Setelah beberapa hari merenung dan mendekatkan diri pada Alloh, Tuhan yang ia yakini, kini Dirga kembali bangkit dan menjalani hidupnya seperti sebelumnya. Dirga kembali masuk kantor dan melanjutkan rencananya untuk membuka usaha bersama Galih dan seorang temannya lagi yang baru pulang dari luar negeri. Pagi ini Dirga sengaja meminta izin tidak masuk kerja karena ia ingin memperbaiki semua barang-barang di rumahnya yang rusak akibat perbuatanya saat bertengkar dengan Serena. Sebenarnya ia sangat mampu untuk membeli yang baru tapi Dirga sengaja ingin menunjukkan pada Serena jika semua yang rusak masih bisa di perbaiki. Pertama dia memasuki kamar putrinya. Mengambil pakaian Serena yang masih tersisa di almari pakaian milik Zena untuk ia kembalikan ke posisi awal yaitu di alamari mereka di kamar utama. Setelahnya Dirga ingin memperbaiki bingkai foto yang pecah. Kemarin sepulang kerja Dirga mampir membeli dua kaca seukuran bingkai foto untuk mengganti bingkai foto pernikahannya dan Ser
Dirga segera mengajak orang tuanya untuk masuk ke dalam rumah. Mempersilahkan orang tuanya untuk duduk lalu pergi mengambilkan minuman dingin untuk ayah ibunya. "Dimana Serena dan Zena? Kenapa tidak di rumah saat kamu pergi bekerja?" tanya Mirna dengan nada tidak suka. "Istri yang baik itu harus ada di rumah saat suaminya bekerja." tambahnya sambil berjalan mengikuti Dirga ke dapur untuk mengambil minum. "Minumlah bu!" Gibran menyerahkan sebotol minuman ion yang diambilnya dari lemari es. "Kita ke depan Bu," ajaknya lalu berjalan lebih dulu. "Kenapa tidak memberitahu jika mau kesini?" tanya Dirga setelah duduk di sofa ruang tamu."Biar tidak mengganggu pekerjaan kamu," jawab Hendrawan sambil menyandarkan punggungnya. "Nanti kamu pasti buru-buru pulang kalau tahu kami mau kesini?" sahut Mirna menambahi. Dirga mengangguk, "Ayah sama Ibu istirahat aja dulu," ucapnya hendak beranjak dari duduknya. "Kamu mau kemana?" Mirna mendongak menatap putranya. "Kamu belum jawab pertanyaan Ibu
"Bagaimana jika aku beritahu Serena sudah mengajukan gugatan cerai ke pengadilan dan besok kami akan bertemu untuk mediasi, apa kalian senang?" beritahu Dirga dengan nada sinis. Sontak Mirna mengarahkan pandangannya pada putranya itu. "Serena sudah mengajukan gugatan?" Mirna memajukan tubuhnya untuk memastikan apa yang baru saja didengarnya. "Benar." Dirga mengangguk. Mirna menghela nafas panjang, ada rasa lega akhirnya Dirga berpisah dengan wanita yang tidak pernah ia suka sejak pertama kali putranya membawa wanita itu pulang untuk di kenalkan dengan dirinya. Namun tiba-tiba muncul rasa kasihan di hatinya ketika melihat wajah frustasi Dirga yang terpukul dengan keputusan menantunya itu. "Mungkin ini memang sudah jalannya. Jodoh kalian hanya sampai di sini. Semua pasti ada hikmahnya," tutur Hendrawan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun di wajahnya. "Jadi kalian benar-benar bahagia mendengar kehancuran rumah tanggaku?" tanya Dirga lalu tersenyum miris. "Aku benar-benar tidak menyang
Dirga datang ke pengadilan satu jam lebih awal dari jadwal yang di tentukan oleh pengadilan. Dirga yang di temani dua kuasa hukumnya sengaja menunggu Serena di area parkiran namun sampai waktu mediasi dimulai tak ada tanda-tanda akan kehadiran Serena. Ternyata Serena tidak hadir di karenakan ada kepentingan mendadak dan hanya diwakili oleh dua pengacaranya, itu baru di ketahui Dirga ketika mereka sudah di ruang Mediasi. Ketika mediasi di mulai pengacara dari Serena menekankan jika Serena sudah memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dengan alasan sering terjadi terjadi cekcok dan pertengkaran karena hal kecil dan berujung pada perdebatan yang alot dan itu terjadi terus menerus. Sehingga Serena khawatir jika terus berlanjut akan mempengaruhi psikis Arzena, putri mereka. Pengacara juga mengatakan jika kliennya tidak menuntut pembagian harta gini gini ,"Klien kami hanya menuntut hak asuh putrinya jatuh ke tangan Bu Serena seperti perjanjian yang sudah Pak Dirga dan Ibu Serena se
Jm 6 pagi Serena sudah bersiap untuk berangkat ke pengadilan. Serena berniat menitipkan Zena di rumah Bundanya sebelum berangkat ke pengadilan karena itu mereka berangkat lebih awal dari jadwal yang di sidang perceraiannya.''Serena kamu sudah siap?" Gibran mengetuk kamar Serena. "Iya." jawab Serena setelah keluar dari kamarnya. "Kita sarapan di rumah Bunda saja. Zena sudah kangen kari ayam bikinan Bunda katanya." ujarnya sambil melirik putrinya yang sudah berdiri di dekat sofa sambil tersenyum. "Hore,,,,ke rumah Oma." pekiknya girang. "Sudah siap ketemu Bunda?" tanya Gibran menatap dalam adik bungsunya itu. Serena sontak mengangguk sambil tersenyum seperti biasanya. Tidak pernah menunjukkan kesedihannya. "Semuanya pasti akan segera berlalu. Setelah semuanya selesai, mulailah hidup baru bersama Zena!" ucap Gibran menepuk pundak sang adik lalu berbalik dan menggendong Zena membawanya keluar kamar apartemen. Ya, beberapa hari ini Serena tinggal di appartemen milik Gibran untuk se
"Sebenarnya dulu Bunda dan Papanya Kaisar saling mengenal. Kami sangat dekat. Saat itu Bunda mengira jika Aditama memiliki perasaan yang sama dengan yang Bunda rasakan tapi ternyata Aditama mendekati Bunda karena menyukai kakak sepupuku, Marisa." Rahma mengungkapkan apa yang selama ini ia rahasiakan. Sontak membuat ketiga anaknya tercengang setelah mendengar pengakuan Rahma. "Bunda serius?" Kali ini Indira yang bertanya. Sedangkan Serena dan Gibran hanya menatap lekat wanita yang mereka panggil Bunda itu. Rahma menghela nafas panjang sebelum menceritakan apa yang disimpan rapat selama ini, "Aditama adalah senior Bunda di kampus. Bunda dan Aditama sering pergi bersama bahkan dia sering membelikan hadiah dan sangat perhatian sama Bunda. Akan tetapi ternyata itu semua dilakukannya agar bisa mencari tahu tentang Marisa. Aditama tidak lagi menemuiku setelah mengenal Marisa. Pada akhirnya Bunda melihat sendiri Aditama dan Marisa menjalin kasih bahkan mereka menikah tanpa memberitahuku. K
"Aku mohon padamu! Mas Kaisar ingin sekali bertemu denganmu," mohon Aira dengan suara memelas. "Serena!!! Aku mohon,," Suara Aira kembali terdengar memohon dengan diiringi isak tangis yang membuat hati Serena terenyuh hingga tanpa sadar meneteskan air matanya. "Dia ingin sekali bertemu denganmu. Tolonglah bantu aku membalas kebaikannya kepadaku dan Raka. Aku akan menemui suamimu jika itu yang membuatmu tidak mau datang kesini. Aku akan meminta izin padanya. Aku akan menemuinya sekarang," bujuk Aira tanpa menyerah. "Tidak perlu," jawab Serena akhirnya. Lalu menutup matanya sebentar, 'Bismillahirrokhmanirrokhim,' lanjutnya dalam hati. "Aku akan datang." Terdengar helaan nafas lega dari Aira, "Terima kasih! Terima kasih banyak Serena. Kamu memang orang baik, aku akan menunggumu," Suara Aira terdengar serak. Serena menghela nafas sepenuh dadanya setelah sambungan telfonnya dengan Aira terputus. Entah benar atau salah keputusannya kali ini. Namun kali ini dia tidak bisa lagi menghind
"Kalau begitu mintalah maaf padaku! Mintalah maaf karena kamu tidak bisa menepati janji kita dulu." Kaisar menatap dengan senyum yang terus tersungging di wajahnya. Senyum yang selama sepuluh tahun ini tidak pernah lagi terlihat nampak di wajah tampan itu. Melihat senyum Kaisar membuat Sekarang tanpa sadar menghela nafas lega. "Akhirnya kamu bisa tersenyum lagi," gumam Sekar lirih. Serena menatap penuh penyesalan pada Kaisar. Pria yang dulu pernah mengisi hari-harinya selama empat tahun kebersamaan mereka. Sejak mereka masih berseragam putih abu-abu hingga menginjakkan kakinya di perguruan tinggi diman hubungan mereka akhirnya berakhir. Serena masih berusaha mencerna maksud dari kata-kata Kaisar ketika Aira menyahut. "Mas Kaisar menunggu janjimu saat kalian masih bersama." Aira ikut berbicara. "Dia bertahan karena janjimu," tambahnya memberitahu. "Jika memang, kamu sudah benar benar yakin dengan di a. Min ta maaflah pa daku,,, untuk tidak me nepa ti janji kita dulu." Tutur Kais