POV BELA Aku semakin gusar dan dan juga panik. Padahal Mbak Arumi baru saja menutup teleponnya, kenapa supir yang ia kirim sudah tiba di depan rumah? Apa jangan-jangan memang sudah mereka rencanakan. Ah, apa yang harus aku lakukan? Tok ...tok ...tok "Nduk, Nduk. Kamu sudah tidur belum, Nduk?" Panggil Ibu yang semakin membuatku panik tak karuan. "Ada tamu didepan, Nduk." "Iya, Mak. Sebentar," jawabku asal karena aku bingung harus menjawab apa? Aku memutar kenop pintu lalu membukanya perlahan. Menyapu keseluruh ruangan melihat siapa yang datang. Tak ketemui seorang pun. Yang ada hanya bapak maupun Adit. "Apa sih, Mbak?" "Tamunya dimana?" "No, di depan. Mbak Bela belum mandi ya?" Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan Adit. Sebab baru saja tiba sudah di hubungi Mbak Arumi. Mana sempat membersihkan badan yang sudah terasa lengket. Aku berjalan gontai ke depan rumah. Melihat apakah sopir Mbak Arumi benar-benar datang. "Astagfirullahaladzim," Aku beristighfar pelan lalu melemp
BAB 29PenasaranKukuruyuk ….kukuruyuk Aku menggeliat diatas ranjang. Segera kubuka mata perlahan. Menatap langit-langit."Astagfirullahaladzim, semalam aku kan berada dirumah Mbak Arumi. Kenapa sekarang sudah berada dirumah?" Aku mengubah posisiku menjadi duduk lalu memperhatikan setiap sudut kamar. Masih sama seperti kamarku. Kemudian membringsut ke tepi ranjang lalu melangkah keluar kamar. Mencari sosok Adit yang semalam menemaniku ke rumah Mbak Arumi."Dit, Adit," Aku berteriak lagi dan lagi memanggil Adit. Ingin segera menginterogasi dia. Sebenarnya apa yang terjadi disana semalam? Entah mengapa ingatanku tak bisa aku temukan."Dit, bangun!" Aku menggoyangkan tubuhnya cukup kuat hingga dia terbangun lalu mengucek mata yang terlihat masih ingin terpejam."Apa sih, Mbak?" tanya Adit dengan sedikit malas."Kok kita bisa dirumah sih, tidur? Bukannya semalam kita ada di rumah Mbak Arumi ya? Lagi ngobrol di ruang tamu, kok sudah ada di rumah?""Iya, Mbak Bela semalam ketiduran di ruma
POV AryaAku melajukan mobil di keramaian jalan. Setelah Bela menolak pulang bersamaku. Sebenarnya jika harus memilih, aku tidak akan pernah mau mengikuti ide konyol Arumi. Wanita itu benar-benar gila. Aku tidak habis pikir tentangnya. Meskipun dia seorang wanita yang berhijab namun tak membuatnya bersikap santun sebagaimana mestinya. Ah, apakah sebuah pencitraan itu sangat penting baginya?Menjadi istri yang baik yang rela berbagi suami.Aku mengendurkan dasi yang masih melilit di leher. Kuraih ponsel yang tadi sudah kuletakkan di kursi sebelah pengemudi.Menghubungi rumah, memastikan Cleo baik-baik saja. "Halo, gimana, mbok? Cleo sudah mendingan? Ini saya sudah dijalan!""Masih panas, Tuan. Dia nyariin Nyonya.""Arumi belum pulang juga, Mbok?" "Belum, Tuan!""Ya sudah, saya hubungi dokter keluarga, Mbok. Tolong jaga Cleo!""Baik, Tuan!" Aku memutuskan sambungan telepon. Lalu mencari nama Arumi dan segera menghubunginya. Dua kali hingga empat kali, teleponku tidak diangkat olehnya
Anton sakit"Orang tuanya Nak Pandu datang dari kota tadi subuh!""Ow, itu. Bela sudah tahu, Mak. Adit yang bilang." Adit dan juga Aziz sekarang menjadi teman karib. Semenjak kasus pemukulan itu. Mereka tampaknya menjalin persahabatan. "Tapi Bapaknya Pandu pulang karena sakit."Mendengar ucapan Emak seketika aku terkejut. Kalau soal sakit aku benar-benar tidak tahu. Yang Adit katakan tempo hari hanya mereka akan datang, itu saja."Sakit? Sakit apa, Mak?""Emak gak tahu. Ada yang bilang sakit jantung, tapi benar atau tidaknya Emak gak tahu. Ow ya, Bel. Bukannya kamu dekat dengan Pandu?""Ya enggak deket-deket amat sih, Mak." Aku salah tingkah mendengar pertanyaan Emak. Sosok Pandu memang spesial apalagi jika dia tersenyum. Ah, rasanya aku ingin sekali menyimpan senyumannya itu. Jadi malu sendiri, kalau Emak tidak ada hadapanku mungkin aku sudah cengar-cengir sendiri membayangkan senyuman itu.Astagfirullahaladzim."Bela,""Eh, ya Mak?" "Malah ngelamun, mikirin apa?""Bukan apa-apa."
BAB 32POV authorBela menarik napas dalam-dalam. Masih jelas teringat di kepalanya tentang ucapan Nia kala itu. Dia harus bersikap tenang dan juga harus mampu mengontrol emosi saat bertemu dengan Imam. Akan dia tunjukan padanya bahwa keadaannya baik-baik saja tanpa Imam."Ada perlu apa ya?" Bela bertanya dengan mengulas senyum."Eh, Mas. Hati-hati sama dia, nanti dia bikin ulah, berusaha memisahkan kita lagi! Licik, Mas. Perempuan Ini!" Lia datang menghampiri suaminya. Berkacang pinggang meski perutnya sudah besar. Ah, wanita itu seharusnya menjaga sikap dan ucapan.Bela tampak tak mengindahkan ucapan wanita yang bergelayut manja di lengan kekar Imam."Aku hanya mengembalikan semua barang yang tertinggal dirumah." Imam menyerahkan paper bag lumayan besar yang berisi barang-barang mantan istri. Imam menatap lekat sang mantan. Pikirannya berkecamuk seperti terselip rindu pada wanita yang kini sudah tidak memiliki ikatan itu. Bela tampak lebih tenang dan juga lebih segar. Tubuhnya tak
BAB 33Tari jelas terlihat tidak suka dengan sikap suaminya itu, Anton. Yang sering meminta Pandu menikahi anak dari teman sesama bisnis. Tari tidak suka jika suaminya itu terlalu ikut campur dengan masa depan putra bungsunya itu. Bagaimanapun Pandulah yang akan menjalani sisa umurnya bersama istrinya. Jadi Tari berfikir dia pantas mencari wanita yang benar-benar dicintai. Tari tidak ingin Pandu menikahi seseorang karena terpaksa."Papa itu milihin istri dilihat dari bobot, bebet dan juga bibitnya, Ma. Papa itu pilihannya gak kaleng-kaleng!" "Kenapa gak wafer-wafer aja? Kan enak dimakan." Anton yang mendengar ucapan Tari lantas memeluknya dan menghujani istrinya itu dengan ciuman mesra di pipi. Sedangkan Pandu yang melihatnya hanya bisa tersenyum. Melihat kedua orang tuanya nampak rukun meski kadang berselisih paham.***Bela meletakan rantang yang tadi dia bawa dari rumah Pandu. Menggantinya ke piring lalu meletakkannya di atas meja yang ditutupi tudung saji. Rona wajahnya berseri
BAB 34"Maksud Mas Arya apa?" Bela menanyakan kembali maksud lelaki yang ada di depannya saat ini. Jelas saja apa yang diucapkannya tak bisa dicerna oleh Bela begitu saja. Meskipun sangat lah tidak mungkin jika Bela tidak mengerti. Hanya memastikan saja."Ya, saya bercerai dengan Arumi!""Kenapa?" "Tenang, bukan karena kamu kok. Memang itu murni karena saya sudah muak menjadi suami yang tidak pernah dihargai!""Bagaimana dengan Cleo?""Dia bersama ibunya! Dan saya sekarang bukan seorang pengacara lagi!" Kali ini Arya menunduk dan juga memainkan sendok yang ada didalam gelas minuman yang ada di depannya.Sepertinya meninggalkan pekerjaan yang selama ini membesarkan namanya tidaklah mudah baginya.Bela sejenak turut sedih mendengar ucapan Arya baru saja. Apakah itu semua membuatnya kembali meminta Bela menjadi istrinya? Karena dia kesepian atau karena memang dia sangat mencintai Bela?"Saya tidak mau, Mas. Maaf!" Bela berdiri berniat meninggalkan Arya yang terkejut mendengar jawabanny
BAB 35"Apa yang ingin kamu bicarakan? Sepertinya tidak ada yang perlu dibicarakan!" Lagi-lagi Bela bertingkah gugup dan seolah-olah dia tak menginginkannya. Meskipun sebenarnya dalam hati dia meminta.Pandu hanya tersenyum. Dia hapal betul sikap perempuan. Dia tahu bahwa Bela sedang gugup dan tidak bisa mengontrol apa yang ingin dia katakan. Dia hanya berbicara asal agar Pandu tak tahu apa yang dirasakannya. Bela perempuan baik, dia tidak pernah pacaran semasa mudanya. Imam adalah suatu perjodohan yang berlabuh hingga ke pelaminan. Jika saja dia tidak dijodohkan entah apakah dia sudah menikah atau belum? Bela adalah perempuan baik. Dia mampu bertahan 10 tahun lamanya bersama Imam. Lelaki yang berubah setelah tahu Bela tidak bisa memberikan keturunan. Meskipun pada akhirnya kenyataan pahit yang Imam rasakan."Masuklah sebentar, tidak perlu baper. Akan aku jelaskan semuanya!""Untuk apa?""Kan ada yang cemburu, ketika ada yang memanggil Ayang tadi!""Tidak, saya tidak cemburu. Siapa ya