Beranda / Romansa / SWEET CAKE / Panggil Aku Hunter

Share

Panggil Aku Hunter

Penulis: Rusmiko157
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Seorang pria dengan setelan jas mahal tampak berjalan di samping Bram. Bukan pertama kali Zen melihat pria itu, karena sebelumnya dia pun pernah bertemu dengan pria tersebut.

“Sepertinya ini adalah transaksi besar The Demon. Jika tidak … maka tak mungkin pemimpin The Demon turun tangan sendiri untuk melakukan transaksi,” ujar Zen seraya menurunkan teropong dan berpaling ke arah Arthur.

“Maksud Anda … pria yang bersama dengan Bram adalah pemimpin The Demon?” Kening Arthur berkerut samar.

Selama ini, yang Arthur tahu pemimpin The Demon sangat menjaga kerahasiaan identitasnya. Tak hanya Arthur, orang-orang yang terlibat dalam bisnis serupa pasti tahu jika pemimpin kartel tersebut nyaris tak pernah terlihat. Tak ada yang tahu seperti apa wajah dan siapa sebenarnya orang nomor satu di kartel itu. Lalu, bagaimana Zen tahu jika orang yang bersama Bram adalah “The Demon” itu sendiri?

“Tepat sekali.” Zen menatap lurus pada Arthur.

“Bagaimana Anda bisa

Rusmiko157

Haloha, akhirnya Hunter muncul di sini juga. Btw, fyi ... Hunter ada di work aku yg lain, ya. Belum ... belum tayang! Nanti kalau sudah tayang pasti aku info. Selamat membaca, Love.

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Murni Aty
lanjutt thor..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SWEET CAKE   Mafia Roman Picisan

    Meninggalkan lokasi di mana pertikaian itu terjadi, Zen dan Arthur segera kembali ke motel. Sudah cukup lama sejak Bram meninggalkan dermaga. Mereka harus segera menyusul agar tidak terlalu jauh tertinggal.“Sepertinya kita harus bekerja lebih keras,” ujar Arthur setelah mematikan sambungan telepon.Anak buah Zen yang bersiaga di sekitar pelabuhan melihat kendaraan yang ditumpangi oleh Bram berbelok ke jalur yang berlawanan arah dengan jalur menuju perbatasan. Setelah mengikuti mobil itu dengan jarak aman, akhirnya dia dapat menyimpulkan bahwa Bram memang belum berniat kembali ke Meksiko.“Begitukah?” Zen yang hendak membuka pintu mobil, menghentikan apa yang dia lakukan lalu menoleh pada Arthur yang berada di samping sedan tua—kendaraan yang disewa oleh Arthur untuk melancarkan pekerjaannya.“Bram tidak menuju perbatasan. Bisa jadi dia sedang menuju markas The Demon untuk membahas masalah kegagalan transaksinya,” ujar Arthur, menjelaskan apa yang belum d

  • SWEET CAKE   What A Wonderful Night

    Bertahan beberapa saat di tepi jembatan, Zen akhirnya turun dari mobil. Tangan kanannya masih menggenggam pistol yang dia gunakan untuk meledakkan mobil Bram. Pria itu berdiri persis di pembatas jembatan yang telah runtuh. Kedua matanya menyorot tajam ke bawah, di mana kobaran api itu masih tampak menyambar-nyambar dengan ganas.“Aku sudah membalaskan dendammu, Sweet Cake. Tak ada yang perlu kau takutkan lagi di dunia ini. Aku akan selalu melindungimu,” gumam Zen, seolah kalimat yang terdengar seperti curahan hati itu meluncur tanpa kendali.Suara sirine polisi yang meraung-raung kian mendekat, memaksa Zen untuk segera berbalik dan masuk ke mobil. Dia harus segera meninggalkan tempat itu jika tidak ingin polisi setempat membuatnya repot.“Kemudikan mobilnya, Art,” perintah Zen pada Arthur, sementara dirinya duduk di kursi penumpang.Arthur segera berpindah posisi ke sisi kiri mobil dan duduk di balik kemudi. Sembari melajukan mobil

  • SWEET CAKE   Serangan Maha Dahsyat

    Dari kaca spion, Zen melihat ke belakang di mana Arthur tengah berusaha menyelesaikan masalah pribadinya. Sejenak lalu, Zen sempat berpikir bahwa mungkin saja di luar sana juga ada seorang anak yang di tubuhnya mengalir darah Aberdein. Sebagai seorang pria dewasa, tak bisa dielakkan lagi jika dia pun memiliki kebutuhan biologis yang perlu disalurkan. Dahulu, sebelum dirinya bersentuhan dengan dunia hitam, dia pun pernah mendekati wanita hanya untuk sekadar menyalurkan hasratnya sebagai seorang pria. Tidak … tentu saja Zen tak pernah menggunakan hati ketika mendekati wanita-wanita itu. Karena yang dia butuhkan hanyalah kepuasan yang diberikan oleh wanita-wanita tersebut.“Selamat malam, Tuan,” sapa penjaga yang bersiaga di halaman depan mansion.“Apa ada sesuatu yang perlu kuketahui selama aku tidak ada?” Zen membalas sapaan itu dengan pertanyaan.“Tidak ada hal penting yang terjadi, Tuan,” jawab penjaga itu.Tak

  • SWEET CAKE   Ini Aneh

    Mengalihkan pikiran dari hubungannya dengan Clint, Zen memusatkan perhatian pada Lea. Wanita yang baru saja disuntik dengan penawar racun itu masih tampak lelap dalam tidur panjangnya.“Penawar apa yang dia berikan? Kenapa tidak ada reaksi sama sekali?” keluh Zen yang tak melihat reaksi apa pun di tubuh Lea setelah penawar itu masuk ke tubuhnya.Pria itu bahkan membungkukkan badan, mendekatkan telinganya ke dada Lea untuk mendengarkan detak jantung si wanita. Namun sama sekali tidak ada yang berbeda. Oh, Zen … memangnya apa yang diharapkan pria itu saat melakukannya? Selama jantung Lea masih berdetak, itu artinya wanita tersebut masih hidup bukan?“Apa saja yang dia kerjakan hingga dini hari jika hasilnya tak memberikan reaksi apa pun seperti ini?” gerutu Zen.Pria itu berasumsi bahwa Clint bekerja hingga larut seperti yang dia lihat dalam tampilan kamera pengawas semalam adalah untuk membuat penawar racun. Hal ini membuat Z

  • SWEET CAKE   Family Man

    Rupanya tak hanya sekali itu saja Zen bersikap hangat terhadap Zac. Semakin hari justru Zen dan Zac semakin dekat. Bahkan sudah beberapa hari ini Zen selalu mengajak Zac bermain hingga berkeliling mansion. Sungguh, ini justru menjadi pemandangan yang sangat menakutkan. Pria yang sangat akrab dengan kekerasan dan kekejaman, mendadak memiliki sikap hangat seolah dia adalah tipe family man. “Kurasa ada yang salah dengan otak Zen. Apa kau memberinya makanan atau sesuatu yang meningkatkan kadar dopamin di dalam otaknya dengan pesat?” Clint yang berdiri di bawah pohon maple, bertanya pada Arthur yang berada di sisinya. Kedua mata pria itu menyorot pada pemandangan aneh di halaman belakang mansion yang terhubung dengan taman anggrek. Di mana seorang penjual senjata ilegal dan pembunuh berdarah dingin, tengah bermain lempar tangkap dengan seorang bocah laki-laki. Bagi yang tidak pernah mengenal Zen, pasti akan mengira bahwa mereka adalah ayah dan anak yang tengah menghabiskan libura

  • SWEET CAKE   Bisakah Disebut Definisi Cinta?

    Niat Zen untuk mengakhiri kesendiriannya dan membina rumah tangga selayaknya pria normal lain, tampaknya sudah sangat bulat. Pria itu kini sudah tidak menutupi lagi bagaimana perasaannya terhadap Lea. Injeksi kedua dari penawar racun yang diberikan Clint membuat pria itu menanamkan harapan yang tinggi untuk kesembuhan si wanita. Setiap hari, selama tiga hari terakhir ini Zen selalu mengajak Lea mengobrol seolah wanita itu dapat mendengarnya. Well, mungkin Lea memang bisa mendengarnya, namun wanita itu tak dapat memerikan respons apa pun.“Kapan injeksi ketiga akan dilakukan?” tanya Zen pada Clint yang baru saja menyuntikkan penawar tahap kedua.“Besok sudah bisa dilakukan jika tidak ada penolakan dari tubuh Lea. Reaksi tubuhnya untuk injeksi pertama kemarin kurang bagus.” Clint menoleh pada Zen yang menatap wanitanya dengan alis berkerut samar. “Awalnya tubuh Lea menolak penawar itu, meski akhirnya bisa menyesuaikan dengan obat yang kuberi

  • SWEET CAKE   Kejadian di Istal

    Usai mencekoki Zac dengan segala hal yang menyangkut pahit manis dunianya, Zen meminta bocah itu untuk menunggu di tumpukan jerami sementara dia menyiapkan Storm untuk berkeliling.“Kau tunggu di sini, sementara aku mempersiapkan Storm.” Zen menegakkan tubuh. Sebelum benar-benar berpaling, pria itu melihat sekali lagi pada Zac lalu berkata, “Jangan pergi ke mana pun, okay?”“Yes, Mr, Aberdein,” balas Zac dengan suara cadel.Jawaban itu membuat Zen memutar mata. Sudah berkali-kali dia bilang pada Zac untuk memanggilnya “uncle”, tapi bocah itu tidak mendengarkan dan justru memanggilnya “Mr. Aberdein” lagi seperti yang dikatakan Arthur.“Aku tahu ayahmu adalah Arthur, dan sangat bagus jika kau patuh padanya. Akan tetapi, aku lebih suka jika kau memanggilku ‘uncle’. Jadi jangan memanggilku seperti itu lagi. Kau mengerti?” Zen mengacak-acak rambut Zac.Anggukan kepala bo

  • SWEET CAKE   Pengkhianat yang Sesungguhnya

    Nyaris saja desing peluru terdengar menggema di kendang kuda itu, andai orang yang berada dalam bidikan Zen tidak menarik pria di sebelahnya dan menodongkan senjata api ke kepela pria tersebut.“Shoot me then I’ll shoot him,” ujar si pengkhianat.Dia adalah Robert, salah satu pekerja di peternakan itu yang memiliki tugas untuk membersihkan kandang kuda setiap harinya. Mari kita lihat, mengapa pria itu berkhianat.“Bagaimana sebuah jasad dapat menembak orang lain?” sarkas Zen tanpa menurunkan senapannya.Robert tertawa sumbang mendengar ucapan Zen, namun dia tak melepaskan pria yang dia sandera. Kakinya terus melangkah mundur, menjauh dari jangkauan pria-pria di sekitarnya.“Kesombonganmu memang tiada banding, Aberdein!” cibir Robert.Zen menatap Robert melalui bidikannya. Dia diam beberapa saat karena mengira Robert masih akan mengatakan sesuatu. Namun rupanya pria itu hanya terus menekankan moncong

Bab terbaru

  • SWEET CAKE   S2.30. What Family Means (The End)

    Sebuah mobil jeep melaju dengan guncangan yang terasa lumayan keras di jalan yang bagian kanan dan kirinya ditumbuhi rumput liar. Sruktur tanah yang tidak rata menjadi penyebabnya. Sehingga, jalanan yang sebenarnya landai itu menimbulkan efek guncangan yang amat terasa. “Aku heran, kenapa Zen tidak membangun tempat ini dengan lebih baik,” ujar Clint yang tak melepaskan tangan dari pegangan agar tidak terlempar keluar dari jeep saat terjadi guncangan. “Aku rasa … ini adalah ide Nyonya Lea, Dokter,” sahut Arthur sembari mengatur kecepatan agar mobil yang dia kemudikan tetap dapat melaju dengan stabil meski harus berkali-kali merasakan sensasi seperti akan terbalik. “Ah, kau benar!” Clint berpaling ke arah Arthur. “Wanita itu adalah kryptonite bagi Zen.” Pria itu lantas menggeleng lalu mengalihkan pandangan pada tanaman anggur yang sedang berbuah di sepanjang kanan dan kiri jalan. “Dari seorang bajingan yang kejam, sekarang menjadi petani anggur.

  • SWEET CAKE   S2.29. Humanity

    Keinginan Lea memang terdengar seperti perintah bagi Zen. Dan ya, Lea menginginkan mereka untuk memiliki keturunan. Setelah berhasil mengungkap apa yang dia inginkan di hadapan sang suami, wanita itu semakin memperjelasnya dengan mengatakan bahwa setidaknya dia ingin memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan.“Itu terdengar menyenangkan, Zen. Kelak kau bisa mengajari anak laki-laki kita berbisnis, untuk meneruskan tampuh kepemimpinan The Great Palace—no no no! Aku tidak akan mengizinkamu mengajarinya bisnis gelap. Cukup kau saja yang tersesat di sana. Aku tidak ingin anak-anakku ikut tersesat bersamamu.” Lea segera membenetengi ucapannya sebelum Zen menyela.Kemudian dia melanjutkan lagi apa yang dia ucapkan, karena memang belum selesai.“Lalu aku bisa mengajari anak perempuan kita untuk memasak, bermain musik, menanam bunga, dan menyulam. Kita bisa tinggal di rumah sederhana yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk masalah, t

  • SWEET CAKE   S2.28. Attention

    Melihat kedekatan Zen dan Zac membuat sudut hati Lea berdenyut. Ada rasa cemburu serta sedikit rasa terabaikan dengan pemandangan yang tersuguh itu.Semenjak kembali ke mansion beberapa waktu lalu, Zen bahkan belum menyentuh sesuatu yang lain selain Zac. Entah karena Zac yang merasakan kerinduan membuncah hingga tak ingin melepaskan Zen sedikit pun. Atau memang Zen yang merasa berat meninggalkan anak itu. Yang jelas, keduanya seperti tidak dapat terpisahkan.Lea memutar mata jengah sembari bernapas panjang dan dalam. Terdengar begitu berat. Sampai akhirnya wanita itu memutar badan, meninggalkan Zen dan Zac yang sedang bermain puzzle."Oh, yang benar saja?! Kenapa aku merasa cemburu pada Zac? Ayolah, Lea ... dia hanya anak kecil!"Dalam perjalanannya menuju kamar, Lea terus bergumam. Memarahi dirinya sendiri yang terlalu mudah cemburu oleh bocah laki-laki itu.Memasuki kamarnya, Lea berniat untuk segera membersihkan diri. Keringat berc

  • SWEET CAKE   S2.27. A Child

    Selama dalam perjalanan menuju mansion, Lea sama sekali tak melepaskan tangannya dari lengan Zen. Bahkan dia nyaris tidak pernah mengangkat kepalanya dari bahu sang suami.“Aku bersumpah aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi, Zen. Aku tidak akan sanggup hidup tanpa dirimu,” ungkap Lea seraya mendusal di dada Zen yang sengaja membuka tangan lalu meminta Lea untuk masuk dalam rengkuhannya.“Tidak akan, Sweet Cake. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” balas Zen.Melihat kemesraan Zen dan Lea, Arthur hanya bisa memalingkan wajah. Merutuki pikiran untuk memiliki seorang wanita yang dia cintai dan mencintai dirinya seperti sang tuan. Namun, sejenak kemudian, pria itu lantas menggeleng samar sambil memejamkan mata. Mengusir pemikiran yang dia rasa begitu konyol dan sangat bukan dirinya.Sayangnya … hal tersebut dapat dilihat oleh Zen. Apa yang dilakukan Arthur—menggeleng samar dengan wajah berpaling ke j

  • SWEET CAKE   S2.26. Detonator

    “Arthur!”Zen menjatuhkan lututnya di atas tanah, tepat di samping Arthur yang tergeletak dengan tubuh lemas. Ada perasaan tak bisa dimengerti yang bercokol di dalam dada pria tersebut. Kehilangan, kesedihan, kemarahan, semua bercampur menjadi satu hingga terasa begitu sulit untuk mengidentifikasinya sendiri.Matt bahkan menyusul dan berdiri di belakang Zen dengan raut cemas yang sama. Ingin menenangkan sang tuan, namun nyalinya tak cukup besar untuk melakukan hal itu. Dia tidak sama dengan Arthur yang sudah terasa seperti saudara sendiri oleh Zen. Matt hanyalah pengawal pribadi Lea yang selalu setia melindungi nyonyanya tersebut.“Aku tidak mengizinkamu mati hari ini, Art! Bangun, Keparat!” sentak Zen dengan raut panik saat melihat anak buahnya itu tidak berdaya.Sementara itu, beberapa meter darinya, Lea yang tergugu tampak berusaha untuk bangkit. Dengan tubuh gemetar dan wajah yang berlinang air mata berwarna kehit

  • SWEET CAKE   S2.25. The Shot

    “Tidak!”Lea menjerit sambil mengerutkan badan. Menyembunyikan wajah di bahu karena dia tidak akan sanggup melihat orang kepercayaan suaminya itu terkena tembakan yang berasal dari senjata di tangannya.Namun, rupanya hingga beberapa saat kemudian, tidak terdengar suara letusan senjata api. Lea juga tak merasakan entakan kuat seperti saat dirinya menembakkan senjata sebelumnya.Sampai beberapa waktu kemudian, Lea merasakan genggaman tangan Jonathan di tangannya mengendur. Disusul suara kekehan dari balik kepalanya.Jonathan terkekeh, kemudian melepaskan tangannya dari Lea. Entah apa yang pria itu lakukan, namun Lea merasa seperti baru saja mendapatkan napasnya kembali.“Aku tidak akan melakukannya untukmu, My Dear,” ucap Jonathan seraya memberi jarak antara tubuhnya dengan Lea. Berjalan mundur dua langkah dengan kedua tangan yang terselip di saku celana.“Tidak! Aku tidak bisa melakukannya.”

  • SWEET CAKE   S2.24. The Agreement

    Tarikan napas panjang yang dilakukan Jonathan membuat dagu tertutup jambangnya terangkat. Pada saat mengembuskannya kembali, Jonathan terlihat seperti seorang ayah yang lagi-lagi mendapatkan laporan atas ulah nakal yang diperbuat oleh anaknya. Dari kejauhan, Zen dapat melihat pria itu tersenyum. Tampak dari garis wajahnya yang terangkat serta matanya yang sedikit menyipit seolah tertarik ke atas. Kemeja mahal yang membungkus tubuhnya terlihat begitu elegan. Tak berselang lama kemudian, deru mesin beberapa kendaraan terdengar kian mendekat. Sampai pada akhirnya Zen dapat melihat beberapa Range Rover masuk satu persatu ke arena pacuan kuda, berjajar di sisi kanan dan kiri helikopter. Atau lebih tepatnya mengapit pria yang mereka sebut “Superior”, seolah ingin menegaskan betapa besar kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Jonathan Graham dari Ordo Messier. Berbeda dengan Zen, kali ini hanya ada dua mobil yang mengawal pria itu. Salah satunya adalah

  • SWEET CAKE   S2.23. Get the Party Started

    “Pesta dimulai!” gumam Zen seraya menginjak pedal gas secara perlahan, melajukan mobil yang dia kendarai menuju jalan raya.“Mereka mengikuti kita, Zen,” kata Lea seraya menoleh ke arah spion kanan di mana sebuah mobil terlihat berusaha mengejar laju mereka.Zen melirik spion dan dia juga melihat apa yang dilihat Lea, di mana sebuah mobil melaju zig zag seolah tak ingin kehilangan jejak.“Masih ada beberapa mobil lain di belakangnya,” kata Zen seraya mengarahkan pandangan pada jalanan di depan yang lumayan padat.“Kau yakin?” Lea berpaling sekilas ke arah Zen.“Kau akan mengetahuinya lagi nanti setelah kita tiba di St. Robert Avenue. Jalanan di sana sepi. Aku memprediksi mereka akan memblokade jalan kita di sana,” kata Zen.“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” Lea terlihat panik, cemas, khawatir, dan … takut.“Kau tenang saja. Aku sudah

  • SWEET CAKE   S2.22. The Big Day has Come

    Padang rumput yang membentang sejauh mata memandang, menampakkan beberapa bunga ilalang yang terbang terkena embusan angin. Beberapa kuda yang tampak berlari bebas saling berkejaran, seolah tak bertuan. Rumah kayu bercat putih yang terlihat begitu lengang, nyatanya menyembunyikan sepasang suami dan istri yang tengah bersiap untuk menghadapi hari besar.“Kau yakin tetap akan melakukannya?” tanya Zen kepada Lea saat wanita itu mengikat sabuk dengan sebuah revolver kecil pada pahanya.Lea menegakkan punggung seraya menurunkan bawahan gaun sutera panjang berwarna hitam yang memiliki belahan samping hingga setengah paha. Gaun model simple dengan tali spaghetti yang menggantung di bahu itu sungguh terlihat begitu elegan ketika melekat di tubuh proporsional Lea. Lipstik warna merah menyala yang memoles bibir wanita itu pun menambah kesan seksi dan berbahaya yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya merasa terintimidasi oleh Lea.Menarik na

DMCA.com Protection Status