"Aku sudah menyerahkan semua hakku di sini seluruhnya untuk Aliyah karena memang sekarang semuanya sudah atas nama Aliyah. Jadi, Aliyah berhak seratus persen mengusir siapa pun yang ia tidak suka." Aku tersenyum penuh kemenangan mendengar ucapan mas Amar barusan. Aku tahu, mas Amar sebenarnya hanya bersandiwara sebab rumah, kedai serta seisinya atas nama kami berdua bukan hanya atas namaku saja."Kok bisa? Kenapa mas Amar main ganti saja jadi atas nama wanita barbar ini? Harusnya mas Amar izin sama aku dan Papa juga dong, gimana sih," sungut Kartika yang tentu saja membuat keningku berlipat.Apa katanya tadi? Harus izin dia dan papanya? Memang nya mereka siapa? Sok merasa memiliki apa yang kami punya. Dasar memang urat malunya sudah tidak ada lagi."Apa hak kalian? Kenapa aku harus minta izin sama kalian?" tanya mas Amar yang juga sama bingungnya dengan perkataan yang Kartika lontarkan. "Ya karena aku dan Papa itu 'kan keluarga mas Amar satu-satunya. Tentu aku dan Papa berhak tahu so
"Terus gimana sama kedaimu kalau di viralin begitu 'kan imbasnya sama usaha kalian.""Alhamdulillah sih, Kak. Meski gak sebanyak biasanya tapi, masih ada pelanggan yang datang. Aku rasa trik murahan kayak gitu udah biasa. Biar nanti aku pikirkan caranya untuk kembalikan apa yang Kartika lakukan padaku.""Astaga, Al. Kok kamu bisa-bisanya masih tenang sih. Kalau Kakak sudah pasti bakalan labrak tuh si jalang murahan. Dasar memang! Dia yang salah dia juga yang playing victim seakan korban.""Yah aku juga salah sih, Kak, sudah main kekerasan sama Kartika.""Siapa pun orangnya kalau jadi kamu juga bakal ngelakuin hal yang sama, Al.""Iya mau gimana lagi aku sudah kehabisan akal buat hadapin si Kartika yang super duper nyebelin abis.""Kamu yang sabar ya, kalau ada apa-apa kamu hubungi Kakak. Insyaallah nanti Kakak bantu.""Iya, Kak. Pasti itu, betewe terima kasih ya, Kak.""Iya, Sama-sama. Yaudah ya, Kakak mau lanjut jualan lagi. Kamu yang semangat ya. Insyaallah kalau rejeki mah gak akan
"Bukan menguasai, aku hanya minta setengahnya saja. Setelah itu aku dengan senang hati akan membuat video klarifikasi soal semua ini bahwa ini hanyalah kesalahpahaman saja. Gimana? Deal?""Atas dasar apa? Kau pikir aku takut dengan ancamanmu itu? Sama sekali tidak, Kartika.""Jadi kamu menantangku?" ucap Kartika setengah memekik dengan tatapan tidak percayanya padaku. Aku yakin Kartika pasti menduga kalau aku akan setuju dengan keinginannya itu. Namun, dia salah besar kalau menganggap aku ini lemah dan bodoh. Jika dia mengetahui kalau aku diam-diam sudah merekam pembicaraan kami barusan. Pastilah Kartika akan kembali menelan ludahnya sendiri. Dasar tidak berguna."Aku tidak menantangmu. Lakukan apa yang ingin kau lakukan karena jika sudah waktunya nanti aku pastikan kau akan menyesal telah melakukan ini padaku," tandasku sembari tersenyum sinis dan seolah meremehkan Kartika. "Sialan! Berani kamu ya! Awas saja akan aku buat usaha kalian bangkrut secepatnya! Camkan itu!" "Uuu aku tak
"Eits soal nafkah yang itu tentu gak pernah lupa. Karena itu salah satu vitamin terbesar aku dalam menjalani hidup.""Oh jadi hanya soal satu itu yang jadi vitamin buat kamu? Kalau begitu mah sama siapa saja bisa toh sama saja bentuknya." Mas Amar mendekatkan wajahnya padaku. Lantas ia pun menangkupkan kedua tangannya di kedua pipiku."Kamu itu ngomong apa. Kalau pu semua wanita punya dan bentuknya sama. Tidak juga membuatku bisa menjadikan mereka sebagai pengganti vitamin untukku. Justru karena diri kamulah makanya bisa membuat hal itu vitamin bagiku. Meskipun ada sepuluh perempuan cantik yang rela memberikan gratis padaku bukan berarti aku mau karena hatiku cuma ada satu nama yaitu kamu," ucap mas Amar yang tentu saja membuat pipiku bersemu merah. Aku tahu ini sudah sering terjadi padaku tapi, aku cukup senang dan menikmatinya. Karena aku tahu itu memang tulus dari hati bukan sekedar rayuan gombal pada umumnya."Hei, kok bengong. Ayuk, Dek." Akhirnya aku merelakan untuk melayani
"Amiin. Yang terpenting kita sudah berusaha. Masalah berhasil atau tidak kembalikan lagi pada yang kuasa." Aku hanya manggut-manggut mendengar ucapan suamiku dengan seksama. *** "Hallo, Put? Ada apa?" tanyaku saat ponsel terhubung dan ternyata yang menghubungi adalah Putri. "Bu, gawat! Kartika datang dan mengamuk di sini!" ucap Putri. Suaranya terdengar panik. Bahkan, aku pun cukup terkejut dengan kedatangan Kartika. Secepat itukah? Aku mengiranya justru lusa atau setelahnya lagi baru ia akan datang. "Oke, aku sama Bapak akan segera kesana."
"Mau pulanglah, mau apalagi!" pekik Kartika masih dengan posisi aku mencengkram kuat rambut pirangnya yang seperti jagung itu."Enak aja main pergi. Bereskan dulu semua kekacauan yang kau buat ini!" sentakku marah."Aku gak mau! Lepas!" Kartika mencoba menarik dan melepaskan rambut miliknya yang masih berada dalam genggaman tanganku. Semakin dia mencoba melepaskan semakin kuat aku juga menarik rambutnya hingga ia kembali mendongak."Lepas sialan! Sakiittt!" pekik Kartika keras tapi, aku tetap acuh.Tak kuhiraukan suaranya yang kian menjerit kesakitan hingga akhirnya aku menghempaskan tubuh Kartika dan ia pun kembali tersungkur. Bergegas aku duduk di bagian atas paha Kartika. Lanta
"Hehehe, habis Mas kaget. Pertama itu video porno siapa? Kartika?" Aku mengangguk menjawab pertanyaan mas Amar. Mas Amar pun tersentak melihat jawabanku."Sama siapa?""Serius mau tahu? Ntar nyesel lagi.""Ish, ayolah katakan. Sama siapa? Dia bisa mati kuti begitu.""Sama Papa." Dapat kulihat wajah mas Mas Amar pias. Matanya terbelalak. Siapa pun yang mendengar penuturanku ini pastilah terkejut."Mas? Hei kok bengong?" ujarku lagi sembari menggoyangkan bahu mas Amar hingga membuat suamiku itu tersentak."Astagfirullahaladzim, naudzubillah.
"Aku mau, Bun.""Aku mau, Tante," ucap ketiga anakku dan keponakanku bersamaan. Sedangkan Rayhan anak bungsu kak Rita masih belum bisa bicara dengan lancar.***Pov 3Tawa bahagia terdengar di segala penjuru rumah pam Darto. Meskipun masalah yang datang beruntun tidak lantas membuat Aliyah dan Amar berlarut dalam kesedihan. Berkumpul dengan keluarga dan melihat mereka dalam keadaan sehat walafiat saja rasanya sudah sangat menyenangkan dan menentramkan hati.Lain di rumah pak Darto lain juga di rumah kontrakan yang dihuni oleh Kartika dan pak Bowo. Pria dan wanita yang mengaku sebagai anak dan orang tua itu tengah dilanda gelisa