POV Author
Kokok ayam mulai terdengar, suara adzan mulai bersahut-sahutan. Meylina terbangun kemudian membangunkan Agung untuk melaksanakan kewajibannya. Begitu Agung terbangun, Meylina beranjak ke dapur untuk mempersiapkan sarapan dengan dibantu Bik Minah."Sayang, kok kamu udah sibuk di dapur? perut kamu emang udah mendingan?" Tanya Agung yang tiba-tiba sudah berada di pintu dapur memperhatikan istrinya yang tengah sibuk dengan bumbu masak."Masih agak sakit sih, tapi udah gak parah kayak kemaren." Jawab Meylina yang masih sibuk membuat nasi goreng seafood kesukaan suaminya."Mending kamu istirahat dulu deh, nggak usah banyak aktifitas dulu, aku khawatir sakit kamu malah tambah parah kayak dulu," Ucap Agung khawatir mengingat dulu saat awal pernikahan Meylina pernah sampai jatuh pingsan karena sakit perut datang bulan yang ia derita. Saat itu Agung memaksanya ke dokter namun Meylina menolak karena merasa sakitnya akan segera membaik."Nggak apa-apa, Mas, nanti aku minum obat lagi. Hari ini juga aku harus ke butik, ada barang baru yang dateng, kasian kalau Rina yang handle sendiri." Jelas Meylina sambil membawa nasi goreng yang baru matang ke meja makan.Pukul setengah 8 Agung pamit berangkat ke kantor, sedangkan Meylina masih mematut diri di cermin, hatinya kadang terasa kosong karena di usia pernikahannya yang ke 4 ia belum di karuniai anak, namun segala fikiran negative selalu ia tepis dengan anggapan bahwa anak adalah hak preogatif Allah, ia hanya bisa meminta, kemudian memantaskan diri agar kelak bisa menjadi orang tua yang siap di amanahi buah hati, adapun kapan Allah akan memberikannya ia serahkan semuanya pada Sang Pencipta. Ia yakin segalanya telah Allah atur dengan sebaik-baik alur.Selama ini Meylina dan Agung memang belum pernah berkonsultasi pada dokter, keduanya bersepakat untuk menunggu saja, namun bukan tanpa usaha. Selama 4 tahun keduanya melakukan pola hidup sehat, memakan makanan bergizi, menjauhi rokok apalagi minuman keras, dan semua hal baik keduanya lakukan untuk mendukung agar mereka bisa segera di karuniai anak, namun ternyata Allah belum memberikannya.Tepat pukul 8 Meylina berangkat ke butik menggunakan taksi online, karena jarak dari rumah ke butiknya hanya memakan waktu 20 menit.Namun tiba-tiba Meylina merasa perutnya mulai sakit lagi, kemudian ia teringat bahwa tadi sebelum berangkat ia lupa meminum obat nyeri yang Bik Minah berikan. Tapi karena sudah hampir sampai Meylina memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke butiknya. Saat tiba di butik Meylina melihat Rina sudah sibuk dengan tumpukan gamis dan hijab yang baru saja di antar oleh distributor pusat, ada 6 karung besar yang isinya adalah gamis dn hijab untuk di distribusikan ke reseller online.Meylina langsung membagi tugas kepada 3 pegawai lainnya agar cepat rampung dan bisa di kirim hari ini untuk reseller, tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 10 dan Meylina merasa perutnya semakin sakit, sedangkan pekerjaan dan pembeli mulai berdatangan. Meylina mencoba menahannya namun ternyata sakitnya malah semakin menjadi dan tepat pukul setengah 11 Meylina tak lagi dapat menahan sakitnya hingga ia terkulai lemas di lantai dengan keringat dingin telah membasahi tubuhnya.🥀🥀🥀🥀🥀Meylina mulai membuka mata, kemudian mengedarkan pandangan di sekelilingnya, segera ia sadari bahwa kini ia berada di sebuah berangkar di sebuah Unit Gawat Darurat."Mbak sudah sadar?" Tanya wanita cantik berkulit putih yang duduk di samping ranjang tempatku terbaring.Meylina menyipitkan mata memandang wanita tersebut, karena ia tak mengenalnya."Saya Santi, kebetulan tadi saya sedang membeli gamis di butik milik mbak saat mbak pingsan, dan karena kebetulan saya bawa kendaraan maka saya dan satu pegawai mbak membawa mbak kesini, sekarang pegawai mbak sedang ada di tempat pendaftaran untuk mengurus administrasi," Jelas wanita bergaun warna peach dengan rambut panjang tergerai yang ternyata bernama Santi."Ya Allah terima kasih, Mbak Santi sudah mau membawa saya kesini." Ucap Meylina sungkan."Sama-sama, Mbak"."Ibu Meylina." Ucap seorang wanita paruh baya yang mengenakan jas putih saat menghampiri keduanya."Ibu Meylina, apa setiap anda haid/datang bulan selalu merasakan sakit perut yang parah?" tanyanya kemudian, dan Meylina mengangguk."Bagaimana dengan darah haid yang keluar?""Sedari dulu setiap saya datang bulan, darah yang keluar selalu banyak dok, bahkan kadang lebih dari 15 hari." Jelas Meylina dengan wajah khawatir."Baik, Bu, untuk memastikan saya sarankan Ibu Meylina untuk melakukan USG di dokter kandungan atau bisa di rumah sakit ini yah, agar hasilnya lebih jelas." Tutur dokter tersebut dengan tetap tersenyum."Apa ada yang salah dengan saya dok?" tanya Meylina kembali."Saya tidak bisa memastikan, Bu, karena untuk mengetahuinya Ibu harus melakukan oemeriksaan lengkap dengan dokter kandungan. kalau begitu saya pamit yah bu, nanti setelah menebus obat, Ibu boleh langsung pulang."Meylina hanya menghirup nafas dalam untuk menetralkan fikirannya yang mulai menerka-nerka keadaannya sendiri, karena sejauh ini ia merasa baik-baik saja meskipun setiap datang bulan ia metasakan sakit perut hebat."Meylina..." ucap seorang pria yang tergesa menghampirinya kemudian langsung memeluknya."Kamu ngga apa-apa, Sayang?" Tanya Agung khawatir tanpa memperdulikan sekeliling, dan Agung tak sadar jika Santi wanita yang mengantar Meylina sedang memperhatikannya."Aku nggak apa-apa, Mas. Oh iya Mas ini mbak Santi yang tadi bawa aku kesini." Meylina mengenalkan.Agung menoleh ke arah Santi yang di sambut senyum simpul dari wanita cantik tersebut."Kamu..." Ucap Agung namun tak melanjutkan ucapannya. Agung terlihat gugup saat melihat Santi."Saya Santi." ucap Santi sambil mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri pada Agung. Namun Agung hanya menoleh sekilas dan mengalihkan pandangannya pada Meylina."Kenapa, Mas?" tanya Meylina yang menangkap gelagat tak wajar dari suaminya, entah kenapa Meylina merasa suaminya terlihat sangat gugup saat melihat Santi."Nggak apa-apa, Sayang, mas cuma khawatir sama kamu". Agung mencoba mengalihkan perhatian Meylina dengan terus mengajaknya berbicara.Sedangkan Santi hanya memperhatikan keduanya sambil tersenyum."Maaf Mas, Mbak, kalau begitu saya pamit yah." Ucap Santi sambil berlalu tanpa menunggu Meylina atau Agung mengucapkan satu kata pun.Meylina menatap Santi yang kian menjauh keluar dari UGD, entah kenapa Meylina merasa wajahnya sedikit familiar, tapi ia pun tak bisa mengingat dimana dan kapan ia pernah melihat Santi. Sedangkan Agung terlihat menghembuskan nafas lega saat Santi pergi."Maaf pak bu, ini obat yang harus ibu Meylina tebus di apotik depan UGD." Ucap Lala pegawai yang ikut mengantarkan Meylina ke rumah sakit bersama Santi tadi sambil menyodorkan kertas yang berisi resep obat."Kamu tunggu sebentar yah, Mas kedepan dulu." Ucap Agung sambil mengambil kertas tersebut dari tangan Lala dan langsung bergegas keluar.Setengah jam berlalu Agung kembali, namun Meylina merasa ada yang aneh dari suaminya. Agung terlihat gugup dan kesal saat kembali dari apotek. Namun Meylina segera menepisnya. Meylina meyakinkan diri bahwa Agung terlihat sedikit kacau karena mengkhawatirnkannya."Ayo sayang, semuanya udah beres, kamu udah bisa langsung pulang." Terang Agung sambil memapah Meylina untuk turun dari ranjang.Meylina tersenyum melihat suaminya yang begitu perhatian padanya, ia merasa sangat beruntung memiliki Agung sebagai pendamping hidupnya, Agung selalu sigap di saat seperti ini.Saat sampai di parkiran Lala pamit untuk kembali ke butik menggunakan ojek online karena pekerjaan masih banyak, sedangkan Agung dan Meylina segera menaiki mobilnya.Saat di perjalanan Agung lebih banyak diam, pun dengan Meylina karena merasa sangat lemas hingga ia lebih memilih memejamkan matanya.Namun ia merasa terganggu karena Handphone Agung yang terus menetus bergetar, tapi Agung hanya mengabaikannya.Meylina menegakkan posisi duduknya dan menatap ke arah suaminya yang terlihat fokus ke jalanan."Mas itu ponsel kamu bunyi terus loh dari tadi, apa gak sebaiknya di angkat dulu?" Usul Meylina yang sebenarnya merasa terganggu dan aneh akan sikap suaminya. Karena tidak biasanya ia mengabaikan telepon yang masuk hingga berkali-kali. Biasanya ia akan langsung mengangkatnya meskipun dari nomor baru, karena ia takut itu adalah telepon dari salah satu kliennya."Paling telepon salah sambung"Meylina melirik sekilas ke arah handphone suaminya di letakkan, meskipun tak begitu jelas Meylina masih bisa melihatnya, begitu banyak pesan masuk dan telepon tak terjawab dari nama yang kemarin membuatnya sedikit berfikir negative pada suaminya."Susan" Lirih Meylina dalam hati.POV AgungHidup berumah tangga bersama wanita yang benar-benar tulus menerima segala kekurangan kita adalah salah satu anugerah yang aku terima kini, wanitaku tak hanya cantik tapi juga ia adalah wanita baik yang menemaniku sejak saat aku berada di titik terbawah hidupku, hingga kini aku di usia 35 tahun sudah memiliki apa yang aku impikan.Aku berkenalan dengannya lewat perantara ibuku yang saat itu merupakan pelanggan Meylina. Ya aku mengenal Meylina sejak ia menjajakan gamisnya secara online dan berkeliling komplek. Semangat kerja, keuletan, dan sopan santun yang dimiliki Meylina ternyata tak hanya memilkat hati ibuku tapi juga hatiku yang saat itu sedang dalam lara mendalam ditinggal orang terkasih tanpa kabar apapun.Sejak aku berkenalan dengan Meylina, ia dengan setia mendengarkan setiap keluh kesah, dan gundah tentang kekasihku yang pergi. Meylina bahkan acap kali memintaku untuk memaafkan kekasihku yang pergi itu agar bisa segera berdamai dan
Bagian 4Setelah hari itu berlalu, Susan sering mengirimiku pesan di aplikasi hijau, entah hanya sekedar menanyakan kabarku atau bahkan menceritakan tentang hidupnya. Pada awalnya aku tak pernah membalas pesannya, hingga entah kenapa aku bisa terbawa perasaan. Bukan cinta, tapi rasa iba dan kasihan lah yang membawaku hingga sejauh ini.Melalui pesan yang setiap hari ia kirimkan padaku aku akhirnya tahu bagaimana hidup yang ia lalui, akupun baru tahu kemana ia membawa uangku pergi saat itu.Dalam pesannya ia ceritakan bahwa pada saat itu ayah dan ibunya ternyata memiliki hutang yang bunganya sudah sangat membengkak kepada rentenir di desanya, menurutnya orang tua Susan terpaksa meminjam uang kepada rentenir untuk biaya kuliah Susan di kota, awalnya kedua orang tua Susan masih mampu membayar hutang beserta bunganya dari hasil panen sawahnya yang cukup luas, hingga pada akhirnya ayahnya jatuh sakit dan membuat ia dan keluarganya kehilangan pemasukan, se
POV MeylinaAku adalah wanita kampung, terlahir dari keluarga sederhana, dan telah lama lupa sehangat apa kasih sang ayah sebagai cinta pertama setiap anak perempuan. Ayahku meninggal ketika aku masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar.Sepeninggal ayah aku hanya tinggal bersama ibu dan seorang kaka perempuan yang usianya terpaut jauh dari usiaku, saat ayah meninggal kakakku Virna berusia 20 tahun, baru saja menikah dengan lelaki yang berasal dari kampung sebelah bernama Firman.Ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga sedikit terseok menanggung beban hidup kami berdua, meskipun terkadang kak Virna membantu tapi itu tentu tak bisa menutupi kebutuhan kami, apalagi akupun masih melanjutkan sekolah.Saat itu ibu menggantungkan hidup dari hasil sawah yang almarhum ayah tinggalkan, dan karena tak menentu ibu pun menjual jajanan kampung berupa gorengan, dan lontong yang ia jajakan dengan berjualan keliling setiap pagi dan sore. Tak ingin melih
POV Meylina"Wanita yang bersamamu di rumah ujung komplek siapa?" Tanyaku sambil menggengam erat tangannya. Seketika mas Agung tampak kaget mendengar pertanyaanku. Ia terdiam cukup lama untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana.Aku menatap matanya lekat untuk mencari kejujuran di dalam sana, berharap jawaban dari mas Agung akan membuatku melupakan segala fikiran buruk yang sedari kemarin menggangguku."Wanita? Maksud kamu apa?" Tanyanya dengan ekspresi yang tampak sedikit bingung, kemudian aku menjelaskan padanya bahwa ibu kemarin bertanya tentang rumah di ujung komlek karena bu Ida memberitahunya bahwa bu Ida melihat Mas Agung bersama seorang wanita yang tampak seperti akan pindah rumah.Aku menangkap sedikit rasa cemas dari mata mas Agung, matanya kini tak lagi menatap mataku."Mungkin bu Ida salah liat sayang, waktu itu mas kan udah kirim pesan ke kamu kalo mas harus ketemu klien, masa kamu lupa sih." Ucapnya lagi tan
"Dialah Susanti, wanita kurang ajar yang membawa kabur uang suami kamu dulu."Ucapan ibu mertuanya membuat Meylina tertegun sejenak, mencoba mencerna semuanya, namun hati dan fikirannya seolah menolak kenyataan yang baru saja ia dengar.Jika wanita di hadapannya adalah Susan berarti saat di rumah sakit Agung dan Susan bersandiwara seolah saling tidak mengenal, dan apa mungkin Susan yang beberapa kali di dapati oleh Meylina menguhubungi Agung pun adalah Susan sang mantan kekasih? Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya.Meylina terhunyung memikirkan segalanya, mulutnya seolah terkunci dan sama sekali tak dapat mengatakan apapun meski hatinya begitu bergejolak dengan berbagai pertanyaan atas ketidak fahamannya terhadap situasi yang tengah ia alami saat ini.Ibu Mirna dengan sigap memapah tubuh Meylina, sedangkan Susan hanya berdiri mematung tengan tatapan yang tak bisa diartikan. Namun kemudian Susan ikut mendekati Ibu Mirna dan jiga Meyli
Hati siapa yang tak patah mendapati sang belahan jiwa dengan begitu mudahnya menyemai cinta pada hati lain? Sebegitu dalamnya kah cinta Agung pada Susan hingga luka yang dulu ia tinggalkan begitu mudah menguap hingga tumbuh rasa yang harusnya telah lama mati? atau sebegitu dangkalnya kah cinta Agung terhadap Meylina hingga membuatnya begitu mudah membagi rasa dengan yang bukan haknya?Tepat pukul 3 Meylina terbangun, ia tak mendapati Agung disampingnya, namun ia tak menghiraukannya. Yang ingin ia lakukan saat ini adalah mengadu pada Tuhannya.Setelah berwudhu ia membentangkan sajadah untuk bermunajat pada Sang Pemilik semesta."Robbi apakah aku terlalu sombong karena mengira suamiku tak mungkin berbagi hati? Apakah aku akan menjadi wanita egois jika sekuat tenaga aku ingin mengingkari rasa lain yang tumbuh di hati suamiku dan memaksanya meninggalkan cinta itu?""Sungguh aku ingin rumah tangga ini berakhir di pelataran syurga bersama, namun jika begini apa
"Berapa banyak yang kau sembunyikan dariku mas? Sejauh mana kau berbohong padaku?"Meylina melangkah gontai ke dalam rumah mendapati kebohongan lain dari suaminya. Ia tak mengerti kenapa Agung menutupi semuanya hingga sejauh ini. Dalam hati kecilnya Meylina sangat ingin mempertahankan cintanya, namun jika kebohongan Agung sudah sejauh ini Meylina tak begitu yakin semuanya bisa berlanjut dengan baik seperti sedia kala.Jam menunjukkan pukul 5 sore, terdengar suara mobil masuk ke pekarangan rumah. Meylina sudah hafal itu adalah mobil suaminya yang selalu ia nanti kedatangannya, untuk membagi cerita tentang apa yang ia lalui hari itu. Namun kini ia enggan melakukannya. Ia hanya duduk di depan televisi tanpa menghiraukan kedatangan Agung.Setelah mengucapkan salam, Agung langsung masuk ke dalam rumah yang terasa berbeda. Tak ada sambutan hangat istrinya, tak ada celotehan yang Meylina lontarkan seperti yang sudah-sudah. Agung melongok ke arah meja makan, di sana sud
"Mas..." ucap Meylina pelan nyaris tak terdengar.Meylina tak dapat melanjutkan ucapannya, tubuhnya seolah membeku melihat pemandangan yang menyesakkan dada. Kemudian ia mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang di lihatnya tidaklah salah."Meylina" sapa Agung lembut seraya mendekati Meylina. Namun Meylina mundur beberapa langkah, ia mencoba menyadarkan diri."Kenapa kamu membawa Susan kemari mas?""Susan sedang dalam masalah, aku tak bisa menceritakannya sekarang, tapi bisakah kamu mengizinkan Susan untuk bermalam disini malam ini?"Meylina mencoba mencerna ucapan Agung, namun sungguh ia sama sekali tak bisa memahaminya. Bagaimana bisa seorang suami membawa wanita yang notabene "mantan cinta pertama" suaminya untuk menginap di rumah?Ada yang begitu hancur dalam diri Meylina. Ya hatinya benar-benar hancur. Apapun masalah Susan, Meylina benar-benar tak menyangka suaminya dengan sadar membawa Susan ke rum
Bu Mirna kini telah di pindahkan ke ruang rawat inap. Risti memandangi wajah tua Bu Mirna dengan mata sembab. Tangannya terus menggenggan jemari Bu Mirna, dengan do'a yang terus ia panjatkan dalam hati agar Bu Mirna bisa segera pulih."Nak Meylina." panggil Bu Mirna dengan suara parau begitu ia mulai siuman."Bu..." Mata Meylina langsung berbinar melihat Bu Mirna sudah siuman."Ibu dimana?" tanya Bu Mirna yang tampak bingung."Ibu di rumah sakit. Tadi pas Meylina dateng, Ibu pingsan di kamar. Kata dokter Ibu kena serangan jantung." jelas Meylina dengan tangan yang tetua menggenggam jemari Bu Mirna.Bu Mirna tampak seperti sedang mengingat sesuatu. Namun kemudian air matanya luruh."Loh, Ibu kenapa? Apa ada yang sakit? Mey panggilkan dokter dulu sebentar yah."Saat Meylina akan bangkit, Bu Mirna menarik tangan Meylina dan menahannya. kemudian memeberi isyarat agar Meylina kembali duduk."Susan!" L
Riza kembali masuk ke dalam rumah setelah menyerahkan urusan Agung pada kedua satpam tadi. Riza mendapati Meylina yang duduk di ruang tamu dengan wajah cemas."Mas Agung udah pergi?" tanya Meylina saat Riza duduk di hadapannya."Sepertinya dia sudah pergi, karena tadi aku menelepon satpam untuk menyeretnya pergi dari sini.""Aku bener-bener nggak faham kenapa Mas Agung bisa jadi senekad ini. Apa yang sebenrnya dia pengen dari aku?" tanya Meylina frustasi."Dia pasti sangat menyesal melepaskanmu, hingga tak bisa mengontrol emosi." ungkap Riza yang yakin bahwa Agung memang sangat menyesal memilih berpisah dari wanita sebaik Meylina."Bukankah seharusnya Mas Agung sekarang sedang bahagia dengan Susan? Tapi kenapa malah selalu datang menggangguku?" ungkap Meylina yang benar-benar tak faham dengan apa yang di inginkan Agung sebenarnya."Sepertinya sesuatu terjadi diantara mereka, hingga membuat Agung berbalik m
"Elea..." panggil Meylina setelah menyiapkan menu makan siang di atas meja."Kita makan dulu yuk, Nak" ajak Meylina pada Elea yang masih sibuk bermain dengan bonekanya. Karena Elea tak juga beranjak, Meylinapun mendekatinya, kemudian mencubit gemas pipi Elea hingga gadis kecil tersebut tertawa."Makan duku yuk, tante masak ayam kecap kesukaan kamu loh." Meylina menuntun tangan kecil Elea menuju ruang makan.Meylina menyendok nasi dab lauknya ke atas piring untuk Elea, setelah itu baru ia mengambil makanan untuk dirinya sendiri."Berdo'a dulu tante" ucao Elea dengan tangan menengadah untuk berdo'a. Meylina pun mengikuti do'a yang di ucapkan dengan lantang oleh Elea. Setelah itu mereka langsung menyantak makanannya.Namun setelah suapan oertama Elea tampat cemberut, dan tak melanjytkan makannya. Meylina pun ikut meletakkan sendok dan pindah duduk ke kursi sebelah Elea."Kenapa, Nak? apa masakan tante nggak enak?" Tanya
Beberapa hari berlalu, kini Susan sudah tinggal bersama suaminya lagi. Namun hati dan fikirannya tak pernah lepas dari Agung. Susan segera menyusun rencana jahat agar tak ada lagi yang menghalanginya untuk kembali bersama Agung, dan juga harta milik suaminya kini akan menjadi milik Susan seutuhnya tanpa bisa di ambil lagi."Urus dengan baik, jangan sampai meninggalkan jejak apapun. Aku ingin semuanya cepat selesai." Ucap Susan tegas pada seseorang di seberang telepon."Baiklah, dua hari lagi aku ingin selesai!" Ucap Susan lagi dengan suara berbisik, karena ia menelpon di dalam kamar dan tak ingin membuat suaminya terbangun karena suara bising.Susan langsung merebahkan diri setelah menutup telepon dengan seseorang. Ia menatap suaminya dengan seeingai yang tampak menyeramkan."Tunggulah, aku akan segera membuatmu tak bisa lagi menggangguku." bisik Susan sembari terkekeh.🥀🥀🥀🥀🥀"Kamu ini bagaimana sih? Kenapa belak
Di dalam mobil Meylina duduk di kursi belakang, sedangkan Riza di kursi samping penumpang karena Riza tahu Meylina tak mungkin mau ikut bersamanya jika hanya berdua, maka ia membawa sopir.Tak ada percakapan. Meylina hanya menundukkan kepala dengan air mata yang terus menetes. Sesekali Riza menatapnya melalui kaca. Hatinya ikut terasa sakit melihat Meylina menangis. Riza yakin Meylina merasa harga dirinya tercoreng karena lelaki yang bukan mahromnya berani memeluknya seperti tadi."Kita sudah sampai!" Tutur Riza saat mereka telah sampai di rumah bercat putih kombinasi abu muda dengan desain minimalis.Meylina melongok ke luar jendela, mengamati sekitar, ia tampak bingung karena dia bukan berada di depan rumahnya."Untuk sementara kamu lebih baik tinggal di sini" Jelas Riza yang seolah faham kebingungan Meylina."Tapi... ""Sudah turun saja dulu, kamu bisa liat-liat rumahnya dulu, kalo merasa tidak cocok nanti akan cob
"Lepas, mas!" Pinta Meylina dengan suara lirih beserta tangisan.Tapi tiba-tiba saja sebuah pukulan mendarat di wajah Agung hingga ia terdorong ke belakang dan Meylina bisa terlepas dari pelukan Agung."Mas Riza!" Meylina terkejut melihat Riza yang tiba-tiba bisa berada di rumah Bu Mirna.Agung memegangi rahangnya yang terkena pukulan keras Riza, ia melotot dengan emosi ke arah Riza yang tak ia sangka-sangka bisa betada di rumah ibunya.Agung mendekati Riza untuk membalas pukulan, namun Riza berhasil memgelak, dan sejurus kemudian terjadi perkalahian sengit. Agung mendapat beberapa pukulan telak di wajah dan juga perutnya, sedangkan Agung hanya terkena pukulan satu kali di ujung bibir yang membuat bibirnya mengeluarkan darah.Meylina dan Bu Mirna hanya bisa berteriak dengan tangisan histeris meminta keduanya berhenti, namun emosi menguasai keduanya hingga kalap.PrangMeylina melempar sebuah guci berukuran
Pagi itu Meylina bangun lebih pagi, menyiapkan segala keperluan dan dokumen yang ia butuhkan untuk pekerjaannya di butik, karena akan ada penanda tanganan kerj sama dengan salah satu brand lokal yang sudah terkenal.Rencananya siang ini Meylina akan di temani Riza sebagai pendamping. karena kerja sama ini lumayan besar jadi butuh masukan dari pengacara agar kedepannya tak bermasalah dengan hukum.Setelah sarapan dan memesan taxi online Meylina langsung keluar rumah, namun ia terkejut mendapati Agung yang terlelap di kursi teras rumah. Meylina menatap Agung seksama. Lagi, rasa sakit itu kembali menelusup dalam hatinya. Meskipun Meylina telah mengikhlaskan semuanya, namun sakit hati karena pengkhianatan Agung sangatlah dalam."Bangun, Mas!" Meylina menepuk pelan pundak Agung.Agung mengerjap-ngerjapkan mata, kemudian menoleh ke arah Meylina yang sudah terlihat rapih. Agung langsung terpesona oleh keanggunan Meylina, hingga tak mengedipkan ma
Akhirnya dengan terpaksa Susan menuruti Marwan untuk kembali ke Kalimantan. Sepanjang perjalanan tentu saja Susan tak bisa beehenti memikirkan Agung yang sudah dengan susah payah ia raih. Bahkan banyak yang ia korbankan agar Agung berpisah dari Meylina, tapi kini tujuannya yang hanya tinggal selangkah lagi harus terhalang karena Marwan."Aku harus mencari cara agar pria tua ini tak lagi mengejar-ngejarku namun hartanya akan tetap menjadi milikku." Gumam Susan dalam hati.🥀🥀🥀🥀🥀Pagi itu Meylina bangun lebih pagi, menyiapkan segala keperluan dan dokumen yang ia butuhkan untuk pekerjaannya di butik, karena akan ada penanda tanganan kerj sama dengan salah satu brand lokal yang sudah terkenal.Rencananya siang ini Meylina akan di temani Riza sebagai pendamping. karena kerja sama ini lumayan besar jadi butuh masukan dari pengacara agar kedepannya tak bermasalah dengan hukum.Setelah sarapan dan memesan taxi online Meylina langsun
"Elea..." panggil Meylina setelah menyiapkan menu makan siang di atas meja."Kita makan dulu yuk, Nak" ajak Meylina pada Elea yang masih sibuk bermain dengan bonekanya. Karena Elea tak juga beranjak, Meylinapun mendekatinya, kemudian mencubit gemas pipi Elea hingga gadis kecil tersebut tertawa."Makan duku yuk, tante masak ayam kecap kesukaan kamu loh." Meylina menuntun tangan kecil Elea menuju ruang makan.Meylina menyendok nasi dab lauknya ke atas piring untuk Elea, setelah itu baru ia mengambil makanan untuk dirinya sendiri."Berdo'a dulu tante" ucao Elea dengan tangan menengadah untuk berdo'a. Meylina pun mengikuti do'a yang di ucapkan dengan lantang oleh Elea. Setelah itu mereka langsung menyantak makanannya.Namun setelah suapan oertama Elea tampat cemberut, dan tak melanjytkan makannya. Meylina pun ikut meletakkan sendok dan pindah duduk ke kursi sebelah Elea."Kenapa, Nak? apa masakan tante nggak enak?" Tanya