“SAH?”
“SAH!”
Seluruh pengunjung tamu langsung berdoa dan mengaminkan doa dari seorang penghulu. Berbeda dengan Ziva yang masih diam membisu karena terasa jika dunianya telah berakhir. Bukan karena ia ikut meninggal seperti kakaknya yang terkena serangan jantung melainkan statusnya yang saat ini menjadi seorang istri sah dari pengusaha sukses Jakarta bernama Regantara Abimana.
Ziva masih tidak menyakini kejadian yang begitu sangat mendadak ini. Kakaknya. Celine Nadira meninggal dunia terkena serangan jantung saat acara ijab qobul yang akan dimulai dua jam lagi. Semua langsung terkejut dan merasa sedih melihat kepergian Kak Celine yang sudah mengenakkan baju pengantin. Ziva sang adik hanya bisa menangis sambil menatapi wajah pucat dari sang kakak.
Saat itu, Bramono memberitahukan berita duka ini kepada pihak keluarga Regantara Abimana. Namun, saat memberikan berita duka ini justru pihak keluarga mempelai laki-laki ingin pernikahan tetap dilanjutkan karena sudah mengundang banyak tamu serta wartawan bisnis yang akan meliput. Bramono yang merasa bingung dengan permintaan dari pihak keluarga Regantara pun akhirnya menawarkan putri bungsunya yang masih kuliah di bangku semester tujuh ini. Pihak Regantara pun langsung setuju dengan ide usulan dari Bramono.
Bramono pun langsung memberitahukan kepada keluarga besarnya jika pernikahan dilanjutkan setelah pemakaman Celine dilakukan. Ia juga memberitahukan jika mempelai perempuan digantikan oleh Zivanya Alesha. Tentu saja semua keluarga besar merasa terkejut dan syok. Pasalnya Ziva sudah memiliki kekasih bernama Miko.
Dan saat itu pula, Bramono langsung berbicara empat mata dengan Miko yang memang hadir untuk meramaikan pernikahan calon kakak iparnya. Awalnya Miko menolak untuk melepaskan Ziva, namun melihat tampang memelas dari Bramono akhirnya Miko setuju untuk melepaskan Ziva menikah dengan Regantara. Namun tentu saja Miko meminta pernikahan itu dilakukan hanya setahun saja, dan mereka harus bercerai. Miko pun memberi syarat jika Ziva dan Regantara hanya menikah di atas kertas alias status semata. Mereka tidak boleh melakukan hubungan suami istri hingga bercerai.
Mendengar permintaan Miko, membuat Bramono berpikir dan memberikan penjelasan kepada pihak Regantara pelan-pelan mengenai persyaratan yang diajukan oleh Miko. Dan pihak Regantara pun setuju asal pernikahan tetap lanjut.
Hingga akhirnya kini Ziva sudah berdiri di samping Regantara dan bola matanya terus menatap Miko yang berdiri di antara tamu undangan.
“Mikoooo,” lirih Ziva.
Jangan tanya perasaan Ziva saat ini bagaimana. Yang pasti sangat hancur redam karena impian menikah dengan pria yang dicintai telah pupus. Ziva tak bisa menahan bendungan air matanya hingga kini terjatuh membasahi pipi mulusnya.
“Jangan nangis, bisa?” geram Regantara.
Ziva menoleh tidak percaya mendengar perkataan Regantara. Bahkan tampang pria itu tidak nampak sedih sama sekali saat ini. Padahal harusnya sedih karena Kak Celine baru saja pergi meninggalkannya. Dan yang lebih membuat Ziva sangat benci pria itu selalu tersenyum menyambut tamu undangan yang mengajaknya bersalaman.
“Lebih dekat lagi, itu banyak wartawan yang sedang memotret kita,” katanya lagi.
Ziva diam. Ia hanya menurut saja saat ditarik pinggulnya oleh pria yang akan jadi kakak iparnya itu. Ziva masih tidak menyangka jika pria menyebalkan ini justru menjadi suaminya saat ini.
Dulu sewaktu Kak Celine masih berpacaran dengan Regantara, Ziva selalu merayu dan membujuk kakaknya untuk putus dengan pria menyebalkan itu. Pasalnya Ziva sering melihat pria itu membuat menangis Kak Celine. Ziva tahu betul jika mendiang sang kakak sangat mencintai Regantara namun entah dengan perasaan pria setengah bule itu kepada kakaknya, Ziva nggak tahu. Mungkin bagi dia kak Celine hanya pelampiasan nafsu bejadnya saja. Meski Kak Celine tak pernah cerita, tapi Ziva yakin jika pria yang menjadi suaminya ini penjahat wanita.
Waktu terus berlalu hingga kini sudah memasuki penutupan acara pernikahan. Ziva dan Regan pun langsung turun dari panggung dekorasi dan berjalan masing-masing menuju ke arah keluarga masing-masing.
Ziva langsung memeluk mama dan papanya. Ketiga orang ini langsung menangis bersama karena benar-benar merasa berduka ditinggal pergi oleh Celine.
“Maafin Papa, ya, Nak,” ujar Bramono.
Ziva menggeleng pelan. “Gapapa, lagian kalau Ziva nggak nikah sama dia pasti nanti Papa dipecat dari kantornya kan?”
Bramono terkekeh pelan dan mengecup kening sang putri. “Papa sudah ikhlas dipecat dari kantor Regan, tapi yang Papa sedih saat ini adalah melihat kamu menikah dengan pria yang tidak kamu cintai. Maafin Papa sudah jahat sama kamu.”
“Gapapa, Pa, lagian kita juga punya utang banyak di kantor dia kan? Utang itu juga buat biaya kuliah Ziva. Kak Celine juga udah kerja keras buat Ziva, jadi gapapa jika memang pernikahan ini sebagai wujud bakti Ziva sama Papa dan Kak Celine.”
Lagi-lagi mereka berpelukan, dan tak lama terdengar suara baritone yang membuat semuanya menoleh.
“Sebaiknya cepat ke mobil, karena kita akan langsung terbang ke Singapore.”
Ziva langsung melongo dan mengatupkan kembali mulutnya. Ia menatap sedih kedua orang tuanya yang diam tak berdaya.
“Pergilah, Nak.”
Ziva mengangguk, dan ia pun langsung mengikuti derap langkah kaki Regan yang keluar ballroom hotel yang dijadikan acara pernikahan. Ziva menatap dekorasi pernikahan yang begitu mewah dan megah, namun sayang hatinya tidak bahagia dengan pernikahan ini. Ziva tersenyum miris membayangkan kakaknya yang berdiri di atas panggung itu, tapi Tuhan lagi-lagi punya rencana indah dibalik itu semua.
Saat memasuki mobil milik Regan pun, Ziva merasa bingung karena mereka tak menuju ke arah jalur bandara melainkan ke arah pemakaman.
“Kita ….”
“Makam Celine.”
Ziva langsung diam. Ia juga merasa sedih karena tidak mengantarkan kakaknya sampai peristirahatan terakhirnya karena ia harus dirias detik itu juga. Ziva hanya melihat saat kakaknya tengah dirias dan mendadak memegang dada kemudian langsung pergi meninggalkan semuanya.
Proses pemakaman pun dilakukan sangat cepat karena terkejar dengan acara pernikahan konyol ini. Mama Papa Ziva pun ikut mengiring kepemakaman dan langsung kembali ke hotel tempat resepsi dilakukan.
Tak membutuhkan waktu lama akhirnya mobil itu sampai di sebuah pemakaman Jakarta. Regan langsung turun dan mengambil bunga yang diletakkan di bagasi mobil. Ziva yang melihat itu langsung ikut keluar dan sedikit menarik gaunnya ke atas karena saat ini ia masih mengenakkan baju pengantin yang kebesaran.
Ziva langsung memelankan jalannya saat melihat Regan berjongkok di depan batu nisan bertuliskan nama kakaknya. Hati Ziva langsung terasa teriris-iris melihat kakaknya sudah tiada. Ia masih merasa jika kemarin malam masih bercanda dan curhat soal pernikahan yang kakaknya impikan ini.
Ziva langsung ikut berjongkok dan mengusap batu nisan itu lembut. Bahkan tanahnya pun masih sangat basah dan bunga-bunga pun masih tampak segar.
“Kak … Ziva di sini kunjungi Kakak,” lirihnya.
Di saat sedang meratapi kesedihan, Ziva terkejut dengan sikap Regan yang berdiri dengan cepat dan berjalan meninggalkannya. Ziva yang penakut pun langsung menoleh ke arah kanan dan kiri.
“Woy Regan tunggu,” teriak Ziva yang membuat Regan berhenti melangkah. Kepalanya menoleh ke belakang dengan tatapan yang begitu mengintimidasi Ziva. Melihat itu membuat Ziva merasa takut sendiri.
“Cepat berdiri, ini sudah malam. Kamu mau tidur di sini sama hantu?” katanya tegas.
Mendengar kata ‘hantu’ membuat Ziva langsung berdiri dengan cepat hingga membuat kakinya tersangkut gaun pengantin sampai membuatnya terjatuh di atas tanah kuburan.
“AAAAAAAA,” teriak Ziva kencang.
Kepala Ziva mendongak saat melihat uluran tangan seseorang kepadanya. Ia masih enggan menerima uluran tangan kekar itu. Ziva masih terlalu gengsi untuk bersentuhan dengan pria menyebalkan seperti Regan.“Cepat! Nanti ada orang lewat dikira kita ngapain lagi malam-malam di kuburan.”Ziva mendengkus sebal mendengar perkataan ketus Regan. “Siapa suruh malam-malam datang ke kuburan. Besok kan bisa.”“Nggak usah banyak omong! Mendingan cepat berdiri.”Tak punya pilihan lain membuat Ziva menerima uluran tangan Regan. Ia berdiri dan langsung mengangkat gaun pengantin agar kakinya tidak terserimpat kain gaun itu.Mereka berdua pun akhirnya jalan bersama menuju mobil, Ziva yang merasa kesusahan pun hanya mendumel dalam hati atas sikap Regan yang menyebalkan.“Jalan, Pak,” titah Regan kepada sopirnya.Ziva terkejut saat di depan matanya terdapat uluran sebungkus tisu basah. Ia menoleh dan mendapat
Pagi-pagi sekali Ziva sudah terbangun. Ini merupakan sejarah dalam hidupnya bisa bangun pukul empat subuh. Biasanya Ziva akan bangun siang dan menyesuaikan jadwal kelas kuliahnya. Mengingat pagi ini dirinya harus segera mengambil keperluan kuliah dan pakaian dirinya di rumah.Ziva sangat bingung ketika melewati kamar milik Regan. Ia bingung antara pamit atau tidak kepada pria menyebalkan itu. Namun mengingat sikap Regan yang kurang menyenangkan membuat Ziva langsung pergi begitu saja keluar apartemen.Pagi buta seperti ini Ziva sudah memesan ojek online yang begitu booming di kota Jakarta. Ia segera keluar lobby apartemen dan mencari tukang ojek online yang menunggu di pinggir jalan.“Pagi Neng, sesuai aplikasi, ya?” kata sopir ojek online.“Iya, Pak,” sahut Ziva.Dan akhirnya pun Ziva kembali ke rumah ked
Entah kenapa rasanya semakin sakit sehingga tak bisa membuat Miko melanjutkan ucapannya itu. Miko perlahan melepaskan pelukannya itu. Netra matanya terus menyorot sendu ke arah bola mata Ziva.Tatapan keduanya kini saling mengunci satu sama lain. Mereka tahu jika ini akan berlangsung sebentar saja dengan menunggu Ziva bercerai dari sosok Regan.Miko perlahan memajukan kepalanya untuk meraih bibir ranum Ziva. Ziva yang masih menganggap Miko kekasihnya pun tak segan-segan untuk menyambut bibir pria itu.Mereka akhirnya saling berciuman. Miko mengecup dan mulai melumat bibir bawah Ziva dengan lembut. Bahkan Ziva juga tak kalah lembut saat membalas ciuman Miko. Mereka terus berciuman sampai akhirnya memperdalam dengan saling menjelajah ke rongga mulut. Miko terus membelit lidah Ziva hingga membuat suara desahan itu keluar dengan sendirinya.Mereka terus saling mencumbu, mencecap, dan menghisap satu sama lain sampai tak merasakan jika ada orang yang sedang men
Merasa sudah malam dan perempuan manja itu tidak juga keluar kamar membuat Regan sedikit khawatir. Pasalnya bertemu terakhir saat sore hari pas perempuan itu terjatuh. Regan pun langsung menelepon salah satu asisten rumah tangga yang di rumah untuk ke apartemen agar membersihkan apartemennya serta untuk memasak makan malam nanti.“Bi, tolong kamu ketuk kamar Ziva.”“Baik, Den.”Bi Minah akhirnya menurut perintah sang majikan. Dia mengetuk pintu kamar Ziva yang tertutup rapat.Tok. Tok. Tok.“Non, Non Ziva. Buka pintunya Non, makan malam.”“Ziva nggak makan,” sahutnya lirih.Sudah mendapat respon membuat Bi Minah kembali ke arah meja makan untuk melaporkan.“Katanya nggak mau makan.”Regan langsung berdecak kesal. “Ya sudah, makasih Bi. Sekarang Bibi bisa kembali ke rumah Bunda.”“Baik, Den. Permisi.”Saat sudah tidak ada sia
Di tempat lain Regan tampak mengepalkan tangan begitu kuat kala mendengar semua niat buruk Miko. Apalagi mendengar Miko akan membantu proses perceraian dirinya dengan Ziva. Memang ini hanya pernikahan status, tapi Regan tidak suka kala urusan pribadinya diikut campuri oleh orang lain seperti ini.Melihat jam kuliah Ziva yang sebentar lagi selesai membuat Regan segera bergegas ke kampus untuk menjemput istri kecilnya itu. Regan tidak ingin jika Ziva dimonopoli oleh Miko.Saat menjalankan mobil pun Regan mencengkram setir dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Regan marah kala mendengar Miko ingin memberikan obat rangsangan kepada Ziva. Entah kenapa mendengar itu membuat hati Regan tak terima bahkan panas.Tepat sampai di kampus, mata Regan langsung menyusuri keberadaan Ziva. Ia pun langsung mengirim pesan kepada orang suruhannya untuk mengecek keberadaan Ziva atau Miko saat ini.Mendengar Miko sedang ada kelas membuat Regan bernapas lega. Artinya is
Masih ragu untuk menghubungi mamih membuat Ziva menangis. Pasalnya ia ingin sekali memberikan mahkota miliknya untuk Miko jika sudah menjadi suaminya nanti. Ziva merasa berdosa sekali bermain api di belakang Miko seperti ini.Dengan tangan gemetar Ziva menghubungi mamih untuk menanyakan job.Ziva : Halo, Mih, ini Ziva anak kampus X. Mau tanya ada job nggak, ya?Tak membutuhkan waktu lama pesan Ziva dibalas dan kini tengah menunggu balasan mamih yang sedang mengetik.Mamih : Selalu ada, mau yang tarif berapa?Ziva : 100 juta satu hari, Mih.Mamih : Waduh, kalau ini servis berat dong.Ziva : Yang gimana, Mih? Nemenin aja kan?Mamih : Tidak sayang, yang pasti melayani di atas ranjang kalau uang segini.Ziva : Nggak ada yang cuma nemenin jalan-jalan aja gitu, Mih?Mamih : Tidak ada dong sayang, 100juta pun kalau masih virgin dan biasanya sekali kencan tidak segitu.Ziva : Memangnya berapa, Mih?Mamih : Nemenin saja 2jut
Regan tahu jika perempuan kecil itu akan menjual diri kepada salah satu mamih. Mendapat informasi itu membuat Regan segera mengcalling pihak mamih agar tak berbuat aneh-aneh kepada Ziva dan menyuruh Ziva untuk melayaninya sebagai pelanggan.Memiliki banyak uang membuat Regan bisa melakukan apapun saat ini. Ia pun sudah membayar mamih sebanyak-banyaknya agar Ziva tak diberikan kepada pria lain nantinya.Dan Regan pun mengatur tempat pertemuan di hotel paling mahal dan mewah. Regan ingin menjadikan momen pertamanya dengan Ziva di tempat terbaik meski dengan keadaan tidak baik.Tepat saat pintu hotel dibuka, Regan mencium aroma tubuh Ziva yang memang begitu khas itu. Regan merasa sakit kala mendengar Ziva menyapa dengan suara terbata, dan tak kuat membuat Regan berbalik badan untuk melihat wajah Ziva.Hal pertama melihat Ziva berdandan seperti itu membuatnya sangat takjub karena sangat begitu cantik. Bahkan kedua gundukan besar itu begitu menonjol sempurna.
Regan sebisa mungkin bersikap biasa saja saat ini. Dan tampak terlihat enggan dengan Ziva meski hasratnya benar-benar tersiksa luar biasa.“Tadi sudah aku katakan sama kamu. Utang Papamu dan kamu atas klinik ini, dan denda penalty atas pelayanan yang buruk.”Ziva memegang kepalanya yang membuat Regan khawatir tapi ia enggan menunjukkannya. Kepala Ziva rasanya ingin pecah banyak utang seperti ini. Padahal ia tak pakai uangnya sedikitpun tapi kenapa banyak utang, sih.“Nih kalau tidak percaya.” Regan melempar kertas pembayaran administrasi klinik yang sudah dipalsukan olehnya. Regan menyuruh pihak klinik untuk membuat catatat totalan saja di ms.word dan diprint.Membuka itu membuat Ziva malas membacanya. Apalagi angka 0 yang banyak itu semakin membuatnya pusing.“Ayo pulang dan segera pulihkan tubuhmu supaya bisa melayaniku dengan baik.”Ziva hanya memutarkan bola matanya jengah mendengar Regan yang selalu m
Setelah lima hari kerja, kini Regan mengajak Ziva dan keluarganya untuk berkunjung ke makam Celine. Regan ingin melakukan ziarah ke makam perempuan yang dulu sempat dekat dengannya. Regan ingin memperbaiki semua agar hidup kedepannya lebih enak.Dan, kini di sinilah Regan bersama sang keluarga saat ini. Mengunjungi makan Celine sambil mendoakan untuk perempuan itu. Regan bahkan mengucapkan permintaan maaf terus karena menuruti keinginan Celine saat itu. Meski semua telat, namun pria itu tetap saja merasa bersalah.“Tidak usah disesali, sayang. Semua itu sudah pilihan Kak Celine.” Kini Ziva mengusap punggung sang suami—mencoba menenangkan dan menguatkan jika apa yang terjadi untuk pembelajaran ke depannya.Regan tersenyum tipis, ia pun menggenggam telapak tangan Ziva erat. “Celine, kini aku sudah hidup bahagia bersama adikmu. Bahkan kita berdua sudah dikaruniai anak yang sangat menggemaskan. Namanya Abbizar, dia anak yang lucu. Andai kamu
Regan dan Ziva kini pergi ke kantor unit agama untuk meluruskan semua data pernikahannya yang sangat berantakan. Semua itu disebabkan oleh Regan, dan pria itu kini sangat begitu gentle untuk menangani dan bertanggung jawab atas semua perbuatannya di masa lalu.Seluruh keluarga Abimana, dan kedua orangtua Ziva pun ikut mengantar anak-anak mereka yang akan meresmikan hubungan pernikahan ini ke tahap yang lebih kuat lagi.Jika selama ini mereka berdua hanya resmi menjadi suami istri yang sah di mata agama, kini mereka akan meresmikan agar sah di mata negara—terlebih Abbizar saat ini membutuhkan akta kelahiran.“Boleh nikah ulang enggak?” tanya Ziva, berbisik.Regan mengerutkan kening bingung. “Maksudnya?”“Kan, selama ini kita nikah siri, jadi biar tambah sah lagi aku pengin kita nikah ulang di sini. Kamu melakukan ijab qobul lagi di sini. Lagian kemarin nikah pakai data yang salah, dan enggak ada persiapan
Ziva kini sudah dipindahkan kembali ke ruang rawat inapnya bersama sang bayi. Bahkan, Ziva merasa takjub melihat tembok kamar rawat inapnya terdapat beberapa balon yang menempel disertai tulisan sambutan untuk sang anak.“Ini siapa yang dekor?” tanya Ziva.“Bunda sama Mama,” jawab Regan.“Mama sudah sampai sini?”“Iya, mereka lagi pada makan di kantin rumah sakit. Katanya laper pas nungguin kamu lama di ruangan bersalin tadi.”Ziva tersenyum meringis mendengar penjelasan dari Regan. “Iya, tadi jahitan dulu. Terus aku IMD, habis itu dicek dan diperiksa ke seluruh tubuh—memastikan tidak terjadi apa-apa.”“Terus sekarang sudah sehat gitu?”“Iya sehat, tapi seluruh badanku pegal semua.”Kini Regan membantu Ziva dari kursi roda menuju ke ranjang rawat inapnya. Perawat yang mendorong box bayi itu langsung pamit pergi setelah tugasnya selesai.
Pilihan untuk menginap di rumah sakit sudah sangat tepat. Hal yang ditakutkan oleh Maya bahkan kini terjadi. Menantunya—Ziva—mengalami kontraksi berulang—hingga akhirnya dia mengalami flek. Hal itu langsung dilaporkan oleh Maya agar diperiksa oleh dokter yang ternyata sudah memasuki pembukaan satu.Maya terus memijit pinggang Ziva yang merasakan pegal luar biasa. Menantunya terus menangis tersendu-sendu karena merasakan sakit sekaligus mulas yang sangat luar biasa hebat. Bahkan Ziva merasakan lima menit sekali perutnya terasa mulas yang amat begitu mulas.“Tarik napas, ya,” kata Regan, pria itu kini bahkan membolos kerja karena dari semalam istrinya sudah merasakan tidak enak—hingga membuat Ziva tidak bisa tidur dan memilih berjalan mondar-mandir seperti setrikaan.Dan, benar saja pas pagi dia mengalami flek saat ingin buang air kecil—hingga akhirnya dinyatakan sudah pembukaan satu. Namun, Ziva menolak saat dokter ingin
Saat ini di rumah Maya sedang ada tukang untuk merenovasi kamar yang tidak digunakan untuk menjadi kamar cucunya nanti. Maya sibuk bertemu arsitek untuk mendekor kamar calon cucunya itu. Tak lupa juga dia sibuk bertemu desain interior agar kamar cucunya menjadi begitu bagus, nyaman, dan sempurna.Maya pun setuju untuk menggabungkan dua ruangan menjadi satu. Semua ini tentu saja atas ide sang arsitek karena memang Maya menginginkan kamar yang luas untuk calon cucunya. Jadi, di dalam ruangan kamar itu akan ada konsep untuk area bermain bayi dan tempat duduk santai sang ibu jika sedang menyusui. Maya ingin memberikan kenyamanan sang cucu dan menantunya.“Bun, apa enggak terlalu besar kamarnya jika dua ruangan itu digabung?” tanya Ziva, tidak enak hati karena anaknya akan disambut begitu berlebihan oleh keluarga Regan.“Tidak sayang, ini sudah cocok untuk kamu dan cucuku nanti. Jadi dia bisa tidur dan bermain nanti di kamar. Soalnya bayi usia enam
Malam ini Ziva tengah merendam kakinya yang bengkak dengan air hangat yang dicampur garam. Entah ini mitos atau fakta yang pasti ia hanya mengikuti saran dari sang mama.“Gimana? Sudah kempes?” tanya Regan, memastikan jika kaki sang istri akan kempes dalam waktu seketika.“Belum.”Regan mengangguk-angguk dengan tangan yang sibuk memegang ponsel. Pria itu tengah mencari tahu semua keluhan yang dialami wanita hamil di internet. Regan membaca-baca soal keluhan itu hingga menemukan kasus yang serupa—yang dialami sang istri.“Kata internet itu hal yang wajar sayang. Di sini dijelaskan karena adanya peningkatan cairan dan darah yang diproduksi.”Ziva hanya tersenyum lembut mendengar semua penuturan dari sang suami. Pasalnya hal itu sudah dijelaskan secara mendetail oleh dokter kandungannya. Dan, Ziva pun sudah mendapatkan solusi dari dokter kandungan agar posisi tidur lebih tinggi kaki dibanding kepala. Namun, na
Hari ini adalah hari yang begitu spesial untuk Ziva. Hari yang sudah sangat dia tunggu-tunggu sejak tiga bulan yang lalu. Ya, karena hari ini adalah jadwal kepulangan suaminya dari dinas luar kota. Ziva bahkan merasa deg-degan sendiri saat mendengar telepon bunda Maya dengan Regan yang mengatakan sudah sampai bandara dan sedang dalam perjalanan ke rumah.Entah kenapa ia merasa seperti anak ABG yang baru merasakan jatuh cinta. Hatinya deg-degan, bahkan kedua telapak tangannya dingin, perasaannya sangat gugup.“Kamu kenapa gugup begitu?” tanya Maya, tersenyum penuh arti.“Deg-degan, Bun,” jawab Ziva jujur.“Gugup mau ketemu misua, hm?” ledek Maya, terkekeh.Ziva langsung mesam-mesem sendiri mendengar ledekan sang bunda. Terlebih ibu mertuanya itu sangatlah paham bahasa anak-anak muda zaman sekarang. Awalnya Ziva terkejut, namun saat melihat interaksi ibu mertuanya dengan para teman-temannya di mall yang mengobrol d
Ziva pikir jika ucapan suaminya waktu itu hanya bercanda semata atau ajang balas dendam karena ulahnya. Namun, ternyata dia benaran ingin bekerja selama tiga bulan ke luar kota.Ada kesedihan yang mendalam di lubuk hatinya saat ini. Terlebih ia saat ini sedang membantu mengemasi beberapa pakaian kerja sang suami untuk dibawa ke kota Malang besok pagi.Melihat suaminya selesai telepon dengan sekertarisnya membuat Ziva tersenyum getir. Regan langsung duduk di pinggiran ranjang sambil sibuk mengotak-atik ponselnya saat ini. Ziva yang melihat itu langsung menghampiri dan segera memeluknya erat.“Aku pasti akan kangen banget sama kamu,” ucapnya lirih.Regan pun langsung menjatuhkan ponselnya di atas ranjang. Ia segera membalas pelukan sang istri. Mengusap punggungnya dengan sangat lembut. “Aku juga pasti akan lebih kangen.”“Jangan selingkuh! Jangan lupain aku! Awas aja kalau ketahuan main sama perempuan lain. Aku enggak ma
Hampir satu mingguan ini sifat Ziva sangatlah manja kepada Regan. Terlebih perempuan itu merengek terus menerus agar keinginannya untuk makan nasi padang akan segera dikabulkan. Namun, pikiran Ziva salah. Pria itu justru tidak mewujudkannya dengan dalih itu hanya mitos saja jika anaknya kelak akan ileran.Masih dengan wajah yang cemberut, Ziva masih memunggungi posisi Regan yang duduk di sampingnya.“Sudahlah Regan turutin saja keinginan istrimu,” dukung Maya.Ziva mengangguk-angguk menyetujui ucapan ibu mertuanya. Lain hal dengan pria itu yang justru menggeleng kuat.“Warung nasi padang banyak, Bun. Ngapain jauh-jauh ke kota Padangnya. Di Jakarta juga banyak.”“Tuh, kan, Bun! Anak Bunda ini kurang peka.” Ziva kembali merajuk dan terus mencari bala dukungan dari Maya yang selalu memihaknya. “Biarin aja nanti anaknya ileran. Kalau pergi kemana-mana anaknya ngiler sampai panjang lima meter. Dia juga nanti yan