Beranda / Pernikahan / Saat Istri Mantan Menghubungiku / Bab 1 Pernikahan yang Penuh Tekanan.

Share

Saat Istri Mantan Menghubungiku
Saat Istri Mantan Menghubungiku
Penulis: iva dinata

Bab 1 Pernikahan yang Penuh Tekanan.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tidak usah menginap ya, Mas!" Pinta Serena ketika suaminya memberitahu kalau mereka akan pulang ke rumah orang tuanya saat libur kerja, tanggal merah besok.

"Kita itu jarang pulang ke rumah Ibu, massa menginap dua hari aja tidak mau," balas Suaminya.

"Aku gak nyaman Mas di sana, Ibu sama adik kamu kalau bicara tidak enak," sahut Serena menjelaskan.

"Itu, itu saja alasan kamu. Padahal aku tidak pernah lihat Ibu memarahi kamu atau menghina kamu. Aku lihat Anita juga baik sama kamu," kesal Dirga lalu berdiri meninggalkan Serena yang diam berusaha menahan kekesalannya.

Serena menghela nafas sepenuh dadanya. Hatinya selalu terasa sakit setiap kali dia pulang ke rumah mertuanya.

Ibu mertua nya sangat pintar berakting. Ketika ada suaminya dia selalu bersikap baik namun jika Dirga tidak ada, semua yang Serena lalukan selalu salah di mata mertua dan iparnya itu.

Setiap kali dia mengeluh Dirga akan langsung bermuka masam dan mendiamkan Serena sampai berhari-hari. Sudah 8 tahun Serena menahan semua perlakuan buruk keluarga suaminya. Jika saja dia punya pilihan selain bertahan pasti akan dia lakukan, tapi sayangnya nasib baik tak berpihak padanya. Mau tidak mau dia harus bertahan dengan semua duri-duri di pernikahannya.

"Ma, Oma telpon." Seorang gadis kecil menghampiri Serena yang terduduk dengan lesu menyerahkan ponsel milik Serena.

"Iya, Makasih ya Zena," ucapnya menerima ponselnya.

📞

"

[Assalamualaikum Bun,] sapa nya.

[W*'alaikum salam. Kapan pulang kesini Nak? Bunda sudah kangen sama kamu dan Zena.] tanya suara dari seberang sana.

[InsyaAllah bulan depan depan ya Bun, karena minggu depan mau pulang ke rumah Ibunya Mas Dirga.] jawab Serena.

[Ya sudah. Beneran ya bulan depan ke rumah Bunda,]

[InsyaAllah bulan depan ke rumah Bunda.]

Setelah mengucapkan salam Serena memutuskan sambungan telfon dengan Bunda nya.

"Libur tanggal merah besok tidak jadi ke rumah Oma Ma?" tanya Zena gadis cantik bermata tajam seperti mata milik Dirga dan berwajah manis mirip Serena.

Dengan wajah sedih Serena menggeleng, "Ke rumah mbah Uti dulu. Bulan depan baru ke rumah Nenek," jawab Serena sambil merapikan rambut Sang putri yang sedikit berantakan.

"Gak usah tidur di sana ya Ma," rengek gadis kecil berambut panjang itu.

"Menginap dua hari. Gak papa, nanti kalau di sana sama Mama aja," ujar Serena lalu memangku Zena yang cemberut.

"Nanti Zena di salahin terus kalau Raya nangis." Zena menatap ku memelas.

"Nanti Mama belain Zena." Serena memeluk penyemangat hidupku itu. "Bersabarlah sayang" batin Serena.

Terkadang Serena merasa tidak tega melihat putrinya yang masih belum genap berusia tujuh tahun harus menahan diri ketika di salahkan. Namun Serena bisa apa, jika Dirga sendiri menganggap rasa tidak nyaman Serena dan Zena hanya masalah sepele.

🥀🥀🥀

Seperti yang sudah di putuskan Dirga. Mereka pulang ke rumah orang tua Dirga selama dua hari.

"Kakak Zena," pekik Raya menyambut kedatangan mereka.

"Sudah di tunggu Raya dari kemarin lo Kakak Zena. Sampai tidak mau pulang, tidur di rumah Uti nunggu Kak Zena pulang," beritahu Mirna, mamanya Dirga.

"Salim dulu sama Mbah kung sama Mbah Uti!" suruh Serena saat Zena di tarik paksa oleh Raya untuk di ajak bermain.

"Sebentar dulu Raya," tambah Serena saat Raya tidak mau melepaskan tangan Zena.

"Udah biarin aja, sudah pengen main," sahut Anita yang baru keluar dari ruang tengah.

"Iya biarin sudah kangen itu mau main bareng." Mirna ikut menimpali.

Serena hanya bisa menghela nafas. Dulu saat masih kecil Zena tidak mau salim, katanya tidak pinter seperti Raya yang masih kecil tapi sopan.

"Raya. Biar Kakak Zena salim dulu," tegur Dirga pada keponakannya.

Dengan cemberut Raya melepaskan tangan Zena. "Salim dulu sama Mbah kung dan Uti." Dirga manarik pelan tangan putrinya.

"Raya itu sudah kangen. La Kakak Zena tidak pernah pulang," kata Mirna sambil memeluk Zena. "Sering pulang ya Kakak Zena, biar bisa main sama Adik Raya." Tambahnya.

Serena mendengus kasar, "Zena sekolah Uti. Ayah juga kerja," tutur Serena memberi penjelasan.

"Ya kalau libur Ren, massa gak ada liburnya?" sahut Mirna tanpa memandang pada Serena.

"Maksudnya kalau ada libur itu pulang. Misalnya libur dua hari seperti sekarang, harusnya pulang dari kemarin malam. Bukannya pulang sekarang," kata Anita menggurui.

"Capek tante kalau pulang sekolah langsung pulang kesini. Ayah juga masih capek pulang kerja langsung nyetir," ujar Serena memberi alasan.

"Alah capek apa? Di jalan cuma diam doang," cibir Anita.

"Yang capek ya yang nyetir. Tapi buat Dirga tidak ada capek kalau mau ketemu keluarga nya," Mirna ikut menambahi.

Seperti biasa Dirga hanya diam saja tanpa mau membantu Serena menjelaskan. Bagi Dirga itu perbincangan biasa.

Serena sendiri sudah lelah setiap kali pulang ke rumah mertuanya selalu seperti itu. Tidak ada habisnya mereka mengajak berdebat. Serena hanya menghela nafas, menahan dirinya agar tidak menjawab. Akan semakin panjang perdebatannya jika Serena menjawab, sepanjang perjalanan yang sudah dilaluinya untuk sampai di rumah mertuanya beberapa menit yang lalu.

🥀🥀🥀

Pagi ini Serena membantu memasak di dapur. Mencuci piring dan peralatan dapur yang kotor. Setelah selesai Serena berniat membantu memotong sayuran.

"Ini mau di buat sayur asem kan?" tanya Serena sambil memegang kacang panjang hendak memotongnya.

"Tunggu tunggu," pekik Anita. "Lihat Mbak motongnya kayak apa? Nanti kekecilan," kata Anita sambil mendekat memeriksa.

"Belum aku potong Nit." Serena menunjukkan kacang yang dipegang nya.

"Coba potong!" perintahnya, "Gak segitu mundur! Itu kepanjangan, agak kecil dikit." Anita memberi instruksi.

Serena hanya mengikuti saja kemauan Anita. Memang seperti itu sikap Anita. Selama delapan tahun dia menjadi menantu di rumah itu, Serena tidak pernah benar. Serena gadis bodoh yang tidak tahu apa-apa bagi Anita dan mertuanya.

"Kamu biasanya masak apa sih Ren, motong kacang saja tidak bisa," sahut Hendrawan mengomentari.

"Masak biasa Pa," jawab Serena "Mas Dirga juga tidak pernah protes sama masakan aku," ucapnya tanpa memandang Sang mertua.

"Ya pasti tidak protes, wong adanya itu. Mau gak mau ya di makan," ujar Mirna sambil menggoreng ikan.

Serena menahan dirinya agar tidak menyahut lagi atau akan semakin panjang. Sudah tidak terhitung lagi Serena mencari simpati keluarga suaminya. Mulai dari membelikan sembako. Namun mertuanya mengatakan di rumahnya banyak sembako bahkan gula sampai mencair karena terlalu banyak sampai tidak terpakai.

Tidak berputus asa Serena membawakan buah untuk mertuanya, tapi hasilnya tidak jauh beda dengan sebelumnya. "Buah seperti ini yang kita suka. Bukan seperti yang tadi kamu beli," ucap Mirna sambil menunjukkan buah yang lebih mahal dari yang Serena belikan.

Pov Serena.

"Akk hiks hiks.. " Suara tangisan dari halaman.

Aku berlari keluar di ikuti kedua mertuaku dan Anita.

"Kakak Zena lo nakal. Aku di dorong jadi jatuh," adu Raya sambil menangis.

Aku langsung menarik dan merangkul Zena yang hanya diam saja. "Ada apa sayang? Bilang sama Mama," tanyaku didepan wajah Zena.

"Adek Raya duluan, dia merebut bunga punyaku..." Belum selesai Zena berbicara Raya sudah menyahut sambil menangis.

"Nggak." Raya membantah sambil sesekali menangis, "Hiks hik. La Kaka Zena lo, sudah tak bilangin itu bunga aku. Aku mau ambil yang itu. Eh malah diambil Kakak Zena duluan. Ya aku minta lagi tapi gak di kasih," celoteh gadis berumur 6 tahun itu.

"Terus tidak di kasih, kamu rebut?" tanyaku berusaha untuk tenang.

"La Kakak sih. Sudah di bilang punyanya Adek kok masih di ambil," sahut Anita sewot.

"Sudah ini banyak bunganya," ucap Mas Dirga membawa sekeranjang bunga.

Seperti biasa dia tidak akan membelaku atau anaknya. Dia seperti tidak peduli setiap kali kami di salahkan atau dipojokkan.

"Sudah sudah bunga banyak, di petik semua juga tidak apa apa sudah main lagi sana," ujar mertuaku menarik Zena membawanya agar bermain lagi bersama dengan Raya.

Aku sudah tidak berniat lagi membantu memasak. Aku memilih duduk di kursi teras mengawasi dua anak perempuan yang usianya hanya terpaut beberapa bulan saja.

Baru juga setengah jam aku bernafas lega. Suami Anita datang. Ini orang juga salah satu dari contoh lelaki bermulut perempuan yang pernah aku temui.

"Halo princessnya Papa," sapanya pada Raya. "Halo Kak Zena," ucapnya menepuk pundak Zena pelan.

"Halo Mbak, Kapan dateng" tanyanya basa basi.

"Kemarin siang," jawabku sambil tersenyum.

"Mas, gimana kabarnya?" tanyanya pada Mas Dirga yang baru keluar dari ruang tamu dengan ponsel di tangannya.

"Sehat," jawab Mas Dirga menyambut uluran tangan Andika.

"Pa. Mau jalan-jalan dong Pa," rengek Raya sambil memegang tangan Andika.

"Siap. Nanti siang kita jalan-jalan," ujar Andika sambil menggendong Raya. "Kakak Zena sini! Coba berdiri berjejer sama Raya," perintahnya.

Andika menurunkan Raya lalu menarik Zena untuk berdiri di samping Raya. "Loh, kok lebih tinggi Adek Raya? Badannya juga lebih besar Adek Raya dari pada Kakak Zena," ujarnya membanding-bandingkan Zena dan Raya.

Ini laki-laki memang bermulut lemes. Suka sekali membandingkan Zena dengan putrinya, sebelas dua belas dengan Papa mertuaku.

"Iya dong tinggi aku," ucap Raya membanggakan dirinya.

Wajah Zena langsung berubah muram, menatapku sedih, "Zena sini! Ayo sudah waktunya sarapan," panggilku lalu membawa Zena masuk tanpa berkomentar apapun.

Aku sudah sangat lelah untuk berdebat. Setiap kali datang kesini serasa dalam keadaan gencatan senjata. Benar-benar tidak bisa tenang.

Mas Dirga sepertinya mengerti jika aku kesal, dia ikut menyusul ku masuk. "Gak usah di masukkan hati," ucapnya santai.

Aku menoleh padanya. Aku menatapnya tajam lalu tanpa berkata apapun aku masuk kamar bersama Zena.

🥀🥀🥀

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Aku menoleh padanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 2 Pernikahan Penuh Tekanan [2]

    Pov Serena. "Tidak usah di masukkan hati." ucapnya santai. Aku menoleh padanya. Aku menatapnya tajam lalu tanpa berkata apapun aku masuk kamar bersama Zena. Dengan entengnya dia mengatakan itu. Apa dia tidak pernah mencintai aku dan putrinya sehingga tidak sedikitpun hatinya merasa sakit saat melihat anaknya sakit hati karena dibanding-bandingkan. Aku juga tidak pernah sekalipun melihatnya sedih setiap kali melihat kami sakit hati. Tanpa terasa air mataku menetes, "Ma, pulang aja yuk," pinta Zena menatapku sedih. Aku memeluknya, 'Maafkan Mama sayang' ucapku dalam hati. "Iya, kita pulang. Mama beres-beres dulu, Zena makan roti dulu ya!" kataku sambil mengusap kasar air mata di pipiku. Aku mengambil sebungkus roti dari tas yang memang selalu aku siapkan untuk berjaga-jaga jika lapar di perjalanan. "Zena makan dulu. Mama beresin pakaian kamu dulu ya!" Aku memberikan sebungkus roti pada Zena lalu memasukkan pakaianku dan Zena kedalam tas ransel milik Zena. Sedangkan Pakaian Mas Dir

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 3. Memikirkan Kembali

    "Kita pulang bareng. Cancel saja taksi online nya," suruh Mas Dirga sambil berjalan mengikutiku. "Tidak perlu. Terima kasih," jawabku tegas dan singkat. Aku berjalan cepat menuju taksi online yang sudah menunggu di depan rumah. "Jalan Pak," kataku pada sopir setelah aku dan Zena duduk di kursi penumpang. Tidak sekalipun aku menoleh pada Mas Dirga. Kesabaran ku rasanya sudah tidak bersisa lagi. Sudah selama delapan tahun aku mengalaminya. Jika itu tentang aku yang di hina dan di remehkan aku bisa terima. Namun jika sudah melukai perasaan Zena, aku tidak bisa lagi menahan amarah ku. Tidak sekali dua kali anakku di salahkan. Tidak sekali dua kali anakku mengalami bullyan Verbal di depan Mas Dirga, namun tidak sekalipun Mas Dirga membelanya. Arzena Ayu Kinara, dia tidak seperti Raya yang sangat pandai bicara. Zena putriku gadis pendiam yang tidak suka berdebat. Dia lebih sering mengalah jika bertengkar dengan temannya. Bagaimana bisa berhadapan dengan Raya yang sangat pandai bicara da

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 4 Berusaha untuk tetap bahagia.

    Pov Serena. Ternyata Mas Dirga memilih untuk pulang besok dan menambah satu hari libur kerjanya. Ada sedikit rasa kecewa di hatiku terhadap Mas Dirga. Aku kira dia akan langsung pulang menyusul kami. Ternyata aku salah, mungkin dia dan keluarganya lebih bahagia ketika tidak ada aku di sana. Untuk yang kesekian kalinya aku kecewa dengan sikap dan tindakannya.Kemarin malam Mas Dirga sempat mengirim pesan memberitahu bahwa dia akan langsung berangkat ke kantor tanpa mampir ke rumah terlebih dahulu. Aku hanya membacanya saja tanpa berniat membalas pesannya. Aku sudah tidak lagi peduli dengan apa yang dipikirkan oleh Mas Dirga. "Ma, Papa gak pulang?" tanya Zena ketika kami duduk di meja makan. "Tidak sekarang tapi besok Papa pulangnya," jawabku sembari mengelus kepalanya, "Mungkin Papa masih kangen sama Kakung dan Uti. Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan aja ke taman? Nanti kita beli eskrim," ajak ku agar tidak membuatnya sedih. Terlihat wajah Zena berubah sedih, "Kenapa? Sudah kang

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 5 Belajar mandiri

    Pov SerenaSetelah menurunkan Zena di sekolahnya, segera aku menuju ke kafe milik Mas Gibran. Ketika aku sampai di parkiran, Kafe masih baru di buka. Tulisan open baru saja di balikkan okeh karyawan."The Gis's Cafe," gumam ku lirih membaca tulisan pada pintu kafe yang terbuat dari kaca itu. Tanpa sadar aku tersenyum mengingat asal usul dari nama kafe itu. GIS adalah singkatan nama kami bertiga, Gibran, Indira dan Serena. Kami tiga bersaudara. Setelah Ayah dan Bunda berpisah kami memilih untuk ikut Bunda. Waktu itu aku masih kelas satu SMA ketika Ayah berselingkuh lalu menikahi selingkuhannya yang sedang hamil, karena Bunda tidak bersedia di madu, Bunda memutuskan untuk bercerai. Sejak itu hubungan kami dengan Ayah menjadi renggang. Kami tidak pernah lagi berkunjung ke rumah yang dulu kami yang dulu setelah Ayah membawa pulang selingkuhannya itu. Namun lambat laun kami akhirnya mengikhlaskan semua. Setiap hari raya kami akan berkunjung untuk bersilaturahmi meski tidak sampai satu jam

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 6 Terserah.

    Pov Serena. Sudah satu bulan aku bekerja di kafe Mas Gibran, selama itu juga aku dan Mas Dirga masih saling diam. Mas Dirga selalu pulang malam namun aku tidak pernah bertanya atau mengirim pesan padanya untuk menanyakan kapan dia akan pulang? Setiap hari aku berusaha belajar tentang cara menghandle sebuah kafe. Namun sesibuk apapun, aku tidak pernah lupa tugasku sebagai seorang ibu untuk Zena. Setiap kali di rumah aku menghabiskan waktuku untuk Zena. Baru setelah Zena tidur aku mengerjakan tugas yang aku bawa pulang. sore ini aku sedang bercanda dengan Zena ketika Mas Dirga pulang. Entah apa yang membuatnya pulang lebih awal hari ini jika biasanya dia akan pulang pukul 8 malam berbeda hari ini laki-laki itu sudah terlihat memasuki rumah pada pukul 5 sore dia. Seperti biasa dia pulang membawa tas kerja dan tumpukan Map di tangannya. Zena langsung turun dari sofa dan berjalan menuju kamarnya tepat ketika Mas Dirga bejalan masuk menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Zena. Ma

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 7 Kabar mengejutkan

    Pov Serena. Seperti biasa setiap pagi aku mengantar Zena ke sekolah dan langsung menuju kafe. Ini sudah menjadi rutinitasku hampir dua bulan ini. Aku sangat bersyukur karena aku sudah terbiasa dengan semua pekerjaanku di kafe. Itu tidak lepas dari bantuan Mas Gibran dan Mbak Lina tentunya. Setiap pagi aku akan memastikan semua bahan di dapur lengkap lalu memastikan kafe di buka dalam keadaan rapi dan bersih. Sesekali aku memeriksa ke dapur untuk melihat makanan yang di pesan pelanggan kafe lalu kembali ke meja kerjaku untuk memeriksa laporan. Sekitar pukul 9 pagi aku kembali ke meja kerjaku untuk memeriksa laporan belanja bulanan. Baru setengah jam aku berkutat dengan kertas-ketas itu sebuah panggilan masuk ke ponselku. panggilan dari Dewa, teman sekolahku yang bekerja di kota Bali. 📞[Hallo,] sapaku begitu aku menerima panggilannya. [Hallo Rena,] sahutnya. [Iya, apa kabar kamu?]tanyaku basa basi. [Alhamdulillah sehat, kamu bagaimana?] tanya Dewa balik. [Sehat. Alhamduliilah.

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 8 pertengkaran setelah saling diam.

    [Aku tahu kamu sudah menikah dan memiliki keluarga, jika perlu aku akan menemui suami kamu dan meminta izin langsung darinya.] Suara Aira memohon karena Serena tidak juga menjawab permintaannya. [Apa kamu yakin jika aku menjenguknya, Kaisar akan sadar?] tanya Serena dengan suara yang di usahakan setenang mungkin. [Iya. Aku sangat yakin jika kamu mau datang dan berbicara dengannya InsyaAllah dia akan sadar,] jawab Aira penuh keyakinan. [Kenapa kamu begitu yakin?] kembali Serena mempertanyakan keputusan Aira menghubungi mantan kekasih suaminya. Apa hatinya tidak terluka? pikir Serena. [Karena dia menunggumu. Tolonglah!] [Kamu yakin?] tanya Serena sekali lagi untuk memastikan. Serena tidak ingin kehadirannya menjadi bumerang untuk rumah tangga Aira dan Kaisar. [Iya aku yakin. Percayalah tidak akan ada yang mempermasalahkan kedatangan kamu menemui Kaisar] jawab Aira mengerti kekhawatiran yang dirasakan Serena. [Baiklah besok aku akan datang,] putus Serena. [Aku akan mengirim pesan

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 9. pertengkaran setelah saling diam.

    "Aku tidak setuju, jika Zena harus di titipkan di rumah orang lain ketika kamu bekerja," tolak Dirga. "Kita tidak tahu kondisi ke amanan tempat tinggal teman kamu itu," Dirga mengutarakan alasannya. "Lalu, mau bagaimana?" tantang Serena menatap Dirga sinis. "Kita panggil pengasuh saja, untuk mengasuh Zena di rumah," kata Dirga memutuskan. Sontak Serena melebarkan matanya menatap penuh amarah pada Dirga, "Maksudmu, kamu ingin memanggil Ratna, janda yang membuatmu membentakku dan bahkan bersedia meminta maaf padanya padahal dalam mimpi pun kamu tidak pernah meminta maaf padaku," ucapnya tidak terima. Ada rasa marah bercampur dendam jika mengingat Ratna yang setelah kehadiran wanita itu rumah tangganya tidak lagi harmonis. Dirga menggigit bibir bawahnya, menyadari jika dirinya sudah salah bicara dengan mengungkit hal yang seharusnya tidak pernah mereka bahas lagi. "Silahkan bawa dia kembali kesini untuk me nga suh mu." Serena menekankan pada kata di akhir kalimatnya, "Dengan senang h

Bab terbaru

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 125 Tamat.

    "Sah" pekik sang penghulu yang langsung di sambut riuh para saksi. "Sah," Suara para saksi terdengar kompak disusul. lantunan do'a dari sang penghulu dan segera diaminkan oleh seluruh yang hadir di ruangan itu. "Alhamdulillah,," Suara lirih Rahma penuh syukur. "Iya Alhamdulillah ya Bun. Akhirnya Mas, Gibran menikah juga," sahut Serena sambil mengelus punggung wanita paruh baya itu. Rahma hanya menghela nafas dengan pandangan yang sendu kearah sepasang pengantin yang nampak bahagia dengan senyum sumringah di wajah keduanya. "Bunda, senyum dong. Pengantinnya mau minta do'a restu," ujar Serena saat Gibran dan Nurida mendekati sang Bunda untuk sungkem. Hari ini adalah pernikahan Gibran dan Nurida. Setelah satu tahun meminta berjuang akhirnya hari ini mereka bisa melangsungkan akad nikah dengan restu dari Rahma. Ya, awalnya Rahma menolak memberi restu Gibran menikahi sahabat Serena itu. Rahma menginginkan menantu yang statusnya sama dengan Gibran. Bukan seorang janda dengan satu ana

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 124 Sebenarnya Siapa Serena itu.

    "Ru rujuk? maksudnya?" tanya Serena menoleh pada Dirga. "Beberapa bulan yang lalu Anita mengajukan gugatan cerai pada Andika." Dirga menjawab pertanyaan Serena lalu mengalihkan pandangannya pada Hendrawan. "Bukannya perceraian mereka sudah di putuskan pengadilan?" "Iya tapi belum mengikrarkan talak. Selama perpisahan mereka Andika belum pernah mengucap talak." penjelasan Hendrawan mendapat anggukan mengerti dari Dirga. Serena hanya diam tanpa berniat berkomentar. Ia masih tidak percaya mendengar berita perceraian adik iparnya itu. Apalagi selama ini Hendra dan Mirna selalu membanggakan rumah tangga putri bungsunya itu sangat harmonis. "Rena, kenapa tamunya tidak di ajak masuk?" Rahma ikut keluar menyambut besannya itu. Dengan senyum ramah ibu Serena mengulurkan tangannya menyalami kedua orang tua menantunya itu. "Ayo silahkan masuk!" ajak Rahma menggiring besannya itu untuk masuk ke sisi lain ruang tamu yang memang di peruntukkan untuk menjamu tamu yang datang. "Maaf duduknya di

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 123 Acara tasyakuran rumah baru.

    Sudah dari kemarin Dirga dan Serena menempati rumah baru mereka. Tak ketinggalan Rahma dan Gibran juga keluarga kecil Indira ikut menginap sejak semalam. sudan dari selesai sholat shubuh Rahma sibuk mengatur persiapan acara ulang tahun sekaligus tasyakuran rumah baru putri bungsunya. Di bantu dua orang asisten rumah tangga ia sibuk di dapur. Rencananya pada jam 9 pagi akan diadakan pengajian bersama dengan mengundang para tetangga juga saudara dan teman-teman Dirga. Untuk ulang tahun Zena akan diadakan setelah dhuhur. Bukan hanya Rahma, Indira pun begitu. Kakak kedua Serena itu juga sibuk mengatur tempat dan bingkisan untuk para undangan. "Inah, kamu taruh semua bingkisan itu di depan. Di bawah tenda ya!" perintahnya pada seorang asisten rumah tangga yang baru di pekerjakan oleh Dirga sejak dua hari yang lalu. "Periksa juga bingkisan untuk undangan ulang tahun Zena! Jumlahnya kurang atau tidak?" sambungnya lalu berjalan menuju dapur. "Rena, cateringnya datang jam berapa? Acaranya

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 122 Rahma yang sudah tidak menahan diri lagi.

    "Siapa yang akan mengacaukan? Dirga bisa sesukses ini juga karena kita. Enak sekali keluarga Serena, tidak merasakan susahnya sekarang ikut menikmati hasil kesuksesan Dirga," gerutu Hendrawan. "Minta alamatnya. Minggu depan kita berangkat ke sana," "Apa Ayah Tidak malu bicara seperti itu?" Mirna menatap tajam suaminya. "Sudah lupa apa yang Ayah lakukan pada Dirga?" Pertanyaan Mirna sontak menyulut emosi di dada Hendrawan. Dengan rahang yang mengeras pria paruh baya itu membalas tatapan Mirna tak kalah tajam. Namun kali ini Mirna tidak takut apalagi segan. Ia sudah sangat jengah dengan dengan sikap dan perangai suaminya itu. "Aku pikir beberapa bulan ini kamu sudah berubah, tapi nyatanya aku salah. Kamu tetap egois dan tidak mau mengakui salah." "Apa maksudmu?" sentak Hendrawan emosi. "Apa perlu aku mengulangi perkataan Dirga dua tahun lalu? Apa perlu aku mengulik kesalahan suamiku yang tidak pernah mau kamu akui?" Mirna menarik nafas panjang untuk sedikit mengurangi rasa kesalnya

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 121 Kejutan untuk Zena.

    Sekitar pukul setengah tujuh malam, mobil dirga memasuki pelataran rumah besar mertuanya. Serena membuka pintu rumah bersamaan dengan Dirga yang keluar dari mobilnya dengan membawa banyak bawaan di kedua tangannya. "Biar kubantu Mas," ujar Serena segera mendekat dan mengambil satu kotak besar dari tangan kanan Dirga. "Hati-hati itu kue ulang tahun untuk Zena," sahut Dirga sedikit khawatir. "Iya," jawab Serena tersenyum lalu berjalan masuk lebih dulu. "Dimana Zena?" tanya Dirga berjalan dibelakang Serena. "Zena lagi di kamar Bunda bersama Rendy dan Raka." Serena segera meletakkan kuenya di sisi meja makan. "Malam Ga," sapa Indira yang berjalan keluar dari dapur dengan segelas air putih di tangannya. "Malam juga Mbak. Mana Mas Abimana?" sahut Dirga bertanya bersikap ramah."Tu," indira menunjuk ke arah ruang tengah. Dua orang pria duduk sambil berbincang. "Halo Ga," Abimana mengangkat tangannya menyapa yang di jawab anggukan oleh Dirga. Merasa sungkan Dirga hendak berjalan untuk

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 120 Bahagia setelah badai.

    Setelah sholat shubuh Dirga mendatangi ibu mertuanya untuk memberia tahu jika nanti malam dia akan membuat kejutan ulang tahun untuk putrinya. Dirga meminta Rahma untuk memberi tahu Indira dan Gibran untuk ikut datang. Sebenarnya Dirga ingin mengadakan pesta ulang tahun putrinya itu di rumah baru mereka namun dikarenakan rumah baru mereka belum siap untuk ditempati akhirnya Serena menyarankan untuk memberikan kejutan kecil dan nanti setelah rumah mereka sudah siap akan membuat pesta ulang tahun Zena bersamaan dengan tasyakuran rumah baru mereka. Setelah semua anaknya dan menantunya berangkat Rahma segera menelpon putri ke duanya untuk memintanya datang malam ini seperti permintaan menantu sulungnya. "Tentu saja kami akan datang Bun. Tanpa Bunda telfon aku dan anak-anak sudah berniat ke rumah Bunda sepulang sekolah nanti dan Mas Aby akan menyusul sepulang kerja. Kami tidak akan lupa dengan ulang tahun princess Zena," jawab Indira saat Rahma memintanya datang. Mendengar jawaban putr

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 119 Papa hanya punya Zena.

    "Kamu percaya sama aku kan? Aku bersumpah aku hanya menganggapnya teman. Kami bertemu hanya untuk berbincang dan bertukar pikiran saja." Kembali ia berusaha menyakinkan istrinya itu. Ia tahu jika kediaman Serena karena masih ada kerguan di hati istrinya itu. "Kenapa dulu kamu tidak ingin berbincang dan bertukar pikiran denganku?" tanya Serena yang membuat Dirga terdiam lalu perlahan menegakkan kembali punggungnya. "Apa karena aku tidak enak diajak bicara?" "Karena aku bodoh. Aku tidak tahu caranya berbicara denganmu sehingga kita selalu berakhir dengan bertengkar," jawab Dirga dengan ekspresi khawatir.Dirga sangat menyesal mengapa harus membahas Meysa. Mungkin seharusnya ia tidak membahas sahabat lamanya itu. Ia benar-benar tidak ingin hubungannya dengan Serena kembali merenggang hanya karena seseorang yang sama sekali tidak penting bagi Dirga. "Hemm," Serena menganggukkan kepalanya lalu tersenyum. "Pergilah mandi! Lalu keluar untuk makan malam." Kembali Dirga menghela nafas, mes

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 118 Mengulik mada lalu.

    Beberapa hari ini Dirga harus pulang terlambat karena harus menyelesaikan persiapan launching produk baru perusahaanya. Jika seminggu kemarin ia sampai rumah pada pukul 10 malam, namun hari ini ia bisa pulang lebih awal. Sekitar pukul delapan malam Dirga sudah sampai di rumah. Serena segera menyambut Dirga begitu mendengar suara mobil suaminya itu memasuki pelataran rumah. Saat Dirga hendak masuk kamar nampak putrinya sedang belajar di ruang tengah. Zena terlihat sangat serius dengan buku-buku di depannya. Gadis kecil itu duduk di atas karpet dengan meja kecil yang menjadi tumpuannya. Zena sama sekali tidak menyadari kepulangan ayahnya. "Mandi dan ganti baju dulu, setelah itu baru menyapanya," ujar Serena setelah menepuk pundak Dirga yang berdiri di depan pintu kamar sembari memandang putri mereka yang sedang serius belajar. "Besok dia ada lomba matematika. Dia agak minder karena ini di Jakarta makanya ia sangat serius belajar," tambahnya bercerita. Dirga menoleh sambil mengerutkan

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 117 Dari hati ke hati.

    Serena menggeliat ketika tidurnya merasa terganggu sesuatu yang keras menempel erat di perutnya yang ramping. Satu tangannya meraba pada benda yang terasa keras dan berotot. Seketika matanya terbuka lebar saat ia sadar benda yang melingkar di perutnya adalah sebuah tangan kekar entah milik siapa? Serena mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakang. "Astaga.," pekiknya tertahan. Dirga memeluknya dari belakang. "Bikin kaget saja, kamu kenapa tidur di sini?" Serena memukul lengan kekar yang memeluknya itu. Masih dalam keadaan setengah sadar Dirga membuka matanya, "Apa Rena? aku ngantuk besok aja bicaranya," keluh Dirga dengan suara serak dan mata menyipit. "Kamu itu ngapain tidur disini?" tanya Serena. Meski sudah beberapa hari ini Dirga tinggal serumah dengannya tapi Serena belum mengizinkan Dirga untuk tidur satu ranjang dengan dirinya. Jika Dirga tidur dengan Zena maka Serena akan memilih tidur di kamar Bundanya. Serena beranjak bangun dari tidurnya. Dengan posisi duduk ia menatap

DMCA.com Protection Status