Beranda / Pernikahan / Saat Istri Tak Lagi Cantik / 39. Berbaliknya Keadaan

Share

39. Berbaliknya Keadaan

Penulis: Wella Andriana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Mas, kamu sedang apa? Kenapa buka-buka hapeku?" Aku terjengit kaget saat mendengar teguran Rasti yang sudah berdiri di belakangku.

Ia hendak merampas ponselnya, namun aku berusaha menahan benda pipih itu untuk tetap di genggamanku.

Aku merasa benar-benar tertipu dengan wanita yang sedang berdiri di depanku ini. Apa benar jika Rasti tak bisa punya anak? Apa ia mandul? Ah, kalau memang benar, aku jadi merasa bodoh sekali sudah tertipu dengannya.

"Apa ini?" Tanyaku sembari menunjukkan pesan dari Mas Hamdan tepat di depan wajahnya.

Melihat pesan tersebut, wajah Rasti spontan memucat.

"I-ini ... Tak seperti yang kamu kira, Mas. Mungkin Mas Hamdan hanya asal bicara saja." Rasti mulai membela diri. Tapi aku tak akan semudah itu untuk percaya padanya.

"Oh, begitukah? Terus apa alasan Mas Hamdan menceraikanmu? Karena sampai detik ini, aku tak pernah tahu alasannya."

"Itu karena orang tuanya, Mas. Mereka tak setuju Mas Hamdan menikahiku."

Aku tersenyum sinis mendengar alasannya. Pandai betul w
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   40. Gagal Move On

    Mendengar pertanyaanku Bude Lasmi langsung menatapku nanar. Mungkin ia tak menyangka kedatanganku kemari karena ingin menanyakan hal itu."Ka-kata siapa?" Bude Lasmi balik bertanya dengan gugup, terlihat ia susah payah menelan ludah. Ekspresinya persis seperti orang yang tengah ketakutan."Bude gak usah takut begitu. Aku kemari karena aku percaya pada Bude. Lagi pula aku gak akan bilang ke siapa-siapa kok kalau aku tahu kebenarannya dari Bude."Bude Lasmi tetap bungkam walau sudah kubujuk begitu. Raut wajahnya juga berubah menjadi sedikit masam.Ah, sepertinya mau tak mau aku harus mengeluarkan pancingan dulu.Kutarik sebuah amplop putih dari dalam saku, dan meletakkannya di atas meja yang berada di hadapan kami.Benar saja kan dugaanku, Bude Lasmi tipe orang yang materialistis. Buktinya begitu aku meletakkan amplop tersebut, raut wajahnya yang tadi masam tiba-tiba berubah sedikit cerah. Seperti bisa menebak isi dalam amplop tersebut."Apa ini, Damar?" Tanya Bude Lasmi menatapku penuh

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   41. Lepasnya Topeng Diana

    "Ah, masa bodoh dengan Rasti lah, Bu. Mau tak mau ya ia harus mau. Kalau dia tak mau pun aku tak peduli. Untuk apa mempertahankan perempuan mandul begitu," tandasku membalas perkataan Ibu.Ibu lagi-lagi terdengar menghela napas berat. Kenapa? Apa Ibu tak setuju dengan keputusanku?"Kenapa ya, Mar, Ibu selalu dapat mantu yang gak bener. Cuma Diana lah mantu Ibu yang baik."Aku langsung cemberut saat Ibu memuji Mbak Diana. Dia baik kan hanya di depan Ibu. Mana tahu Ibu bagaimana kelakuan wanita itu di belakangnya. Walau aku tak suka Ibu memuji-muji Mbak Diana, aku tetap tak ingin membuka rahasia siapa Mbak Diana sebenarnya. Bukan apa-apa, aku hanya tak mau Ibu semakin down jika tahu mantu yang dibanggakannya Sebenarnya bukanlah wanita baik-baik.Tapi tetap saja, sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Begitu pula dengan Mbak Diana. Dan keyakinanku itu terbukti saat melihat seorang laki-laki berlari tergesa-gesa masuk ke pekarangan rumah Ibu."Bu Ratna, Bu ... Ayo ke r

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   42. Masalah Bertubi-tubi

    "Apa-apaan kamu? Berani-beraninya minta ikut suami orang! Gak malu kamu bersikap murahan begitu?" Tiba-tiba Rasti bersuara menyentak Dista.Dista hanya menatap wanita itu dengan enggan. "Aku memang bukan siapa-siapa Mas Damar lagi. Tapi ia masih Ayah dari anakku! Dan Ibu Mas Damar itu masih nenek Rafis! Apa kau sudah amnesia?" Balas Dista tak kalah ketus."Haiih! Sudah, sudah! Aku sedang tak bisa meladeni perdebatan kalian sekarang. Dista, kalau kamu mau ikut boleh kok.""Maaas! Kamu apa-apaan sih? Yang istri kamu itu aku, bukan dia. Kenapa malah dia yang kamu ajak?""Sudahlah, Rasti, jangan membantah. Kamu di rumah saja!" Tukasku lalu cepat-cepat masuk ke mobil diikuti Dista juga Rafis.Segera kulajukan mobil menuju rumah Mas Danis yang masih terlihat ramai.Raut wajah Dista juga terlihat bertanya-tanya saat melihat orang yang berkerumun itu. Namun, sebelum sempat ia bertanya apa-apa, aku sudah buru-buru turun lalu masuk ke rumah untuk membawa Ibu.Dibantu dengan Mas Danis dan para

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   43. Ibu Lumpuh

    "Kamu apa-apaan sih, Ras? Aku kan sudah bilang, kalau aku ngantar Ibu ke rumah sakit. Jangan seenaknya saja kamu memerintah aku pulang! Keadaan di sini juga tak baik-baik saja." Aku menyahut Rasti dengan kesal. Seenaknya saja ia memerintah aku ini itu. "Masalahnya, teman kamu yang waktu itu datang kemari ada di sini. Masa seenaknya saja dia ngaku-ngaku kalau hamil anak kamu."Deg!Ya Tuhan ... Apalagi ini? Bella datang ke rumah? Bukannya tadi ia sendiri yang menolakku. Tapi kenapa tiba-tiba ia datang dan mengakui kehamilannya di depan Rasti?Ah, terserahlah! Aku juga tak peduli dengan perasaan Rasti."Mana dia? Aku mau bicara."Beberapa detik kemudian, terdengar suara Bella di ujung sana."Mas, sejak bertemu kamu tadi, aku terus berpikir tentang semuanya. Dan sepertinya kali ini aku akan memberi kamu kesempatan bertanggung jawab, tapi hanya sekali ini saja," ujar Bella dengan nada dingin."Baik, Bell. Aku akan tanggung jawab dengan anak itu, dan akan menikahi kamu. Tapi apa tak masala

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   44. Enggan Merawat Ibu

    "Oh, Ibu mau buang air? Gak apa-apa, Bu, buang air aja di situ. Ibu kan sudah pakai diapers," sahutku. Memang tadi perawat sudah memintaku untuk membeli diapers Ibu. Dan mungkin saat aku ke ruangan dokter tadi perawat tersebut memakaikannya, karena sekarang aku sudah melihat Ibu memakai diapers.Ibu sedikit terlihat ragu mendengar saranku. Aku paham, pasti Ibu merasa jijik karena tak terbiasa.Tapi setelah kubujuk kembali, akhirnya Ibu menuruti saranku. Selesai buang air, Ibu kembali memberi isyarat padaku bahwa ia sudah selesai."Sudah selesai, Bu?" Ibu hanya menjawab dengan anggukan samar."Rasti, tolong bersihkan bekas kotoran Ibu," ucapku dengan enteng memerintah Rasti."Aku, Mas? Gila kamu ya? Yang anaknya itu kamu, bukan aku! Jadi harusnya kamu yang membersihkannya!" Rasti langsung menolak dengan keras."Oh, jadi kamu gak mau ngurus Ibu aku? Ya udah, kalau gitu kamu aja gimana, Sayang? Kan kamu yang bilang tadi, mau ngurus Ibu aku?" Kini aku beralih ke Bella, untuk menguji ke

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   45. Derita Rasti

    Ibu langsung tergugu mendengar penuturan Mas Danis. Aku tahu betapa patahnya hati Ibu saat ini. Dua orang anaknya selalu saja gagal dalam berumah tangga. Tapi kalau boleh jujur, kehancuran rumah tangga kami juga termasuk ada andil Ibu di dalamnya. Kalau saja Ibu tak mengatur berapa uang yang harus kami berikan pada istri-istri kami, pasti tak akan jadi begini. Ya walaupun kami juga salah karena terlalu menuruti Ibu, dengan dalih patuh.Setelah keduanya sudah agak tenang, aku mulai angkat suara lagi."Mas, sekarang kan Mas sudah sendiri. Lebih baik Mas kembali tinggal saja lagi di rumah ini. Jadi kita bisa sama-sama mengurus Ibu, Mas." Aku memberi usul. Jelas aku tak mau repot sendiri. Anak Ibu bukan hanya aku, lagi pula akibat Mas Danis lah, Ibu jadi seperti ini."Tapi rumah Mas gimana, Mar?" "Kontrakin ajalah, Mas. Lumayan, uangnya bisa buat tambahan Ibu terapi."Mas Danis terlihat berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk setuju."Ya udah, kalau gitu aku titip Ibu dulu ya, Ma

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   46. Pernikahan Dista

    Hari ini pagi-pagi sekali aku sudah sampai di kontrakan Bella. Sedih rasanya melihat kontrakan baru Bella begitu sempit dan kumuh. Bahkan lebih sempit dari kontrakannya yang lama."Ini baju Rasti yang masih lumayan bagus, Sayang." Aku mengulurkan paper bag yang berisi beberapa baju Rasti yang sudah kusortir kemarin.Bella menerimanya dengan sedikit enggan, namun senyum tetap mengembang di wajahnya."Terima kasih ya, Mas. Tapi aku sudah dapat baju, tadi malam dapat sumbangan dari teman aku.""Tapi ini tetap aku simpan gak apa-apa ya, Mas? Untuk ganti-ganti," lanjutnya lagi."Boleh, Sayang. Maaf ya kalau belum bisa belikan kamu baju. Nanti kalau aku gajian, bakal aku belikan deh." Aku merasa sedikit bersalah. Karena Bella sepertinya selalu menderita saat bersamaku."Tak apa, Mas. Dekat dengan kamu saja aku sudah merasa cukup," sahut Bella membuat aku tersanjung.Aku pun segera meminta Bella untuk bersiap untuk pergi ke pesta pernikahan Dista. Beberapa saat kemudian aku dibuat takjub de

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   47. Pernikahan dengan Bella

    "Apaa?" Mas Danis terlihat terkejut mendengar perkataanku."Kamu mau nikah lagi, Mar?" Mas Danis menatapku tak percaya."Iya, Mas. Emangnya salah? Enggak kan? Toh, kita laki-laki kan bebas mau poligami," sahutku dengan santai."Iya sih, Mar. Tapi Rasti gimana? Emang dia mau dimadu?" "Rasti lagi, Rasti lagi. Aku tak peduli lah, Mas, sama dia. Mau dia setuju atau enggak aku tetap akan nikahin Bella. Lagi pula harusnya dia itu juga sadar diri, gara-gara terpaksa nikahi dia aku jadi gagal bersatu dengan Bella," sungutku.Aku benar-benar jengkel dengan tanggapan Mas Danis. Sempat-sempatnya ia lebih memikirkan perasaan Rasti ketimbang kebahagiaanku.Mas Danis hanya bisa terdiam mendengar jawabanku.Aku yang kesal, langsung bangkit hendak membersihkan diri. Namun, aku kembali menghentikan langkahku dan beralih menatap Ibu."Bu, aku mau nikahin Bella dua Minggu lagi. Ibu setuju kan?" Kutatap wajah Ibu yang semakin hari semakin redup itu. Ibu hanya bisa mengangguk pasrah sembari bergumam sama

Bab terbaru

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   77. Akhir dari Segalanya

    Hari beranjak malam, tapi sama sekali belum ada kabar apapun dari Mas Rasyid. Entah kenapa hatiku terus tak tenang walau kini sudah berada di ruangan tempat aku tinggal dengan Mita selama ini.Aku terhenyak, lamunanku buyar saat dari televisi tabung kecil yang memang disediakan oleh bos kami di kamar ini, menampilkan sebuah berita penganiyaan seorang ART oleh majikannya.Yang membuat aku terkejut pasalnya alamat yang disebutkan adalah alamat rumah Mas Damar. Walau wajah sang pelaku tak terlihat karena ditutupi, tapi aku bisa dengan mudah mengenali jika itu adalah Mas Damar.Belum tuntas aku menonton berita tersebut, pintu ruangan kami terdengar digedor dari luar. Aku langsung bangkit untuk membukanya, karena Mita sedang berada di kamar mandi.Aku terkejut saat melihat Mas Rasyid yang berada di sana bersama seorang temannya yang kutebak adalah polisi juga."Ras, mari ikut kami ke kantor," ajak Mas Rasyid yang menjawab semua keraguanku sedari tadi."Jadi benar kalau yang dianiaya itu ad

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   76. Kabur

    POV RastiSudah berhari-hari aku terkurung di kamar bekas Mas Danis. Akses untuk keluar sama sekali tak ada, karena pintu terkunci dari luar. Hanya waktu makan dan waktu-waktu tertentu saja pintu akan terbuka, baik itu dibuka oleh Mas Damar atau Mbok Darti yang baru kutahu adalah ART di rumah ini.Kurasa Mas Damar kini sudah tak waras. Awal berjumpa dengannya dan dia meminta rujuk denganku aku tak begitu kaget. Karena aku tahu tentang video viral Bella yang ternyata seorang pelakor itu.Walau Mas Damar membujukku bahkan berjanji akan menerimaku apa adanya, aku tak akan luluh begitu saja. Karena aku paham betul bagaimana sifat Mas Damar sejak dulu.Mas Damar meminta rujuk denganku semata-mata bukan karena ia cinta, tapi aku tahu ia melakukan itu hanya demi harga dirinya. Sejak dulu ia kan selalu menjaga image di depan orang, dan selalu ingin dipuji-puji. Jadi pasti ia kini tengah malu karena gagal berumah tangga sebanyak tiga kali. Mungkin itu sebabnya ia jadi tak waras hingga menguru

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   75. Pucuk Dicinta Ulam pun Tiba

    Kembali ke POV Damar ya.Dengan berat hati aku akhirnya berangkat juga ke rumah Dista untuk ikut meramaikan hari jadi anak semata wayangku itu.Kalau bukan karena Rafis, tentu aku tak akan datang. Entahlah bagaimana reaksi Dista nanti saat mengetahui bahwa aku tak lagi bersama dengan Bella.Selang beberapa saat, aku pun sampai di depan sebuah rumah megah. Masih bertahan di dalam mobil, berulang kali aku mengecek, apa benar ini alamat rumah Dista yang benar? Tapi pertanyaanku terjawab saat melihat Hilman ada di antara kerumunan tamu yang mulai datang. Ternyata memang benar ini adalah rumah Dista dan Hilman. Betapa beruntungnya mantan istriku itu, lepas dariku malah mendapat seorang sultan.Setelah menepikan mobil di luar pagar aku pun masuk ke halaman rumah tersebut yang sudah disulap dengan berbagai macam dekorasi ulang tahun khas anak-anak."Hilman ...." Aku menyapa Hilman yang masih sibuk dengan tamu-tamunya yang lain. Lalu menyalaminya sekedar basa-basi."Eh udah datang, Mar?" Bal

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   74. Hilang Kembali

    POV RasyidAku termangu menatap wajah mulus bak pualam itu. Matanya rapat terpejam terlihat damai setelah beberapa hari mengalami hal-hal yang aneh.Aku tersentak saat tiba-tiba bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang."Jaga pandangan, belum mahram."Aku tersenyum kikuk saat mengetahui Ustadz Faisal lah yang menepuk bahuku.Segera kututup pintu kamar Rasti yang tadi sempat kubuka sedikit untuk melihatnya."Apa ia sudah tak apa, Tadz?" Tanyaku khawatir."Insya Allah ia sudah tak apa. Kami akan berusaha merutinkan ruqyah agar pengaruh pelet dari tubuhnya cepat hilang."Hatiku sedikit tenang mendengar ucapan Ustadz Faisal.Masih teringat jelas dalam benakku kejadian beberapa hari yang lalu.Mita teman kerja sekaligus teman sekamar Rasti menelpon ke nomorku malam-malam. Ia memang tahu bagaimana selama ini aku berusaha berjuang mendapatkan hati Rasti dan berniat mempersuntingnya. Namun entah kenapa Rasti seolah selalu menjaga jarak jika aku membahas soal perasaanku padanya.Mita mengab

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   73. Kemana Rasti?

    "Maaf, aku gak bisa!" Sahut Rasti acuh tanpa memikirkan perasaanku."Dan aku minta secepatnya kamu urus perceraian kita. Karena aku sudah punya pengganti kamu. Jadi jangan berharap banyak!" Lanjut Rasti lagi mengejutkanku."Kamu sudah punya pengganti aku? Secepat itu?" Balasku tak percaya. Bisa jadi itu hanya kebohongan yang dibuat Rasti agar aku menjauh darinya.Belum sempat aku menjawab, bersamaan dengan itu terdengar seseorang dari pintu masuk memanggil nama Rasti begitu akrab."Tumben cepat datangnya, Mas?" Tanya Rasti sembari tersenyum manis pada lelaki yang kini sudah berada di belakangku."Iya. Mas sudah selesai tugas, jadi langsung kemari."Aku terhenyak demi mendengar suara lelaki tersebut. Kenapa suaranya begitu familiar? Refleks aku menoleh ke belakang untuk melihat siapa lelaki yang kini tengah berbincang hangat dengan Rasti."Rasyid?" Mataku membulat sempurna saat melihat Rasyid teman sekolahku dulu lah yang sedang berbincang dengan Rasti."Damar?" Ia pun sama terkejutny

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   72. Ingin Rujuk

    Aku menutup panggilan dari Mbok Darti setelah berjanji akan segera pulang. Kebetulan sebentar lagi jam pulang kantor akan tiba.Bukannya sedih mendengar kabar dari Mbok Darti tersebut, aku malah bersorak-sorai dalam hati. Ternyata tanpa aku perlu repot-repot, Bella sudah terkena karmanya sendiri.Dengan bersiul riang aku keluar dari kantor hendak pulang ke rumah. Namun di depan sana terlihat Hardi berjalan tergesa ke arahku."Kenapa lu? Kok macam habis ketemu setan gitu?" Tanyaku pada Hardi setelah jarak kami dekat."Liat nih, Mar! Liat!" Tanpa menyahut pertanyaanku Hardi langsung menunjukkan ponselnya.Di sana terpampang sebuah video live yang terlihat ramai penonton. Mataku membelalak saat sadar tempat yang ada di dalam video tersebut adalah rumahku.Terlihat seorang wanita paruh baya mengamuk pada seorang wanita yang seperti Bella. Bukan, itu memang Bella!Namun syukurnya polisi yang ada di sana langsung melerai sebelum wanita itu semakin brutal.Saat melihat komen-komennya, rata-r

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   71. Dilabrak Istri Orang

    Serasa ada petir yang menyambar di atas kepalaku mendengar kabar dari Mbok Darti tersebut. Tanpa sadar ponsel pun terjatuh begitu saja seiring dengan air mataku yang turut terjatuh pula.'Baru beberapa hari yang lalu Mas Danis pergi, kenapa sekarang Ibu ikut menyusulnya, Bu?' Aku merintih dalam hati.Tanganku mengepal sesaat teringat pada si penyebab semua ini. Ini semua karena Bella! Gara-gara Bella aku jadi berpisah dengan Ibu untuk selamanya.Aku yang makin tergugu mengundang perhatian para karyawan lain yang berada di divisiku. Mereka terlihat saling pandang satu sama lain, tapi ragu untuk mendekat. Karena memang selama ini aku tak begitu dekat dengan mereka. Hanya Hardi sajalah satu-satunya temanku di sini.Tanpa menghiraukan tatapan penuh tanda tanya mereka, aku langsung bangkit dari kursi berniat pulang. Bahkan sangking kalutnya aku tak ingat untuk izin pada atasan. Hingga di tengah jalan, barulah aku ingat dan cepat-cepat menghubungi Pak Jaya.Usai menelpon dan mendapat izin

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   70. Kepergian Ibu

    Aku yang sedang tidur terbangun begitu mendengar suara pintu ruang rawat Ibu terbuka. Sembari memegang kepala yang pusing karena kurang tidur, aku menoleh ke arah pintu.Terlihat sudah ada Bella di sana, berdiri dengan senyum manis tanpa dosa seraya menenteng kotak bekal makan."Mas, kamu kok gak ngabarin aku kalau Ibu masuk rumah sakit?" Ucap Bella dengan sedikit memanyunkan bibirnya sok manis.Jika dulu aku selalu suka sikapnya yang seperti itu, berbeda pula dengan sekarang saat aku sudah tahu semua kedoknya.Tanpa menggubris perkataannya, aku kembali memejamkan mata."Kamu pasti capek sekali ya, Mas? Tapi sarapan dulu ya, baru tidur. Nanti kalau telat makan malah kamu yang jadi sakit." Terdengar lagi ia bersuara membujukku."Memangnya ada jaminan kalau makanan itu aman tak ada racunnya?" Balasku masih enggan membuka mata. Entah bagaimana ekspresi wajahnya saat mendengar perkataanku ini, aku tak lagi peduli."Maksud kamu apa sih, Mas? Racun apa? Jangan bercanda deh."Aku langsung me

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   69. Tak Lagi Punya Rahim?

    Aku terkesiap mendengar perkataan lelaki itu. Jangan-jangan Bella yang ditelponnya saat ini adalah Bella istriku. Tak mungkin semua hal yang saling berkaitan ini hanyalah kebetulan.Diam-diam aku mengikuti langkah lelaki itu. Dan lagi-lagi aku dibuat terkejut saat melihatnya masuk ke ruang poli neurologi. Namun detik selanjutnya, ia kembali keluar.Aku yang masih mengintainya, pura-pura duduk di bangku tunggu sembari bermain ponsel. Terlihat ia kembali menelpon seseorang."Aku belum bisa membuat buktinya sekarang. Jam praktek dokter belum habis. Kemungkinan sore baru aku bisa memberimu bukti itu."Mendengar kata-kata lelaki itu, tanganku tanpa sadar mengepal menahan geram."Ya pandai-pandai kamu lah, bagaimana ngasih alasan ke suamimu. Tapi kan tadi kamu sudah kirim foto ruang poli neurologi, masa dia masih gak percaya?"Entah apalah yang dikatakan orang di seberang sana. Yang jelas pasti ia tak terima jika bukti itu bisa didapatkan sore hari. Pasti ia takut aku pulang dan bertanya m

DMCA.com Protection Status