pak Abraham akan kecewa dan menyayangkan sikap Bu Ira yang semena-mena pada putrinya. Terlebih dengan kejamnya, Bu Ira mengatakan Nana yang masih hidup itu mati. "Mas, kok kamu berdiri di situ bukannya nyamperin aku?" tanya Bu Ira. Pak Abraham melirikku. Bertanya, atau menelan berita mentah-mentah itu pili