Salah satu karyawan pantri kita sebut suryani, yang mana dia leadernya, menghampiri Bagas dengan sikap yang sangat sopan dan penuh hati - hati.
Dengan kepala yang menunduk dan mata yang tak berani menatap Bagas, suaranya sedikit gugup mencoba bertanya. "Ma-maaf Pak Bos, ada yang bisa kami bantu."
Bagas tersenyum, dan tangannya menyerahkan dua bungkus plastik kepada suryani.
"Bu, ini ada makanan, tolong bagikan kesemua rekan ibu disini."
Suryani menerima bungkusan tersebut.
"Terimakasih, pak Bos." jawab suryani.
Bagas kembali melangkah keluar dari pantri menuju ruangannya.
Sementara suryani dengan membawa dua bungkus plastik memanggil semua rekan kerjanya, untuk membagikan makanan yang diberi Bagas.
Masuk dua orang karyawan cleaning service kepantri dengan membawa alat - alat kebersihan, bernama Abas dan Roni yang memang baru selesai membersihkan area depan, Suryani memanggilnya untuk mendekat.
"Abas, Roni, sebentar kesini."
"Iya, bu," jawab Abas dan Roni."
Suryani menunjukkan tangannya kebungkusan yang disimpannya diatas meja.
"Itu ada makanan dari Bos besar, kalian ambil yang kalian mau, dan kasih tahu keteman - teman lainnya, kalau pekerjaannya sudah selesai segera merapat kesini."
"Bos besar baik sekali ya, bu." ucap Abas.
"Iya, Bukan hanya memberikan makanan, tapi beliau sendiri yang mengantarkan kesini."
"Wah masa bu, sungguh seorang Bos yang baik dan tidak sombong, sama seperti Alm. Ayahnya, yang selalu baik kepada siapapun tidak memandang dari kelas manapun."
Abas yang memang sudah bekerja lama dikantor pusat, sangat mengenal sifat atasannya, sehingga Abas bisa berkata seperti itu.
Disisi Lain, Bagas sudah memasuki ruangannya, setelah menyimpan tas kerjanya, Bagas menelpon Adam untuk datang keruangannya.
Tak lama kemudian, Adam sudah berada diruangan Bagas, sekalian membawa berkas laporan selama seminggu untuk di periksa dan ditanda tangani oleh Bagas, Adam berdiri didepan Bagas menunggu beberapa berkas laporan yang memang harus ditanda tangani segera, setelah Bagas selesai menandatangani, Adam meminta ijin untuk kembali keruangannya, tapi Bagas menahannya, karena ada hal yang harus dibicarakan.
"Om, sebentar, tolong duduk dulu, ada hal yang ingin saya diskusikan."
Mendengar Bagas memintanya untuk duduk, maka Adam duduk dan menyimpan berkas laporan diatas meja, Bagas berdiri dari meja kerjanya dan duduk berhadapan dengan Adam di sofa ruangan kerjanya.
"Om, saya mau berbicara soal surat dari nenek, dan meminta masukan kepada Om Adam."
"Iya, Tuan," jawab Adam.
Bagas mengeluarkan surat dari dalam dompetnya, dan menyerahkan kepada Adam, Adam yang tidak mengerti maksudnya apa, seraya berkata. "Ini apa, Tuan."
"Ini surat dari nenek, tolong om baca dulu, karena isi surat ini, yang nanti akan saya bicarakan dengan om."
"Tapi, ini tidak apa - apa, Tuan, saya membaca surat dari nenek, saya tidak berani, Tuan, takut lancang."
"Om, ini kan saya yang meminta om untuk baca, jadi tidak apa - apa, saya percaya dengan om Adam, karena om saat ini adalah orang terdekat saya."
"Baiklah, Tuan," kemudian Adam, membuka amplop tersebut dan mulai membacanya.
Saat Adam sedang membaca, Bagas menghampiri meja kerjanya, dan menelpon OB, untuk membawakan dua kopi hangat keruangannya.
Ttookk...ttookk...tookk.
"Masuk," ucap Bagas.
Seorang OB, masuk kedalam ruangan Bagas dengan membawakan dua cangkir kopi hangat.
"Permisi pak," seorang OB menyimpan kopi dimeja depan Bagas dan Adam.
"Terimakasih pak, tukas Bagas."
"Iya, pak," seraya menunduk, dan permisi keluar ruangan.
Adam telah selesai membaca surat tersebut dan menyerahkan kembali kepada Bagas.
Bagas yang merasa bahwa Adam telah memahami isi surat tersebut, seraya berkata. " Om sudah baca surat dari nenek, jadi saya ingin meminta pendapat dan masukan dari om, bagaimana baiknya, karena jujur, saya bingung harus bagaimana, karena permintaan nenek yang terasa tidak masuk akal, tapi disisi lain saya juga tidak mungkin mengabaikannya."
"Maaf sebelum Tuan, ini hanya masukan dari saya, tapi bila tidak berkenan bagi Tuan, tolong abaikan saja."
"Iya om."
"Kalau menurut saya, setelah membaca surat dari nenek, nenek menulis ini karena teramat sayang kepada Tuan, maksud dan tujuan nenek sangat baik cuman memang caranya diluar logika, karena Tuan adalah satu - satunya pewaris dan yang akan mengurus semua usaha keluarga, mungkin akan banyak hal yang dikesampingkan dahulu karena Tuan harus menjalankan semuanya,tapi ini adalah amanah terakhir dari yang sudah tiada dan itu wajib untuk dilaksanakan, itupun kalau Tuan tidak keberatan, karena mungkin apa yang disampaikan nenek untuk kebaikan Tuan kedepannya, nenek ingin Tuan bahagia bersama orang yang tepat, semua kembali kepada Tuan, karena hanya Tuan yang bisa memutuskannya.
Bagas mendengarkan ucapan Adam dengan serius, sesekali berfikir akan setiap kata yang di utarakan Adam, saat Bagas mencoba mencerna setiap kata demi kata dan menyatukan dengan logika serta kesanggupannya, akhirnya Bagas menarik napas mencoba untuk menenangkan dirinya.
Sejenak keheningan dalam ruangan, karena Bagas dan Adam sama - sama diam, Adam yang merasa sudah memberikan pendapatnya membiarkan Bagas untuk berfikir dan memutuskan sendiri apa harus di laksanakan atau diabaikan, sementara Bagas masih sibuk dengan jalan fikirannya sendiri.
Setelah beberapa saat berfikir, akhirnya Bagas memutuskan mana yang akan di pilihnya."Om, apa yang om utarakan itu memang benar, bagaimanapun saya ingin nenek tenang di alam sana, jadi saya akan mengikuti sesuai keinginan nenek, untuk semua urusan kantor dan bisnis sepenuhnya saya percayakan kepada om, dan tolong rekomendasikan saya ke hotel yang di Subang, karena disana tidak ada yang mengenal saya jadi saya tidak harus sembunyi - sembunyi menjalankan amanah dari nenek, disana biar saya bekerja sebagai karyawan biasa, saya minta om jangan pernah membuka identitas saya," ungkap Bagas."Baik, Tuan, terimaksih atas kepercayaan Tuan kepada saya, untuk permintaan tuan bekerja di hotel, saya akan bicarakan dengan pak Raymond selaku manager disana, kira - kira bagian apa yang Tuan inginkan?" tanya Adam.Bagas sejenak berfikir, kira - kira bagaian apa yang cocok untuk menjalankan amanah nenek, dimana dia akan memulai semuanya dari bawah, sebagai orang biasa."B
Setelah selesai dimakam ayahnya, Bagas berdiri dan jongkok didepan makam neneknya, airmata Bagas semakin membasahi pipinya. "Nek, apa kabar, Bagas datang Nek, Nenek tahu nggak, kalau Bagas sangat kangen Nenek, setelah ayah dan bunda pergi, cuma nenek keluarga Bagas, tapi Nenek juga ninggalin Bagas, Bagas kesepian, Nek, benar - benar seorang diri sekarang, Nek, bagas akan menjalankan apa yang nenek minta, doain Bagas ya, semoga Bagas tidak mengecewakan nenek, sehingga nenek bahagia disana. Ayah, bunda dan nenek sudah berkumpul disana, tinggal Bagas sendirian." Airmata Bagas semakin mengalir, bagas menangis tiada henti tak kuasa menahan pilu hatinya, hidup sendirian tanpa keluarga terasa sangat berat baginya, Bagas sadar Harta saja tidak cukup membuatnya bahagia, Bagas butuh keluarga, butuh orang - orang yang sayang padanya dengan tulus, Bagas merasakan benar - benar hidup yang hampa. Bagas Bangkit dan melangkah peegi meninggalkan makam, masuk kedalam mobil unt
Setelah makan malam selesai, Bagas kembali kekamarnya begitupun Adam dan isteri serta kedua anaknya. Malam semakin larut, Bagas masih terjaga dikamarnya, masih packing beberapa pakaian yang menurutnya tidak terlalu mewah dan barang - barang keperluannya, karena ponsel yang sekarang digunakan adalah ponsel mahal dan pakaian yang akan dibawa juga hanya beberapa steal, rencananya besok saat diperjalanan ke Subang Bagas akan membeli ponsel baru, ponsel yang biasa saja dan beberapa pakaian tak bermerk dan barang - barang kebutuhan lainnya. Waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari, Bagas segera bergegas untuk tidur, karena besok harus bangun pagi - pagi, tak berapa lama Bagas berbaring ditempat tidurnya, Bagas sudah terlelap dalam tidurnya. Singkat cerita, Bagas sudah siap dengan semua persediaan yang akan dibawanya, Bagas memanggil Saripah, Asep dan joni untuk menemuinya diruang tamu, tak berapa lama mereka sudah berkumpul didepan Bagas. "Mbok, pak Asep
Adam dan Bagas sudah berada didalam mobil, rencananya hari ini akan mencari tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dari tempat Bagas bekerja, tapi sebelumnya mereka akan makan siang terlebih dahulu, Adam membelokan mobilnya menuju resto, dan memarkirkan mobilnya didepan resto, tak berapa lama Adam dan Bagas menuruni mobil dan melangkah masuk kedalam resto, memilih tempat duduk dan langsung memesan makanan, sambil menunggu makanan datang Adam mulai berbicara perihal kesiapan besok Bagas bekerja dan benar - benar menjadi orang biasa saja, tanpa harta dan kekuasan."Tuan, semoga segalanya bisa berjalan sesuai rencana Tuan dan menemukan apa yang Tuan cari," ucap Adam."Iya, Om, doakan saja."Makanan yang dipesan sudah datang dan mereka segera menyantapnya, tiada obrolan lagi karena masing - masing sibuk dengan makanannya.Setelah selesai makan dan membayarnya, Adam dan Bagas kembali memasuki mobil, dan berkeliling di sekitaran hotel Arimbi, untuk mencari kont
Bagas telah tiba didepan kamar kontrakannya, saat sedang membuka kunci pintu, seseorang menyapa Bagas. "Ngontrak baru,ya?" Bagas menoleh kebelakang, dan tersenyum menyapa orang yang menyapanya. "Iya, baru pindah tadi siang," jawab Bagas sembari mengulurkan tangannya untuk berkenalan. "Saya Bagas." "Syamsul." "Mari kang, masuk kita ngopi - ngopi," ajak Bagas kepada Syamsul. "Panggil Syamsul saja, boleh deh kebetulan baru pulang kerja ada yang ngasih kopi, Alhamdulillah." Syamsul memang orangnya apa adanya dan suple, sehingga cepat akrab dengan orang - orang baru yang ngontrak disitu, Bagas membuatkan dua cangkir kopi, satu untuknya dan satu lagi untuk Syamsul, sebenarnya ini pertama kali Bagas membuat kopi, untungnya kopi bungkusan yang sudah dengan gula, jadi Bagas hanya tinggal membuatnya saja dengan air panas. Bagas menyimpan kopi tersebut didepan Syamsul yang sudah duduk didalam kamarnya, Syamsul bangkit dan
"Assalammualaikum," ucap Syamsul."Waalaikumsalam," Winda dan Heni menjawab bersamaan.Mereka mempersilakan Syamsul dan Bagas untuk masuk kedalam kontrakannya, setelah Syamsul memperkenalkan Bagas kepada mereka, dengan cepat mereka sudah akrab, Wina membawakan piring dan juga nasi untuk di santap bersama - sama, bersama sate maranggi dan sop iga yang dibawakan Syamsul, merekapun makan bersama - sama sembari masih terus mengobrol, Winda sendiri bekerja sebagai receptionis dihotel Arimbi dan Heni bekerja dibagian cleaning service, mereka bekerja dari semenjak Hotel Arimbi berdiri, tidak ada perbedaan status diantara mereka, karena bagi mereka pekerjaan hanyalah status dalam bekerja yang terpenting adalah pribadi masing - masing yang baik, setelah selesai makan, Syamsul mengajak Bagas duduk diteras, sementara Winda dan Heni merapihkan bekas makan.Bagas dan Syamsul yang sudah duduk diteras menikmati suasana malam, udara yang memang sangat dingin membuat Bagas sedik
Setelah semua alat kebersihan sudah ditangan Bagas, bagas bergegas menuju halaman hotel, Bagas segera melakukan apa yang diperintahkan Ali, sudah ada petugas OB yang sedang membersihkan juga, sehingga Bagas hanya membantu sebagian, tapi itu juga terasa sangat berat dilakukan, karena baru kali ini Bagas menyapu, apalagi dengan tempat yang sangat luas, dan dedauan berserakan dimana - mana, selama hidupnya Bagas hanya menikmati kehidupan yang mewah, semua pekerjaan rumah sudah ada pembantu yang mengurus.Setelah satu jam Bagas membantu menyapu halaman, dan sebagian sudah dibuang ke tempat sampah, OB yang memang ditugaskan menyapu halaman hotel, menatap Bagas, seraya bertanya."Kang, dilihat dari seragamnya, akang bukan bagian OB, kenapa membantu saya menyapu dan membuang sampah?""Saya sedang dapat hukuman, pak," jawab Bagas."Pantas saja, saya kira ada OB baru, tapi melihat seragamnya kok beda, lagian akang gak pantas menyapu.""Kenapa, pak? saya kur
Bagas menghela napas panjang, karena hari pertama saja sudah bnyak sekali masalah yang dihadapinya.Memang selama berjalannya hotel, bagas tidak ikut turun langsung menyerahkan semua hal kepada Adam untuk mengevaluasi semuanya, dari pembangunan, perekrutan dan hal - hal lainnya, Bagas hanya datang ketika peresmian saja, itupun ia tak ikut andil hanya memperhatikan dari jauh, dan menerima laporan - laporan dari Adam, karena memang seperti yang pernah ia bahas dengan Adam alasan dirinya belum ingin tampil sebagai pemilik sah hotel.Bagas tetap terdiam, menunggu perintah selanjutnya dari Ali, yang masih terus marah - marah, semua hal dibahas, sementara Anto merasa kasihan kepada Bagas, karena bagaimanapun Anto yang bekerja dari pertama Hotel berdiri, dari belum ada apa - apa, masih kotor dan kosong, Anto dan teamnya yang membersihkan dan merapihkan semuanya, Anto sangat hapal karakter para atasan di hotel, sebenarnya hal yang dilakukan Bagas tidak begitu fatal, memang sal
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab