Ziva kini sudah di depan kantor seorang pengacara yang Idhar kenal. Ada sedikit keraguan saat sudah sampai tempat ini. Hati Ziva bahkan terasa sangat deg-degan sekali jika seperti ini.
“Har, gue deg-degan banget sumpah,” tutur Ziva kepada Idhar yang masih sibuk melepaskan helm-nya.
“Kan kita konsultasi dulu sama beliau. Tapi, saran gue mendingan bertahan aja, Ziv. Anggap saja ini ujian rumah tanggamu sama Regan. Kalau belum lima tahun suka berat ujian rumah tangga itu. Kata Enyak gue gitu soalnya.”
“Iya, sih. Tapikan lo tahu sendiri sikap bokap gue yang keras kepala. Gue enggak mau menyesal kalau terjadi apa-apa sama bokap gue.”
“Yaudah mendingan kita ceritain semua deh sama yang ahli. Nanti kan kita dikasih solusi tuh. Nah, nanti diikuti saja jika memang itu yang terbaik.”
Ziva mengangguk sebagai jawaban. Mereka berdua akhirnya mulai berjalan menuju ke pintu kantor dan meminta bertemu dengan Bapak He
Keluar dari kantor pengacara itu Ziva tidak banyak berkata apa-apa. Yang dilakukannya hanya diam dan menyuruh Idhar segera mengantarkan pulang ke rumah sebelum nanti kedua orangtuanya pulang kerja. Ziva melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Yang artinya mama sama papanya akan pulang kerja sekitar sejam-an lagi. Mengingat jarak antara kantor dengan rumahnya lumayan jauh membuat Ziva pasrah saja jika ditanya macam-macam.Ziva masih memikirkan cara untuk mengatakan ini semua ke Regan. Ziva takut jika pria itu akan menolak usulan ini dengan cara mentah-mentah. Semoga saja Regan bisa bersikap dewasa juga mengerti akan kondisinya.Kurang lebih sejam-an, kini Ziva sampai depan rumahnya. Benar saja kalau kedua orangtuanya sudah sampai di rumah. Ziva melihat papanya tengah duduk di teras depan sambil menyesap secangkir kopi. Papanya memang terbiasa seperti itu setiap hari. Selalu minum kopi sambil menunggu waktu magrib tiba.“Makasih banyak, ya
Ziva langsung membayar ongkos ojek online yang dinaikinya. Ia segera berjalan menuju ke gedung kantor milik keluarga Regan. Saat memasuki lobby kantor pun banyak orang-orang yang menunduk hormat ke arahnya, dan semua itu membuat Ziva merasa risih sendiri. Ia menganggap tidak pantas dihormati seperti ini karena Ziva merasa jika kasta mereka dengannya sama saja. Bahkan Ziva merasa kasta mereka justru lebih tinggi darinya. Ia hanya ketempelan nama Regan saja jadi ikut disegani seperti ini.“Nyonya Abimana selamat siang,” sapa Silvi saat bertemu dengan Ziva di depan pintu lift.“Siang Silvi, apa Regan ada di ruangannya?”“Tuan Abimana ada di dalam ruangannya, Nyonya. Beliau sudah menunggu Nyonya sejak tadi.”Ziva tersenyum tipis mendengar jawaban Silvi. Ziva merasa tidak enak sudah tidak menepati waktu. Bahkan ia melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul satu siang. Yang otomatis jam makan siang sudah habis.Ziv
Pada hari ini akhirnya Regan mendatangi kantor pengacara itu. Ia tentu tidak datang sendirian melainkan bersama Ziva. Ia ingin mendengarkan solusi dari pengacara muda itu yang selalu dipuji-puji kaum hawa.Awalnya tentu saja Regan merasa cemburu melihat interaksi Ziva dan Hendrik yang tampak sangat akrab. Namun, ia berusaha menekan rasa itu agar hubungan dengan Ziva bisa kembali normal dan baik.Setelah gilirannya bercerita tentang permasalahan yang dihadapi, Regan akhirnya mengangguk menyetujui saran untuk melakukan pembatalan pernikahan dengan Celine Nadira. Tentu saja ia tidak menceritakan semua alasan bisa menjebloskan Bramono ke penjara. Regan hanya ingin mengakui itu semua nanti di depan Bramono. Regan tahu apa yang harus dilakukannya sekarang.Seusai berkonsultasi, mereka berdua memilih pergi ke salah satu tempat makan. Kali ini Ziva meminta makan-makanan Korea dan tentu saja Regan mengabulkan dengan enteng.“Nanti setelah makan, aku pengin k
Selesai makan dan bercengkerama sebentar dengan Maya kini Ziva dan Regan langsung pamit pergi. Regan akan mengantar Ziva pulang sekaligus untuk menemui Bramono. Regan akan memulai berjuang untuk mendapatkan Ziva kembali dengan cara yang lebih baik dan gentleman.Selama perjalanan pun tidak lupa Regan selalu memegang, mengusap, dan meremas telapak tangan Ziva. Meminta dukungan penuh dari perempuan yang kini duduk di sampingnya.“Kamu yakin enggak mau mendengarkan penjelasanku terlebih dulu?” Regan ingin menceritakan semua kepada Ziva terlebih dulu agar perempuan itu tidak kaget nantinya.Ziva menggeleng pelan dan tersenyum lembut. “Simpanlah dulu cerita dan penjelasanmu itu. Aku pengin kamu berjuang terlebih dulu, dan baru menceritakan semuanya padaku dengan jujur.”Regan pun tersenyum dan menuruti keinginan dari sang istri. Ia akan bercerita sejujur-jujurnya agar kehidupan rumah tangga yang dijalani bisa berjalan dengan ba
Tepat pukul delapan malam lebih tiga puluh menitan Idhar datang membawa berbagai jenis makanan. Wajah jenakanya yang khas selalu membuat Ziva tersenyum meski kondisi hatinya sedang tidak karuan.“Malam Om,” sapa Idhar kala melihat Bramono yang berdiri menjulang tinggi di belakang Ziva.“Hm, malam.”“Ini aku bawa makanan dari Enyak untuk Ziva sekeluarga.”Bramono mengerutkan kening curiga. “Dalam acara apa bagi-bagi makanan?”“Soalnya besok aku mau sidang, Om. Doain, ya.”“Oh ….” Bramono mengangguk-angguk percaya dan semua itu membuat Ziva merasa lega. Bahkan papa-nya sudah menyuruh Idhar untuk masuk. Bramono juga sudah menyuruh Ziva membuatkan minuman untuk Idhar. “Kamu teman kuliahnya Ziva?” tanya Bramono, menatap intens Idhar dari ujung kepala ke ujung kaki.“Iya, Om. Tapi aku jurusan teknik.”“Owalah bagus kalau begit
Regan segera membopong tubuh Bramono menuju ke kamar. Dia meletakkan tubuh tua itu dengan sangat hati-hati. Ziva sendiri yang melihat papanya kesakitan hanya bisa menangis. Marina yang sibuk di dapur langsung memegang dadanya terkejut. Kemudian menangis melihat suaminya yang masih meringis kesakitan.“Aku telepon Zhakir dulu,” ujar Regan.Ziva mengangguk setuju, dan ia terus menatap dan menggenggam telapak tangan sang papa. Ziva bahkan mengambil tangan kanan papanya yang memegang dada.“Papa …,” lirih Ziva, terisak.Selesai menelepon Zhakir, Regan langsung menoleh dan menatap Bramono dengan tatapan sendu. Ia merasa bersalah karena yang terjadi kepada pria tua itu karena ulahnya. Pasti papa mertuanya sangat syok mendengar semua pengakuan dan kejujurannya ini. Tapi, bagaimanapun Regan sudah berjanji akan mengatakan sejujur-jujurnya kepada Ziva dan keluarga. Regan hanya ingin memulai semua dari nol dan dari cara baik-baik meski
Menjalani hari-hari tanpa bisa melihat dan berkomunikasi dengan Ziva membuat Regan merasa uring-uringan sendiri saat di kantor. Bahkan pria itu tetap nekat mendatangi ke rumah istrinya—meski hanya untuk melihat atau memantau dari jarak jauh.Dan, inilah waktu yang tepat untuk segera menampakkan diri di depan rumah Ziva dengan nekat dan niat baik. Regan tidak mau menyerah untuk mendapatkan maaf dari sang papa mertua.Tok. Tok. Tok.Regan berdoa agar hari ini tujuan baiknya bisa disambut dengan baik oleh Bramono. Bahkan saat mendengar derap suara langkah kaki menuju ke daun pintu membuat hati seorang Regan merasakan deg-degan.Ceklek.“Sayang,” sapanya dengan senyum lebar seperti biasa.Namun, sambutan Ziva kurang menyenangkan di mata Regan. Perempuan itu mengembuskan napas kasar dan menatapnya datar yang membuat Regan terus bertanya-tanya dalam hati.“Ini sudah satu minggu aku engga
Bramono sudah memutuskan untuk memaafkan Regantara meski dengan hati yang begitu berat dan sangat terpaksa. Bramono menyuruh anak itu untuk tidak lagi mengganggu, dan menemui Ziva.“Aku enggak bisa jauh dari Ziva, Pa,” lirih Regan, memohon.“Harus bisa!”“Pa, please …,” pintanya masih memohon.“Tadi kamu bilang ingin meminta maaf kepada saya? Sekarang sudah saya maafkan tapi kenapa kamu masih saja tidak tahu diri, hah!”Regan hanya menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Ia memang berniat meminta maaf dan sukurnya Bramono mengerti hingga memaafkan segala kesalahannya. Akan tetapi kenapa ujung-ujungnya jadi enggak enak begini.Tidak ingin menyerah membuat Regan terus berusaha agar tetap bisa bersatu dengan Ziva. Apapun penolakan yang diterima, Regan harus bisa menerima dan terus berjuang. Ya, harus berjuang demi cinta-nya kepada Ziva. Katanya kalau cinta sejati itu butuh perjuangan d
Setelah lima hari kerja, kini Regan mengajak Ziva dan keluarganya untuk berkunjung ke makam Celine. Regan ingin melakukan ziarah ke makam perempuan yang dulu sempat dekat dengannya. Regan ingin memperbaiki semua agar hidup kedepannya lebih enak.Dan, kini di sinilah Regan bersama sang keluarga saat ini. Mengunjungi makan Celine sambil mendoakan untuk perempuan itu. Regan bahkan mengucapkan permintaan maaf terus karena menuruti keinginan Celine saat itu. Meski semua telat, namun pria itu tetap saja merasa bersalah.“Tidak usah disesali, sayang. Semua itu sudah pilihan Kak Celine.” Kini Ziva mengusap punggung sang suami—mencoba menenangkan dan menguatkan jika apa yang terjadi untuk pembelajaran ke depannya.Regan tersenyum tipis, ia pun menggenggam telapak tangan Ziva erat. “Celine, kini aku sudah hidup bahagia bersama adikmu. Bahkan kita berdua sudah dikaruniai anak yang sangat menggemaskan. Namanya Abbizar, dia anak yang lucu. Andai kamu
Regan dan Ziva kini pergi ke kantor unit agama untuk meluruskan semua data pernikahannya yang sangat berantakan. Semua itu disebabkan oleh Regan, dan pria itu kini sangat begitu gentle untuk menangani dan bertanggung jawab atas semua perbuatannya di masa lalu.Seluruh keluarga Abimana, dan kedua orangtua Ziva pun ikut mengantar anak-anak mereka yang akan meresmikan hubungan pernikahan ini ke tahap yang lebih kuat lagi.Jika selama ini mereka berdua hanya resmi menjadi suami istri yang sah di mata agama, kini mereka akan meresmikan agar sah di mata negara—terlebih Abbizar saat ini membutuhkan akta kelahiran.“Boleh nikah ulang enggak?” tanya Ziva, berbisik.Regan mengerutkan kening bingung. “Maksudnya?”“Kan, selama ini kita nikah siri, jadi biar tambah sah lagi aku pengin kita nikah ulang di sini. Kamu melakukan ijab qobul lagi di sini. Lagian kemarin nikah pakai data yang salah, dan enggak ada persiapan
Ziva kini sudah dipindahkan kembali ke ruang rawat inapnya bersama sang bayi. Bahkan, Ziva merasa takjub melihat tembok kamar rawat inapnya terdapat beberapa balon yang menempel disertai tulisan sambutan untuk sang anak.“Ini siapa yang dekor?” tanya Ziva.“Bunda sama Mama,” jawab Regan.“Mama sudah sampai sini?”“Iya, mereka lagi pada makan di kantin rumah sakit. Katanya laper pas nungguin kamu lama di ruangan bersalin tadi.”Ziva tersenyum meringis mendengar penjelasan dari Regan. “Iya, tadi jahitan dulu. Terus aku IMD, habis itu dicek dan diperiksa ke seluruh tubuh—memastikan tidak terjadi apa-apa.”“Terus sekarang sudah sehat gitu?”“Iya sehat, tapi seluruh badanku pegal semua.”Kini Regan membantu Ziva dari kursi roda menuju ke ranjang rawat inapnya. Perawat yang mendorong box bayi itu langsung pamit pergi setelah tugasnya selesai.
Pilihan untuk menginap di rumah sakit sudah sangat tepat. Hal yang ditakutkan oleh Maya bahkan kini terjadi. Menantunya—Ziva—mengalami kontraksi berulang—hingga akhirnya dia mengalami flek. Hal itu langsung dilaporkan oleh Maya agar diperiksa oleh dokter yang ternyata sudah memasuki pembukaan satu.Maya terus memijit pinggang Ziva yang merasakan pegal luar biasa. Menantunya terus menangis tersendu-sendu karena merasakan sakit sekaligus mulas yang sangat luar biasa hebat. Bahkan Ziva merasakan lima menit sekali perutnya terasa mulas yang amat begitu mulas.“Tarik napas, ya,” kata Regan, pria itu kini bahkan membolos kerja karena dari semalam istrinya sudah merasakan tidak enak—hingga membuat Ziva tidak bisa tidur dan memilih berjalan mondar-mandir seperti setrikaan.Dan, benar saja pas pagi dia mengalami flek saat ingin buang air kecil—hingga akhirnya dinyatakan sudah pembukaan satu. Namun, Ziva menolak saat dokter ingin
Saat ini di rumah Maya sedang ada tukang untuk merenovasi kamar yang tidak digunakan untuk menjadi kamar cucunya nanti. Maya sibuk bertemu arsitek untuk mendekor kamar calon cucunya itu. Tak lupa juga dia sibuk bertemu desain interior agar kamar cucunya menjadi begitu bagus, nyaman, dan sempurna.Maya pun setuju untuk menggabungkan dua ruangan menjadi satu. Semua ini tentu saja atas ide sang arsitek karena memang Maya menginginkan kamar yang luas untuk calon cucunya. Jadi, di dalam ruangan kamar itu akan ada konsep untuk area bermain bayi dan tempat duduk santai sang ibu jika sedang menyusui. Maya ingin memberikan kenyamanan sang cucu dan menantunya.“Bun, apa enggak terlalu besar kamarnya jika dua ruangan itu digabung?” tanya Ziva, tidak enak hati karena anaknya akan disambut begitu berlebihan oleh keluarga Regan.“Tidak sayang, ini sudah cocok untuk kamu dan cucuku nanti. Jadi dia bisa tidur dan bermain nanti di kamar. Soalnya bayi usia enam
Malam ini Ziva tengah merendam kakinya yang bengkak dengan air hangat yang dicampur garam. Entah ini mitos atau fakta yang pasti ia hanya mengikuti saran dari sang mama.“Gimana? Sudah kempes?” tanya Regan, memastikan jika kaki sang istri akan kempes dalam waktu seketika.“Belum.”Regan mengangguk-angguk dengan tangan yang sibuk memegang ponsel. Pria itu tengah mencari tahu semua keluhan yang dialami wanita hamil di internet. Regan membaca-baca soal keluhan itu hingga menemukan kasus yang serupa—yang dialami sang istri.“Kata internet itu hal yang wajar sayang. Di sini dijelaskan karena adanya peningkatan cairan dan darah yang diproduksi.”Ziva hanya tersenyum lembut mendengar semua penuturan dari sang suami. Pasalnya hal itu sudah dijelaskan secara mendetail oleh dokter kandungannya. Dan, Ziva pun sudah mendapatkan solusi dari dokter kandungan agar posisi tidur lebih tinggi kaki dibanding kepala. Namun, na
Hari ini adalah hari yang begitu spesial untuk Ziva. Hari yang sudah sangat dia tunggu-tunggu sejak tiga bulan yang lalu. Ya, karena hari ini adalah jadwal kepulangan suaminya dari dinas luar kota. Ziva bahkan merasa deg-degan sendiri saat mendengar telepon bunda Maya dengan Regan yang mengatakan sudah sampai bandara dan sedang dalam perjalanan ke rumah.Entah kenapa ia merasa seperti anak ABG yang baru merasakan jatuh cinta. Hatinya deg-degan, bahkan kedua telapak tangannya dingin, perasaannya sangat gugup.“Kamu kenapa gugup begitu?” tanya Maya, tersenyum penuh arti.“Deg-degan, Bun,” jawab Ziva jujur.“Gugup mau ketemu misua, hm?” ledek Maya, terkekeh.Ziva langsung mesam-mesem sendiri mendengar ledekan sang bunda. Terlebih ibu mertuanya itu sangatlah paham bahasa anak-anak muda zaman sekarang. Awalnya Ziva terkejut, namun saat melihat interaksi ibu mertuanya dengan para teman-temannya di mall yang mengobrol d
Ziva pikir jika ucapan suaminya waktu itu hanya bercanda semata atau ajang balas dendam karena ulahnya. Namun, ternyata dia benaran ingin bekerja selama tiga bulan ke luar kota.Ada kesedihan yang mendalam di lubuk hatinya saat ini. Terlebih ia saat ini sedang membantu mengemasi beberapa pakaian kerja sang suami untuk dibawa ke kota Malang besok pagi.Melihat suaminya selesai telepon dengan sekertarisnya membuat Ziva tersenyum getir. Regan langsung duduk di pinggiran ranjang sambil sibuk mengotak-atik ponselnya saat ini. Ziva yang melihat itu langsung menghampiri dan segera memeluknya erat.“Aku pasti akan kangen banget sama kamu,” ucapnya lirih.Regan pun langsung menjatuhkan ponselnya di atas ranjang. Ia segera membalas pelukan sang istri. Mengusap punggungnya dengan sangat lembut. “Aku juga pasti akan lebih kangen.”“Jangan selingkuh! Jangan lupain aku! Awas aja kalau ketahuan main sama perempuan lain. Aku enggak ma
Hampir satu mingguan ini sifat Ziva sangatlah manja kepada Regan. Terlebih perempuan itu merengek terus menerus agar keinginannya untuk makan nasi padang akan segera dikabulkan. Namun, pikiran Ziva salah. Pria itu justru tidak mewujudkannya dengan dalih itu hanya mitos saja jika anaknya kelak akan ileran.Masih dengan wajah yang cemberut, Ziva masih memunggungi posisi Regan yang duduk di sampingnya.“Sudahlah Regan turutin saja keinginan istrimu,” dukung Maya.Ziva mengangguk-angguk menyetujui ucapan ibu mertuanya. Lain hal dengan pria itu yang justru menggeleng kuat.“Warung nasi padang banyak, Bun. Ngapain jauh-jauh ke kota Padangnya. Di Jakarta juga banyak.”“Tuh, kan, Bun! Anak Bunda ini kurang peka.” Ziva kembali merajuk dan terus mencari bala dukungan dari Maya yang selalu memihaknya. “Biarin aja nanti anaknya ileran. Kalau pergi kemana-mana anaknya ngiler sampai panjang lima meter. Dia juga nanti yan