Moza tetap terdiam matanya terpancar kesedihan mendalam, laki - laki yang begitu ia cintai sekaligus ia benci, kini berada di depannya, ada tanya yang masih tersimpan di benaknya dan luka yang masih sangat terasa di hatinya, ingin sekali saat ini menanyakan semuanya kepada Bagas tentang malam di mana mereka akan bertemu di sebuah cafe, tapi sampai larut malam Bagas tidak terlihat batang hidungnya sama sekali, membiarkan Moza menunggu dalam malam yang dingin, saat itu Moza ingin sekali menyampaikan sesuatu yang sangat penting. Rasa kecewa yang teramat dalam menusuk hingga ke jiwa Moza, Bagas seperti hilang tertiup angin tanpa jejak sama sekali, nomor ponsel pun tidak dapat dihubungi.
Bagas menatap Moza sekilas, seakan kenangan lama yang sudah tertutup rapat kembali dalam ingatan Bagas, wanita yang pernah mencuri titik lemah hatinya di masa lalu, namun patah mengoyak hati yang tak berdarah, Bagas menutup hatinya selama tiga tahun hanya karena sebuah luka yang Moza sematkan begi
Belum sempat Bagas membalas pukulan Theo, serangan ke dua kembali melayang mengenai perut Bagas, Moza berteriak melerai keduanya, dengan posisi kini berada di tengah - tengah mereka."Cukup Theo!" Bentak Moza."Mengapa kamu membela dia! Apa kamu masih suka?" Dengan napas terengah - engah menahan amarah."Dengan kamu ngomong begitu sama saja kamu nggak benar - benar mencintai aku," ucap Moza yang mulai kesal dengan sikap Theo yang kekanak - kanakan."Saya tidak suka orang lain mengusik hidup saya, apalagi dia mantan kamu!""Kamu yang mulai Theo! cobalah untuk tidak membahas masa lalu, kalau kamu terus seperti ini..." Moza menggantungkan kalimatnya seraya menghela napas dan kembali menatap Theo meneruskan kalimatnya dengan topik lain dan berusaha menenangkan Theo. "Theo, sudah ya, kamu itu cowok baik dan terhormat, kalau kamu sayang aku, tolong jaga emosi kamu, kita kesini untuk liburan, kamu janji sama aku untuk selalu membahagiakanku.""Tapi
Orang tersebut tiada lain adalah Moza Dengan berlari mengejar Bagas, dan menarik tangan Bagas. Bagas menghentikan langkahnya dan menepis tangan Moza, Bagas membalikan Badannya dengan tatapan kurang suka."Ada perlu apa? lebih baik kamu pergi, saya tidak mau cowok kamu salah paham," ucap Bagas dengan tegas."Saya datang ke sini sendiri, Theo tidak ikut, jadi tidak ada yang akan salah paham," jawab Moza dengan masih mengatur napasnya setelah berlari."Terus, ada keperluan apa dengan saya, saya fikir kita tidak ada hal yang perlu di bahas lagi, saya mau pulang, maaf." Bagas membalikan Badannya dan mulai melangkah."Tunggu Bagas! apa seperti ini cara kamu memperlakukan teman lama kamu, saya sangat kenal Bagas Ivander orang yang selalu ramah dan sopan, mengapa kamu sekarang berbeda." Moza terlihat kesal dengan sikap Bagas.Bagas tetap berjalan meninggalkan Moza, tanpa menghiraukan ucapan Moza, hatinya sudah cukup lelah dengan semua yang terjadi belakang
Adam berdiri di depan Bagas dan Syamsul, Bagas memberi isyarat untuk Adam jangan sampai bertindak gegabah sehingga identitas Bagas bisa terbongkar, Adam yang merasa khawatir dengan kondisi Bagas, sampai tidak memperhitungkan terlebih dahulu situasinya, di tambah ponsel Bagas tidak bisa Adam hubungi, ternyata ada Syamsul di ruangan Bagas.Adam menghela napas pendek dan memejamkan mata sesaat berfikir alasan apa yang akan ia katakan, untung saja Syamsul sedang menunduk memberi hormat, tidak berani menengadahkan kepalanya, sehingga tidak melihat betapa kacaunya wajah Adam saat ini, yang merasa bersalah kepada Bagas dan takut Bagas marah, karena masuk tanpa ijin dan tanpa perintah Bagas."Kamu boleh angkat kepala kamu," ucap Adam kepada Syamsul. Dan mulai meneruskan kata - katanya yang di tujukan kepada Bagas. "Saya kesini karena permintaan ibu angkat kamu Bagas, dia datang ke rumah saya sambil menangis mengabarkan kamu masuk rumah sakit, sementara ibu angkat kamu sekarang
Membaca pesan dari Adelia membuat Bagas langsung berubah posisi menjadi duduk, bibirnya tersenyum, hatinya begitu bahagia, Bagas sudah salah menilah Adelia, ia fikir Adelia hanya sekedar main - main kepadanya, menjadikannya tempat berlabuh sementara di kala hatinya sedang tidak baik - baik saja karena Tony. Seakan semangat baru menjalar di diri Bagas, sehingga merasakan tubuhnya semakin membaik, tanpa menunggu lama Bagas membalas pesan Adelia.Dalam pesan yang Bagas kirim, mengatakan bahwa Bagas sudah memafkan Adelia sekaligus meminta maaf karena tidak menerima panggilan telepon Adelia dan segera membalas pesan Adelia, Bagas menjelaskan kondisi kesehatannya sekarang sedang tidak vit, dan besok belum bisa masuk kerja.Awalnya Bagas tidak ingin memberitahu Adelia soal kondisinya, tapi besok pasti Adelia mencarinya, daripada Adelia harus tahu dari orang lain, Bagas memilih jujur. Pesan sudah terkirim kepada Adelia tapi pending, entah batrai ponsel Adelia habis atau tidak
Bagas sudah berganti pakaian dan terlihat lebih segar wajahnya, menghampiri Adelia dan duduk di sebelah Adelia. Adelia menyuapi Bagas dengan bubur yang ia beli di jalan saat akan menuju kos-an Bagas, mereka saling mengobrol satu sama lain tentang kehidupannya masing - masing selama tidak bertemu."Bagas, terima kasih karena bersedia memaafkan kebodohanku," ucap Adelia."Iya, Sayang, aku juga minta maaf karena tidak memberitahukanmu lebih dulu soal Tony yang akan memberiku uang, karena saat itu posisimu sedang tidak baik - baik saja, oh iya kabar ayahmu bagaimana sekarang?" ucap Bagas yang sudah selesai memakan bubur dan meneguk air di gelas yang telah di sediakan Adelia."Alhamdulillah sudah sembuh, makanya aku langsung ke Subang, karena aku ingin bertemu denganmu, di tambah aku malas di rumah, ayah selalu memaksaku untuk jalan dengan Tony.""Tony tahu kamu ke sini?""Ayah pasti memberitahunya, tapi aku sedang menjauhi Tony, aku tidak suka de
Bagas tersenyum mendengar kata - kata Ahmad, bukan senyum meremehkan Ahmad yang menasihati Bagas, tapi Bagas bersyukur masih ada atasan yang berbicara dengan bahasa yang enak dan tidak seperti mengintrogasi. Sehari ini Bagas sibuk dengan banyaknya tamu yang menggunakan pelayanan room service, Bagas merasakan badannya sangat lelah, untung saja hatinya sedang berbahagia, apalagi setelah pulang kerja Bagas di minta Adelia untuk bertemu Adelia, karena Adelia ingin memperkenalkan Bagas secara langsung kepada Cindy.Seperti yang sudah di sepakati bersama bahwa mereka akan bertemu di cafe Sumbi yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Hotel.Bagas menggunakan ojek menuju cafe, sementara Adelia dan kedua temannya sudah lebih dulu datang."Maaf, menunggu lama," ucap Bagas yang langsung mengulurkan tangan kepada Sinta dan Cindy."Oh, ini Bagas, ganteng juga...pantesan Adelia terpikat," ucap Cindy menggoda Bagas.Mereka memesan makanan dengan selera menu masing
Sekitar pukul tujuh malam, Adelia bersama kedua temannya, bertemu Raymond di lobi, mereka menyetujui ajakan Raymond, setidaknya perginya bersama - sama jadi tidak merasa khawatir ada ucapan orang lain yang tidak enak. Raymond mengajak mereka ke tempat makan lesehan yang terbuat dari kayu dan bilik berupa rumah panggung yang berderet di sepanjang jalan Subang, dengan sajian menu makanan nasi liwet dan ikan bakar serta sambal lalab dan tumis lainnya.Mereka duduk bersila mekingkari meja persegi, pemilik warung menyuguhkan minuman jahe hangat sesuai pesanan Raymond, mereka berempat menikmati setiap sajian masakan khas sunda itu, belum lagi jagung bakar yang di pesan Cindy dan uli bakar beserta sambal oncomnya."Pak Raymond terima kasih sudah mengajak kami ke sini, sumpah makanannya enak - enak, di jakarta mana ada yang seperti ini," ucap Cindy yang berbicara sambil mengunyah jagung bakar yang memenuhi mulutnya."Kalau kalian senang, kita bisa ke sini lagi, tinggal
"Mengapa harus malu..." ucap Adelia yang menatap kekasih yang di cintainya."Kalau begitu, ayo." Bagas bangkit dari duduknya.Adelia ikut bangkit dan bergelayut manja di lengan Bagas yang kekar, mereka segera menuju jalanan besar menuju kotanya Subang, Adelia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Bagas, menikmati setiap perjalanan bersandar di punggung laki - laki yang sudah mencuri hatinya, merasakan kehangatan dan aroma tubuh Bagas yang harum, dengan hembusan angin yang sepoi - sepoi.Bagas menghentikan motornya dan memarkirkannya di sebelah tukang nasi goreng, keduanya segera turun langsung memesan nasi goreng untuk dua porsi, mereka duduk saling berdampingan."Del, terima kasih," ucap Bagas yang menoleh ke Adelia."Untuk?" tanya Adelia yang merasa tidak melakukan sesuatu untuk Bagas.Bagas tersenyum dan menggenggam jemari Adelia. "Untuk kamu yang sudah mau singgah di hatiku, menetap ya, jangan berpindah.""Emang aku mau pindah
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab