Di tempat lain Regan tampak mengepalkan tangan begitu kuat kala mendengar semua niat buruk Miko. Apalagi mendengar Miko akan membantu proses perceraian dirinya dengan Ziva. Memang ini hanya pernikahan status, tapi Regan tidak suka kala urusan pribadinya diikut campuri oleh orang lain seperti ini.
Melihat jam kuliah Ziva yang sebentar lagi selesai membuat Regan segera bergegas ke kampus untuk menjemput istri kecilnya itu. Regan tidak ingin jika Ziva dimonopoli oleh Miko.
Saat menjalankan mobil pun Regan mencengkram setir dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Regan marah kala mendengar Miko ingin memberikan obat rangsangan kepada Ziva. Entah kenapa mendengar itu membuat hati Regan tak terima bahkan panas.
Tepat sampai di kampus, mata Regan langsung menyusuri keberadaan Ziva. Ia pun langsung mengirim pesan kepada orang suruhannya untuk mengecek keberadaan Ziva atau Miko saat ini.
Mendengar Miko sedang ada kelas membuat Regan bernapas lega. Artinya istri kecilnya sedang sendirian. Regan tinggal menunggu sabar Ziva keluar kampus.
Saat akan turun dari mobil, mata Regan menangkap sosok Ziva yang sedang berjalan keluar kampus sambil meringis kepanasan. Regan melihat wajah Ziva yang sangat pucat itu. Bahkan bibir merah ranumnya yang Regan lihat sangat tampak putih.
Regan langsung memanggil nomor kontak Ziva, dan seperti dugaannya jika teleponnya hanya dilihat saja tanpa dijawab.
Terpaksa Regan keluar mobil dan berjalan cepat ke arah Ziva yang sedang berjalan menuju fakultas teknik yang artinya akan menuju Miko.
Regan langsung menarik lengan Ziva dari belakang yang membuat sang empu langsung terkejut.
“Astaga.”
“Mau kemana?”
“Lho, kenapa kamu ada di kampus?” mata Ziva tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Pasalnya Ziva tak suka jika pria menyebalkan ini berkunjung ke kampus yang pasti nanti akan menimbulkan berita heboh.
“Pulang.”
“Aku ada perlu.”
“Pulang atau nanti kamu menyesal.”
“Apa sih ancam-ancam begitu.”
Ziva tetap tak menghiraukan ancaman Regan. Yang dibutuhkan hanya segera ke fakultas teknik untuk menemui Miko-nya.
Baru berbalik arah, tangan Regan langsung menarik Ziva paksa dan menyeret ke mobilnya. Untungnya keadaan kampus sedang sepi karena kebanyakan lagi dalam kelas. Hanya kelas Ziva saja yang selesai lebih awal.
“Lepasin, Regan apaan sih. Aku bukan Kak Celine,” seru Ziva lantang.
Regan berhasil memasukkan Ziva ke dalam mobil. Ia sendiri langsung berputar ke arah kemudi dan segera melajukan menuju ke rumah bundanya. Pasti Ziva akan selalu menurut jika di depan bundanya. Di apartemen sepertinya akan berbahaya untuk kedepannya. Buktinya saja Ziva pernah kabur di pagi buta.
“Ceraikan aku! Rasanya aku nggak kuat hidup seperti ini,” teriak Ziva di dalam mobil sambil menangis. Sebelum berurusan dengan Regan, hidup Ziva baik-baik saja dan sangat bahagia karena ada Miko. Tidak seperti ini banyak tuntutan.
“Kamu tahu dong, kita kan sedang diberitakan honeymoon ke Singapore.”
“Persetan! Aku nggak peduli soal itu. Aku pokoknya minta cerai!”
Ckiiiiiiiiiiiittt.
Dug!
Ziva langsung terjedud ke dashboar mobil karena tidak menggunakan seatbelt. Suara rengekan dan tangisan pun keluar dari mulut Ziva yang membuat Regan merasa bersalah.
“Maaf,” lirih.
“Hiks … dasar iblis neraka!” teriak Ziva lantang dan memukul dada Regan dengan brutal. Bahkan ia sangat emosi sekali dengan pria menyebalkan ini.
Mendapat serangan bertubi-tubi membuat Regan diam dan memegang lengan Ziva kuat. Saat sudah dipegang kuat oleh tangan Regan, Ziva hanya berontak untuk dilepaskan.
“Lepas iblis neraka!” teriaknya lantang.
Regan melepaskan cekalan itu dan melihat apa yang akan dilakukan oleh perempuan kecilnya. Mendapat kesempatan membuat Ziva keluar mobil dan berlari sejauh mungkin meski kepalanya sangat pusing.
Melihat sikap keras kepala Ziva membuat Regan berputar otak agar istri kecilnya akan kembali dan memohon kepadanya sambil berlutut.
“Jangan panggil Regantara Abimana kalau tidak bisa membuat perempuan kecil itu bertekuk lutut,” gumamnya sambil mengepal kuat.
Lain hal dengan Ziva yang berjalan di trotoar sambil menangis. Ponselnya terus berdering yang membuat Ziva penasaran.
Keningnya mengerut kala papanya menelepon sebanyak itu. Ziva segera mengangkat panggilan papanya sambil mengusap air mata yang terus mengalir.
“Halo, Pa.”
“Zivaaaaa.”
Ziva terkejut kala mendengar suara sang papa yang begitu bergetar, kenapa feelingnya jadi tak enak seperti ini.
“Papa kenapa?”
“Papa dipecat dan dituntut oleh Regan. Kalau hari ini tak melunasi utang katanya Papa akan dimasukkan penjara dengan kasus penggelapan dana perusahaan. Zivaaaa ….”
Entah kenapa masalah kehidupannya semakin pelik dan susah saja semenjak kematian Kak Celine dan kenal dengan sosok Regantara Abimana itu.
“Halo Ziva.”
“Iya, Pa.”
“Kamu bisa bantuin Papa nggak? Kamu bujuk Regan untuk cabut tuntutannya itu. Kamu tahu sendiri kalau Papa utang itu untuk biaya sekolah Celine, kuliah Celine, dan dilanjut ke kamu. Sekarang Celine sudah nggak ada, jadi Papa bingung harus minta tolong sama siapa.”
“Paa ….” Ziva langsung menangis dan suaranya begitu bergetar. “Papa tenang aja, pokoknya nanti Ziva cari uang untuk melunasi itu semua. Jika Papa dipecat itu hal bagus kan? Jadi kita bebas dari keluarga Abimana.”
“Tapi hari ini Ziva, sebelum jam 12 malam.”
“Iya, Pa. Pokoknya Papa tenang aja. Ziva akan usaha terlebih dulu. Bye Pa.”
Ziva mematikan sambungan telepon papanya. Kepalanya semakin sakit saja mendengar berita mengejutkan ini. Ternyata ancaman pria menyebalkan itu benar-benar nyata.
Kali ini benar-benar Ziva merasa buntu. Ia tidak sudi jika harus meminta bantuan Regan apalagi harus mengemis kepada pria menyebalkan itu. Sudah pasti akan besar kepala.
Ziva meminta bantuan Miko untuk meminjam uang sebesar 100 juta rupiah, namun kekasihnya tidak memiliki uang sebanyak itu karena ATM milik Miko dibatasi oleh papanya.
Merasa frustasi membuat Ziva menelepon Idhar untuk meminta nomor seseorang.
“Halo Idhar.”
“Eh Ziva. Ada apa nih tumben.”
“Gue …. “ Entah kenapa Ziva merasa ragu sekali saat ini. Ia juga bingung harus mencari uang sebesar itu kemana sebelum jam 12 malam nanti. Sialan iblis neraka. “Minta nomor Mamih dong, lo punyakan?”
“Hah, Ziva lo lagi mabuk, ya?”
“Enggak, gue sadar kok.”
“GILA! Buat apa woy! Itukan buat ayam kampus yang suka kontekan sama mamih.”
“Gue butuh Har.”
“Va ….”
“Please … tapi jangan bilang sama Miko, ya.”
Tak ada jawaban dari Idhar. Pasalnya yang disebut mamih ini merupakan orang yang suka menyalurkan para mahasiswa kepada om-om yang butuh servis dari luar.
“Oke, gue kirim.”
“Sekarang, ya.”
“Hmm.”
“Makasih banyak, Har.”
Ziva menangis, dan ponselnya bergetar sejenak yang menandakan jika Idhar telah mengirimkan nomor mamih. Ziva rasanya sudah bingung dengan hidup ini. Semoga saja setelah ini ia tidak berurusan lagi dengan yang namanya Regantara Abimana.
Masih ragu untuk menghubungi mamih membuat Ziva menangis. Pasalnya ia ingin sekali memberikan mahkota miliknya untuk Miko jika sudah menjadi suaminya nanti. Ziva merasa berdosa sekali bermain api di belakang Miko seperti ini.Dengan tangan gemetar Ziva menghubungi mamih untuk menanyakan job.Ziva : Halo, Mih, ini Ziva anak kampus X. Mau tanya ada job nggak, ya?Tak membutuhkan waktu lama pesan Ziva dibalas dan kini tengah menunggu balasan mamih yang sedang mengetik.Mamih : Selalu ada, mau yang tarif berapa?Ziva : 100 juta satu hari, Mih.Mamih : Waduh, kalau ini servis berat dong.Ziva : Yang gimana, Mih? Nemenin aja kan?Mamih : Tidak sayang, yang pasti melayani di atas ranjang kalau uang segini.Ziva : Nggak ada yang cuma nemenin jalan-jalan aja gitu, Mih?Mamih : Tidak ada dong sayang, 100juta pun kalau masih virgin dan biasanya sekali kencan tidak segitu.Ziva : Memangnya berapa, Mih?Mamih : Nemenin saja 2jut
Regan tahu jika perempuan kecil itu akan menjual diri kepada salah satu mamih. Mendapat informasi itu membuat Regan segera mengcalling pihak mamih agar tak berbuat aneh-aneh kepada Ziva dan menyuruh Ziva untuk melayaninya sebagai pelanggan.Memiliki banyak uang membuat Regan bisa melakukan apapun saat ini. Ia pun sudah membayar mamih sebanyak-banyaknya agar Ziva tak diberikan kepada pria lain nantinya.Dan Regan pun mengatur tempat pertemuan di hotel paling mahal dan mewah. Regan ingin menjadikan momen pertamanya dengan Ziva di tempat terbaik meski dengan keadaan tidak baik.Tepat saat pintu hotel dibuka, Regan mencium aroma tubuh Ziva yang memang begitu khas itu. Regan merasa sakit kala mendengar Ziva menyapa dengan suara terbata, dan tak kuat membuat Regan berbalik badan untuk melihat wajah Ziva.Hal pertama melihat Ziva berdandan seperti itu membuatnya sangat takjub karena sangat begitu cantik. Bahkan kedua gundukan besar itu begitu menonjol sempurna.
Regan sebisa mungkin bersikap biasa saja saat ini. Dan tampak terlihat enggan dengan Ziva meski hasratnya benar-benar tersiksa luar biasa.“Tadi sudah aku katakan sama kamu. Utang Papamu dan kamu atas klinik ini, dan denda penalty atas pelayanan yang buruk.”Ziva memegang kepalanya yang membuat Regan khawatir tapi ia enggan menunjukkannya. Kepala Ziva rasanya ingin pecah banyak utang seperti ini. Padahal ia tak pakai uangnya sedikitpun tapi kenapa banyak utang, sih.“Nih kalau tidak percaya.” Regan melempar kertas pembayaran administrasi klinik yang sudah dipalsukan olehnya. Regan menyuruh pihak klinik untuk membuat catatat totalan saja di ms.word dan diprint.Membuka itu membuat Ziva malas membacanya. Apalagi angka 0 yang banyak itu semakin membuatnya pusing.“Ayo pulang dan segera pulihkan tubuhmu supaya bisa melayaniku dengan baik.”Ziva hanya memutarkan bola matanya jengah mendengar Regan yang selalu m
Mereka berdua pun turun tangga dengan tangan saling bergandengan hingga membuat Maya tersenyum lebar.“Bunda iri melihat keromantisan kalian berdua.”Regan tersenyum dan menarik kursi untuk Ziva. Regan sendiri duduk di samping Ziva dan mengambilkan makan untuk Ziva.“Ziva lagi sakit, Yah. Biasalah.” Regan sengaja membuka suara terlebih dulu karena melihat tatapan penasaran yang diperlihatkan oleh Narendra.Mendengar penjelasan anaknya membuat Narendra Abimana mengangguk paham. “Jangan keseringan dikerjain lah. Kasihan nanti gampang sakit. Ziva kan masih kuliah juga.”“Ziva yang mau.”“Ayah nggak yakin.”Ziva masih nggak tahu kedua orang itu sedang membahas apa. Apalagi namanya dibawa-bawa segala.“Makan yang banyak sayang,” kata Maya saat ingin mengambilkan lauk pauk untuk Ziva.“Ini udah cukup kok Bunda.”Dan kini keluarga Abimana
Ziva langsung menelepon Miko dan panggilannya langsung diangkat.“Honey … aku punya salah, ya, sama kamu? Aku minta maaf honey, aku benar-benar nggak punya uang sebanyak itu. Uang di ATM aku cuma 50juta aja.”“Mikoo ….”Terdengar suara tangisan Ziva karena bisa mendengar suara sang kekasih. Rasanya sangat senang juga merasa bersalah karena dirinya menjual diri kepada seseorang.“Honey, kamu kenapa? Kamu kenapa nangis, hmm?”“Aku kangen. Kangen banget.”“Kamu katanya cuti dua minggu, ya? Kenapa? Kamu sakit?”“Miko, aku pengin ketemu tapi nggak tahu cara keluar rumahnya bagaimana.”“Lho, sekarang kamu di mana, hmm?”“Lagi di rumah orang tua Regan. Setiap aku ingin keluar Bundanya mau ikut.”“Shit!” umpat Miko dari seberang telepon. “Kamu izin saja ke rumah orang tuamu. Nanti aku kesana dan
Mendapat informasi semuanya membuat Regan langsung meluncur ke kosan Rio. Ya, selama ini Rio bekerja dengannya sebagai mata-mata untuk mengawasi hubungan Miko dan Ziva. Pintar bukan seorang Regantara Abimana ini. Dia berhasil menyusupkan orang terdekat Miko untuk selalu mengorek dan mengirim info tanpa dicurigai oleh kedua targetnya itu.Jangan remehkan Klan Abimana yang memiliki otak cerdas ini, dan sangat dominan dalam hidup seseorang. Bahkan Klan Abimana tidak sudi jika miliknya disentuh orang lain, dan semua itu tentu akan membuat murka luar biasa.Setelah sampai di depan gerbang kos-kosan Rio. Regan tak turun dan memilih di dalam mobil saja saat ini. Ia bahkan ingin sekali segera menyeret Ziva keluar saat ini. Tapi demi kebaikan Rio juga informasi ke depannya. Regan tidak ingin gegabah dalam bertindak yang akan merugikan dirinya ini.Melihat kelakuan Ziva yang sulit menurut kepadanya membuat otak licik Regan bekerja dengan sangat cepat. Ia segera menelepon
Ziva yang masih lemas hanya menggeleng saja. Ia masih merasa syok dan takut. Tubuhnya juga terasa dingin.Merasa tubuh Ziva menggigil membuat Regan segera membopong istrinya untuk masuk ke rumah. Saat dibopong pun Ziva langsung mengalungkan tangannya otomatis. Matanya menatap wajah tegas Regan yang kalau dipikir-pikir tampan, tapi menyebalkan.“Lho kalian habis ngapain kenapa basah semua? Bukannya Ziva nggak bisa renang?” Maya heboh melihat Ziva basah kuyup digendongan Regan.Regan tak menjawab justru terus berjalan menuju ke lantai atas. Dia masuk kamar dan menuju ke kamar mandi. Regan meletakkan Ziva ke bathtub dengan gerakan pelan. Ia menyalakan air hangat dan mencoba membuka pakaian Ziva namun dicegah oleh Ziva cepat.“Jangan.”“Bisa buka sendiri?”Ziva mengangguk. Matanya masih menatap Regan yang masih saja berjongkok di samping bathtub.“Kamu enggak keluar?”Regan berdecak s
Jangan tanya perasaan Regan saat ini bagaimana. Yang pasti sangat tersiksa luar biasa melihat perempuan itu perlahan melucuti pakaiannya sendiri seperti itu.Mati-matian Regan berusaha bersikap tenang juga masa bodoh. Sebisa mungkin ia menunjukkan tidak membutuhkan cicilan ini agar Ziva semakin berusaha keras.Dan di saat Ziva menaiki ranjang serta duduk di pangkuannya membuat tubuh Regan merasakan gelenyar aneh dan sesuatu dirinya mulai panas terbakar.Matanya menatap ke manik mata Ziva yang tampak sayu itu. Gairahnya meningkat tanpa diminta, dan embusan napas Ziva bisa Regan rasakan di hidungnya.Tampak perempuan itu kebingungan, dan ekor mata Regan melihat dua gundukan besar yang menyembul di balik bra yang Ziva kenakan itu. Regan berusaha keras menahan birahinya yang benar-benar tak tahan ini.Terlebih Ziva masih duduk diam dan bingung. Regan yang gengsi hanya bisa menahan hasrat birahi dengan wajahnya yang datar.“Regan, aku mau c
Setelah lima hari kerja, kini Regan mengajak Ziva dan keluarganya untuk berkunjung ke makam Celine. Regan ingin melakukan ziarah ke makam perempuan yang dulu sempat dekat dengannya. Regan ingin memperbaiki semua agar hidup kedepannya lebih enak.Dan, kini di sinilah Regan bersama sang keluarga saat ini. Mengunjungi makan Celine sambil mendoakan untuk perempuan itu. Regan bahkan mengucapkan permintaan maaf terus karena menuruti keinginan Celine saat itu. Meski semua telat, namun pria itu tetap saja merasa bersalah.“Tidak usah disesali, sayang. Semua itu sudah pilihan Kak Celine.” Kini Ziva mengusap punggung sang suami—mencoba menenangkan dan menguatkan jika apa yang terjadi untuk pembelajaran ke depannya.Regan tersenyum tipis, ia pun menggenggam telapak tangan Ziva erat. “Celine, kini aku sudah hidup bahagia bersama adikmu. Bahkan kita berdua sudah dikaruniai anak yang sangat menggemaskan. Namanya Abbizar, dia anak yang lucu. Andai kamu
Regan dan Ziva kini pergi ke kantor unit agama untuk meluruskan semua data pernikahannya yang sangat berantakan. Semua itu disebabkan oleh Regan, dan pria itu kini sangat begitu gentle untuk menangani dan bertanggung jawab atas semua perbuatannya di masa lalu.Seluruh keluarga Abimana, dan kedua orangtua Ziva pun ikut mengantar anak-anak mereka yang akan meresmikan hubungan pernikahan ini ke tahap yang lebih kuat lagi.Jika selama ini mereka berdua hanya resmi menjadi suami istri yang sah di mata agama, kini mereka akan meresmikan agar sah di mata negara—terlebih Abbizar saat ini membutuhkan akta kelahiran.“Boleh nikah ulang enggak?” tanya Ziva, berbisik.Regan mengerutkan kening bingung. “Maksudnya?”“Kan, selama ini kita nikah siri, jadi biar tambah sah lagi aku pengin kita nikah ulang di sini. Kamu melakukan ijab qobul lagi di sini. Lagian kemarin nikah pakai data yang salah, dan enggak ada persiapan
Ziva kini sudah dipindahkan kembali ke ruang rawat inapnya bersama sang bayi. Bahkan, Ziva merasa takjub melihat tembok kamar rawat inapnya terdapat beberapa balon yang menempel disertai tulisan sambutan untuk sang anak.“Ini siapa yang dekor?” tanya Ziva.“Bunda sama Mama,” jawab Regan.“Mama sudah sampai sini?”“Iya, mereka lagi pada makan di kantin rumah sakit. Katanya laper pas nungguin kamu lama di ruangan bersalin tadi.”Ziva tersenyum meringis mendengar penjelasan dari Regan. “Iya, tadi jahitan dulu. Terus aku IMD, habis itu dicek dan diperiksa ke seluruh tubuh—memastikan tidak terjadi apa-apa.”“Terus sekarang sudah sehat gitu?”“Iya sehat, tapi seluruh badanku pegal semua.”Kini Regan membantu Ziva dari kursi roda menuju ke ranjang rawat inapnya. Perawat yang mendorong box bayi itu langsung pamit pergi setelah tugasnya selesai.
Pilihan untuk menginap di rumah sakit sudah sangat tepat. Hal yang ditakutkan oleh Maya bahkan kini terjadi. Menantunya—Ziva—mengalami kontraksi berulang—hingga akhirnya dia mengalami flek. Hal itu langsung dilaporkan oleh Maya agar diperiksa oleh dokter yang ternyata sudah memasuki pembukaan satu.Maya terus memijit pinggang Ziva yang merasakan pegal luar biasa. Menantunya terus menangis tersendu-sendu karena merasakan sakit sekaligus mulas yang sangat luar biasa hebat. Bahkan Ziva merasakan lima menit sekali perutnya terasa mulas yang amat begitu mulas.“Tarik napas, ya,” kata Regan, pria itu kini bahkan membolos kerja karena dari semalam istrinya sudah merasakan tidak enak—hingga membuat Ziva tidak bisa tidur dan memilih berjalan mondar-mandir seperti setrikaan.Dan, benar saja pas pagi dia mengalami flek saat ingin buang air kecil—hingga akhirnya dinyatakan sudah pembukaan satu. Namun, Ziva menolak saat dokter ingin
Saat ini di rumah Maya sedang ada tukang untuk merenovasi kamar yang tidak digunakan untuk menjadi kamar cucunya nanti. Maya sibuk bertemu arsitek untuk mendekor kamar calon cucunya itu. Tak lupa juga dia sibuk bertemu desain interior agar kamar cucunya menjadi begitu bagus, nyaman, dan sempurna.Maya pun setuju untuk menggabungkan dua ruangan menjadi satu. Semua ini tentu saja atas ide sang arsitek karena memang Maya menginginkan kamar yang luas untuk calon cucunya. Jadi, di dalam ruangan kamar itu akan ada konsep untuk area bermain bayi dan tempat duduk santai sang ibu jika sedang menyusui. Maya ingin memberikan kenyamanan sang cucu dan menantunya.“Bun, apa enggak terlalu besar kamarnya jika dua ruangan itu digabung?” tanya Ziva, tidak enak hati karena anaknya akan disambut begitu berlebihan oleh keluarga Regan.“Tidak sayang, ini sudah cocok untuk kamu dan cucuku nanti. Jadi dia bisa tidur dan bermain nanti di kamar. Soalnya bayi usia enam
Malam ini Ziva tengah merendam kakinya yang bengkak dengan air hangat yang dicampur garam. Entah ini mitos atau fakta yang pasti ia hanya mengikuti saran dari sang mama.“Gimana? Sudah kempes?” tanya Regan, memastikan jika kaki sang istri akan kempes dalam waktu seketika.“Belum.”Regan mengangguk-angguk dengan tangan yang sibuk memegang ponsel. Pria itu tengah mencari tahu semua keluhan yang dialami wanita hamil di internet. Regan membaca-baca soal keluhan itu hingga menemukan kasus yang serupa—yang dialami sang istri.“Kata internet itu hal yang wajar sayang. Di sini dijelaskan karena adanya peningkatan cairan dan darah yang diproduksi.”Ziva hanya tersenyum lembut mendengar semua penuturan dari sang suami. Pasalnya hal itu sudah dijelaskan secara mendetail oleh dokter kandungannya. Dan, Ziva pun sudah mendapatkan solusi dari dokter kandungan agar posisi tidur lebih tinggi kaki dibanding kepala. Namun, na
Hari ini adalah hari yang begitu spesial untuk Ziva. Hari yang sudah sangat dia tunggu-tunggu sejak tiga bulan yang lalu. Ya, karena hari ini adalah jadwal kepulangan suaminya dari dinas luar kota. Ziva bahkan merasa deg-degan sendiri saat mendengar telepon bunda Maya dengan Regan yang mengatakan sudah sampai bandara dan sedang dalam perjalanan ke rumah.Entah kenapa ia merasa seperti anak ABG yang baru merasakan jatuh cinta. Hatinya deg-degan, bahkan kedua telapak tangannya dingin, perasaannya sangat gugup.“Kamu kenapa gugup begitu?” tanya Maya, tersenyum penuh arti.“Deg-degan, Bun,” jawab Ziva jujur.“Gugup mau ketemu misua, hm?” ledek Maya, terkekeh.Ziva langsung mesam-mesem sendiri mendengar ledekan sang bunda. Terlebih ibu mertuanya itu sangatlah paham bahasa anak-anak muda zaman sekarang. Awalnya Ziva terkejut, namun saat melihat interaksi ibu mertuanya dengan para teman-temannya di mall yang mengobrol d
Ziva pikir jika ucapan suaminya waktu itu hanya bercanda semata atau ajang balas dendam karena ulahnya. Namun, ternyata dia benaran ingin bekerja selama tiga bulan ke luar kota.Ada kesedihan yang mendalam di lubuk hatinya saat ini. Terlebih ia saat ini sedang membantu mengemasi beberapa pakaian kerja sang suami untuk dibawa ke kota Malang besok pagi.Melihat suaminya selesai telepon dengan sekertarisnya membuat Ziva tersenyum getir. Regan langsung duduk di pinggiran ranjang sambil sibuk mengotak-atik ponselnya saat ini. Ziva yang melihat itu langsung menghampiri dan segera memeluknya erat.“Aku pasti akan kangen banget sama kamu,” ucapnya lirih.Regan pun langsung menjatuhkan ponselnya di atas ranjang. Ia segera membalas pelukan sang istri. Mengusap punggungnya dengan sangat lembut. “Aku juga pasti akan lebih kangen.”“Jangan selingkuh! Jangan lupain aku! Awas aja kalau ketahuan main sama perempuan lain. Aku enggak ma
Hampir satu mingguan ini sifat Ziva sangatlah manja kepada Regan. Terlebih perempuan itu merengek terus menerus agar keinginannya untuk makan nasi padang akan segera dikabulkan. Namun, pikiran Ziva salah. Pria itu justru tidak mewujudkannya dengan dalih itu hanya mitos saja jika anaknya kelak akan ileran.Masih dengan wajah yang cemberut, Ziva masih memunggungi posisi Regan yang duduk di sampingnya.“Sudahlah Regan turutin saja keinginan istrimu,” dukung Maya.Ziva mengangguk-angguk menyetujui ucapan ibu mertuanya. Lain hal dengan pria itu yang justru menggeleng kuat.“Warung nasi padang banyak, Bun. Ngapain jauh-jauh ke kota Padangnya. Di Jakarta juga banyak.”“Tuh, kan, Bun! Anak Bunda ini kurang peka.” Ziva kembali merajuk dan terus mencari bala dukungan dari Maya yang selalu memihaknya. “Biarin aja nanti anaknya ileran. Kalau pergi kemana-mana anaknya ngiler sampai panjang lima meter. Dia juga nanti yan