Cukup lama Bagas terdiam, pikirannya seakan berdialog dengan logika dan hatinya, pandangannya menatap kosong ke arah buku yang ia pegang, perlahan ia pejamkan matanya menarik napas dan membuangnya perlahan dengan bibirnya yang setengah terbuka. Adam yang melihat Bagas seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat, ia beranikan diri akhirnya bertanya, bagaimana pun Adam tidak bisa hanya diam saja melihat Bagas seperti orang yang bingung, masalah yang Bagas hadapi adalah masalah baginya juga, ia tidak menghiraukan apabila pertanyaannya akan membuat Bagas marah kepadanya, karena terlalu ikut campur.
"Maaf Tuan Muda, apabila saya lancang bertanya, saya hanya khawatir dengan Tuan, saya perhatikan setelah membaca buku itu, Tuan berubah moodnya, apakah ada masalah? sekali lagi maaf bila saya lancang," ucap Adam sangat hati - hati bertanya kepada Bagas.
Bagas tidak menjawab pertanyaan Adam hanya menatap sekilas, membuat Adam langsung berdiri dan menundukan kepalanya, karena s
Bagas kembali menceritakan apa yang sudah ia baca, tanpa sedikit pun menyembunyikan kepada Adelia, karena hanya kepada Adelia Bagas bisa bertukar pikiran dan mencurahkan apapun yang ia rasa dan alami. Adelia selalu bisa membuatnya tenang, memberi ya solusi atau menjadi pendengar yang baik bagi Bagas. "Sayang, aku lanjutin lagi ceritanya, kamu nggak apa - apa...kalau malam ini, aku ingin membahas soal buku Om Samuel, aku jadi merasa bersalah sudah bersikap kurang baik kepadanya dan menyalahkan semua hal yang terjadi kepadaku dan keluargaku karena ulahnya, aku sama sekali tidak pernah tahu, kalau ada kisah yang tersimpan cukup dalam, keluargaku tidak ada yang memberitahuku termasuk nenek, aku juga tidak menyalahkan keluargaku, mungkin mereka tidak ingin aku tahu kejadian yang sebenarnya, walau hatiku merasa sedih dan kecewa, mengapa ayah bersikap tidak baik kepada Om Samuel, padahal Om Samuel begitu menyanyanginya sebagai adik dan percaya kepada ayah, awalnya aku juga tidak ta
Setelah melewati malam panjang bersama, Adelia kembali ke Rumah Sakit di antar Bagas, sementara Bagas bersama Adam dan orang - orangnya kembali ke kota Subang, untuk mengurus manajemen hotel dan menyelidiki kematian Samuel.Setibanya di Hotel Arimbi, Bagas disambut oleh semua staf hotel, Bagas hanya tersenyum melewati dan langsung menuju roomnya bersama Adam, sementara orang - orangnya berjaga di luar hotel."Om, saya mau keluar sebentar, untuk pengganti Raymond dan ketiga manager lainnya apakah sudah di konfirmasi kedatangannya ke Arimbi?" tanya Bagas sambil mengenakan jaket parasit."Sudah Tuan, besok pagi mereka akan segera tiba dan kita akan melaksanakan rapat dengan semua departemen hotel, semua hal yang Tuan perintahkan sudah di atur sebaik mungkin, termasuk penangkapan Raymond dan tiga orang manager, saya sudah mengirim melalui fax bukti kejahatan Raymond kepada Pak Sandi untuk menyerahkan kepada polisi dan mengurus semuanya secara rahasia, sebagimana kit
Keesoakan harinya, setelah makan siang, rapat akan di mulai sebentar lagi dan semua pegawai hotel yang menerima undangan, sudah menempati tempat duduknya masing - masing. Bagas berjalan menuju ruang rapat bersama Adam, acara rapat segera di mulai. Rapat berjalan dengan lancar pengesahan beberapa jabatan baru sudah di umumkan oleh Adam dan pengenalan manager utama hotel Arimbi pengganti Raymond dan 3 jabatan manager umum salah satunya adalah Syamsul yang kini menjabat sebagai manager IT menggantikan manager sebelumnya, Winda di pindah ke departeman HRD sebagai HR, sementara Heni menjabat sebagai staf marketing. Setelah rapat selesai, Syamsul, Winda dan Heni menemui Bagas dengan wajah yang sangat bahagia, karena Bagas sudah mengangkat derajat mereka dalam pekerjaan, merupakan hal yang sulit di bayangkan oleh mereka. Bagas mengucapkan selamat kepada ketiga temannya.Setelah acara selesai, Bagas keluar dari ruang rapat menuju lobi menunggu kedatangan Adelia, Cindy dan Sinta yang
Malam telah menjemput dengan gelapnya, suara binatang malam kian berlomba memberi irama tersendiri, di taman hotel Arimbi terlihat Adelia bersama kedua temannya sedang duduk dengan senda gurau, menunggu kedatangan Bagas yang rencanya malam ini akan makan - makan di tempat Syamsul. Terlihat Bagas dengan begitu tampannya, rambut yang tertata rapi dengan alur kebelakang, mengenakan kaos putih jelana jeans, menghampiri ketiganya, dengan senyum yang mengembang menyapa penuh keramahan."Malam semuanya? kenapa menunggu di taman, nggak di lobi, disini dingin banyak nyamuk pula," ucap Bagas."Kita sedang menikmati udara malam kota Subang, kamu lihat ke atas sana, bintangnya banyak membuat hati merasa senang," jawab Adelia yang mendekati Bagas sambil menunjuk ke arah langit."Iya Sayang, ya sudah kalau begitu kita langsung ke tempat Syamsul, karena Winda dan Heni juga sudah berada di sana, sedang mempersiapkan ayam dan jagung yang akan kita bakar."Tanpa menunggu l
Pukul tujuh malam, setelah berpamitan kepada Adam dan kelurganya serta menelepon Adelia kalau Bagas akan pergi ke Surabaya untuk menemui Theo, Bagas segera ke Bandara di antar oleh mang Asep, Bagas awalnya menolak pengawalan, namun Adam bersikeras meminta Bagas di dampingi pengawal, bagaimana pun Tony masih belum tertangkap sampai detik ini, polisi hanya mengabari kalau temannya Tony sudah tertangkap dan sedang di sidik untuk penyelidikan lebih lanjutnya, mengenai beberapa barang bukti yang disembunyikan Tony, seperti pisau lipat yang dipakai untuk menusuk Bagas.Setelah melakukan perjalanan lewat udara, Bagas telah tiba di kota Surabaya, di jemput langsung oleh Theo di bandara. Bagas sebenarnya sudah enggan bertemu dengan Moza karena menghargai Theo, namun permintaan Theo yang Bagas pikir di luar akal sehat, karena Bagas sangat hapal bagaimana tempramen Theo kepadanya. Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi isi kepalanya, namun Bagas memilih bungkam, karena prihal ini sudah per
Tidak berapa lama, setelah Sinta menelepon. Syamsul, Winda dan Heni sudah tiba di lokasi Minimarket yang sudah terbakar, setelah memarkirkan motornya, ketiganya segera berjalan dengan langkah yang cepat menuju Adelia dan kedua temannya."Bagaimana ceritanya bisa sampai begini?" tanya Syamsul yang baru saja tiba di depan mereka dan langsung menanyakan kejadiannya."Kita juga tidak tahu, karena kita sedang di luar," jawab Sinta."Kalian yang sabar ya, lebih baik sekarang kita ke kosan Winda, kalian tidur saja disana, besok baru kita kesini lagi, apakah bangunannya sudah kalian asuransikan? nanti aku bantu untuk mengurusnya.""Belum." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Adelia, seakan pikirannya sudah tidak menentu."Ya sudah, kita lebih baik langsung ke kosan saja," ucap Syamsul sekali lagi mengajak ketiganya untuk beristirahat di tempat Winda, setidaknya menenangkan pikiran mereka yang terlihat sudah tidak bisa fokus.Saat sedang berbinc
Syamsul sudah terkulai lemas di tanah, pukulan demi pukulan menghantam badannya, ia berusaha untuk bangkit, melihat teman - temannya sudah tertangkap, namun tubuhnya sudah sangat lemas menahan rasa sakit yang menjalar ke sekujur tubuhnya, membuatnya hanya bisa mengepalkan tangannya dengan kesal. Satu mobil berhenti di belakang mobil Adelia, turun seorang pemuda, menghampiri sekawanan penjahat yang tengah sibuk membawa paksa para wanita untuk masuk ke dalam mobil. Salah seorang dari para penjahat melihat siapa yang datang langsung memberi hormat."Bos!"Serentak penjahat yang lain memberi hormat, membungkukan badannya, dengan masih mencengkram tangan para wanita."To-tony," ucap Adelia terbata - bata, dengan tatapan tajam dan amarah yang seakan tertahan."Hallo Sayang, sudah lama sekali tidak bertemu, aku sangat merindukanmu.""Jangan gila kamu Ton, lepaskan aku!""Tenang Sayang, kamu pasti akan aku lepaskan, temani aku dulu di hotel, hahahah
"Kita temui Bagas, karena Bagas susah sekali di hubungi, kasihan teman kita, nanti ngelamun terus kayak sapi ompong," ucap Sinta menjelaskan kepada Cindy."Oke, kalau begitu kita belanja baju dulu, masa nggak ganti - ganti baju, kemarin lagi di Rumah Sakit cuma beli beberapa stel, nggak akan cukup.""Nanti siangan aja, sekarang kita istirahat dulu, aku sama Adelia juga belum mandi," jawab Sinta yang langsung meraih handuk miliknya dan langsung melangkah ke kamar mandi.Cindy duduk di sebelah Adelia, menepuk bahu Adelia beberapa kali, menatap dengan senyum ramah seorang sahabat."Kamu jangan ngelamun aja, ya? kan besok kita ketemu Bagas, berdoa saja Bagas disana Baik - baik saja," ucap Cindy."Iya Cin, aku cuma bingung, mengapa Bagas akhir - akhir ini susah di hubungi, sebelumnya Bagas tidak seperti ini, sesibuk apapun, dia akan tetap mengabariku, ini sudah beberapa hari tapi Bagas sama sekali tidak memberiku kabar dan tidak membalas pesan chattingk
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab