Tepat tengah malam. Antara sadar tak sadar, Dahlia meregangkan tubuh. Penglihatan Dahlia memang masih sedikit buram, tapi ia yakin jarum jam menunjuk angka dua belas. Apa yang membangunkannya? Ah, ya... Dahlia sempat tersentak oleh musik menyeramkan di dalam mimpinya.
Dahlia terduduk di pinggir ranjang kecil, sibuk menggosok matanya yang lekat. Tunggu. Di tengah rasa dahaga yang memuncak, wanita berusia empat puluhan itu mendadak tertegun. Ia fokus menajamkan indera pendengaran. Seiring kesadaran Dahlia sepenuhnya pulih, sayup-sayup musik lambat laun terdengar semakin jelas. Oh, tidak. Rupanya ini bukan mimpi. Musik aneh itu sungguh hadir di dekatnya. Dahlia lekas beranjak. Hanya ada dirinya dan Aluna Cathryn di rumah, sedangkan sopir berada di bangunan lain. Jadi sudah jelas tujuan asisten rumah tangga adalah memeriksa keadaan majikannya terlebih dulu. Apalagi akhir-akhir ini, Aluna tampak sering melamun dan lebih baik diam. Seakan-akan mengisyaratkan kondisi hatinya sedang baik-baik saja. Suaminya sendiri, Tuan Tiger, telah meminta bantuan Dahlia untuk terus mengawasi Aluna selagi ia dalam perjalanan bisnis. Sembari menjaga langkahnya agar tak membuat majikannya terusik, Dahlia mengintip di celah pintu. Lagi, Aluna membiarkannya terbuka. Padahal sebelum tidur, Dahlia sempat menutupnya rapat. Semakin dekat, lirik dari lagu terdengar jelas. I feel fantastic. I feel fantastic. Suara anak kecil yang menyanyikannya membuat bulu kuduk Dahlia merinding. Melodinya bergelombang dan memusingkan. Dahlia tak habis pikir, mengapa majikannya bisa terlihat sangat menikmatinya sembari memeluk lutut di kursi dan menatap ke luar jendela. Apa dia tidak takut makhluk menyeramkan di balik kegelapan malam? Dahlia ingin menghampiri, tapi ia tak berani mendekat. Terlalu lancang rasanya mengganggu waktu menyendiri Aluna. Di sisi lain, ia khawatir ada sesuatu yang salah pada diri primadonna terkenal itu. Jika memang terkaan Dahlia soal mental Nyonya Aluna yang sedang tak baik benar adanya, maka wajar bila ia takut Aluna bisa melakukan hal berbahaya. Paling parah kalau sampai menyakiti dirinya sendiri. Tidak ada pilihan lain. Dahlia segera merogoh ponsel dari sakunya. Sekali jepretan punggung Aluna cukup untuk dikirimkan ke Tiger. Dahlia juga mengimbuhkan keterangan kalau Aluna tengah beringkah aneh. Tak butuh waktu lama, dua menit kemudian Dahlia menerima balasan. Dalam pesan singkat, Tiger langsung bertanya apakah Aluna seperti itu sambil mendengarkan lagu aneh. Yang mana, artinya Tiger tahu lebih dulu. Jadi ini alasan Tuan menyuruhku mengawasi Nyonya, Pikir Dahlia. Fakta bahwa hal itu termasuk salah satu hal janggal yang dilakukan istrinya membuatnya ngeri. Meski begitu, Dahlia bersyukur sebab tuannya bilang tengah dalam perjalanan pulang dan akan sampai kurang lebih lima belas menit lagi.La Chanson D’Olympia! Ah~! D’Olympia! Ah~!Jiwa boneka yang seolah tersayat-sayat merasuki Aluna Cathryn di atas panggung opera. Suara sopran Aluna terdengar kuat, luas, sekaligus indah. Penampilannya saat ini amat melenceng dari pertunjukkan biasa. Biasanya, primadona yang melantunkan aria boneka bakal mengenakan kostum boneka. Namun, Aluna berbeda.Balutan mermaid dress putih ketat dan berbulu yang menunjukkan lekuk tubuh sempurna Aluna. Usia kehamilannya baru dua minggu, jadi Aluna merasa baik-baik saja mengenakannya. Seperti biasa, rambutnya diikat rapi dengan poni dibelah. Dibanding menutupi kisah pilu dengan kelucuan, Olympia ingin menunjukkan bahwa meski ia sebuah boneka, ia dapat memukau semua orang.Olympia. Boneka mekanik yang dicintai pria bernama Hoffman. Karena terkena sihir ilmuwan gila, Hoffman menganggap Olympia seorang wanita sejati. Dan, pada akhirnya, tidak ada yang berubah.Sementara di kursi penonton, tentunya ada pria muda yang benar-benar menatap Aluna dengan penuh cinta dan kebanggaan.Dia adalah Tiger Letto.Simfoni sampai pada notasi akhir. Riuh tepuk tangan pun spontan memenuhi seisi gedung. Jari-jemari Tiger menyisir rambut merah menyalanya, lalu berdiri dan ikut bertepuk tangan.Senyuman yang tertahan sepanjang lagu, kini merekah sempurna.Aluna membalas dengan senyuman terbaiknya. Satu tangannya ditaruh di dada, lalu membungkuk anggun pada semua yang hadir.Sebelum Aluna menarik diri, dia bertemu pandang dengan Tiger. Binar di pelupuk mata dan senyum hampa menunjukkan berbagai emosi. Perihal cinta kasih, penyesalan mendalam, dan permintaan maaf.Iris Aluna bergerak ke atas. Senyuman surut, tergantikan oleh ketegangan luar biasa. Orang-orang itu—para pria yang mengenakan setelan pemakaman modern—bagai alarm kematian baginya.Dan, Tiger tidak pernah menyangka, pertunjukan elok itu berakhir getir.***“Aluna di mana?” Tiger memang bertanya pada nona stylish, tapi pandangannya mengendar ke segala penjuru ruang cordi.“Loh, dia langsung pulang, Tuan. Oh iya, sebentar,” pinta Nona itu, lalu memberi Tiger sebuket bunga sweetpea. Setelahnya, ia pamit meninggalkan ruangan.Jantung Tiger berdegup kencang tak beraturan. Udara di sekitar terasa mencekik, padahal penyejuk udara diaktifkan. Dia memandangi lagi bunga di pangkuan. Tiger sadar bunga itu melambangkan perpisahan dan ucapan terima kasih.Namun, Tiger mencoba tetap berpikir positif. Barangkali Aluna asal beli bunga yang terlihat cantik. Sayangnya, sepucuk surat yang terselip mengungkap bahwa dunia mereka sedang tidak baik-baik saja.Tungkai kaki Tiger lemas begitu membaca kalimat pertama. Dia terduduk lesu di kursi rias. Aku menjual jiwaku pada iblis. Amandeus, nama perkumpulan mereka. Enggak, Tiger Sayang. Aku nggak bercanda. Setelah semua kehidupan gemerlap yang aku miliki, termasuk kamu yang sangat kucintai, hari ini waktunya aku membayar semua itu.Maaf, aku benar-benar pantas mati. Tapi, aku tetap Aluna yang serakah. Aku mau kita bersama, tapi aku gak setangguh itu. Bunganya... cuma itu yang bisa aku berikan. Tapi, untukmu, ada yang bisa kamu lakukan. Hanya kalau kamu benar-benar mau kita bersama.Tolong bunyikan Divje Babe dan nyanyikan Epitaph Seikilos sebelum purnama berada di puncaknya. Itu akan menghancurkan mereka.Setelah itu, temui aku di tempat Olympia terakhir kali tersenyum pada Hoffman.You’ll always have my heart, Tiger Letto. ***Satu-satunya rumus jalanan New York bagi Earl Zerikyu: kayuhan sama dengan irama. Ia menyelaraskan dorongan pada pedal dengan apa yang mengalun di balik earphone-nya.Air on The G String by J.S Bach, ya, tidak salah. Memang pilihan musik klasik yang aneh untuk mengawali hari. Ketimbang mendengarkan lagu ceria, bahkan rock yang cocok untuk meningkatkan laju langkah, Zerikyu memilih mendengarkan instrumental sendu dan mendayu.Setiap orang punya cara tersendiri untuk menaklukkan mood di pagi hari, kan?Namun, sepelan apa pun laju pria tinggi dan ramping bak model remaja itu, dia tahu akan sampai di kampus tepat waktu.Kenapa? Karena jarak dari apartemen ke Marionette Music College kurang dari 2KM. Lagi, Zerikyu memutuskan tinggal di apartemen dibanding asrama yang disediakan kampus, toh jaraknya sama-sama dekat. Satu-satunya poin plus-nya adalah Zerikyu merasa lebih leluasa.“I’m here, My Baby Milky,” ucap Zerikyu. Selesai memarkirkan sepeda, satu tangan Zerikyu merangkul pundak seorang perempuan yang sudah menunggu. Perempuan itu langsung digiring berbalik, sementara tangan Zerikyu lainnya mendorong pintu kaca berbingkai putih.Keduanya berjalan bersama di lorong kampus. Melewati pintu demi pintu studio.Dari jendela kecil di permukaan pintu, para mahasiswa ada yang sibuk memainkan gitar. Gema nyanyian juga terdengar dari mereka yang sedang berlatih vokal. Ada juga yang sibuk mengotak-atik seperangkat device dan mencoba menciptakan lagu-lagu terbaik abad ini.“Kakak telat lima detik dari biasanya,” canda Milky seraya meniup poni tipis dan diakhiri cemberut ala bebek.Rikyu terkekeh. Mata bulat kecilnya ikut tersenyum saat menatap puncak rambut curly gold pacarnya.Wilky Milkya, gadis berperawakan mungil yang berusia satu tahun di bawahnya selalu tampak menggemaskan. Kadang Zerikyu geregetan ingin menyaingi gadisnya itu, toh dia baru berusia dua puluh dua tahun, tapi selalu saja kalah start.Zerikyu mengelus rambut Milky. “Iya maaf, cacing perut kamu pasti ngomel-ngomel. Kedengeran sampe sini soalnya, hahaha.”“Merdu gak?”“Iyalah, kamu kan best vocalist in this town.” Pujian Zerikyu terdengar seperti lelucon, tapi tetap saja membuat pipi mandu Milky merah merona.Setelah melewati berbagai belokan, mereka akhirnya sampai di dining hall. Cahaya matahari sepenuhnya menerangi bagian terluas di Marionette.Zerikyu memeriksa ponselnya sesaat untuk mengonfirmasi sesuatu. Ia lantas mengendarkan pandangan sesuai pesan singkat yang diterimanya.“Skyder sama Elz udah nunggu di situ!” terang Zerikyu. Milky pun mengikuti ke mana telunjuk Zerikyu mengarah.“Oh iya, bener. Ayo ambil sarapan dulu,” ajak Milky. Ia hendak ke pantri tempat roti-roti berbentuk lucu berada. Namun, Zerikyu lekas menahan pundak gadisnya itu.“Biar kakak aja,” sergahnya, “kamu langsung gabung bareng anak-anak gih.”“Beneran?” Milky menyipit dengan seringai khas anak kucing.“Mickey blueberry, lava cakes, sama milk avocado, kan?”“Kak Rikyu pinter!” seru Milky.“Oiya dong!” Zerikyu tak mau kalah. Bicaranya berubah jadi suara bayi sambil menggelitik dagu Milky.“Dih! Udah ah, aku tunggu di sana, ya?”“Iya, sayang.”Jemari Jason Skyder lincah menari di atas kibord laptop. Sesekali punggung tangannya menyeka pelipis, padahal dia tidak berkeringat, hanya perasaannya saja yang kepanasan.Satu gadis pirang di samping Skyder saling beradu pandang terheran-heran dengan Milky.“Dia daritadi kayak gitu? Ngapain?” bisik Milky.Elz mengangkat bahu. “Aku gak tau dia kenapa.”Milky lantas mengetuk-ngetuk meja di depan Skyder. “Lo kenapa? Ada tugas dadakan?” “Lo tau, kan, gue suka banget teori konspirasi?” Skyder balik bertanya.“Terus?” Milky mengangkat alis.“Gue lagi ngumpulin teori soal musik-musik nyeremin. Liat dah!” Skyder memutar laptopnya ke depan muka Milky.Mata gadis itu menyipit, berusaha membaca baris demi baris jurnal yang diberi judul, ‘Musik Tidak Benar-Benar Musik Sampai Kita Tahu Sihir yang Di Baliknya’.“Apaan, nih? Lo gak puyeng apa baca kayak gini? Kalau Milky mending baca ratusan lembar patrikur deh.”“Ih, lo gak tau ini seru, tau. Gue ngumpulin semua riset ini buat bikin lagu—” Skyder
Anak-anak Funtastic mulai terbiasa dengan berbagai macam bentuk menara di sepanjang jalan yang mereka lalui. Bahkan mayoritas rumah warga sendiri beratap lengkung. Warna pastel pun mendominasi, serasi bersama kelopak bunga yang bermekaran. Tak banyak warga setempat yang berada di luar. Karena bukan musim libur panjang, damainya situasi di sana masih kental terasa. Gemericik aliran sungai terdengar mengantar kicauan burung yang hinggap dari satu pohon ke pohon lain. Lampu-lampu kuning pun dinyalakan kala hari mulai temaram. Yang pasti, seratus delapan puluh derajat dari Kota New York yang tak pernah padam. Keempat muda-mudi itu berhenti di puncak jembatan kecil. Ikan-ikan kecil berlalu-lalang di bawah mereka. "Liat! Ikannya mirip kamu pas misuh-misuh," ledek Zerikyu, menunjuk salah satu ikan berpipi kembung. Sontak, Milky meninju pelan pundak laki-laki itu. "Pacar kamu ikan?" Zerikyu mengendikkan bahu. "Gak apa-apa
Pundak Zerikyu merosot dalam helaan napas berat. Kedua tangannya menekan wajah, sementara ada air mata yang memaksa terjun bebas. Keraguan Milky benar adanya. Zerikyu benar-benar tidak berpikir untuk beristirahat apalagi berhenti. "Yang buruk-buruk mulu yang dateng, sialan!" Zerikyu meracau. Kepalan tangannya meninju-ninju paha. Ada mimpi sang mama, yang harus dia wujudkan. Ada janji pada mamanya, yang harus dia tepati. Namun, tidak banyak waktu yang tersisa untuk keduanya. Tanpa sepengetahuan Reanna, Zerikyu diberitahu dokter bahwa tingkat keberhasilan operasi mamanya minim. Menutupi luka dalam diam. Zerikyu mempersiapkan diri untuk menerima yang terburuk. Mini konser kemungkinan besar adalah hadiah terakhirnya untuk mama. Selepas itu, Zerikyu akan melapangkan hati dan melepaskan mamanya pada takdir. Meski nyatanya, kita tidak akan pernah siap akan perpisahan. Namun sekarang, dunia seolah memberikannya pilihan terburuk dari
"Ya, betul! Kami berada di Narodni Muzei, Muzejska Ulica! Pelaku ... pelakunya ... berusaha melarikan diri! Tolong secepatnya ...." Keringat dingin memenuhi sekujur tubuh Elz. Ia ragu apakah menjelaskan dengan benar di telepon. Sepanjang racauannya, energi Elz terkuras habis. Bau darah menusuk indera penciuman dan membuatnya mual. Ia terus menahan diri agar tidak menengok ke belakang. Elz meringis halus. Rasanya, dia sedang diawasi oleh mayat. Lima menit berlalu sejak telepon terputus. Namun seakan-akan, waktu berhenti berjalan. Milky mondar-mandir gelisah, kemudian berhenti saat kakinya mulai merasa pegal. Ia mengangkat kepalanya ke arah langit. Fullmoon. Pupil mata Milky berair, selain terhipnotis oleh sempurnanya cahaya bulan yang tampak putih dan berkabut. Nama Zerikyu juga lekat di pikiran bawah sadar Milky. Rindu tak beralasan. Cemas sedikit demi sedikit membunuh harapan dan doa. Milky takut sesuatu terjadi pada Zerikyu. Bagaimana kalau ini bukan hari yang
"Hah? Yang bener aja anjir, lu sadar gak udah dan mau bunuh orang. Kalau kita bantuin lo, kita juga masuk penjara, Paman," gerutu Skyder. "Baik! Saya tidak akan segan!" Tiger mengancam. Gigi atas dan bawah Milky beradu saking jengkelnya. Ia pasrah kepalanya ditoyor-toyor pistol. Tidak dengan batinnya yang sibuk menghujat Skyder. Dasar bocah bego! Nyawa gue lo tawar-tawar. "Okay! Okay! I'll help!" Zerikyu panik. "Saya bantu kamu melarikan diri, tapi biarin dia keluar lewat pintu utama. Sekarang." "C'mon." Zerikyu mengambil langkah ancang sembari mengipas-ngipaskan tangan perlahan. Pupil matanya mencuri pandangan lembut ke Milky, tapi tegas menyuruh gadis itu untuk mempercayainya. Milky merasakan lengan Tiger melonggar. Nice, Kak Rikyu. Diam-diam, Milky memasukkan tangannya ke saku. Gagang gunting berhasil berada di genggaman. Ia akan menancapkannya di pangkal lengan Tiger hingga pria itu langsung menjatuhkan pistol. Namun, saat gunting nyaris keluar dari saku. Sayup-sayup sirine p
Kedatangan Skyder di kafe jelas membuat teman-temannya terlonjak berdiri. Nyaris satu jam mereka menunggu ditemani gemericik air di kolam kecil. Sesekali mereka melirik televisi gantung yang menyiarkan drama keluarga. Hanya dialog demi dialog yang terlontar. Tidak ada musik pengantar. Hal itu membuat Milky memijat pelipisnya berkali-kali saking kelewat aneh, tepatnya cringe. Terbekatilah orang-orang di belakang layar yang bekerja di bagian efek suara. Meskipun menyedihkan mengingat mereka mungkin kehilangan pekerjaan tiba-tiba tanpa tahu alasannya. "Gimana?" Zerikyu mengawali bertanya. Skyder terduduk lesu. Teman-temannya pun melakukan hal yang sama. Dugaan mereka hampir sembilan puluh sembilan persen benar. Dunia tak lagi sama. Ada yang salah dengan semua ini dan mereka bingung apakah kedepannya akan baik-baik saja atau semakin buruk. "Mr. Sam dan anak-anak yang lain juga bingung kenapa mereka ada di negeri orang. Gue udah coba jelasin tentang agenda study tur, termasuk Marionett
Sekilas Zerikyu melirik Skyder di kursi seberang. Bisa ditebak betapa frustrasinya Skyder yang tengah sibuk menulis mentahan lirik lagu. Berkali-kali ia merobek buku kecilnya. Sesering itu pula Skyder menjambak rambutnya sendiri. Headphone merah Skyder tetap menggantung di telinga meski tidak mengeluarkan suara apa pun. Anak itu pasti kesulitan mendapat inspirasi. Di sisi lain, Skyder pasti akan merindukan lagu-lagu legendaris dari The Beatles, The 1975, dan Michael Jackson. Zerikyu tahu betul, ketiga musisi itu yang memberi efek dopamin dan menjadikannya heboh setiap saat. Jika keadaannya seperti ini, dia harus menciptakan dopamin lain. Punggung Zerikyu merosot ke sandaran kursi. Ia melesak manjakan pipi ke puncak kepala Milky sembari merengut. Sebal sekali menyadari fakta bahwa kedamaian hanya bisa didapat saat kita tidur. Namun sekarang, tidur pun terasa hambar. Setelah semua yang terjadi, ia bingung bagaimana dunianya akan kembali berjalan, sementara jalan impian dirinya dan ora
"Tumben lo pinter." Milky akhirnya memuji anak itu. Milky tahu, kekecewaan Zerikyu takkan sirna dalam sekejap. Ia menyelipkan jarinya ke ruas-ruas jari Zerikyu. Genggaman kokoh tersalur hangat hingga membesarkan hati Zerikyu. "Ayo kita abisin malem ini berdua, Kak Zerikyu Ganteng!" Melihat gadis mungil itu mendorong pipi ke pangkal lengannya supaya dirinya lekas berjalan, Zerikyu tersenyum simpul. Curang, Katanya pada semesta. Mana bisa Zerikyu menolak diberi pelipur lara segemas kucing ini. “Kata siapa kalian bisa berduaan?” Dua pasang badan menghadang keempat laju langkah muda-mudi itu. Jeviter tampak tertatih-tatih di belakang, menyusul orangtuanya. “Ma? Pa?” Milky gemetar menangkap getaran kurang ramah. Ia mengencangkan pegangan di siku Zerikyu, tapi pria itu melepas pelan tangan gadisnya, lalu menjaganya dalam genggaman erat. Zerikyu merasakan hal yang sama. Tatapan dua orang itu tak seperti biasanya. “Selamat malam, Om ... Tante,” sapa Zerikyu, “kalian pasti mau menjempu
“Sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri.” Althar menggeser dari podium.Ia mantap melanjutkan. “Saya Althar Dominic, Grandmaster dari Marionette Theater School,“ ucapnya sembari membungkukkan setengah badan.Decak kagum menguar. Mata mereka membulat. Sulit percaya bagaimana pria semuda itu bisa bergelar Grandmaster yang mana posisi tertinggi. Mereka saling menebak berapa sesungguhnya umur Althar. “Jangan-jangan beliau udah empat puluhan?” “Yang bener aja, mukanya gak berkerut sama sekali.” “Dia ikut pendidikan yang cepet itu kali, apa sih namanya?” “Akselerasi.”Sahut-menyahut berakhir saat Althar menegak dan mengarahkan telapak tangan ke belakang.“Di belakang saya ada Elizabeth dan Skyder selaku master orkestra. Kalian tahu apa itu orkestra?”Tiga detik hening. Murid-murid berpandangan bingung. Tak lama kemudian, Elizabeth mengambil biola di belakang kursi, lalu mulai menggesek. Alunan melodi membulatkan semua pasang mata. Beberapa orang menangkup mulut tidak percaya.“What
“Sekarang.” Zerikyu mengomando dari gerbang utama Marionette seiring mendekatnya sek. Mini earphone yang tertaut di satu telinganya terkoneksi dengan headphone Milky di ruang kontrol. Milky menoleh sebentar pada Skyder di belakangnya. Skyder menekan saklar. Tulisan “MARIONETTE THEATER SCHOOL” berjalan dihiasi lampu warna-warni di dalam kotak persegi panjang yang menempel di atas gerbang. “Welcome to Marionette Theater School. Di sini adalah tempat pembinaan untuk menggabungkan seni peran dengan suatu hal yang baru yaitu ... musik.” Lewat speaker, tutur kata Milky yang bulat dan mendayu Milky membuat orang-orang terkesima. Beberapa di antara mereka saling berpandangan. Bertanya-tanya apa maksud dari satu kata asing yang baru saja disebutkan. “Musik? Apaan tuh?” “Mumgkin budaya asing dari suku pedalaman?” “Hahaha, kepikiran aja. Duh jadi penasaran. Pengen cepet masuk.” “Gue tahu.” Sementara anak-anak muda saling menyahut bercanda, Ditto tersenyum tipis. Ia menaikkan ransel hitam d
Althar menarik kain merah jambu yang menutupi papan tulis beroda. Rahang Skyder seolah jatuh terkesima pada rangkaian panah merah yang menghubungkan skema perang. Milky mengeratkan kepalan tangan tersembunyinya di bawah meja. Dia sama sekali tidak menyangka harus membuang-buang waktu untuk berperang dengan dimensi sihir. Jalan cerita film yang sulit dia percaya. Milky ingin cepat-cepat ini berakhir agar kehidupan normalnya kembali. Banyak mimpi yang belum tercapai, termasuk rencana masa depannya bersama Zerikyu. Semua ini memuakkan. Namun di sisi lain, dia takut akan kekalahan. Bagaimana jika dunia ini hancur sebelum ia mencapai akhir bahagia? Rubanah atau ruang bawah tanah kampus Marionette memang kebanyakan diisi perabotan bekas dari kayu. Selain tempatnya yang tenang, Althar menyarankan tempat ini sebab segala macam sihir tidak bisa mendeteksi keberadaan di bawah tanah. Althar, laki-laki istimewa. Dia enggan pergerakan tercium oleh makhluk lain, terutama dari Tiga Anjing Nera
Aluna mual saat seringai pria itu muncul. Ketika ia melirik lagi layar ponsel dalam genggamannya, semua kembali ke angka nol. Ajaibnya, pria anjing itu mendadak di belakang Aluna dan bersiul di dekat telinganya. Siulan bernada lirih dan menyedihkan yang langsung mengambil kesadaran Aluna. Siulan aneh membangunkan Aluna. Berlesehkan di atas rumput basah, bola matanya mengendar getir ke sekeliling. Ia terjebak dalam jeruji besi. Dingin dan bau. “Sudah bangun ya?” Aluna terperangah, langsung meluruskan pandangan. Tiga orang berjejer di luar. Aluna memelototi orang yang berdiri di sisi kiri, Caspian. Sementara yang tadi bertanya ialah seorang gadis berperawakan kecil, Lilith Anna. Semua aman jika rambut biru menyalanya tertutupi tudung hitam. “Kenapa bengong? Ada kata-kata terakhir? You next.” Giliran Neill Hasby yang mengoceh. Laki-laki pirang. Ia mencabut sehelai rambutnya. Memang keriting, tapi kekuatannya lurus dan sanggup membelah gunung. Mereka dikenal Tiga Anjing Neraka. Utusa
Aluna mengangguk lemah. "Kalau aku gagal di audisi Paris Orkestra, mereka menertawakanmu. Aku hancur saat mereka menyebutmu pemilik perusahaan rekaman terbesar yang menikahi pengamen jalanan. Sampai akhirnya, orang-orang pemakaman itu datang," Aluna mengungkapkan. "Amandeus? Mereka datang sendiri?" "Ya, sepertinya mereka punya radar yang mendeteksi orang-orang sekarat. Kamu tahu maksud dari, 'Anak Burung Mati Putus Asa'?" tanya Aluna seraya mengarahkan dagunya ke layar. Kalimat terakhir tadi merupakan arti dari kata kunci ‘Oiseau mort desespere’. Tiger menggeleng. "Entahlah ... saya tidak pernah mendengar frasa itu." "Tepatnya alarm kematian bagi musisi-musisi gagal. Mereka yang menjual jiwa ke Amandeus akan diberi jangka waktu kesuksesan tertentu. Musisi sepertiku setidaknya harus merilis lagu yang mereka kirimkan," terang Aluna. "Coba sekarang aku tanya, gimana keadaan Bi Milky?" Aluna melontarkan pertanyaan misterius. Otak Tiger rasanya melambung, kemudian dijatuhkan dalam la
Roda-roda mungil berputar menyusuri lantai yang membelah auditorium. Tidak ada satu pun orang di sana, sehingga bunyi deraknya memenuhi teater. Koper hitam itu diam di tempat persis saat Tiger berhenti. Binar menghiasai mata hazel Tiger. Bertekuk lutut di hadapan tirai merah, terlampau lusuhlah punggung seorang wanita yang terduduk di atas panggung. Kain putihnya dibercaki noda-noda lumpur. Lolongan kerinduan di batin Tiger kini tak terelakkan lagi. Saking bergumulnya kata di tenggorokan pria itu, hanya satu kata yang pada akhirnya sanggup terucap lirih. "Aluna?" Kepala Aluna terangkat. Wanita itu berdiri dan ketika ia berbalik, tubuhnya tersentak oleh pelukan hangat. Setitik air menetes dari pelupuk mata Aluna. Semakin erat Tiger melakukannya, semakin besar pula sesal di relung hati. Pria ini terlalu layak mendapat seluruh cinta dan ketulusan, tapi ia malah menyerahkan segalanya pada seorang wanita bodoh yang hidup selayaknya boneka. Aluna mendorong pelan bahu Tiger sebab ia bis
“Kadang aku bingung, Divje Babe itu bawa sial apa keberuntungan, sih?” tanya Milky. Zerikyu beres menggeser pintu ruang dokter hingga tertutup rapat. Langkah kakinya mengebut ke samping Milky yang asyik mengoceh sendiri. “Tiap kejadian pasti ada dampak positif dan negatifnya, Yang.” Zerikyu mengujar dengan tangan mengambil alih slip bag beruang Milky dan menautkan ke pundaknya sendiri tanpa diminta. Lidah Milky berdecak. Apa pun dampaknya, yang pasti mereka harus membayar dan menanggung resiko dan itu berat. Harus diakui, ia menganggap keadaan Zerikyu sebagai sebuah berkah. Althar juga bilang rangkaian berkah itu masih akan terus mengalir ke depannya. Begitu pula dengan sisi gelap yang harus mereka hadapi. Tau ah, dipikirin doang percuma. Intinya, mulai sekarang gue harus siap, Gumam Milky sembari menggigit bibirnya. “Wah!” Balik ke kenyataan, Milky tahu-tahu berseru karena menemukan hal menarik. Ia berhenti di samping poster bernuansa biru ceria. Desainnya dipenuhi tangga nada da
Di atas meja dokter, pandangan Zerikyu enggan lepas dari telapak tangannya. Selagi menunggu dokter membawa hasil, Zerikyu hanyut dalam lamunan. Pada tiap-tiap denyutan nadi, ada asa yang semakin besar. Ia membalikkan telapak. Kerutan di dahi makin tampak. Lecetnya masih membekas. Semenjak pulang dari Slovenia, gejala sindrom karpal belum pernah lagi muncul. Logikanya, harus ada yang berakhir parah setelah ia memukuli Tiger. Seharusnya, tangannya tak bisa bergerak bebas, apalagi digunakan buat menyeret koper dari hotel. Kemudian, lanjut ke bandara dan berakhir di apartemen. Perjalanan singkat, tapi terasa panjang dan melelahkan. Dengan segala keanehan itu, Zerikyu memilih diam. Ia juga tidak memberitahu Milky perihal spekulasinya yang menganggap sindrom ini sembuh sendiri. Kali pertama Milky bertanya keadaannya pasca kejadian di museum, Zerikyu berdalih waktu itu hanya perkelahian kecil dan ia lebih banyak menghindar. Garis tipis selalu mencuat di antara keajaiban dan harapan bo
Dengkul Skyder bergetar secepat nalarnya bekerja. Milky yang selonjoran di sampingnya mengertakkan gigi. Masalahnya, suara hentakan pada ubin itu memancing emosinya. “Berisik. Kenapa sih lo?” protes Milky, memukul paha Skyder supaya diam. “Lama banget. Gue mati penasaran. Kok bisa cowok tadi balik ke Marionette dan bertingkah kayak ngerti semua yang terjadi. Kenapa Divje Babe ada di tangannya? Jangan-jangan, dia gak terpengaruh sama sihir Divje Babe dan waktu itu ada di TKP?” Skyder melontarkan teorinya. “Lo pikir cuma lo doang?” Milky menggerutu. “Dia sebenernya siapa, ya?” tanya Elz, telunjuknya berhenti menulis namanya sendiri di debu lantai. “Baaaang,” rengek Skyder. Alih-alih membalas, Skyder mendongak ke Zerikyu yang berdiri di depan jendela. “Hem?” respons Zerikyu datar. “Tutorial jadi cowok jenius dong, gue takut keliatan bego di depan calon pacar,” keluhnya. “Hadeh,” cibir Milky, sedangkan Elz tersenyum kecut. “Kalian sudah lama menunggu, ya?” Zerikyu berbalik, diik