"Ternyata anda masih mengenali saya." Bagas menatap Samuel dengan sorot mata kebencian.
"Anda, hahahahaha." Sameul tertawa mendengar panggilan Bagas kepadanya, seraya tersenyum kecut. "Apakah Irfan tidak pernah mengajarimu sopan santun."
"Diam! disini hanya ada anda dan saya, jangan bawa - bawa ayah saya yang sudah tenang di alam sana." Bagas mengepalkan tangannya, rasanya ingin sekali memukul wajah Samuel yang terlihat menyebalkan baginya.
"Saya lupa kalau Irfan sudah meninggal, lalu kamu mau apa? tidak perlu mengancam saya hanya untuk bertemu, kamu sudah bertemu dengan Kaila, mengapa tidak minta dia menyampaikan pesan kamu untuk kita bertemu, setidaknya, bertemulah di tempat yang lebih terhormat, bukan di toilet, selera kamu payah Bagas."
"Tempat ini cocok untuk orang seperti Anda, saya tidak pernah mengancam, tapi akan saya buktikan, keluargamu akan hancur, dimulai dari Tony."
"Ini antara kita berdua mengapa kamu bawa - bawa keluarga saya, Tony
"Tony Harsen, terima kasih sudah datang ke acara saya, oh iya, soal Adelia, anda lebih baik mundur saja secara terhormat, Adelia akan menikah dengan saya," ucap Bagas dengan nada yang santai namun pasti.Brak!!Suara meja di pukul Tony dengan kedua tangannya, seraya berdiri, menatap tajam Bagas, bibirnya menyeringai tawa kecut."Gue, nggak akan Mundur! lo memang bukan orang biasa, seperti yang gue kenal sebelumnya, tapi gue tidak pernah takut menghadapi lo, lo nggak akan bisa mendapatkan Adelia, karena nasib keluarga Adelia ada di tangan gue, Adelia akan menuruti apapun kemauan gue.""Maksud anda tentang nasib keluarga Adelia! soal saham perusahaan Om Danu."Wajah Tony seakan terkejut, bagaimana Bagas bisa tahu dengan pasti, apa yang menjadi senjata utamanya, yaitu saham perusahaan Danu, ayahnya Adelia.Bagas tersenyum dan meneruskan kalimatnya. "Sekali lagi saya tekankan, mundurlah secara terhormat daripada anda akan rugi sendiri.""
[Kai, Ayah sudah bertemu dengan Bagas, ia sangat marah kepada Ayah, namun ada hal yang membuat Ayah merasa sangat tertekan, Ibumu telah menyuruh orang mencelakakan orang tua Bagas, Ayah sedih, kalut, stres dan frustasi memikirkan semuanya, Kai sayang, maafkan Ayah, karena sudah merampas kebahagian Kai dulu bersama Bagas, demi Ayah Kai mengorbankan perasaan Kai, Ibu juga demi Ayah rela melakukan hal seperti itu, tapi Abangmu ia marah sama Ayah soal Adelia, entah bagaimana caranya membuat Abangmu mengerti.][Ibu! bagaimana bisa Ibu melakukan hal seperti itu Yah, Ya Allah (Kaila meneteskan air mata, mencoba mengatur napasnya yang terasa sesak) Ayah, lebih baik pulang ke Jakarta sekarang, soal Abang biarkan saja dulu, nanti juga reda marahnya, sekarang Abangnya kemana, Yah?][Abangmu sedang keluar. Kai, Ayah ingin sekali mengatakan semuanya kepada Bagas, tapi secara langsung itu tidak mungkin, Ayah terlalu naif bila mengakui segalanya, tapi bagaimana pun Bagas harus tahu,
Bagas dan Adam telah tiba di hotel, kini semua pegawai hotel yang berpapasan dengan Bagas membungkuk memberi hormat. Bagas meminta Adam untuk kembali ke kamar sendiri, karena dirinya akan menemui Adelia. Bagas dengan berjalan santai menuju kamar Adelia, setelah mengetuk pintu, tidak berapa lama, Sinta membukakan pintu dan mempersilakan Bagas untuk duduk. Mereka bertiga sedang menonton acara Televisi, Bagas ikut gabung bersama mereka, duduk disebelah Adelia. "Kalian sudah makan?" tanya Bagas memulai pembicaraan. "Belum," ucap Cindy yang menjawab lebih dulu. "Kalau begitu kita keluar untuk makan." "Kemana? tapi kita siap - siap dulu ya, masa pakai baju tidur," ucap Sinta. "Okay, kalau begitu aku tunggu diluar, untuk tempat terserah para Ladies ingin makan dimana?" Bagas keluar dari kamar, menunggu mereka berganti pakaian, ia merogoh ponselnya di saku celana, menelepon Syamsul, Winda dan Heni, untuk mengajaknya makan bersama. Awal
"Iya, bagi saya, kalian lebih dari teman, kalian sahabat saya sekaligus keluarga saya, ya sudah kalian habiskan makanannya, bila kurang kalian pesan lagi saja ya, ingat jangan ada kata malu, jangan ada kecanggungan," ucap Bagas seraya tersenyum."Malu sih nggak, palingan juga malu - maluin, apalagi si Syamsul tuh, pasti bakalan nambah dua piring lagi, liat aja masih muda, perut udah buncit kayak om - om" celetuk Heni menggoda Syamsul dan tertawa melihat ekpresi Saymsul.Suasana yang tadinya hanyalah hening seakan berbicara terasa sangat sungkan, kini kembali ramai karena Heni mulai dengan kekonyolannya."Eits, enak saja, ngatain kayak om - om, jangan - jangan...kamu sering main sama om - om, sampai tahu perutnya pada buncit," jawab Syamsul yang tidak mau kalah."Kok kamu tahu! aku sering main sama om - om, kadang bukan om - om lagi, tapi kakek - kakek. Mending main sama mereka daripada kamu mainnya sama sabun." Tawa Heni pecah seakan tak kuasa menahan gel
"Awalnya aku ingin membalas dendam karena keluarga mereka sudah jahat kepadaku, membuatku hidup sebatang kara, tapi yang bersangkutan sudah meninggal, hanya tersisa anak - anaknya, aku tidak mungkin melampiaskan dendamku kepada anak - anaknya, hanya saja aku akan mengambil kembali hak keluargaku. Sayang, aku akan meminta restu kepada Ayahmu, aku ingin melamarmu, Sayang.""Sayang, maaf ya, ini hanya sekedar saran dariku, bukan bermaksud ingin membuatmu marah atau berpikir aku tidak memihakmu." Adelia menghentikan kalimatnya, menatap Bagas, ingin tahu respon Bagas sebelum ia mengatakan apa yang menjadi ganjalan dihatinya."Kenapa aku harus marah, aku nggak akan marah, selama hal itu memang baik untukku, aku sangat menghargai saran darimu, katakan saja apa itu?""Jadi begini sayang, kamu selalu bilang ingin merampas kembali hak keluargamu, aku tahu jumlahnya tidaklah sedikit, tapi coba kamu pertimbangkan lagi, bukankah kamu selalu ingin tahu latar belakang permusuh
Bagas menyadari kalau Tony sepertinya tidak menyukai kehadirannya. Bagas juga sebenarnya, andai tidak mengenal Kaila, yang juga sahabat Adelia, Bagas tidak akan bersedia datang ke acara pemakaman musuh keluarganya. Setelah menemui Danu dan Indah ibunya Adelia, Bagas kembali menemui Kaila yang sedang bersama Cindy dan Sinta."Del, kalau bisa kamu temani Tony, menginap saja disini satu hari, sekalian temani Kaila juga, mereka sedang berduka." ucap Danu."Adelia tidak bisa Yah, Adel juga lagi nggak enak badan ingin istirahat dirumah," jawab Adelia memberi alasan yang sebenarnya ia baik - baik saja, namun kalau bukan alasan kesehatannya pasti ayahnya memaksa dan akan marah bila dibantah."Ya sudah kalau memang kamu sedang tidak vit, istirahat saja dulu, nanti kamu bisa kesini lagi, ingat temani Tony, dia itu calon suami kamu.""Kamu sedang sakit del, kalau begitu aku antar ke Dokter ya?" Tony mencoba mengambil kesempatan selagi sedang di depan kedua orang tua
Bagas menghentikan mobilnya, ia melihat ada satu mobil didepannya, keluar dua orang pria dari mobil tersebut, berjalan menghampiri mobil Bagas, salah seorang mengetuk kaca mobil Bagas. Bagas membuka kaca mobilnya."Ada apa kamu meminta saya kesini?" tanya Bagas menatap tajam pria tersebut."Ternyata anda sangat mencintai Adelia, sehingga bersedia saya ajak untuk bertemu, lebih baik anda turun, kita mulai negosiasi, sengaja saya memilih tempat ini, karena saya suka hal yang sunyi, toh untuk memulai berbisnis bukankah butuh ketenangan?"Bagas tetap di dalam mobilnya, tidak menghiraukan ajakan pria tersebut untuk turun dari mobil. Bagas enggan berlama - lama, mengingat ia harus kerumah Adelia nanti malam, dan ia pun ingin istirahat, badannya sudah terasa sangat lelah."Langsung saja ke intinya saya tidak suka bertele - tele, berapa jumlah yang anda minta, sebutkan saja, saya tidak punya waktu untuk basa - basi atau bermain dengan anda, setelah apa yang
Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam, Adelia merasa khawatir dengan Bagas, sehingga Adelia mencoba menghubungi Kaila, siapa tahu Kaila mengetahui keberadaan Bagas atau mengatakan suatu hal kepada Kaila, kalau Bagas akan pergi kemana, atau mungkin menelepon Kaila, namun jawaban yang sama seperti para sahabatnya, kalau Bagas tidak menelepon Kaila, dan Bagas sudah pergi dari rumahnya setelah Adelia juga pergi. Adelia merasa bingung bercampur khawatir, dengan segera Adelia mengambil jaket dan kunci mobilnya, pamit kepada orang tuanya untuk kerumah Cindy, untuk meminta bantuan Cindy mengantarnya ke hotel SKY tempat Bagas menginap.Bersama Cindy, Adelia melajukan mobilnya menuju hotel SKY. Setelah menemui resepsionis dan meminta keterangan apakah ada tamu atas nama Bagas Ivander. Jawaban yang membuat Adelia merasakan lemas tubuhnya, resepsionis tersebut mengatakan kalau di hotel SKY tidak ada tamu bernama Bagas Ivander, Cindy memegang tangan Adelia mencoba mengajaknya duduk s
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab