Rencana awal

Ketiganya telah sampai ditempat tujuan namun, Lydia juga telah menemui seseorang. Orang yang berpakaian serba hitam dan terlihat cukup misterius. 

"Nyonya muda, semua telah terbukti. Kecelakaan itu bukan murni kecelakaan melainkan, rem dari mobil tersebut sudah diputus terlebih dahulu," terang lelaki tersebut dengan serius. 

Lydia jelas tidak terkejut. Ia juga sudah mengerti dan juga ia paham bahwa memang dasarnya, semua ini sudah direncanakan sedari awal. 

"Terimakasih atas informasinya." 

"Apakah ada yang bisa diselidiki lagi, nyonya muda?"

"Selidiki kasus pembunuhan ayah saya."

"Baik nyonya, saya permisi." 

Tak lama setelahnya, mereka bertiga mulai berbelanja dan bersenang-senang agar tidak memikirkan hal yang memang sudah Lydia abaikan sehingga, Lydia mulai mengembuskan nafas gusar dan mulai menatap Ratna dan Martha, "Kalian jaga rumahku ya..? Anggap rumah sendiri, aku mau ke rumah mas Alan," ujar Lydia dengan mulai memborong baju-baju dan ucapan itu membuat Martha dan Ratna terperangah, kaget. 

"Loh? Enggak! Ga kita izinin. Nanti kamu kenapa-kenapa bagaimana?"

"Engga akan. Aku gak akan tinggal diam kalau emang mereka mulai macam-macam."

"Rencana apa yang bakal kamu lakuin..?"

"Mengabaikannya namun, mengurus kebutuhannya." 

Hening. 

Martha dan juga Ratna saling pandang. Mereka tak bisa berpikir mengapa Lydia bisa terpikir ide itu akan membantu dan bagus jika dilaksanakan? 

"Kamu gak salah? Nanti dia malah ngelunjak, kita cuma takut kamu─"

"Lulusan rumah sakit jiwa sepertiku untuk apa jika tidak bisa memanfaatkan kepribadian lain yang ada didalam jiwa jika bukan untuk menegakkan keadilan, kak?" 

"Cerdik, oke kita izinin kamu, Martha biar diem aja sama kakak dirumah, ngurus rumah yang gede itu." 

Semua setuju jadi, sesampainya mereka dirumah, mereka makan dan juga sesuai rencana. Lydia kembali ke rumah dengan pribadi yang berbeda dari Lydia yang sebenarnya. 

Lydia dengan keberanian penuh mulai memasuki rumah tersebut. Rumah yang sangat ramai dengan hadirnya sang istri baru dengan membuang istri keduanya. 

"Lihat siapa yang datang," ujar Melati dengan menyingung senyuman kecil. 

"Ah, perkenalkan. Aku Lydia. Istri pertama dari mas Alan. Putri satu-satunya dari nyonya Angelica dan Tuan Adrian, ah mendiang maksudnya." 

Semua jelas saja terkejut dengan ucapan Lydia jadi, setelahnya mereka ke kamar dan Lydia juga. Entah mengapa sifatnya jadi dingin dan kaku karena memang rumah itu penuh dengan kenangan yang dihancurkan oleh madu dan suaminya. 

Lydia mulai membereskan dan juga Alan itu ternyata memutuskan untuk memisah rumah dan ia akan tetap tinggal dengan Lydia. 

Malam hari itu, Lydia menyiapkan makanan tanpa suara dari bibirnya. Ia menyiapkan makanan dan meninggalkan Alan saat Alan makan. Setelahnya, saat Alan selesai makan, Lydia langsung memakan beberapa suap makanan dan membereskan meja makan tersebut. "Lydia, bagaimana urusan warisan kedua orang tuamu?" tanya Alan dengan lancang. 

"Apa hubungannya denganmu? Anaknya jelas saja hanya aku. Bukan kamu, mas." 

Skak mat. Alan sudah tak tau harus berbicara apa lagi terkecuali berdiam diri dan membiarkan Lydia beberes karena ia takut jika Lydia mencurigainya. 

"Tidak, saya hanya bertanya," elaknya dengan mulai melangkah pergi dari ruang makan tersebut. 

Lydia hanya tersenyum dengan membereskan dapur, kamar dan ruang tamu yang berantakan dengan sabar. Setelahnya, ia memasuki kamarnya dan mengunci pintu kamar tersebut lalu berselancar disocial medianya. 

Tok.. Tok.. Tok..! 

"Lydia, buka sebentar, saya mau bicara sama kamu." 

Apa yang akan dibicarakan ya kira-kira sama Alan?? Komem yuk !!