Agra KetigaSetelah beberapa lama, Minak Hijau menemukan kembali kesadarannya. Energi tubuh yang telah menyatu sempurna dengan Agra ular bertanduk perak berusia 7000 tahun.“Keke, akhirnya kau telah siuman.” Pancah memeluk Minak Hijau yang tersadar dan masih terbaring. “Selamat, Keke Minak, dirimu telah mendapatkan Agra pendamping yang luar biasa.” Sunan Zunungga tersenyum.“Keke Minak, Tuba bangga padamu! Jika nanti kita kembali ke Dasau Merak Buluh, Ayahanda pasti akan memberimu hadiah, hahaha.”“Terima kasih kalian semua… Hemm, aku juga sebenarnya tak menyangka. Semua terjadi begitu tiba-tiba…” Minak menjawab terbata sembari memegang sudut kepalanya yang terasa sedikit berputar.“Jika begitu, tempat ini harusnya sangat aman, kita tak perlu takut lagi, teman-teman.”“Rinci, kita sudah bermalam di sini beberapa hari, sepertinya sedikit terlambat jika baru membahas rasa takut itu sekarang.” “Keke Tuba benar, Rinci. Sebaiknya kau harus belajar untuk mengesampingkan rasa takutmu itu…”
Agra Lili PutihSudah hampir menginjak tiga jam berjalan, Pancah Ungu belum juga kembali. Hal ini membuat keempat Ashokans lainnya mulai khawatir.“Kenapa Pancah belum juga kembali ya, Keke? Apa perlu kita menyusulnya?” “Hemm, kita tunggu sebentar lagi. Hal seperti ini juga pernah terjadi sebelumnya. Anak itu memang suka menyendiri jika ada hal yang membuatnya kesal.”“Benarkah, Keke Tuba?” “Iya. Tanya saja pada Keke Minak jika tak percaya.”“Minak, kamu masih ingatkan waktu Pancah kesal saat kalah dari Tarkam?”“Hemm… Kejadian waktu itu sebenarnya cukup lucu. Dulu sewaktu kami masih di dasau Merak Buluh, kami bertiga ditempatkan Ayahanda untuk belajar di perguruan bela diri. Saat itu, Pancah bernafsu sekali ingin memenangkan tanding audisi supaya aku dan Tuba, memanggilnya Keke, hahaha.” “Tetapi yang terjadi, Pancah malah dikalahkan oleh Tarkam yang berusia jauh lebih muda darinya. Justru ia yang harus memanggil Tarkam dengan sebutan Keke seperguruan. Dan ini membuatnya kesal. Ter
Pencarian Pancah UnguKeempat Ashokans remaja mulai melakukan pencarian Pancah Ungu yang tak kunjung kembali. Mereka seperti mencari jarum di seantero hutan. Karena sama sekali tak ada penanda ataupun jejak yang ditinggalkan. “Hah, kemana kita harus mencarinya. Bocah ini benar-benar membuat repot saja.” “Sabar, Keke Tuba. Kita pasti menemukannya.” Sambung Minak Hijau. Setelah bersepakat, mereka mulai menelusuri jalan lurus di bagian timur jika ditarik dari arah gua tempat mereka berdiam.Cukup lama mereka berjalan, namun masih tak tampak tanda khusus yang ditinggalkan oleh Pancah Ungu.Akhirnya, mereka memutuskan untuk beristirahat beberapa waktu. Sambil memikirkan rencana-rencana pencarian selanjutnya.“Kau sudah membuat penandanya, Rinci?” “Sudah, Nanzu. Jika Pancah melihat penanda yang kutinggalkan, ia pasti dapat menyusurinya.”“Bagus sekali, Rinci. Aku juga sudah membuat beberapa penanda di bagian lain. Cepat atau lambat, Pancah pasti dapat menemukannya.”“Bocah ini, bahkan
Hal tak Terduga!Tubuh Pancah Ungu yang saat ini masih terbalut akar-akar lili putih, bergerak berayun seiring kesadaran jiwanya yang telah kembali ke tubuh fana itu.Saat terjadi penyatuan energi Agra lili putih, kokon akar yang berisi tubuh Pancah terlihat berkilau terang. Sinar ungu pekat dengan lapisan-lapian energi menyelimuti kokon itu. Seperti cahaya bunga lotus yang tertimpa cahaya matahari pagi. Menyilaukan.Namun, di balik balutan kokon akar kembang berwarna putih itu, Pancah merasakan siksaan yang teramat menyakitkan.Apakah ini balasan untuk semua penyakit kalbunya? Ataukah penyatuan energi Agra memang seperti siksaan di neraka dimensi? Pancah hanya bisa merasakan setiap denyut jantungnya seolah ditarik satu per satu, dan tulang-tulang di tubuh fisiknya serasa diremukkan untuk dibentuk ulang.Kokon itu semakin menipis dan terhimpit. Begitu juga halnya dengan jiwa dan raga seorang Pancah Ungu. Dileburkan!Lalu…Sebuah ledakan dahsyat terdengar cukup kencang di sekitar ra
Misteri Urat AkarSedikit lagi!Tatkala serangan itu tinggal menyisakan beberapa jarak dari kepala Sunan Zunungga, tiba-tiba saja gigi taring Alpha serigala seolah menabrak sebuah dinding kasar yang membuat tubuhnya terlempar.Kedua tangan Sunan Zunungga secara spontan menyilang ke atas, membuat aliran darah dari luka di pergelangan tangannya mengucur, menjatuhi setiap pergelangan nadinya.Lalu, urat akar itu menggeliat!Urat akar yang bersemayam di pergelangan nadi Sunan Zunungga, tiba-tiba saja bergerak hidup, menyembul seolah ingin melewati permukaan kulit halus bocah Nanzu. Urat akar yang berasal dari telur biru tua waktu lalu. Sembulan berwarna kebiruan tua, menjalar mengikuti aliran darah tubuh Sunan Zunungga, dan dalam sepersekian detik ketika bahaya sang Alpha bergerak untuk meremukkan kepala Ashokan Nanzu, pola akar yang menjalar itu mengeluarkan semacam energi kubah berwarna merah terang!Sebuah cahaya yang memancarkan energi panas murni!Jika sebelumnya, sewaktu Sunan Zun
Rencana Besar Manik CobanWanita bungkuk saat ini sedang menyerap ramuan sihir dari secawan merah yang berasal dari darah angsa hitam. Ramuan itu dibuat dari bubuk kepala rusa tanduk perak yang diolah selama tiga purnama penuh dan dicampurkan dengan darah segar angsa hitam jantan.Siapa lagi jika bukan Nek Hanbak!Ramuan sihir tersebut digunakan untuk memperbaiki energi intinya yang telah mengalami banyak kerusakan akibat menerobos benteng kubah penjara elektrik di Kastil Bintang waktu lalu.Dalam sekali nafas, ramuan itu melesat melalui tenggorokannya. Habis. Sesekali masih menyisakan rasa panas. Meskipun rusa tanduk perak adalah binatang sihir yang berada di benua kutub terdingin di belahan galaksi para dewa. Tetapi setelah diolah selama kurang lebih tiga purnama, pecahan energi panas yang menjadi inti dari kekuatan internal makhluk tersebut adalah berhawa panas murni. Tidak heran, makhluk ini dapat bertahan secara alami di tengah padang kutub es yang membeku selama jutaan tahun. Te
Pergerakan Para TetuaKetua suku kurcaci topi rumbai enggan mendekat, namun tatapan mengintimidasi dari Sophia membuatnya mau tak mau tunduk pada perintah itu. Karena pada saat ini, ia mengemban keselamatan para generasi kurcaci yang tersisa.Tiba-tiba saja, Sophia mengayunkan tangan kanannya ke depan membentuk jari-jari yang mencengkeram. Kuku di jari itu sekejap berubah hitam dan meruncing lalu mengeluarkan tarikan magnet membuat tubuh ketua kurcaci topi rumbai seakan tersedot.Leher kecilnya yang keriput kini berada dalam genggaman Sophia!“Uhuukk…” Cekikan itu membuat setengah nafasnya tercekat. Lalu seketika Sophia menjatuhkan tubuh ketua kurcaci ke lantai batu yang dingin.“Waktu terjadi pembantaian rusa tanduk perak, kalian pasti melihat kejadian itu, bukan?!”“Uhukk..iya.” Jawaban itu setengah terbata. Ketua kurcaci bahkan memegang ruas-ruas lehernya sambil terbatuk. Rasanya seperti masih tersedak gumpalan daging. Sophia sama sekali tak mengeluarkan kekuatannya. Jika tidak,
Misteri Urat Akar IISunan Zunungga perlahan mendapatkan kembali kesadarannya. Kelopak mata itu mengerjap ringan namun masih terpejam. Sembulan urat akar kebiruan yang tumbuh di pergelangannya tak lagi liar. Lebih tampak normal seolah tak terjadi apapun.Dan saat kedua netra kebiruan itu terbuka, pandangannya tertuju pada beberapa pasang mata yang sedang mengelilingi dan menatapnya serius. Seperti makhluk eksprimen yang berada di bawah pengamatan khusus para pengawas. Sunan Zunungga memanggil mereka lirih.Mereka tak lain adalah Minak Hijau, Tuba Lilin dan Pancah Ungu.“Keke Minak, Keke Tuba, Pancah Ungu? Kau sudah kembali?”Sunan hendak beranjak duduk dengan mengangkat tubuhnya, tetapi bagian kepalanya masih terasa berputar. Hingga membuatnya sedikit oleng.“Tenangkan dulu dirimu, Nanzu. Kau terlalu lama pingsan, makanya kepalamu terasa sedikit pusing.” Pancah Ungu lalu kembali menyalurkan energi ungu pekat melalui tubuhnya membentuk garis-garis energi. Kali ini tujuannya adalah ura