Share

Bab 5 Belajar mandiri

Author: iva dinata
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pov Serena

Setelah menurunkan Zena di sekolahnya, segera aku menuju ke kafe milik Mas Gibran. Ketika aku sampai di parkiran, Kafe masih baru di buka. Tulisan open baru saja di balikkan okeh karyawan.

"The Gis's Cafe," gumam ku lirih membaca tulisan pada pintu kafe yang terbuat dari kaca itu.

Tanpa sadar aku tersenyum mengingat asal usul dari nama kafe itu. GIS adalah singkatan nama kami bertiga, Gibran, Indira dan Serena. Kami tiga bersaudara. Setelah Ayah dan Bunda berpisah kami memilih untuk ikut Bunda. Waktu itu aku masih kelas satu SMA ketika Ayah berselingkuh lalu menikahi selingkuhannya yang sedang hamil, karena Bunda tidak bersedia di madu, Bunda memutuskan untuk bercerai.

Sejak itu hubungan kami dengan Ayah menjadi renggang. Kami tidak pernah lagi berkunjung ke rumah yang dulu kami yang dulu setelah Ayah membawa pulang selingkuhannya itu. Namun lambat laun kami akhirnya mengikhlaskan semua. Setiap hari raya kami akan berkunjung untuk bersilaturahmi meski tidak sampai satu jam kami berada di sana.

"Serena?" panggil pria tamban dan gagah berjalan dari arah belakangku. "Kamu kok disini?" tanyanya setelah berada di sampingku.

"Aku ingin meminta pekerjaan padaa owner kafe itu," jawabku sambil menunjuk kafe milik Mas Gibran dengan ekspresi memelas.

"Kenapa tiba-tiba ingin bekerja?" tanyanya memicingkan mata curiga, "Apa Dirga mengecewakan mu lagi?"

"Aku ingin mandiri Mas," jawabku sambil tersenyum. "Tidak ingin bergantung pada siapapun lagi. Aku tidak ingin mengorbankan perasaanku. Bukankah aku juga berhak bahagia?" lanjut ku menirukan nasihat Mas Gibran dulu saat aku memilih untuk bertahan.

Mas Gibran mengangguk paham, "Kita bicarakan di dalam." Mas Gibran menggandengku menuju kafe.

Beberapa karyawan menyapa kami, hampir semua karyawan di sini mengenalku sebagai adik bungsu Mas Gibran. Ya karena aku juga sering datang kesini.

"Duduklah," perintahnya setelah kami memasuki ruang kerjanya. "Katakan ada apa?" Mas Gibran memberikan sebotol minuman ion yang diambilnya dari lemari es yang ada di pojok ruang kerjanya.

"Terima kasih," ucapku lalu menunduk bingung harus bercerita apa?

"Katakan ada apa? Mas tidak bisa berbuat apa-apa jika kamu hanya diam," kata Mas Gibran setelah menghela nafas.

"Aku merasa kalah. Semua usaha dan pengorbananku sia-sia Mas," jawabku menatap Mas Gibran sedih.

"Kenapa merasa sia-sia?" Mas Gibran menegakkan tubuhnya menatapku intens.

"Mas Dirga tetap tidak bisa menghargai perasaanku. Dia hanya sibuk dengan hidup dan ambisinya sendiri. Seolah aku dan Zena tidak pernah ada di hidupnya. Dia juga tidak pernah membela aku ketika aku di salahkan oleh orang tuanya. Yang paling menyakitkan dia hanya diam saja ketika Zena di salahkan atau dibanding-bandingkan dengan anak adiknya." Aku menjelaskan alasanku ingin menyerah. "Bahkan beberapa hari yang lalu aku dan Zena pulang lebih dulu dari rumah orang tua Mas Dirga dan sampai hari ini kami tidak saling bicara," lanjut ku bercerita panjang lebar.

"Kamu inginnya seperti apa?" tanya Mas Gibran setelah berpikir sebentar.

"Aku ingin bekerja Mas. Sembari menunggu perubahan Mas Dirga atau keyakinan ku untuk berhenti," jawabku.

Mas Gibran menatapku dalam, "Bagaimana dengan Zena?"

"Aku akan bekerja setelah mengantarnya ke sekolah. Dan menitipkannya di rumah temanku Nurida, setelah pulang sekolah. Aku sudah berbicara dengan Nurida dan dia bersedia menjaga Zena. Aku akan memberikan uang sebagai ucapan terima kasih." Aku menjelaskan rencana yang sudah aku susun sejak kembali dari rumah mertuaku.

"Tapi aku sendiri yang akan mengantar dan menjemput Zena sekolah, karena itu aku meminta pekerjaan pada Mas. Aku butuh perlakuan istimewa," ucapku menatap penuh harap pada Mas Gibran dengan menyatukan kedua telapak tanganku, memohon.

Mas Gibran terkekeh sambil mengacak rambutku gemas, "Tentu saja, belajarlah cara mengelola kafe! Nanti jika sudah bisa menghandle, aku akan membangun satu cabang GIS Cafe untuk kamu," ujar Mas Gibran.

Perkataan Mas Gibran Sontak membuatku menatap tidak percaya, "Ck, berlebihan banget sih Mas? Aku kuliah jurusan bahasa Mas. Aku lebih cocok jadi editor atau penulis di sebuah perusahaan penerbitan dari pada jadi Owner Kafe," Aku menggelengkan kepalaku.

"Kamu bisa jadi penulis online di sela-sela kesibukan kamu sebagai sebuah hobi yang menghasilkan uang. Tapi untuk masa depanmu dan Zena kamu harus belajar menjadi Owner kafe. Mengerti?" Mas Gibran memberi nasihat.

Aku mengangguk patuh, "Mengerti Mas." Semua nasihat Mas Gibran benar adanya. Aku tidak akan membantahnya.

"Bagus. Aku akan menyuruh Lina mengantar kamu berkeliling dan memeriksa semua laporan kafe. Belajarlah dengan cepat!" tutur Mas Gibran lalu menelpon sekertaris sekaligus asistennya.

🥀🥀🥀

Setelah berkeliling kafe, Mbak Lina memberiku setumpuk map, di atas meja kerjaku yang tidak jauh dari meja Mbak Lina. "Di periksa ya calon Bu bos!" canda Mbak Lina setelah meletakkan setumpuk map di depanku.

"Banyak banget Mbak," keluhku pada wanita yang lebih tua 3 tahun dariku itu.

"Ini laporan keuangan, dari mulai keuangan dapur sampai keuangan gaji pegawai. Ini laporan kehadiran karyawan, ini laporan bla bla....." jelas Mbak Lina panjang lebar.

"Ok, ok. Pelan-pelan ya Mbak," sahutku memelas.

"Iya, tapi di periksa semua! supaya benar-benar mengerti." Mbak Lina berpesan sebelum kembali ke mejanya.

Sekitar jam 10 aku pamit ke Mbak Lina untuk menjemput putriku dari sekolahnya. "Mbak kalau Mas Gibran tanya tolong katakan aku jemput Zena!"

"Iya siap!" jawab Mbak Lina.

Aku bergegas berangkat menjemput putriku di sekolahnya. Sekitar 20 menit aku sampai di sekolah Zena. Gadis kecil itu sudah menunggu di depan kelasnya. "Maaf Mama telat," ucapku berlari mendekatinya. "Mama janji besok datang lebih awal."

"Gak papa Ma," jawabnya dengan senyum ceria khas miliknya.

Dadi sekolah aku mengantar Zena ke rumah Nurida. Wanita berhijab itu dengan senyum bahagia menyambut kedatanganku dan Zena.

"Halo cantik," sapa Nurida saat kami datang lalu menggendong Zena dan memangkunya.

Nurida berjanji akan menjaga Zena dengan baik selama aku bekerja. "Zena nanti main sama Kakak Al ya sayang," ucap Nurida pada Zena yang langsung mendapat anggukan dan senyum sumringah dari Zena.

Nurida adalah sahabatku sejak masih sekolah menengah atas. Suaminya meninggal karena kecelakaan kerja. Dia bekerja sebagai penjahit rumahan dan membuka toko kelontong untuk menghidupi dirinya dan putra semata wayangnya Muhammad Alfatih yang sudah berumur 12 tahun.

Zena sudah sering aku ajak main ke rumah Nurida sehingga dia sama sekali tidak menolak saat aku memintanya untuk di rumah Nurida selama aku bekerja.

"Zena yang pinter ya! Mama harus membantu Om Gibran di kafe, nanti jam tiga sore Mama jemput." Aku berpesan pada Zena.

"Siap Mama. Zena janji jadi anak yang pintar sampai Mama jemput Zena," jawab putri kecilku sebelum diajak Al masuk ke dalam rumah.

"Nur, aku nitip ya! Dia tidak biasa keluar rumah, jadi tolong usahakan dia hanya main didalam rumah saja," pesanku pada Nurida, "Dia paling suka menggambar, kasih saja dia buku gambar yang ada di tasnya!" lanjut ku memberi arahan.

"Sejak kemarin kamu sudah mengatakan itu Rena berulang kali," sahut Nurida sambil tersenyum, "Zena sudah hampir 7 tahun, jangan terlalu mengkhawatirkannya,"

"Kamu benar. Kalau begitu aku balik ke kafe dulu. Aku titip Zena ya! Terima kasih untuk semuanya," ucapku sebelum meninggalkan rumah Nurida.

🥀🥀🥀

Related chapters

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 6 Terserah.

    Pov Serena. Sudah satu bulan aku bekerja di kafe Mas Gibran, selama itu juga aku dan Mas Dirga masih saling diam. Mas Dirga selalu pulang malam namun aku tidak pernah bertanya atau mengirim pesan padanya untuk menanyakan kapan dia akan pulang? Setiap hari aku berusaha belajar tentang cara menghandle sebuah kafe. Namun sesibuk apapun, aku tidak pernah lupa tugasku sebagai seorang ibu untuk Zena. Setiap kali di rumah aku menghabiskan waktuku untuk Zena. Baru setelah Zena tidur aku mengerjakan tugas yang aku bawa pulang. sore ini aku sedang bercanda dengan Zena ketika Mas Dirga pulang. Entah apa yang membuatnya pulang lebih awal hari ini jika biasanya dia akan pulang pukul 8 malam berbeda hari ini laki-laki itu sudah terlihat memasuki rumah pada pukul 5 sore dia. Seperti biasa dia pulang membawa tas kerja dan tumpukan Map di tangannya. Zena langsung turun dari sofa dan berjalan menuju kamarnya tepat ketika Mas Dirga bejalan masuk menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Zena. Ma

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 7 Kabar mengejutkan

    Pov Serena. Seperti biasa setiap pagi aku mengantar Zena ke sekolah dan langsung menuju kafe. Ini sudah menjadi rutinitasku hampir dua bulan ini. Aku sangat bersyukur karena aku sudah terbiasa dengan semua pekerjaanku di kafe. Itu tidak lepas dari bantuan Mas Gibran dan Mbak Lina tentunya. Setiap pagi aku akan memastikan semua bahan di dapur lengkap lalu memastikan kafe di buka dalam keadaan rapi dan bersih. Sesekali aku memeriksa ke dapur untuk melihat makanan yang di pesan pelanggan kafe lalu kembali ke meja kerjaku untuk memeriksa laporan. Sekitar pukul 9 pagi aku kembali ke meja kerjaku untuk memeriksa laporan belanja bulanan. Baru setengah jam aku berkutat dengan kertas-ketas itu sebuah panggilan masuk ke ponselku. panggilan dari Dewa, teman sekolahku yang bekerja di kota Bali. 📞[Hallo,] sapaku begitu aku menerima panggilannya. [Hallo Rena,] sahutnya. [Iya, apa kabar kamu?]tanyaku basa basi. [Alhamdulillah sehat, kamu bagaimana?] tanya Dewa balik. [Sehat. Alhamduliilah.

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 8 pertengkaran setelah saling diam.

    [Aku tahu kamu sudah menikah dan memiliki keluarga, jika perlu aku akan menemui suami kamu dan meminta izin langsung darinya.] Suara Aira memohon karena Serena tidak juga menjawab permintaannya. [Apa kamu yakin jika aku menjenguknya, Kaisar akan sadar?] tanya Serena dengan suara yang di usahakan setenang mungkin. [Iya. Aku sangat yakin jika kamu mau datang dan berbicara dengannya InsyaAllah dia akan sadar,] jawab Aira penuh keyakinan. [Kenapa kamu begitu yakin?] kembali Serena mempertanyakan keputusan Aira menghubungi mantan kekasih suaminya. Apa hatinya tidak terluka? pikir Serena. [Karena dia menunggumu. Tolonglah!] [Kamu yakin?] tanya Serena sekali lagi untuk memastikan. Serena tidak ingin kehadirannya menjadi bumerang untuk rumah tangga Aira dan Kaisar. [Iya aku yakin. Percayalah tidak akan ada yang mempermasalahkan kedatangan kamu menemui Kaisar] jawab Aira mengerti kekhawatiran yang dirasakan Serena. [Baiklah besok aku akan datang,] putus Serena. [Aku akan mengirim pesan

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 9. pertengkaran setelah saling diam.

    "Aku tidak setuju, jika Zena harus di titipkan di rumah orang lain ketika kamu bekerja," tolak Dirga. "Kita tidak tahu kondisi ke amanan tempat tinggal teman kamu itu," Dirga mengutarakan alasannya. "Lalu, mau bagaimana?" tantang Serena menatap Dirga sinis. "Kita panggil pengasuh saja, untuk mengasuh Zena di rumah," kata Dirga memutuskan. Sontak Serena melebarkan matanya menatap penuh amarah pada Dirga, "Maksudmu, kamu ingin memanggil Ratna, janda yang membuatmu membentakku dan bahkan bersedia meminta maaf padanya padahal dalam mimpi pun kamu tidak pernah meminta maaf padaku," ucapnya tidak terima. Ada rasa marah bercampur dendam jika mengingat Ratna yang setelah kehadiran wanita itu rumah tangganya tidak lagi harmonis. Dirga menggigit bibir bawahnya, menyadari jika dirinya sudah salah bicara dengan mengungkit hal yang seharusnya tidak pernah mereka bahas lagi. "Silahkan bawa dia kembali kesini untuk me nga suh mu." Serena menekankan pada kata di akhir kalimatnya, "Dengan senang h

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 10. Enam Tahun Lalu [1]

    Untuk makan malam Serena hanya menggoreng nugget untuk dirinya dan Zena saja, ia sama sekali tidak berniat untuk mengajak Dirga makan malam bersama. Dirga keluar dari kamar lalu ikut bergabung di meja makan. Serena hanya melirik sebentar namun tak berniat berbicara. "Tunggulah sebentar aku sudah memesan ayam goreng, kasihan Zena hanya makan pakai nagget saja," tutur Dirga ketika melihat Serena menyuapi Zena makan hanya dengan lauk kotak di lapisi tepung panir itu Serena bergeming, ia sama sekali tidak menyahut dan melanjutkan kegiatannya menyuapi Zena dan sesekali menyuapi dirinya sendiri. Saat ayam goreng pesanan Dirga datang Serena dan Zena sudah menyelesaikan makan malamnya. Tanpa menghiraukan Dirga, Serena membereskan bekas makannya dan Zena. Dirga sempat menawari Zena untuk memakan ayam goreng yang di pesannya tapi gadis kecil itu menolak dengan alasan kenyang. Zena hanya duduk diam diatas kursi meja makan seperti biasanya menunggu Serena selesai mencuci piring bekas makan mere

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 11. Enam Tahun Lalu [2]

    Kalimat demi kalimat yang keluar dari mulutnya seperti sebuah silet yang menggores hatiku berkali-kali. Dia selalu mengatakan aku lebay jika aku mengeluh padanya. "Ya aku lebay. Untuk orang yang hidupnya sempurna seperti kamu. Ya aku memang lebay bagi orang yang tidak pernah merasa di bully dan di ejek sejak kecil," kataku pelan dengan rasa kecewa yang menyesak di dada membuat mataku tak lagi bisa menahan laju air mata yang sudah mulai membasahi kedua pipiku. "Aku memutuskan kembali bekerja juga karena Ibumu yang terus-menerus MEMBERI NASEHAT supaya aku bekerja untuk membantu keuangan keluarga," Aku sengaja menekankan pada dua kata 'Memberi nasehat' karena dia selalu membela ibunya dengan mengatakan, 'Ibu hanya memberi nasehat bukan menyuruhmu' ketika aku mengeluh ibunya terus menerus menyuruhku untuk kembali bekerja setelah Zena lahir. "Kamu selalu seperti itu, menyalahkan orang lain," cibir Mas Dirga lalu berjalan ke taman belakang rumah.Hatiku sakit, sakit sekali. Mengapa Mas D

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 12. Enam Tahun Lalu [3]

    Pov Serena. Setibanya di rumah, nampak Bunda sudah menunggu di teras. Beliau bergegas menyambut kedatangan kami dengan wajah sedih dan mata yang sudah berkaca-kaca. Tanpa berkata apapun wanita paruh baya itu langsung mengambil Zena dari gendonganku dan membawanya masuk. Selama dua tahun pernikahan, aku sama sekali tidak pernah mengeluh sedikitpun soal Mas Dirga kepada Bunda. Mungkin karena itulah Bunda terlihat sangat sedih karena beliau mengira rumah tanggaku dan Mas Dirga sangat harmonis seperti yang terlihat selama ini.Hanya kepada Mas Gibran saja aku mau bercerita itu pun ketika sudah tidak bisa menahan rasa kesalku lagi. Bagi Ibu, Mas Dirga itu sosok suaminya yang baik dan tidak banyak menuntut. Bunda selalu berpesan agar aku selalu menjadi istri yang baik dan penurut agar rumah tanggaku tidak berakhir seperti rumah tangga Mbak Indira yang pertama. Ya. Rumah tangga pertama kakak keduaku itu memang berakhir dengan perceraian. Karena itu Bunda mewanti-wanti agar aku menjadi istr

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 13 Enam tahun lalu.

    "Kamu itu dulu kok bisa nikah sama orang kayak Dirga? Apa tidak ada lelaki lain yang menyukaimu?" Kembali Bunda mengomel, "Jefri yang yang urakan begitu saja masih mengerti salah dan minta maaf. Tapi suamimu yang terlihat berpendidikan malah sifatnya seperti itu," lanjutnya terlihat sangat kesal. Mendengar kata, 'Lelaki lain' membuat aku teringat pada seseorang di masa lalu. Tanpa sadar aku menghela nafas panjang, tidak seharusnya aku mengingat seseorang yang sudah menjadi milik orang lain. Ya Alloh, rasanya kepalaku seperti mau pecah. Omelan Bunda semakin membuatku pusing dan tertekan. Ingin sekali membantah tapi itubmemang benar, Jefri mantan suami Mbak Indira lebih bisa menghargai perasaan istrinya di banding Mas Dirga yang terkesan tak peduli denganku. Dari dalam rumah Mas Gibran memanggil, "Serena," panggilnya memberi isyarat agar aku mengikutinya untuk masuk ke dalam rumah. Ah... ada sedikit rasa lega. Setidaknya aku bisa bebas dari omelan dari bunda meski sebentar. "Bunda tu

Latest chapter

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 125 Tamat.

    "Sah" pekik sang penghulu yang langsung di sambut riuh para saksi. "Sah," Suara para saksi terdengar kompak disusul. lantunan do'a dari sang penghulu dan segera diaminkan oleh seluruh yang hadir di ruangan itu. "Alhamdulillah,," Suara lirih Rahma penuh syukur. "Iya Alhamdulillah ya Bun. Akhirnya Mas, Gibran menikah juga," sahut Serena sambil mengelus punggung wanita paruh baya itu. Rahma hanya menghela nafas dengan pandangan yang sendu kearah sepasang pengantin yang nampak bahagia dengan senyum sumringah di wajah keduanya. "Bunda, senyum dong. Pengantinnya mau minta do'a restu," ujar Serena saat Gibran dan Nurida mendekati sang Bunda untuk sungkem. Hari ini adalah pernikahan Gibran dan Nurida. Setelah satu tahun meminta berjuang akhirnya hari ini mereka bisa melangsungkan akad nikah dengan restu dari Rahma. Ya, awalnya Rahma menolak memberi restu Gibran menikahi sahabat Serena itu. Rahma menginginkan menantu yang statusnya sama dengan Gibran. Bukan seorang janda dengan satu ana

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 124 Sebenarnya Siapa Serena itu.

    "Ru rujuk? maksudnya?" tanya Serena menoleh pada Dirga. "Beberapa bulan yang lalu Anita mengajukan gugatan cerai pada Andika." Dirga menjawab pertanyaan Serena lalu mengalihkan pandangannya pada Hendrawan. "Bukannya perceraian mereka sudah di putuskan pengadilan?" "Iya tapi belum mengikrarkan talak. Selama perpisahan mereka Andika belum pernah mengucap talak." penjelasan Hendrawan mendapat anggukan mengerti dari Dirga. Serena hanya diam tanpa berniat berkomentar. Ia masih tidak percaya mendengar berita perceraian adik iparnya itu. Apalagi selama ini Hendra dan Mirna selalu membanggakan rumah tangga putri bungsunya itu sangat harmonis. "Rena, kenapa tamunya tidak di ajak masuk?" Rahma ikut keluar menyambut besannya itu. Dengan senyum ramah ibu Serena mengulurkan tangannya menyalami kedua orang tua menantunya itu. "Ayo silahkan masuk!" ajak Rahma menggiring besannya itu untuk masuk ke sisi lain ruang tamu yang memang di peruntukkan untuk menjamu tamu yang datang. "Maaf duduknya di

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 123 Acara tasyakuran rumah baru.

    Sudah dari kemarin Dirga dan Serena menempati rumah baru mereka. Tak ketinggalan Rahma dan Gibran juga keluarga kecil Indira ikut menginap sejak semalam. sudan dari selesai sholat shubuh Rahma sibuk mengatur persiapan acara ulang tahun sekaligus tasyakuran rumah baru putri bungsunya. Di bantu dua orang asisten rumah tangga ia sibuk di dapur. Rencananya pada jam 9 pagi akan diadakan pengajian bersama dengan mengundang para tetangga juga saudara dan teman-teman Dirga. Untuk ulang tahun Zena akan diadakan setelah dhuhur. Bukan hanya Rahma, Indira pun begitu. Kakak kedua Serena itu juga sibuk mengatur tempat dan bingkisan untuk para undangan. "Inah, kamu taruh semua bingkisan itu di depan. Di bawah tenda ya!" perintahnya pada seorang asisten rumah tangga yang baru di pekerjakan oleh Dirga sejak dua hari yang lalu. "Periksa juga bingkisan untuk undangan ulang tahun Zena! Jumlahnya kurang atau tidak?" sambungnya lalu berjalan menuju dapur. "Rena, cateringnya datang jam berapa? Acaranya

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 122 Rahma yang sudah tidak menahan diri lagi.

    "Siapa yang akan mengacaukan? Dirga bisa sesukses ini juga karena kita. Enak sekali keluarga Serena, tidak merasakan susahnya sekarang ikut menikmati hasil kesuksesan Dirga," gerutu Hendrawan. "Minta alamatnya. Minggu depan kita berangkat ke sana," "Apa Ayah Tidak malu bicara seperti itu?" Mirna menatap tajam suaminya. "Sudah lupa apa yang Ayah lakukan pada Dirga?" Pertanyaan Mirna sontak menyulut emosi di dada Hendrawan. Dengan rahang yang mengeras pria paruh baya itu membalas tatapan Mirna tak kalah tajam. Namun kali ini Mirna tidak takut apalagi segan. Ia sudah sangat jengah dengan dengan sikap dan perangai suaminya itu. "Aku pikir beberapa bulan ini kamu sudah berubah, tapi nyatanya aku salah. Kamu tetap egois dan tidak mau mengakui salah." "Apa maksudmu?" sentak Hendrawan emosi. "Apa perlu aku mengulangi perkataan Dirga dua tahun lalu? Apa perlu aku mengulik kesalahan suamiku yang tidak pernah mau kamu akui?" Mirna menarik nafas panjang untuk sedikit mengurangi rasa kesalnya

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 121 Kejutan untuk Zena.

    Sekitar pukul setengah tujuh malam, mobil dirga memasuki pelataran rumah besar mertuanya. Serena membuka pintu rumah bersamaan dengan Dirga yang keluar dari mobilnya dengan membawa banyak bawaan di kedua tangannya. "Biar kubantu Mas," ujar Serena segera mendekat dan mengambil satu kotak besar dari tangan kanan Dirga. "Hati-hati itu kue ulang tahun untuk Zena," sahut Dirga sedikit khawatir. "Iya," jawab Serena tersenyum lalu berjalan masuk lebih dulu. "Dimana Zena?" tanya Dirga berjalan dibelakang Serena. "Zena lagi di kamar Bunda bersama Rendy dan Raka." Serena segera meletakkan kuenya di sisi meja makan. "Malam Ga," sapa Indira yang berjalan keluar dari dapur dengan segelas air putih di tangannya. "Malam juga Mbak. Mana Mas Abimana?" sahut Dirga bertanya bersikap ramah."Tu," indira menunjuk ke arah ruang tengah. Dua orang pria duduk sambil berbincang. "Halo Ga," Abimana mengangkat tangannya menyapa yang di jawab anggukan oleh Dirga. Merasa sungkan Dirga hendak berjalan untuk

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 120 Bahagia setelah badai.

    Setelah sholat shubuh Dirga mendatangi ibu mertuanya untuk memberia tahu jika nanti malam dia akan membuat kejutan ulang tahun untuk putrinya. Dirga meminta Rahma untuk memberi tahu Indira dan Gibran untuk ikut datang. Sebenarnya Dirga ingin mengadakan pesta ulang tahun putrinya itu di rumah baru mereka namun dikarenakan rumah baru mereka belum siap untuk ditempati akhirnya Serena menyarankan untuk memberikan kejutan kecil dan nanti setelah rumah mereka sudah siap akan membuat pesta ulang tahun Zena bersamaan dengan tasyakuran rumah baru mereka. Setelah semua anaknya dan menantunya berangkat Rahma segera menelpon putri ke duanya untuk memintanya datang malam ini seperti permintaan menantu sulungnya. "Tentu saja kami akan datang Bun. Tanpa Bunda telfon aku dan anak-anak sudah berniat ke rumah Bunda sepulang sekolah nanti dan Mas Aby akan menyusul sepulang kerja. Kami tidak akan lupa dengan ulang tahun princess Zena," jawab Indira saat Rahma memintanya datang. Mendengar jawaban putr

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 119 Papa hanya punya Zena.

    "Kamu percaya sama aku kan? Aku bersumpah aku hanya menganggapnya teman. Kami bertemu hanya untuk berbincang dan bertukar pikiran saja." Kembali ia berusaha menyakinkan istrinya itu. Ia tahu jika kediaman Serena karena masih ada kerguan di hati istrinya itu. "Kenapa dulu kamu tidak ingin berbincang dan bertukar pikiran denganku?" tanya Serena yang membuat Dirga terdiam lalu perlahan menegakkan kembali punggungnya. "Apa karena aku tidak enak diajak bicara?" "Karena aku bodoh. Aku tidak tahu caranya berbicara denganmu sehingga kita selalu berakhir dengan bertengkar," jawab Dirga dengan ekspresi khawatir.Dirga sangat menyesal mengapa harus membahas Meysa. Mungkin seharusnya ia tidak membahas sahabat lamanya itu. Ia benar-benar tidak ingin hubungannya dengan Serena kembali merenggang hanya karena seseorang yang sama sekali tidak penting bagi Dirga. "Hemm," Serena menganggukkan kepalanya lalu tersenyum. "Pergilah mandi! Lalu keluar untuk makan malam." Kembali Dirga menghela nafas, mes

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 118 Mengulik mada lalu.

    Beberapa hari ini Dirga harus pulang terlambat karena harus menyelesaikan persiapan launching produk baru perusahaanya. Jika seminggu kemarin ia sampai rumah pada pukul 10 malam, namun hari ini ia bisa pulang lebih awal. Sekitar pukul delapan malam Dirga sudah sampai di rumah. Serena segera menyambut Dirga begitu mendengar suara mobil suaminya itu memasuki pelataran rumah. Saat Dirga hendak masuk kamar nampak putrinya sedang belajar di ruang tengah. Zena terlihat sangat serius dengan buku-buku di depannya. Gadis kecil itu duduk di atas karpet dengan meja kecil yang menjadi tumpuannya. Zena sama sekali tidak menyadari kepulangan ayahnya. "Mandi dan ganti baju dulu, setelah itu baru menyapanya," ujar Serena setelah menepuk pundak Dirga yang berdiri di depan pintu kamar sembari memandang putri mereka yang sedang serius belajar. "Besok dia ada lomba matematika. Dia agak minder karena ini di Jakarta makanya ia sangat serius belajar," tambahnya bercerita. Dirga menoleh sambil mengerutkan

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 117 Dari hati ke hati.

    Serena menggeliat ketika tidurnya merasa terganggu sesuatu yang keras menempel erat di perutnya yang ramping. Satu tangannya meraba pada benda yang terasa keras dan berotot. Seketika matanya terbuka lebar saat ia sadar benda yang melingkar di perutnya adalah sebuah tangan kekar entah milik siapa? Serena mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakang. "Astaga.," pekiknya tertahan. Dirga memeluknya dari belakang. "Bikin kaget saja, kamu kenapa tidur di sini?" Serena memukul lengan kekar yang memeluknya itu. Masih dalam keadaan setengah sadar Dirga membuka matanya, "Apa Rena? aku ngantuk besok aja bicaranya," keluh Dirga dengan suara serak dan mata menyipit. "Kamu itu ngapain tidur disini?" tanya Serena. Meski sudah beberapa hari ini Dirga tinggal serumah dengannya tapi Serena belum mengizinkan Dirga untuk tidur satu ranjang dengan dirinya. Jika Dirga tidur dengan Zena maka Serena akan memilih tidur di kamar Bundanya. Serena beranjak bangun dari tidurnya. Dengan posisi duduk ia menatap

DMCA.com Protection Status