Setelah beberapa saat berfikir, akhirnya Bagas memutuskan mana yang akan di pilihnya.
"Om, apa yang om utarakan itu memang benar, bagaimanapun saya ingin nenek tenang di alam sana, jadi saya akan mengikuti sesuai keinginan nenek, untuk semua urusan kantor dan bisnis sepenuhnya saya percayakan kepada om, dan tolong rekomendasikan saya ke hotel yang di Subang, karena disana tidak ada yang mengenal saya jadi saya tidak harus sembunyi - sembunyi menjalankan amanah dari nenek, disana biar saya bekerja sebagai karyawan biasa, saya minta om jangan pernah membuka identitas saya," ungkap Bagas.
"Baik, Tuan, terimaksih atas kepercayaan Tuan kepada saya, untuk permintaan tuan bekerja di hotel, saya akan bicarakan dengan pak Raymond selaku manager disana, kira - kira bagian apa yang Tuan inginkan?" tanya Adam.
Bagas sejenak berfikir, kira - kira bagaian apa yang cocok untuk menjalankan amanah nenek, dimana dia akan memulai semuanya dari bawah, sebagai orang biasa.
"Bagaimana kalau sebagai room service," ucap Bagas.
"Kenapa harus sebagai room service Tuan, kenapa tidak bagian staff nya saja, setidaknya Tuan tidak akan kerepotan nanti disana, saya tidak bisa melihat Tuan disuruh - suruh orang dan mengerjakan pekerjaan yang berat."
"Tidak apa - apa, Om, saya akan berusaha menyesuaikan diri, dan saya akan mengontrak rumah dekat dengan hotel, dan tolong om jangan panggil saya Tuan kalau disana, panggil saja nama saya."
"Tapi, Tuan, saya tidak berani, itu terlalu tidak sopan buat saya."
"Ini perintah, jadi jangan dibantah, om bilang saja kepada Raymond kalau tetangga rumah om ingin bekerja, jadi om rekomendasikan saya.
"Baik, kalau Tuan memaksa, saya minta maaf dari sekarang kalau saya harus bersikap tidak sopan memanggil nama kepada Tuan nanti."
"Tidak apa - apa, Om, biasakan saja, dan ingat baik - baik walau sesulit apapun saya nanti, serepot apapun dan sebagainya, om tetap jangan bongkar identitas saya dan jangan membantu saya, biarkan saya berusaha sendiri."
"Baik Tuan, kira - kira mulai kapan pelaksanaannya?"
"Nanti saya kabari, sekarang tolong undang semua direksi, kita adakan pertemuan rapat penting setelah makan siang, saya akan membicarakan kepada semuanya...Bahwa, saya akan memberikan hak sepenuhnya tanggungjawab kantor dan bisnis ivander untuk diurus oleh om Adam selama saya tidak ada, termasuk laporan dari semua cabang hotel, mall, tempat wisata, perusahaan sparepart mobil dan anak cabang lainya yang merupakan bisnis ivander, apabila ada keadaan yang benar - benar mendesak dan butuh keputusan dari saya, om Adam jangan temui saya, cukup kirim pesan saja, nanti biar saya yang akan menemui om Adam, menjaga saja agar tidak ada yang curiga.
"Baik, Tuan, saya akan menjalankan semuanya dengan baik dan penuh tanggungjawab."
"Ok, terima kasih, Om."
Adam pamit keluar ruangan untuk mengabari semua direksi bahwa Bagas ingin menagadakan pertemuan rapat setelah makan siang, sementara Bagas masih termenung didalam ruangannya, memikirkan semua yang akan dialaminya nanti, dalam hatinya berbicara sendiri. Nek, Bagas kangen nenek, doakan Bagas agar bagas bisa menjalankan semua amanah dari nenek dengan baik dan bisa memenuhi harapan yang nenek inginkan untuk Bagas bisa bahagia dan selalu bersyukur dalam keadaan bagaimanapun, Bagas paham maksud nenek baik, demi Bagas juga kedepannya, demi menjaga keturunan ivander.
Bagas berdiri dari duduknya melihat arlojinya sudah menunjukan pukul dua belas, Bagas melangkah keluar ruangan, tangannya merogoh ponsel yang disimpan di dalam saku jasnya, menelpon Adam untuk menemaninya makan siang, tak berapa lama Adam sudah berada di depan Bagas seraya membungkukan kepala memberi hormat.
"Om kita makan diluar kantor, saya ingin mencari udara segar," ucap Bagas.
"Baik, Tuan, mari," mempersilakan Bagas melangkah lebih dulu.
Merekapun memasuki mobil dan melajukan mobilnya kejalan utama.
"Pak asep, kearah rumah makan sunda ya, saya sedang ingin makan sayur asem dan pepes peda serta sambal lalab," ucap Bagas.
"Baik Tuan," jawab Asep.
Tak berapa lama mereka sudah tiba dirumah makan sunda, Bagas masuk terlebih dahulu dan memilih tempat duduk lesehan diikuti oleh Adam yang duduk dihadapan Bagas.
"Om kita makan disini saja, ya."
"Baik Tuan, maaf Tuan, mau pesan apa saja biar saya pesankan."
Setelah Bagas menyebutkan apa saja yang akan dipesan, Adam menuliskannya semua yang diinginkan Tuannya dan memberikan list nya kepada pelayan disana, tak berapa lama makananpun sudah datang, mereka berdua segera menyantapnya, Bagas begitu menikmati makan siangnya, karena memang sudah sangat lama sekali Bagas tudak memakan masakan sunda, membuatnya terasa sangat nikmat sekali.
Setelah selesai makan, Bagas dan Adam segera kembali kekantor untuk melaksanakan Rapat direksi, dimana Bagas menjelaskan semua hal yang sudah di bahas dengan Adam sewaktu diruangannya, rapatpun telah selesai, Bagas keluar ruangan lebih dulu didampingi Adam.
"Om, saya pernah bilang sewaktu di stone cafe, bahwa keluarga om tinggal saja dirumah saya, kalau bisa malam sekarang sudah tinggal dirumah, walau nanti saya tidak ada om dan keluarga tinggal saja dirumah saya, setidaknya rumah ada orang banyak tidak akan sepi,biar si mbok juga ada temannya."
"Baik Tuan, saya sudah bicarakan dengan istri saya, nanti saya akan kabari istri dan anak - anak saya untuk siap - siap merapihkan semua keperluannya."
"Kalau begitu, saya tunggu nanti malam dirumah."
Adam membungkuk memberi hormat, dan Bagas telah masuk kedalam ruangannya, mengambil tasnya dan pergi keluar ruangan, menuju mobilnya, pak Asep sudah stand by menunggu di samping mobil, seraya membungkuk dan membukakan pintu mobil untuk Bagas.
Didalam mobil Bagas tetap diam, fikirannya berkecamuk kemana - mana, entah apa yang menjadi beban fikirannya.
Melihat Bagas yang sedari tadi diam, membuat Asep bingung, apakah tujuannya langsung pulang atau mampir kemana dulu, karena memang masih belum terlalu sore, Asep memberanikan diri untuk bertanya. "Tuan, maaf kita langsung pulang atau tuan ingin saya antar dulu kemana?"
"Kita kemakam nenek, dan orangtuaku, tapi mampir dulu ketoko bunga, saya ingin membeli bunga kesukaan nenek dan Bunda," jawab Bagas.
"Baik, Tuan."
Tak berapa lama, Bagas sudah berada ditoko bunga membeli tujuh macam bunga untuk ditabur di makam nenek dan orantuanya, serta membeli sebuket mawar putih kesukaan neneknya dan sebuket mawar merah kesukaan Bundanya, setelah membayar Bagas kembali memasuki mobilnya untuk menuju makam keluarganya.
Setibanya dimakam, Bagas tidak segera turun, dia hanya terdiam didalam mobil, sementara Asep sudah membukakan pintu mobilnya.
"Tuan...Tuan, maaf kita sudah sampai dimakam," ucap Asep.
Bagas yang sedang melamum sedikit kaget karena seruannya Asep, dia melihat kesekitarnya, dan segera turun dengan membawa bunga yang telah dibelinya, karena makam keluarganya saling bersebelahan, dengan cepat Bagas sudah menaburkan semua bunga di makam nenek dan orangtuanya, Bagas jongkok didepan makam ibunya, airmata yang tak kuasa dia tahan membasahi pipinya, Bagas berbicara sendiri dimakam ibunya
"Bunda, apa kabar, Bagas kangen sekali sama Bunda, Bunda disana sedang apa? kangen tidak sama Bagas? Bun, nenek meminta Bagas untuk menjalankan keinginan terakhir nenek, doain Bagas kuat dan mampu jalani semuanya, Bagas minta restu dari Bunda."
Bagas bangkit dan kembali jongkok di depan makam ayahnya, airmatanya terus menetes dipipinya, dan meminta restu kepada ayahnya.
Setelah selesai dimakam ayahnya, Bagas berdiri dan jongkok didepan makam neneknya, airmata Bagas semakin membasahi pipinya. "Nek, apa kabar, Bagas datang Nek, Nenek tahu nggak, kalau Bagas sangat kangen Nenek, setelah ayah dan bunda pergi, cuma nenek keluarga Bagas, tapi Nenek juga ninggalin Bagas, Bagas kesepian, Nek, benar - benar seorang diri sekarang, Nek, bagas akan menjalankan apa yang nenek minta, doain Bagas ya, semoga Bagas tidak mengecewakan nenek, sehingga nenek bahagia disana. Ayah, bunda dan nenek sudah berkumpul disana, tinggal Bagas sendirian." Airmata Bagas semakin mengalir, bagas menangis tiada henti tak kuasa menahan pilu hatinya, hidup sendirian tanpa keluarga terasa sangat berat baginya, Bagas sadar Harta saja tidak cukup membuatnya bahagia, Bagas butuh keluarga, butuh orang - orang yang sayang padanya dengan tulus, Bagas merasakan benar - benar hidup yang hampa. Bagas Bangkit dan melangkah peegi meninggalkan makam, masuk kedalam mobil unt
Setelah makan malam selesai, Bagas kembali kekamarnya begitupun Adam dan isteri serta kedua anaknya. Malam semakin larut, Bagas masih terjaga dikamarnya, masih packing beberapa pakaian yang menurutnya tidak terlalu mewah dan barang - barang keperluannya, karena ponsel yang sekarang digunakan adalah ponsel mahal dan pakaian yang akan dibawa juga hanya beberapa steal, rencananya besok saat diperjalanan ke Subang Bagas akan membeli ponsel baru, ponsel yang biasa saja dan beberapa pakaian tak bermerk dan barang - barang kebutuhan lainnya. Waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari, Bagas segera bergegas untuk tidur, karena besok harus bangun pagi - pagi, tak berapa lama Bagas berbaring ditempat tidurnya, Bagas sudah terlelap dalam tidurnya. Singkat cerita, Bagas sudah siap dengan semua persediaan yang akan dibawanya, Bagas memanggil Saripah, Asep dan joni untuk menemuinya diruang tamu, tak berapa lama mereka sudah berkumpul didepan Bagas. "Mbok, pak Asep
Adam dan Bagas sudah berada didalam mobil, rencananya hari ini akan mencari tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dari tempat Bagas bekerja, tapi sebelumnya mereka akan makan siang terlebih dahulu, Adam membelokan mobilnya menuju resto, dan memarkirkan mobilnya didepan resto, tak berapa lama Adam dan Bagas menuruni mobil dan melangkah masuk kedalam resto, memilih tempat duduk dan langsung memesan makanan, sambil menunggu makanan datang Adam mulai berbicara perihal kesiapan besok Bagas bekerja dan benar - benar menjadi orang biasa saja, tanpa harta dan kekuasan."Tuan, semoga segalanya bisa berjalan sesuai rencana Tuan dan menemukan apa yang Tuan cari," ucap Adam."Iya, Om, doakan saja."Makanan yang dipesan sudah datang dan mereka segera menyantapnya, tiada obrolan lagi karena masing - masing sibuk dengan makanannya.Setelah selesai makan dan membayarnya, Adam dan Bagas kembali memasuki mobil, dan berkeliling di sekitaran hotel Arimbi, untuk mencari kont
Bagas telah tiba didepan kamar kontrakannya, saat sedang membuka kunci pintu, seseorang menyapa Bagas. "Ngontrak baru,ya?" Bagas menoleh kebelakang, dan tersenyum menyapa orang yang menyapanya. "Iya, baru pindah tadi siang," jawab Bagas sembari mengulurkan tangannya untuk berkenalan. "Saya Bagas." "Syamsul." "Mari kang, masuk kita ngopi - ngopi," ajak Bagas kepada Syamsul. "Panggil Syamsul saja, boleh deh kebetulan baru pulang kerja ada yang ngasih kopi, Alhamdulillah." Syamsul memang orangnya apa adanya dan suple, sehingga cepat akrab dengan orang - orang baru yang ngontrak disitu, Bagas membuatkan dua cangkir kopi, satu untuknya dan satu lagi untuk Syamsul, sebenarnya ini pertama kali Bagas membuat kopi, untungnya kopi bungkusan yang sudah dengan gula, jadi Bagas hanya tinggal membuatnya saja dengan air panas. Bagas menyimpan kopi tersebut didepan Syamsul yang sudah duduk didalam kamarnya, Syamsul bangkit dan
"Assalammualaikum," ucap Syamsul."Waalaikumsalam," Winda dan Heni menjawab bersamaan.Mereka mempersilakan Syamsul dan Bagas untuk masuk kedalam kontrakannya, setelah Syamsul memperkenalkan Bagas kepada mereka, dengan cepat mereka sudah akrab, Wina membawakan piring dan juga nasi untuk di santap bersama - sama, bersama sate maranggi dan sop iga yang dibawakan Syamsul, merekapun makan bersama - sama sembari masih terus mengobrol, Winda sendiri bekerja sebagai receptionis dihotel Arimbi dan Heni bekerja dibagian cleaning service, mereka bekerja dari semenjak Hotel Arimbi berdiri, tidak ada perbedaan status diantara mereka, karena bagi mereka pekerjaan hanyalah status dalam bekerja yang terpenting adalah pribadi masing - masing yang baik, setelah selesai makan, Syamsul mengajak Bagas duduk diteras, sementara Winda dan Heni merapihkan bekas makan.Bagas dan Syamsul yang sudah duduk diteras menikmati suasana malam, udara yang memang sangat dingin membuat Bagas sedik
Setelah semua alat kebersihan sudah ditangan Bagas, bagas bergegas menuju halaman hotel, Bagas segera melakukan apa yang diperintahkan Ali, sudah ada petugas OB yang sedang membersihkan juga, sehingga Bagas hanya membantu sebagian, tapi itu juga terasa sangat berat dilakukan, karena baru kali ini Bagas menyapu, apalagi dengan tempat yang sangat luas, dan dedauan berserakan dimana - mana, selama hidupnya Bagas hanya menikmati kehidupan yang mewah, semua pekerjaan rumah sudah ada pembantu yang mengurus.Setelah satu jam Bagas membantu menyapu halaman, dan sebagian sudah dibuang ke tempat sampah, OB yang memang ditugaskan menyapu halaman hotel, menatap Bagas, seraya bertanya."Kang, dilihat dari seragamnya, akang bukan bagian OB, kenapa membantu saya menyapu dan membuang sampah?""Saya sedang dapat hukuman, pak," jawab Bagas."Pantas saja, saya kira ada OB baru, tapi melihat seragamnya kok beda, lagian akang gak pantas menyapu.""Kenapa, pak? saya kur
Bagas menghela napas panjang, karena hari pertama saja sudah bnyak sekali masalah yang dihadapinya.Memang selama berjalannya hotel, bagas tidak ikut turun langsung menyerahkan semua hal kepada Adam untuk mengevaluasi semuanya, dari pembangunan, perekrutan dan hal - hal lainnya, Bagas hanya datang ketika peresmian saja, itupun ia tak ikut andil hanya memperhatikan dari jauh, dan menerima laporan - laporan dari Adam, karena memang seperti yang pernah ia bahas dengan Adam alasan dirinya belum ingin tampil sebagai pemilik sah hotel.Bagas tetap terdiam, menunggu perintah selanjutnya dari Ali, yang masih terus marah - marah, semua hal dibahas, sementara Anto merasa kasihan kepada Bagas, karena bagaimanapun Anto yang bekerja dari pertama Hotel berdiri, dari belum ada apa - apa, masih kotor dan kosong, Anto dan teamnya yang membersihkan dan merapihkan semuanya, Anto sangat hapal karakter para atasan di hotel, sebenarnya hal yang dilakukan Bagas tidak begitu fatal, memang sal
Setelah mereka selesai makan, karena masih ada waktu empat puluh lima menit lagi untuk istirahat, Syamsul mengajak Bagas dan juga Roni untuk minum kopi disebrang hotel, sekalian santai - santai sejenak.Mereka bertiga melangkah keluar kantin karyawan, menuju warung kopi disebrang jalan, saat Syamsul akan memesan kopi kepada pemilik warung, Bagas seraya berkata. "Syam, saya lagi gak pengen ngopi, pesen es milo ada nggak disini?""Bentar aku tanya dulu," ucap Syamsul.Setelah bertanya kepada pemilik warung, ternyata es milo juga tersedia, Syamsul memesan dua gelas kopi hangat dan satu es milo, Bagas merasa senang karena di warung ada es milo, jadi tidak perlu menunggu sampai pulang kerja, tidak berapa lama minuman mereka sudah tersedia di meja, sembari memakan gorengan mereka menikmati setiap tegukan kopi, Bagas sendiri begitu menikmati es milonya, dalam hatinya berbicara sendiri. Rasanya tidak terlalu jauh beda sama buatan si mbok, akhirnya kesampaian juga ingin
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab