Bagian 4
Setelah hari itu berlalu, Susan sering mengirimiku pesan di aplikasi hijau, entah hanya sekedar menanyakan kabarku atau bahkan menceritakan tentang hidupnya. Pada awalnya aku tak pernah membalas pesannya, hingga entah kenapa aku bisa terbawa perasaan. Bukan cinta, tapi rasa iba dan kasihan lah yang membawaku hingga sejauh ini.Melalui pesan yang setiap hari ia kirimkan padaku aku akhirnya tahu bagaimana hidup yang ia lalui, akupun baru tahu kemana ia membawa uangku pergi saat itu.Dalam pesannya ia ceritakan bahwa pada saat itu ayah dan ibunya ternyata memiliki hutang yang bunganya sudah sangat membengkak kepada rentenir di desanya, menurutnya orang tua Susan terpaksa meminjam uang kepada rentenir untuk biaya kuliah Susan di kota, awalnya kedua orang tua Susan masih mampu membayar hutang beserta bunganya dari hasil panen sawahnya yang cukup luas, hingga pada akhirnya ayahnya jatuh sakit dan membuat ia dan keluarganya kehilangan pemasukan, sedikit demi sedikit sawahnya di jual untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga biaya kuliah Susan hingga hutang orang tuanya kepada rentenir tidak terbayar dan menghasilkan bunga yang begitu mencekik.Rasa kasian dan tak tega pada orang tua yang telah mengorbankan segalanya untuk dirinyalah yang membuat Susan nekad membawa uangku untuk dibayarkannya pada sang rentenir.Malu yang mengungkung jiwa Susan membuatnya tak memiliki nyali untuk menceritakan segalanya padaku, padahal jika saja ia mau jujur tentang keadaanya maka ia tak perlu kabur. Aku akan dengan lapang dada menolongnya karena rasa cintaku begitu besar padanya saat itu.Di lain waktu ia menceritakan tentang hidupnya saat memutuskan pergi dari desanya. Bermodalkan tekad kuat dan uang yang ia bawa kabur, Susan mengajak kedua orang tuanya pergi ke kota seberang. Dengan sisa kepercayaannya pada seorang teman yang ia kenal pada saat ia berkuliah ia mencoba peruntungan memulai bisnis kuliner dengan temannya tersebut namun kesialan yang ia dapat, temannya menipunya dan membawa pergi sisa uang yang ia miliki yang menjadi harapan terakgirnya akan menjadi sumber penghasilannya. Beruntung sebelumnya ia sempat membayar uang kontrakan rumahnya untuk 3 bulan kedepan. Setiap cerita yang Susan kirim lewat aplikasi hijau lambat laun membuatku benar-benar kasihan padanya. Belum lagi Susan mengaku bahwa kini statusnya adalah seorang janda yang di ceraikan suaminya karena ternyata suaminya telah memiliki istri sebelum Susan.Berawal dari ungkapan agar ia tetap semangat menjalani hidupnya hingga berakhir pada saling menceritakan keseharian yang kita lalui. Hingga rasa nyaman itu mulai tumbuh lagi. Bahkan terkadang aku dan Susan selalu menyempatkan waktu utuk bertemu, sekedar untuk bercerita hal-hal ringan yang membuatku semakin candu menghabiskan waktu bersamanya.Hingga suatu pagi saat Meylina sakit perut karena datang bulan, aku meninggalkan ponselku di kamar, saat itulah Susan terus menerus meneleponku, dan Meylina melihat nama Susan."Handphone kamu bunyi terus tuh dari tadi, kayaknya penting" Ucap Meylina sambil terus melihatku yang sibuk memasukkan map kedalam tas kerja."Oyah? Siapa pagi-pagi gini udah nelpon?" Tanyaku tetap sibuk memasukkan map ke dalam tas kerjanya."Susan"Jujur aku sedikit kaget saat Meylina menyebutkan nama Susan. Karena aku sudah mewanti-wanti Susan agar tak menghubungiku saat aku berada di rumah, karena bagaimanapun juga aku tak mau menyakiti Meylina jika sampai dia tau bagaimana aku dan Susan saat ini.Aku mencoba tetap tenang agar Meylina tak menaruh curiga padaku"Susan ini..." Ucap Meylina lagi, seolah ragu dan ingin memastikan sesuatu."Susan ini pegawai baru di kantor mas sayang, gak usah mikir yang macem-macem deh". Aku langsung memotong ucapannya dengan berbohong dan mengatakan bahwa Susan itu adalah pegawai baru di kantorku."Siapa yang mikir macem-macem" Elak Meylina sambil memonyongkan bibir yang membuatnya tampak menggemaskan, aku langsung merengkuh tubuhnya, seolah ingin meyakinkan bahwa segala fikirannya tantang Susan yang baru saja menelpon itu tidaklah benar."Saat ini dan seterusnya hanya akan ada kamu di hati aku, tak perlu mengingat apalagi terganggu dengan masa lalu, aku aja udah move on masa kamu ngga sih" Ucapku sambil mencubit gemas hidung bangir Meylina.Ada rasa perih jauh dalam hatiku saat mengatakan kebohongan kecil pada wanita yang selama ini menamani hidupku, namun bukankah akan lebih menyakitkan jika aku jujur padanya tentang Susan saat ini? toh sejauh ini aku dan Susan tak menjalin hubungan apapun, jika hanya sebatas berbalas pesan kemudian bertemu untuk bertukar cerita, bukankah itu hal yang wajar dilakukan dengan teman."Iya, iya, ya udah sana berangkat ntar telat loh" "Okey, kamu baik-baik yah di rumah, kalau ada apa-apa langsung telepon aku" Ucap Agung sambil berlalu meninggalkan Meylina.Saat sampai di kantor aku menelepon ibuku dan memintanya untuk menemani Meylina, karena jujur aku selalu merasa sangat khawatir saat dia sakit perut di kala datang bulan, karena dulu saat awal-awal pernikahan Meylina sampai jatuh pingsan karena sakitnya, dan itu membuatku trauma.Sore harinya aku kembali bertemu dengan Susan untuk membicarakan kepindahannya ke rumah di ujung komplek perumahan tempatku tinggal. Aku lah yang merekomendasikan rumah tersebut karena ternyata lokasi pembangun restoran baru miliknya tak jauh dari komplek perumahan kami, selain itu ia pun merasa tak nyaman tinggal di apartemen karena menurutnya mantan suami beserta istri tuanya akan selalu mengganggu hidupnya. Lagi-lagi dengan alasa kasian lah aku memberinya rekomendasi untuk tinggal di rumah tersebut.Kemarin pagi aku sempat mengantarnya untuk melihat-lihat rumah tersebut, dan pada sore harinya akupun menemaninya untuk memantau orang-orang yang memindahkan barang-barangnya ke rumah tersebut. Sebenarnya aku sedikit kahwatir jika saja ada orang yang mengenalku melihatku dengan Susan di rumah ini dan mengadukannya pada Meylina. Aku khawatir Meylina akan salah faham.Sebenarnya aku tak bermaksud menyembunyikan semuanya dari Meylina, hanya saja aku belum menemukan waktu yang tepat untuk bercerita padanya. Lagi dan lagi aku hanya berfikir bahwa semua yang aku jalani adalah hal normal, bertemu, bercerita dan membantu sesama teman adalah hal lumrah yang di lakukan setiap orang. Begitupun yang aku lakukan terhadap Susan.Malam hari saat aku pulang aku mendapati Meylina telah tertidur, aku bergagas untuk membersihkan diri dan beeniat langsung beristirahat. Namun selesai aku mandi dan baru saja akan memjamkan mata ponselku berdering, dan ternyata Susan meneleponku. Gegas aku keluar kamar untuk mengangkat teleponnya.Susan kembali menangis, mengadukan apa yang terjadi padanya, bahwa sepulang ia bertemu denganku tadi istri tua mantan suaminya tiba-tiba datang meminta kembali surat-surat kepemilikan apartemen dan kendaraan miliknya.Aku mencoba menenangkannya, namun ia masih tetap terisak hingga tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan Meylina keluar dengan tatapan penuh tanya. Aku langsung menoleh ke arahnya, aku yakin Meylina menangkap rasa terkejutku saat melihatnya, segera kumasukkan handphone ke dalam saku piyama dan mencoba tersenyum untuk menutupi rasa gugupku."Mas lagi telepon siapa? kok tadi aku denger kaya orang nangis?" tanya Meylina penasaran."Ngga sayang, ini tadi ibu telepon" Aku sedikit tergagap menjawab pertanyaan Meylina."Ibu? Ibu kenapa? apa mungkin ibu sakit?" Tanyanya kembali membuatku benar-benar bingung harus menjawab apa."Ngga sayang gak apa-apa, ibu cuma nanyain keadaan kamu aja, ibu khawatir takut sakit perut kamu belum mendingan". Kembali aku berbohong pada wanitaku. "Udah malem sayang, ayo cepet tidur" Ajakku pada Meylina yang ternyata masih terduduk di samping tempat tidur."Tapi mas, tumben ibu telepon jam segini, ibu kan biasanya jam 9 udah tidur" Tanya Meylina yang sangat penasaran, aku yakin Meylina sedikit curiga, karena aku dan Meylina sangat tahu bahwa ibu amat sangat jarang tidur di atas jam 9 malam."Mungkin karena ibu khawatir banget sama menantu kesayangannya yang lagi sakit" Ucapku lagi sambil mendekat dan memluk Meylina dari belakang. "Udah yuk tidur, mas capek banget nih".Meylina menurut, dan langsung membaringkin tubuhnya membelakangiku.Keesokan paginya kudapati Meylina sudah sibuk di dapur dengan Bik Minah menyiapkan sarapan, sebenarnya aku khawatir padanya, namun Meylina meyakinkanku bahwa keadaannnya sudah jauh lebih baik.Saat sarapan ia mengatakan bahwa pagi ini ia akan berangkat ke butik karena ada banyak barang baru yang akan datang, mau tak mau aku mengizinkannya untuk berangkat.Namun saat di kantor pada jam setengah 11 siang aku mendapat telepon dari Rika asisten Meylina di butik bahwa Meylina pingsan dan di bawa ke rumah sakit terdekat. Tanpa berfikir lagi aku langsung menuju rumah sakit tersebut. fikiranku kacau, rasa khawatir menguasaiku.Lebih dari setengah jam aku mengendarai mobilku, setelah memarkirkan mobil aku langsung bergegas menuju UGD, dari jauh aku melihat Meylina telah sadar dan terbaring lemas, aku langsung menghambur kearahnya dan memeluknya.Aku benar-benar takut dan kahwatir sesuatu yang buruk terjadi padanya, hingga tak memperhatikan sekeliling hingga tiba-tiba Meylina mengenalkanku pada wanita yang ternyata sedari tadi berdiri di samping ranjang tempat Meylina berbaring."Oh iya mas ini mbak Santi yang tadi bawa aku kesini" Meylina mengenalkan.Aku menoleh ke arah wanita tersebut, aku kaget bukan main mendapati Susan berada di situ."Kamu..." Ucapku reflek, namun tak kulanjutkan ucapanku."Saya Santi" Ucap Susan sambil mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri padaku. Namanya Susanti, sepertinya Susan sengaja memperkenalkan dirinya pada Meylina dengan nama Santi, karena belakangan aku cerita pada Susan bahwa Meylina tak pernah tau bagaimana rupa dirinya, karena setelah Susan pergi aku sama sekali tak menyimpan fotonya. Aku hanya menoleh sekilas dan mengalihkan pandanganku pada Meylina."Kenapa mas?" Tanya Meylina yang mungkin saja menangkap gelagat tak wajar dariku."Nggak apa-apa sayang, mas cuma khawatir sama kamu". Aku mencoba mengalihkan perhatian Meylina dengan terus mengajaknya berbicara. Sedangkan Susan hanya memperhatikan kami sambil tersenyum."Maaf mas, mbak, kalau begitu saya pamit yah". ucap Santi sambil berlalu tanpa menunggu Meylina ataupun aku mengucapkan apapun.Susan berlalu begitu saja, kemudian Lala datang menyerahkan resep obat yang harus kutebus untuk Meylina, akupun langsung beranjak keluar."Jadi dia istri kamu mas?" Ucap Susan yang tiba-tiba muncul di balik pintu UGD seolah ia menungguku. Kemudian aku menariknya sedikit menjauh."Kenapa kamu bisa disini bersama istriku?" Tanyaku sedikit kesal."Dunia memang sempit yah mas, setelah tiba-tiba saja takdir membuatku bertemu kembali denganmu, kini akupun di pertemukan dengan istrimu." Ucap Susan lembut dengan senyum manisnya."Ingat Susan pertemuan kita tak berarti apapun bagiku, kini aku hanya menganggapmu teman, tidak lebih" Tegasku."Hanya teman? Lalu perhatianmu selama ini padakupun tak berarti apa-apa?" Tanya Susan dengan mata yang mulai mengembun. Sejujurnya aku tak tega mengatakan ini pada Susan, namun akupun juga merasa terlalu jauh melangkah, aku takut semuanya akan membuat Meylina tersakiti."Setelah kerja sama kita berakhir maka semuanya pun akan berakhir. Aku tak akan pernah menemuimu lagi. Hiduplah bahagia dengan jalanmu sendiri". Aku berusaha tetap tegas karena mengkhawatirkan Meylina namun aku merasa ada yang berdenyut sakit saat aku mengatakan aku tak akan lagi menemuinya.Aku benar-benar tak mengerti dengan perasaanku saat ini, aku yak ingin menyakiti Meylina dengan terua menutupi segala hal tentang Susan, namun ternyata hatikupun mulai tak bisa menghilangkan Susan begitu saja dalam fikiranku.POV MeylinaAku adalah wanita kampung, terlahir dari keluarga sederhana, dan telah lama lupa sehangat apa kasih sang ayah sebagai cinta pertama setiap anak perempuan. Ayahku meninggal ketika aku masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar.Sepeninggal ayah aku hanya tinggal bersama ibu dan seorang kaka perempuan yang usianya terpaut jauh dari usiaku, saat ayah meninggal kakakku Virna berusia 20 tahun, baru saja menikah dengan lelaki yang berasal dari kampung sebelah bernama Firman.Ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga sedikit terseok menanggung beban hidup kami berdua, meskipun terkadang kak Virna membantu tapi itu tentu tak bisa menutupi kebutuhan kami, apalagi akupun masih melanjutkan sekolah.Saat itu ibu menggantungkan hidup dari hasil sawah yang almarhum ayah tinggalkan, dan karena tak menentu ibu pun menjual jajanan kampung berupa gorengan, dan lontong yang ia jajakan dengan berjualan keliling setiap pagi dan sore. Tak ingin melih
POV Meylina"Wanita yang bersamamu di rumah ujung komplek siapa?" Tanyaku sambil menggengam erat tangannya. Seketika mas Agung tampak kaget mendengar pertanyaanku. Ia terdiam cukup lama untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana.Aku menatap matanya lekat untuk mencari kejujuran di dalam sana, berharap jawaban dari mas Agung akan membuatku melupakan segala fikiran buruk yang sedari kemarin menggangguku."Wanita? Maksud kamu apa?" Tanyanya dengan ekspresi yang tampak sedikit bingung, kemudian aku menjelaskan padanya bahwa ibu kemarin bertanya tentang rumah di ujung komlek karena bu Ida memberitahunya bahwa bu Ida melihat Mas Agung bersama seorang wanita yang tampak seperti akan pindah rumah.Aku menangkap sedikit rasa cemas dari mata mas Agung, matanya kini tak lagi menatap mataku."Mungkin bu Ida salah liat sayang, waktu itu mas kan udah kirim pesan ke kamu kalo mas harus ketemu klien, masa kamu lupa sih." Ucapnya lagi tan
"Dialah Susanti, wanita kurang ajar yang membawa kabur uang suami kamu dulu."Ucapan ibu mertuanya membuat Meylina tertegun sejenak, mencoba mencerna semuanya, namun hati dan fikirannya seolah menolak kenyataan yang baru saja ia dengar.Jika wanita di hadapannya adalah Susan berarti saat di rumah sakit Agung dan Susan bersandiwara seolah saling tidak mengenal, dan apa mungkin Susan yang beberapa kali di dapati oleh Meylina menguhubungi Agung pun adalah Susan sang mantan kekasih? Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya.Meylina terhunyung memikirkan segalanya, mulutnya seolah terkunci dan sama sekali tak dapat mengatakan apapun meski hatinya begitu bergejolak dengan berbagai pertanyaan atas ketidak fahamannya terhadap situasi yang tengah ia alami saat ini.Ibu Mirna dengan sigap memapah tubuh Meylina, sedangkan Susan hanya berdiri mematung tengan tatapan yang tak bisa diartikan. Namun kemudian Susan ikut mendekati Ibu Mirna dan jiga Meyli
Hati siapa yang tak patah mendapati sang belahan jiwa dengan begitu mudahnya menyemai cinta pada hati lain? Sebegitu dalamnya kah cinta Agung pada Susan hingga luka yang dulu ia tinggalkan begitu mudah menguap hingga tumbuh rasa yang harusnya telah lama mati? atau sebegitu dangkalnya kah cinta Agung terhadap Meylina hingga membuatnya begitu mudah membagi rasa dengan yang bukan haknya?Tepat pukul 3 Meylina terbangun, ia tak mendapati Agung disampingnya, namun ia tak menghiraukannya. Yang ingin ia lakukan saat ini adalah mengadu pada Tuhannya.Setelah berwudhu ia membentangkan sajadah untuk bermunajat pada Sang Pemilik semesta."Robbi apakah aku terlalu sombong karena mengira suamiku tak mungkin berbagi hati? Apakah aku akan menjadi wanita egois jika sekuat tenaga aku ingin mengingkari rasa lain yang tumbuh di hati suamiku dan memaksanya meninggalkan cinta itu?""Sungguh aku ingin rumah tangga ini berakhir di pelataran syurga bersama, namun jika begini apa
"Berapa banyak yang kau sembunyikan dariku mas? Sejauh mana kau berbohong padaku?"Meylina melangkah gontai ke dalam rumah mendapati kebohongan lain dari suaminya. Ia tak mengerti kenapa Agung menutupi semuanya hingga sejauh ini. Dalam hati kecilnya Meylina sangat ingin mempertahankan cintanya, namun jika kebohongan Agung sudah sejauh ini Meylina tak begitu yakin semuanya bisa berlanjut dengan baik seperti sedia kala.Jam menunjukkan pukul 5 sore, terdengar suara mobil masuk ke pekarangan rumah. Meylina sudah hafal itu adalah mobil suaminya yang selalu ia nanti kedatangannya, untuk membagi cerita tentang apa yang ia lalui hari itu. Namun kini ia enggan melakukannya. Ia hanya duduk di depan televisi tanpa menghiraukan kedatangan Agung.Setelah mengucapkan salam, Agung langsung masuk ke dalam rumah yang terasa berbeda. Tak ada sambutan hangat istrinya, tak ada celotehan yang Meylina lontarkan seperti yang sudah-sudah. Agung melongok ke arah meja makan, di sana sud
"Mas..." ucap Meylina pelan nyaris tak terdengar.Meylina tak dapat melanjutkan ucapannya, tubuhnya seolah membeku melihat pemandangan yang menyesakkan dada. Kemudian ia mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang di lihatnya tidaklah salah."Meylina" sapa Agung lembut seraya mendekati Meylina. Namun Meylina mundur beberapa langkah, ia mencoba menyadarkan diri."Kenapa kamu membawa Susan kemari mas?""Susan sedang dalam masalah, aku tak bisa menceritakannya sekarang, tapi bisakah kamu mengizinkan Susan untuk bermalam disini malam ini?"Meylina mencoba mencerna ucapan Agung, namun sungguh ia sama sekali tak bisa memahaminya. Bagaimana bisa seorang suami membawa wanita yang notabene "mantan cinta pertama" suaminya untuk menginap di rumah?Ada yang begitu hancur dalam diri Meylina. Ya hatinya benar-benar hancur. Apapun masalah Susan, Meylina benar-benar tak menyangka suaminya dengan sadar membawa Susan ke rum
POV SusantiTerlahir dari keluarga sederhana dan orang tua yang sama sekali tak mengenyam pendidikan membuatku semangat belajar, semenjak SD selalu mendapat peringkat pertama, mungkin inilah yang menjadi alasan kedua orang tuaku begitu gigih mencari rupiah demi membiayai pendidikan hingga aku bisa kuliah di Universitas Negeri di kota besar.Banyak yang mereka korbankan, mulai dari meminjam uang kepada tetangga, hingga pada rentenir. Aku sebagai anak semata wayang mereka tentu ingin membalas segala jasa mereka.Di kota saat kuliah, aku tak hanya belajar, namun juga bekerja untuk meringankan beban orang tua, hingga di semester 6 aku mengenal Agung.Pria yang tak pernah memandang latar belakangku. Perkenalanku dengannya tidaklah di sengaja, kami bertemu di taman dekat masjid kampus, saat itu dia seperti sedang kebingungan, dan aku menolongnya. Sampai aku tahu bahwa dia berada di kampus sebagai arsitek yang mendesain dan memantau pembangunan a
Agung menatap lekat ke arah Susan yang tersipu malu dengan pipi merah merona, hingga membuatnya begitu gemas. Ada dorongan dalam hatinya untuk mendekati Susan yang tampak begitu cantik dan menggoda.Agung pun berdiri dan mendekati Susan, kemudian di peluknya begitu erat, seolah tak sadar bahwa itu adalah hal yang tak boleh mereka lakukan.Susan bersorak riang dalam hati. Taman bunga dalam hati langsung bermekaran. Dan langaung membalas pelukan Agung dengan begitu erat."Tapi bukankah perasaan kita berdua ini salah mas? Tak seharusnya kita seperti ini kan? Bagaimana dengan Meylina? Aku benar-benar merasa bersalah padanya." Ucap Sysan seraya melepaskan pelukannya dengan memasang ekspresi seolah merasa bersalah dan mencoba memancing Agung agar lebih simpati padanya."Ini bukan salahmu, Susan. Tapi perasaan manusia siapa yang tahu, kita tak bisa memaksa pada siapa kita melabuhkan hati bukan?""Bagaimana rumah tanggamu dengan M
Bu Mirna kini telah di pindahkan ke ruang rawat inap. Risti memandangi wajah tua Bu Mirna dengan mata sembab. Tangannya terus menggenggan jemari Bu Mirna, dengan do'a yang terus ia panjatkan dalam hati agar Bu Mirna bisa segera pulih."Nak Meylina." panggil Bu Mirna dengan suara parau begitu ia mulai siuman."Bu..." Mata Meylina langsung berbinar melihat Bu Mirna sudah siuman."Ibu dimana?" tanya Bu Mirna yang tampak bingung."Ibu di rumah sakit. Tadi pas Meylina dateng, Ibu pingsan di kamar. Kata dokter Ibu kena serangan jantung." jelas Meylina dengan tangan yang tetua menggenggam jemari Bu Mirna.Bu Mirna tampak seperti sedang mengingat sesuatu. Namun kemudian air matanya luruh."Loh, Ibu kenapa? Apa ada yang sakit? Mey panggilkan dokter dulu sebentar yah."Saat Meylina akan bangkit, Bu Mirna menarik tangan Meylina dan menahannya. kemudian memeberi isyarat agar Meylina kembali duduk."Susan!" L
Riza kembali masuk ke dalam rumah setelah menyerahkan urusan Agung pada kedua satpam tadi. Riza mendapati Meylina yang duduk di ruang tamu dengan wajah cemas."Mas Agung udah pergi?" tanya Meylina saat Riza duduk di hadapannya."Sepertinya dia sudah pergi, karena tadi aku menelepon satpam untuk menyeretnya pergi dari sini.""Aku bener-bener nggak faham kenapa Mas Agung bisa jadi senekad ini. Apa yang sebenrnya dia pengen dari aku?" tanya Meylina frustasi."Dia pasti sangat menyesal melepaskanmu, hingga tak bisa mengontrol emosi." ungkap Riza yang yakin bahwa Agung memang sangat menyesal memilih berpisah dari wanita sebaik Meylina."Bukankah seharusnya Mas Agung sekarang sedang bahagia dengan Susan? Tapi kenapa malah selalu datang menggangguku?" ungkap Meylina yang benar-benar tak faham dengan apa yang di inginkan Agung sebenarnya."Sepertinya sesuatu terjadi diantara mereka, hingga membuat Agung berbalik m
"Elea..." panggil Meylina setelah menyiapkan menu makan siang di atas meja."Kita makan dulu yuk, Nak" ajak Meylina pada Elea yang masih sibuk bermain dengan bonekanya. Karena Elea tak juga beranjak, Meylinapun mendekatinya, kemudian mencubit gemas pipi Elea hingga gadis kecil tersebut tertawa."Makan duku yuk, tante masak ayam kecap kesukaan kamu loh." Meylina menuntun tangan kecil Elea menuju ruang makan.Meylina menyendok nasi dab lauknya ke atas piring untuk Elea, setelah itu baru ia mengambil makanan untuk dirinya sendiri."Berdo'a dulu tante" ucao Elea dengan tangan menengadah untuk berdo'a. Meylina pun mengikuti do'a yang di ucapkan dengan lantang oleh Elea. Setelah itu mereka langsung menyantak makanannya.Namun setelah suapan oertama Elea tampat cemberut, dan tak melanjytkan makannya. Meylina pun ikut meletakkan sendok dan pindah duduk ke kursi sebelah Elea."Kenapa, Nak? apa masakan tante nggak enak?" Tanya
Beberapa hari berlalu, kini Susan sudah tinggal bersama suaminya lagi. Namun hati dan fikirannya tak pernah lepas dari Agung. Susan segera menyusun rencana jahat agar tak ada lagi yang menghalanginya untuk kembali bersama Agung, dan juga harta milik suaminya kini akan menjadi milik Susan seutuhnya tanpa bisa di ambil lagi."Urus dengan baik, jangan sampai meninggalkan jejak apapun. Aku ingin semuanya cepat selesai." Ucap Susan tegas pada seseorang di seberang telepon."Baiklah, dua hari lagi aku ingin selesai!" Ucap Susan lagi dengan suara berbisik, karena ia menelpon di dalam kamar dan tak ingin membuat suaminya terbangun karena suara bising.Susan langsung merebahkan diri setelah menutup telepon dengan seseorang. Ia menatap suaminya dengan seeingai yang tampak menyeramkan."Tunggulah, aku akan segera membuatmu tak bisa lagi menggangguku." bisik Susan sembari terkekeh.🥀🥀🥀🥀🥀"Kamu ini bagaimana sih? Kenapa belak
Di dalam mobil Meylina duduk di kursi belakang, sedangkan Riza di kursi samping penumpang karena Riza tahu Meylina tak mungkin mau ikut bersamanya jika hanya berdua, maka ia membawa sopir.Tak ada percakapan. Meylina hanya menundukkan kepala dengan air mata yang terus menetes. Sesekali Riza menatapnya melalui kaca. Hatinya ikut terasa sakit melihat Meylina menangis. Riza yakin Meylina merasa harga dirinya tercoreng karena lelaki yang bukan mahromnya berani memeluknya seperti tadi."Kita sudah sampai!" Tutur Riza saat mereka telah sampai di rumah bercat putih kombinasi abu muda dengan desain minimalis.Meylina melongok ke luar jendela, mengamati sekitar, ia tampak bingung karena dia bukan berada di depan rumahnya."Untuk sementara kamu lebih baik tinggal di sini" Jelas Riza yang seolah faham kebingungan Meylina."Tapi... ""Sudah turun saja dulu, kamu bisa liat-liat rumahnya dulu, kalo merasa tidak cocok nanti akan cob
"Lepas, mas!" Pinta Meylina dengan suara lirih beserta tangisan.Tapi tiba-tiba saja sebuah pukulan mendarat di wajah Agung hingga ia terdorong ke belakang dan Meylina bisa terlepas dari pelukan Agung."Mas Riza!" Meylina terkejut melihat Riza yang tiba-tiba bisa berada di rumah Bu Mirna.Agung memegangi rahangnya yang terkena pukulan keras Riza, ia melotot dengan emosi ke arah Riza yang tak ia sangka-sangka bisa betada di rumah ibunya.Agung mendekati Riza untuk membalas pukulan, namun Riza berhasil memgelak, dan sejurus kemudian terjadi perkalahian sengit. Agung mendapat beberapa pukulan telak di wajah dan juga perutnya, sedangkan Agung hanya terkena pukulan satu kali di ujung bibir yang membuat bibirnya mengeluarkan darah.Meylina dan Bu Mirna hanya bisa berteriak dengan tangisan histeris meminta keduanya berhenti, namun emosi menguasai keduanya hingga kalap.PrangMeylina melempar sebuah guci berukuran
Pagi itu Meylina bangun lebih pagi, menyiapkan segala keperluan dan dokumen yang ia butuhkan untuk pekerjaannya di butik, karena akan ada penanda tanganan kerj sama dengan salah satu brand lokal yang sudah terkenal.Rencananya siang ini Meylina akan di temani Riza sebagai pendamping. karena kerja sama ini lumayan besar jadi butuh masukan dari pengacara agar kedepannya tak bermasalah dengan hukum.Setelah sarapan dan memesan taxi online Meylina langsung keluar rumah, namun ia terkejut mendapati Agung yang terlelap di kursi teras rumah. Meylina menatap Agung seksama. Lagi, rasa sakit itu kembali menelusup dalam hatinya. Meskipun Meylina telah mengikhlaskan semuanya, namun sakit hati karena pengkhianatan Agung sangatlah dalam."Bangun, Mas!" Meylina menepuk pelan pundak Agung.Agung mengerjap-ngerjapkan mata, kemudian menoleh ke arah Meylina yang sudah terlihat rapih. Agung langsung terpesona oleh keanggunan Meylina, hingga tak mengedipkan ma
Akhirnya dengan terpaksa Susan menuruti Marwan untuk kembali ke Kalimantan. Sepanjang perjalanan tentu saja Susan tak bisa beehenti memikirkan Agung yang sudah dengan susah payah ia raih. Bahkan banyak yang ia korbankan agar Agung berpisah dari Meylina, tapi kini tujuannya yang hanya tinggal selangkah lagi harus terhalang karena Marwan."Aku harus mencari cara agar pria tua ini tak lagi mengejar-ngejarku namun hartanya akan tetap menjadi milikku." Gumam Susan dalam hati.🥀🥀🥀🥀🥀Pagi itu Meylina bangun lebih pagi, menyiapkan segala keperluan dan dokumen yang ia butuhkan untuk pekerjaannya di butik, karena akan ada penanda tanganan kerj sama dengan salah satu brand lokal yang sudah terkenal.Rencananya siang ini Meylina akan di temani Riza sebagai pendamping. karena kerja sama ini lumayan besar jadi butuh masukan dari pengacara agar kedepannya tak bermasalah dengan hukum.Setelah sarapan dan memesan taxi online Meylina langsun
"Elea..." panggil Meylina setelah menyiapkan menu makan siang di atas meja."Kita makan dulu yuk, Nak" ajak Meylina pada Elea yang masih sibuk bermain dengan bonekanya. Karena Elea tak juga beranjak, Meylinapun mendekatinya, kemudian mencubit gemas pipi Elea hingga gadis kecil tersebut tertawa."Makan duku yuk, tante masak ayam kecap kesukaan kamu loh." Meylina menuntun tangan kecil Elea menuju ruang makan.Meylina menyendok nasi dab lauknya ke atas piring untuk Elea, setelah itu baru ia mengambil makanan untuk dirinya sendiri."Berdo'a dulu tante" ucao Elea dengan tangan menengadah untuk berdo'a. Meylina pun mengikuti do'a yang di ucapkan dengan lantang oleh Elea. Setelah itu mereka langsung menyantak makanannya.Namun setelah suapan oertama Elea tampat cemberut, dan tak melanjytkan makannya. Meylina pun ikut meletakkan sendok dan pindah duduk ke kursi sebelah Elea."Kenapa, Nak? apa masakan tante nggak enak?" Tanya