Merasa jika tadi di dalam apotek hanya sebentar saja membuat Regan sangat yakin jika Ziva belum jauh dari lokasinya saat ini. Apalagi mengingat Ziva yang jalannya sangat tertatih seperti masih kesakitan membuat Regan semakin optimis yakin.
Dengan cepat pula Regan langsung berlari ke arah bahu jalan untuk melihat kendaraan yang melintas. Matanya terus menyapu ke arah kanan dan kiri. Tepat saat sebuah taksi berhenti di arah kanannya pula Regan melihat jika Ziva segera menaiki dengan gerakan yang sangat tergesa-gesa. Melihat itu membuat Regan berdecih kesal.
Melihat taksi yang ditumpangi Ziva sudah melaju pergi pun membuat Regan segera kembali ke mobilnya. Ia langsung menaiki mobilnya dan menelepon seseorang untuk memberikan info jika Ziva menemui Miko.
Selesai memberikan titah kepada anak buahnya, Regan pun lebih memilih pulang ke rumah bundanya terlebih dulu karena ada hal yang harus ia obrolkan dengan Maya.
Hari sudah semakin sore dan seorang perempuan kini masih saja duduk termenung di salah satu sebuah halte. Ya, perempuan itu adalah Ziva. Sejak kepergian dari rumah mamanya perempuan yang memiliki tubuh mungil dan parasnya yang cantik ini terus duduk sambil terus berpikir bagaimana caranya dia bisa membebaskan sang papa dan bisa lepas dari jerat belenggu yang Regan buat itu.“Aku harus gimana? Nggak mungkin minta bantuan Miko. Apalagi utangku kepada Regan sangatlah banyak dan pria itu tidak main-main dengan apa yang dilakukannya.” Ziva terus menerus memikirkan cara membebaskan sang papa sampai membuat kepalanya menjadi pusing juga sakit.Di saat sedang pusing juga bingung. Tiba-tiba ada sebuah sepeda motor matic yang berhenti tepat di depan halte yang membuat Ziva langsung terkejut.“Rio,” gumamnya pelan.Rio langsung melepaskan helm miliknya dan segera memarkirkan sepeda motor matic di bahu jalan. Ia langsung segera menghampiri Ziv
Merasa akan percuma menghadapi bocah labil membuat Regan langsung berbalik badan meninggalkan Ziva yang masih saja menatap sengit kearahnya. Regan tak memedulikan ucapan yang dilontarkan perempuan itu. Regan memilih untuk kembali terbaring di atas ranjang sambil menatap Ziva yang keluar toilet dengan menghentak-hentakkan kakinya.Ziva pun langsung ikut terbaring di samping Regan. Menarik selimut hingga menutupi wajahnya dan berposisi memunggungi pria itu.Regan berdeham pelan. “Aku mau meminta cicilan kedua,” ceplosnya.Mendengar itu membuat Ziva justru langsung melotot tajam dan membuatnya semakin meremas selimut.“Ayo berikan cicilan keduamu sekarang karena aku akan pergi selama empat hari.”Ziva masih diam saja dan terus berpikir cara menolak permintaan Regan itu. Apalagi ia masih kesal dengan sikap Regan yang akan membunuhnya secara perlahan. Dan sekarang pria itu justru meminta cicilan? Yang benar saja. Apa dia sudah gila atau dia sebenarnya seoran
Saat ini Ziva merasakan aneh dengan tatapan Maya kepadanya. Pasalnya perempuan paruh baya itu menatapnya sangat intens dan tampak tersenyum senang. Entah apa yang membuatnya senang.“Makan ini sayang,” kata Maya sambil mengambilkan ikan serta telur kepada menantunya ini.“Makasih, Bun.”Maya pun berdeham pelan dan terus tersenyum. “Kamu sakit?”“Hah? Enggak kok Bun.” Ziva langsung bingung sendiri kenapa Maya menebak jika dirinya sedang sakit. Memangnya dia tidak bisa melihat jika ia sangat segar bugar begini. Hanya saja seluruh tubuhnya pada sakit dan lelah.“Bunda pikir kamu sakit. Soalnya panas begini kamu pakai sweater sama syal gitu.”“Oh ini … hahaha. Ziva lagi ….”“Sudah tidak usah dijelaskan. Bunda paham kok. Ayo sebaiknya segera makan.” Maya langsung memotong perkataan Ziva karena tidak mau membuat menantunya itu pusing berpikir u
Ziva menangis di kamarnya, ia merasa kesal kepada Regan juga dirinya sendiri. Bayangan wajah Celine—kakaknya tiba-tiba mendadak muncul di depan kepala. Rasa tidak tega pun mulai menghinggapi hatinya. Ziva merasa saat ini menjadi manusia paling jahat sedunia.“Kenapa jadi begini, ya Tuhan ….” Ziva memegang dadanya yang terasa sesak. Nyeri.Kilasan memori bersama Celine langsung memenuhi pikirannya. Ziva semakin menangis tergugu karena sudah bercinta dengan Regan. Sialnya, ia menikmati itu semua.Tak lama terdengar suara pintu berderit yang membuat Ziva menoleh dan melihat sosok Regan di sana. Buru-buru Ziva langsung mengusap pipinya dengan sangat kasar.“Permisi,” kata Ziva.Namun siapa sangka di saat Ziva ingin keluar kamar, tangan Regan langsung menarik pergelangan tangan dan menarik tubuh Ziva ke dalam pelukannya.“Mau ke mana? Aku minta maaf, Ziva,” lirih Regan. Ia benar-benar tak kuasa men
Ziva masih diam menunggu Miko selesai menerima telepon dari Rio. Tak lama juga pesanan bakso urat itu datang dan disajikan langsung dua porsi di atas meja. Kepulan asap dari dalam mangkok mampu mengeluarkan aroma yang membuat Ziva ingin langsung menyantapnya.Mata Ziva masih menatap bulatan bakso yang sudah diincarnya, namun ucapan Miko membuatnya sedikit tersentak.“Si Rio sekarang aneh banget deh,” tuturnya. Tangannya langsung menaruh ponsel di atas meja. Tangan satunya meraih sendok dan garpu kemudian mengambil tisu untuk mengelap sendok garpu sebelum digunakan.“Aneh gimana?” tanya Ziva, penasaran.“Sekarang jadi suka telepon tanya lagi di mana gitu. Kayak orang pacaran aja tanya posisi terus,” gerutu Miko. Tangannya menaruh sendok dan garpu yang sudah selesai dielap untuk diletakkan di mangkok milik Ziva. Ia kemudian mengambil garpu dan sendok beserta tisu untuk mengulangi seperti tadi.“Dia suka kali
Ziva yang kesal lebih memilih turun ke lantai dasar dan duduk di teras samping. Menangis sejadi-jadinya karena merasa kalau dunia sedang mempermainkan takdir hidupnya. Ziva ingin bahagia—bersama Miko.Ziva mendongak ke atas. Menatap langit gelap yang kebetulan sedang sedikit mendung. Entah kenapa Ziva merasa jika langit malam ini seakan tahu akan kondisi dan perasaannya yang sedang tidak baik-baik saja.Telinga Ziva bahkan menangkap derap langkah kaki yang mendekat. Ziva buru-buru mengusap pipinya kasar. Dan tepat sekali saat selesai mengusap bahunya ada yang menepuk dengan lembut.“Ziva, kok, duduk di sini? Emang Regan mana?” tanya Maya. Kepalanya menoleh kanan dan kiri mencari sesuatu.Ziva tersenyum tipis, bagaimanapun sikap Maya sangat baik kepadanya. “Regan di kamar. Lagi mandi,” kilah Ziva berbohong.Maya mengangguk paham dan ikut duduk di depan Ziva. Memandang mata Ziva lekat-lekat dan tersenyum begitu lembut.
“Apa yang ingin kamu lakukan kepada Miko, hah! Jika terjadi apa-apa dengan Miko, kamu orang pertama yang akan aku cari!” Ziva menatap lekat-lekat mata Regan. Menatap manik mata pria itu dengan nyalang penuh kebencian.Regan sendiri hanya diam membisu. Membalas tatapan Ziva dengan lembut—menarik napas panjang dan mengembuskan secara perlahan.“Ziva ….”“Jadi selama ini kamu menyuruh orang untuk membuntuti kami berdua? Untuk apa Regan! Untuk apa!” teriak Ziva lantang—tidak peduli jika nanti Maya dan Narendra bangun dari tidurnya. Ziva masih kesal dan tidak menyangka jika semua kegiatan dirinya dipantau pria menyebalkan seperti Regan. Untuk apa memangnya? Tujuannya apa?“Apa tidak cukup kamu membuat aku dengan Miko menjadi kacau seperti ini, hah!” Ziva terus berteriak karena hatinya masih kesal, jengkel, dongkol. Benar-benar tidak habis pikir Regan melakukan itu.“Aku bisa jelask
Abimana Grup.Regan merasa gelisah sejak tadi, pasalnya ia sudah menunggu Ziva sejak jam makan siang sampai pukul empat sore saat ini. Regan sudah berusaha untuk menghubungi Ziva beberapa kali namun faktanya nomor perempuan itu tidak aktif.Sengaja juga hari ini Regan tidak menyuruh Rio untuk mengawasi Ziva, Regan ingin percaya ucapan Ziva tapi nyatanya hanya kekecewaan yang didapat.Tak tinggal diam, Regan menghubungi nomor rumah untuk menanyakan keberadaan Ziva. Apakah sudah pulang atau belum.“Jadi belum pulang, Bun?” tanya Regan, cemas.“Belum, Bunda pikir dia lagi banyak kegiatan karena lagi mengerjakan skripsi, kan?”“Kalau begitu Regan tutup dulu, ya. Nanti kalau ada kabar tentang Ziva tolong kabarin.”“Iya, pastinya akan Bunda kabarin.”Regan menutup panggilan telepon dengan bundanya. Pikirannya langsung mengawang ke arah Miko. Regan sudah menebak jika istrinya sedang bers
Setelah lima hari kerja, kini Regan mengajak Ziva dan keluarganya untuk berkunjung ke makam Celine. Regan ingin melakukan ziarah ke makam perempuan yang dulu sempat dekat dengannya. Regan ingin memperbaiki semua agar hidup kedepannya lebih enak.Dan, kini di sinilah Regan bersama sang keluarga saat ini. Mengunjungi makan Celine sambil mendoakan untuk perempuan itu. Regan bahkan mengucapkan permintaan maaf terus karena menuruti keinginan Celine saat itu. Meski semua telat, namun pria itu tetap saja merasa bersalah.“Tidak usah disesali, sayang. Semua itu sudah pilihan Kak Celine.” Kini Ziva mengusap punggung sang suami—mencoba menenangkan dan menguatkan jika apa yang terjadi untuk pembelajaran ke depannya.Regan tersenyum tipis, ia pun menggenggam telapak tangan Ziva erat. “Celine, kini aku sudah hidup bahagia bersama adikmu. Bahkan kita berdua sudah dikaruniai anak yang sangat menggemaskan. Namanya Abbizar, dia anak yang lucu. Andai kamu
Regan dan Ziva kini pergi ke kantor unit agama untuk meluruskan semua data pernikahannya yang sangat berantakan. Semua itu disebabkan oleh Regan, dan pria itu kini sangat begitu gentle untuk menangani dan bertanggung jawab atas semua perbuatannya di masa lalu.Seluruh keluarga Abimana, dan kedua orangtua Ziva pun ikut mengantar anak-anak mereka yang akan meresmikan hubungan pernikahan ini ke tahap yang lebih kuat lagi.Jika selama ini mereka berdua hanya resmi menjadi suami istri yang sah di mata agama, kini mereka akan meresmikan agar sah di mata negara—terlebih Abbizar saat ini membutuhkan akta kelahiran.“Boleh nikah ulang enggak?” tanya Ziva, berbisik.Regan mengerutkan kening bingung. “Maksudnya?”“Kan, selama ini kita nikah siri, jadi biar tambah sah lagi aku pengin kita nikah ulang di sini. Kamu melakukan ijab qobul lagi di sini. Lagian kemarin nikah pakai data yang salah, dan enggak ada persiapan
Ziva kini sudah dipindahkan kembali ke ruang rawat inapnya bersama sang bayi. Bahkan, Ziva merasa takjub melihat tembok kamar rawat inapnya terdapat beberapa balon yang menempel disertai tulisan sambutan untuk sang anak.“Ini siapa yang dekor?” tanya Ziva.“Bunda sama Mama,” jawab Regan.“Mama sudah sampai sini?”“Iya, mereka lagi pada makan di kantin rumah sakit. Katanya laper pas nungguin kamu lama di ruangan bersalin tadi.”Ziva tersenyum meringis mendengar penjelasan dari Regan. “Iya, tadi jahitan dulu. Terus aku IMD, habis itu dicek dan diperiksa ke seluruh tubuh—memastikan tidak terjadi apa-apa.”“Terus sekarang sudah sehat gitu?”“Iya sehat, tapi seluruh badanku pegal semua.”Kini Regan membantu Ziva dari kursi roda menuju ke ranjang rawat inapnya. Perawat yang mendorong box bayi itu langsung pamit pergi setelah tugasnya selesai.
Pilihan untuk menginap di rumah sakit sudah sangat tepat. Hal yang ditakutkan oleh Maya bahkan kini terjadi. Menantunya—Ziva—mengalami kontraksi berulang—hingga akhirnya dia mengalami flek. Hal itu langsung dilaporkan oleh Maya agar diperiksa oleh dokter yang ternyata sudah memasuki pembukaan satu.Maya terus memijit pinggang Ziva yang merasakan pegal luar biasa. Menantunya terus menangis tersendu-sendu karena merasakan sakit sekaligus mulas yang sangat luar biasa hebat. Bahkan Ziva merasakan lima menit sekali perutnya terasa mulas yang amat begitu mulas.“Tarik napas, ya,” kata Regan, pria itu kini bahkan membolos kerja karena dari semalam istrinya sudah merasakan tidak enak—hingga membuat Ziva tidak bisa tidur dan memilih berjalan mondar-mandir seperti setrikaan.Dan, benar saja pas pagi dia mengalami flek saat ingin buang air kecil—hingga akhirnya dinyatakan sudah pembukaan satu. Namun, Ziva menolak saat dokter ingin
Saat ini di rumah Maya sedang ada tukang untuk merenovasi kamar yang tidak digunakan untuk menjadi kamar cucunya nanti. Maya sibuk bertemu arsitek untuk mendekor kamar calon cucunya itu. Tak lupa juga dia sibuk bertemu desain interior agar kamar cucunya menjadi begitu bagus, nyaman, dan sempurna.Maya pun setuju untuk menggabungkan dua ruangan menjadi satu. Semua ini tentu saja atas ide sang arsitek karena memang Maya menginginkan kamar yang luas untuk calon cucunya. Jadi, di dalam ruangan kamar itu akan ada konsep untuk area bermain bayi dan tempat duduk santai sang ibu jika sedang menyusui. Maya ingin memberikan kenyamanan sang cucu dan menantunya.“Bun, apa enggak terlalu besar kamarnya jika dua ruangan itu digabung?” tanya Ziva, tidak enak hati karena anaknya akan disambut begitu berlebihan oleh keluarga Regan.“Tidak sayang, ini sudah cocok untuk kamu dan cucuku nanti. Jadi dia bisa tidur dan bermain nanti di kamar. Soalnya bayi usia enam
Malam ini Ziva tengah merendam kakinya yang bengkak dengan air hangat yang dicampur garam. Entah ini mitos atau fakta yang pasti ia hanya mengikuti saran dari sang mama.“Gimana? Sudah kempes?” tanya Regan, memastikan jika kaki sang istri akan kempes dalam waktu seketika.“Belum.”Regan mengangguk-angguk dengan tangan yang sibuk memegang ponsel. Pria itu tengah mencari tahu semua keluhan yang dialami wanita hamil di internet. Regan membaca-baca soal keluhan itu hingga menemukan kasus yang serupa—yang dialami sang istri.“Kata internet itu hal yang wajar sayang. Di sini dijelaskan karena adanya peningkatan cairan dan darah yang diproduksi.”Ziva hanya tersenyum lembut mendengar semua penuturan dari sang suami. Pasalnya hal itu sudah dijelaskan secara mendetail oleh dokter kandungannya. Dan, Ziva pun sudah mendapatkan solusi dari dokter kandungan agar posisi tidur lebih tinggi kaki dibanding kepala. Namun, na
Hari ini adalah hari yang begitu spesial untuk Ziva. Hari yang sudah sangat dia tunggu-tunggu sejak tiga bulan yang lalu. Ya, karena hari ini adalah jadwal kepulangan suaminya dari dinas luar kota. Ziva bahkan merasa deg-degan sendiri saat mendengar telepon bunda Maya dengan Regan yang mengatakan sudah sampai bandara dan sedang dalam perjalanan ke rumah.Entah kenapa ia merasa seperti anak ABG yang baru merasakan jatuh cinta. Hatinya deg-degan, bahkan kedua telapak tangannya dingin, perasaannya sangat gugup.“Kamu kenapa gugup begitu?” tanya Maya, tersenyum penuh arti.“Deg-degan, Bun,” jawab Ziva jujur.“Gugup mau ketemu misua, hm?” ledek Maya, terkekeh.Ziva langsung mesam-mesem sendiri mendengar ledekan sang bunda. Terlebih ibu mertuanya itu sangatlah paham bahasa anak-anak muda zaman sekarang. Awalnya Ziva terkejut, namun saat melihat interaksi ibu mertuanya dengan para teman-temannya di mall yang mengobrol d
Ziva pikir jika ucapan suaminya waktu itu hanya bercanda semata atau ajang balas dendam karena ulahnya. Namun, ternyata dia benaran ingin bekerja selama tiga bulan ke luar kota.Ada kesedihan yang mendalam di lubuk hatinya saat ini. Terlebih ia saat ini sedang membantu mengemasi beberapa pakaian kerja sang suami untuk dibawa ke kota Malang besok pagi.Melihat suaminya selesai telepon dengan sekertarisnya membuat Ziva tersenyum getir. Regan langsung duduk di pinggiran ranjang sambil sibuk mengotak-atik ponselnya saat ini. Ziva yang melihat itu langsung menghampiri dan segera memeluknya erat.“Aku pasti akan kangen banget sama kamu,” ucapnya lirih.Regan pun langsung menjatuhkan ponselnya di atas ranjang. Ia segera membalas pelukan sang istri. Mengusap punggungnya dengan sangat lembut. “Aku juga pasti akan lebih kangen.”“Jangan selingkuh! Jangan lupain aku! Awas aja kalau ketahuan main sama perempuan lain. Aku enggak ma
Hampir satu mingguan ini sifat Ziva sangatlah manja kepada Regan. Terlebih perempuan itu merengek terus menerus agar keinginannya untuk makan nasi padang akan segera dikabulkan. Namun, pikiran Ziva salah. Pria itu justru tidak mewujudkannya dengan dalih itu hanya mitos saja jika anaknya kelak akan ileran.Masih dengan wajah yang cemberut, Ziva masih memunggungi posisi Regan yang duduk di sampingnya.“Sudahlah Regan turutin saja keinginan istrimu,” dukung Maya.Ziva mengangguk-angguk menyetujui ucapan ibu mertuanya. Lain hal dengan pria itu yang justru menggeleng kuat.“Warung nasi padang banyak, Bun. Ngapain jauh-jauh ke kota Padangnya. Di Jakarta juga banyak.”“Tuh, kan, Bun! Anak Bunda ini kurang peka.” Ziva kembali merajuk dan terus mencari bala dukungan dari Maya yang selalu memihaknya. “Biarin aja nanti anaknya ileran. Kalau pergi kemana-mana anaknya ngiler sampai panjang lima meter. Dia juga nanti yan