Bab 38Sabtu pagi jam delapan tepat. Akan digelar pernikahan sederhana antara Pandu dan juga Bela. Rumah Bela yang nampak sederhana itu disulap menjadi tempat paling cantik di kampung. Dekorasi bunga mawar putih pilihan Bela. Simple namun terlihat elegan. Wanita itu memang suka dengan mawar berwarna putih. Melambangkan kesucian dan juga rasa kasih sayang yang begitu besar.Bela terlihat di rias di depan cermin yang pinggirannya dikelilingi lampu. Menatap pantulan dirinya membuat Bela mengukir senyum. Wajahnya begitu berbeda. Cantik hingga tak bisa dikenali. Lastri yang melihat dari ambang pintu mengusap lembut air bening yang menetes. Ada rasa haru melihat putrinya bisa menikah kembali. Meskipun bukan pernikahan yang pertama. Namun Lastri yakin ini akan menjadi pernikahan nya yang terakhir. Sukino yang melihat istrinya berdiri di ambang pintu lantas menghampiri. Mengusap bahunya lembut lalu menenggelamkan di dadanya yang bidang. Lastri kembali terisak."Sudahlah." Suara lirih itu mas
BAB 39Adzan subuh berkumandang. Bela perlahan membuka mata, melihat jam yang melingkar di atas nakas. Pandangannya beralih kepada lelaki yang terlelap disampingnya. Bela membringsut membenarkan posisi tidurnya. Menatap wajah lelaki yang kini sah menjadi bagian dari hidupnya. Tak pernah terbayangkan oleh Bela memiliki suami sebaik Pandu. Dan secepat ini. Matanya masih setia tertuju pada wajah yang kini akan selalu disampingnya. Tak henti-henti Bela mengucap syukur. Pikirannya menerawang jauh, bayangannya mengenai pernikahan dulu pernah gagal tiba-tiba terbesit. Takut akan kegagalan dan juga takut akan kekecewaan. Wajah Imam sekilas terbayang di pelupuk mata. Hingga bulir-bulir air bening menetes. Kesakitan yang dulu pernah ia rasakan kini berubah menjadi kebahagiaan. Pandu menggeliat lalu perlahan membuka mata. Menyaksikan Bela mengusap lembut jejak tangis di pipi."Kenapa, Sayang? Kok kamu menangis, ada yang sakit?" Pandu membuka mata lebar lalu memperhatikan wajah Bela yang sendu.
"Izinkan Imam bertemu Bela, Mak. Imam ingin meminta maaf untuk semuanya," ucap Imam dengan nada memelas. Namun aku sudah tidak bisa percaya lagi dengan lelaki yang kini memohon dihadapanku. "Pergilah!" "Imam mohon, Mak!" "Minta maaf? Kami sudah memaafkan mu! Pergilah!" "Izinkan Imam bertemu dengan Bela, Mak. Imam rindu." Plak … Aku melayangkan tamparan di pipi Imam. Dadaku bergemuruh hebat menahan amarah yang selama ini aku pendam. Melihat, mendengar dan juga merasakan sakit. Ketika Bela masih menjadi istrinya. "Lancang kamu, Imam! Apakah kau tidak pernah diajari orang tuamu cara menghargai perempuan? Apakah tidak pernah diajari cara memperlakukan perempuan dengan baik? Ha? Lelaki macam apa kamu ini?! Kemana kamu saat Bela menjadi istrimu? Kau sakiti, kau tendang, kau pukul? Kau membawa pulang gundikmu itu lalu meminta ibumu menikahkan kalian. Bersenang-senang membuat acara syukuran. Tanpa perduli hati Bela. Dan sekarang kau rindu? CK," sungutku penuh amarah. Imam benar-benar l
Pagi rasanya begitu sempurna. Hawa dingin seketika membangunkan insan yang semalam melepas hasrat yang tak terbendung. Semenjak menikah, baru malam ini mereka menikmati peraduan yang begitu hangat. Bela menggeliat, mengerjapkan kedua matanya menatap langit-langit. Senyumnya menyungging. Tatapannya beralih kepada lelaki yang masih setia dengan pelukannya. "Beng," Bela membangunkan Pandu dengan mengusap rambutnya lembut.Pandu membuka matanya, mendapati wajah Bela yang sedang memperhatikan."Pagi.""Bangun yuk! Sudah subuh.""Makasih ya, buat semalam. Kamu sukses bikin aku kewalahan?!" Pandu terkekeh lalu mencubit hidung mancung milik Bela. Bela mendaratkan ciuman ringan di pipi Pandu. Sengaja tidak di bibir karena Bela takut Pandu akan meminta lebih. Membersihkan diri lalu sholat berjamaah dengan sang suami. Wajahnya berseri membuktikan bahwa mereka bahagia.Wanita itu kini lebih romantis dan juga lebih perhatian. Pengalaman lah yang membuatnya berubah. Menjadikan urusan ranjang begi
BAB 42Belanja bertemu dengan Ulat Bulu"Mereka dulu pernah pacaran. Tapi Den Pandu dikhianati sama Mbak maura. Kenapa Non Bela tidak bertanya sendiri dengan Den Pandu? Biar semuanya jelas.""Iya, Bik. Nanti saya bicarakan sama Mas Pandu." Bela kembali menatap layar televisi. Maura memang wanita cantik dan juga seksi. Namun entah mengapa Bela tak ada sedikitpun rasa takut menghadapi ulat bulu itu.****Dering ponsel berbunyi. Kuusap layarnya ke samping hingga kutemui nama Adit tertera. Adik lelaki satu-satunya yang aku miliki itu kerap kali menanyakan kabar padaku. Karena kami cukup dekat dan juga zaman sudah modern. Cukup menekan nomor lalu bisa melihat wajah dan juga kondisi kami masing-masing."Halo, Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam ketika melihat wajah Adit si seberang telpon."Waalaikumsalam, Mbak.""Apa, Dit?""Emak kangen dia pengen tau kabar Mbak Bela disana." Adit mengarahkan ponselnya kepada Emak yang duduk di sampingnya. Gambar Emak begitu jelas. Hingga mengusap ai
BAB 43Kejujuran PanduAku berjalan tanpa ragu. Masuk ke dalam rumah dan mencari sosok lelaki yang sepertinya pulang lebih awal."Assalamualaikum, Beng?" Salam aku ucapkan lalu berjalan menuju dapur."Beng?" Alya menaikan satu alisnya sembari menatapku. Seolah dia salah dengar aku menyebut Beng. "Mbak, gak salahkan apa yang baru saja aku dengar?" Alya meletakan sekantong belanjaan di meja dapur."Enggak! Emang aku panggil Mas Pandu, Abeng." Aku menuangkan air ke dalam gelas lalu meneguknya hingga tandas.Pikiranku masih menerawang jauh. Meyakinkan hati tidak akan marah maupun bertingkah berlebih untuk meminta kejelasan Mas Pandu."Baru pulang?" Mas Pandu terlihat menuruni anak tangga. Berjalan menghampiriku lalu berusaha memeluk dan mencium kening. Namun dengan cepat aku berjalan menjauhi. Mengeluarkan beberapa belanjaan dengan degup jantung yang tak beraturan."Kenapa Sayang?" Mas Pandu mulai curiga ketika aku menolak perlakuannya. Padahal semanis apapun sikapnya aku tak akan pernah
Kedatangan MertuaPOV author"Gimana, Sayang? Kok malah bengong?" Pandu mengamati Bela dengan serius. Takut jika perkataannya baru saja bisa melukai hati sang istri . Karena dia tahu, 10 tahun pernikahan Bela terdahulu belum juga dikaruniai seorang anak. "Jangan sekarang ya? Aku belum siap, Beng. Besok kalau aku sudah siap. Aku akan mengatakannya kepadamu." Bela berusaha mengukir senyum. Meskipun dalam hatinya ada bimbang dan juga dilema. "Ya, sudah. Kita jalan-jalan yuk! Mumpung hari ini kita gak kemana-mana.""Boleh, aku siap-siap dulu ya!" Bela bergegas pergi ke kamar. Mengambil tas dan juga dompet. Tak berapa lama Bela keluar dengan ootd kekinian bak anak muda yang mau keluar dengan sang kekasih."Wiiih … Cantiknya. Istri siapa ini?" "Abeng!" Pandu memang senang menggoda Bela. Apalagi membuatnya salah tingkah. Pandu semakin gemas melihatnya.Mobil hitam yang mereka kendarai melaju membelah jalan yang lumayan ramai. Maklum, hari ini hari Minggu. Banyak yang pergi keluar bersam
BAB 45Tari segera mengambil ponsel yang masih berada di dalam Tas. Tangannya sedikit gugup. Pikirannya tak karuan. Namun mencoba menata hati dan ucapan. Agar Pandu dan Bela tidak ikut panik jika mendengar dia menelpon dengan nada bicara tak beraturan.Tut ...Tut … Tut.Tari mencoba menghubungi Pandu namun tak ada jawaban. Kembali ia lakukan hingga akhirnya Pandu mengangkat telepon. Dengan tenang Tari meminta Pandu agar segera pulang ke rumah. Pandu pun dan Bela memutuskan kembali ke rumah. Setelah Tari memutuskan sambungan teleponnya.Niat hati memberi kejutan sirna sudahMaura lah yang berhasil membuat terkejut semua orang. Bukan hanya terkejut mungkin bisa langsung stroke kalau begitu caranya, licik.Tari berusaha menenangkan Anton. Suami yang memiliki riwayat jantung itu harus ekstra hati-hati dalam mengatur amarah. Pengakuan Maura kali ini mampu membuat semua orang bisa terkena serangan jantung bersamaan."Awas, kalau semua ini tidak benar, Maura! Tidak hanya kamu tapi kedua ora