Noah dibawa menuju sebuah ruangan mewah yang tampak sengaja dipesan untuknya. Di sana, dia melihat sosok tinggi Eliot Redwood yang berdiri memunggunginya sembari memandang hamparan luas kota dari balik kaca besar ruangan itu.
Ketika mendengar langkah Noah mendekat, lelaki itu lantas memutar tubuh dan mengulas senyum pada Noah.
“Kita bertemu lagi, Noah,” ujarnya menyapa, sementara Noah masih bergeming di tempatnya berdiri. “Aku tidak tahu kau ini sedang bertingkah bodoh atau memang benar-benar bodoh sampai Joana bisa menangkapmu dengan mudah,” timpalnya sembari tersenyum mengejek.
“Bukankah kau ingin mengatakan sesuatu padaku?” tanya Noah, membuat Eliot memiringkan sedikit kepalanya dengan raut bertanya. “Bukan hal sulit bagiku untuk mengabulkan permintaanmu, sebelum kau melakukan hal aneh lainnya. Kau memang semenyebalkan itu orangnya.”
Eliot memasang tatapan tajam, sebelah keningnya terangkat sebab ucapan N
Malam semakin larut. Sun masih terduduk di tempatnya sejak satu jam yang lalu, menunggu sosok terkasih yang tak kunjung kembali pulang.Tentu saja Sun merasa cemas, sebab sudah lama sejak terakhir kali Noah bisa dihubungi. Tidak ada yang tahu ke mana Noah pergi setelah dia berkata akan mengunjungi Emily di rumah sakit, dan keberadaannya saat ini adalah sebuah misteri yang membuat Sun bahkan tak merasa mengantuk sebab memikirkannya.
Sun amat terguncang dengan apa yang didengarnya dari Noah malam lalu. Hal itu membuatnya memutuskan untuk tidak menemui Noah dulu untuk beberapa hari sampai dirinya kembali tenang.Ini adalah hari keduanya menjauh dari Noah, yang rasanya seperti terkurung lama di dalam ruangan tanpa kepastian kapan dirinya akan keluar. Perasaannya hampa, mungkin karena rindu luar biasa akan sosok yang dicinta.
Tidak mencari bukan berarti Noah sudah lepas tangan sepenuhnya terhadap Sun.Noah memang tidak mengirim pesan untuk meminta Sun kembali, atau menelpon untuk menanyakan kabar gadis itu selama dua hari mereka tidak saling bertegur sapa. Tapi kendati demikian, Noah masih terus mengawasi pergerakan Sun dan menjaganya dari jauh dengan mengirim beberapa orang untuk berjaga di sekitarnya.
Hari-hari berlanjut, terasa seperti biasa tapi kehampaan itu masih terasa di ujung terdalam relung hatinya.Tak terhitung berapa kali dalam langkah yang terajut tanpa henti, Noah mencekat sendiri langkahnya dengan mendadak ketika sekelebat bayangan Sun merasuki ruang ingatannya. Ia menghela napas, berusaha untuk tidak terlalu menuruti kemauan hatinya yang sudah pasti meraung sebab merindu.
Hanya sekejap waktu dari setiap detiknya yang dipenuhi kesibukan, William akan sejenak berhenti untuk memperhatikan sekitar.Terlalu banyak darah yang ia lihat, terlalu berisik teriakan yang masih menggema di ruang ingatannya. Ketika ia hanya berdiri dan memandangi alam dengan saksama, embusan angin yang tenang membawa pergi itu semua.Lingkaran setan terkadang bu
Katakan apa yang harus Noah lakukan agar dirinya bisa berpikir lebih jernih.Mendengar apa yang dikatakan Eve pagi ini membuatnya tak bisa berpikir jernih, kendati ia masih tenang seperti biasanya—tapi itu tidak bisa menutupi kecemasan yang tergambar oleh kening berkerutnya.Baiklah, untuk saat ini, kesampingkan dulu hal yang bisa ia lakukan nanti. Sekarang yang terpenting baginya adalah menemukan keberadaan William.Waktu bergulir, pagi berganti. Rupanya mendung yang sejak fajar menyelimuti bukan hanya hiasan langit belaka, itu tampak seperti nuansa yang tepat melatari suasana, setidaknya dalam panggung kehidupan Noah.“Jov, aku ingin kau memastikan keberadaan Sun saat ini. Dia mendatangi gedung tadi pagi dan setelah itu aku tidak tahu ke mana dia pergi. Pastikan kau tetap bersama Sun untuk hari ini dan menjaganya.” Begitulah isi pesan suara yang Noah kirimkan pada Jov, berharap satu hal tidak a
“Aku pasti akan membunuhmu, Eliot. Akan aku lakukan bagaimanapun caranya.” Eliot terdiam di tempatnya berdiri. Tatapannya merendah, sekilas tampak rasa kecewa dan benci yang dipendamnya. Dia tidak berharap bahwa yang akan menerima panggilannya adalah Noah. Dia juga tahu apa artinya jika yang menerima panggilan itu bukan si pemilik ponsel. Eliot menghela napas, tidak mau memikirkannya lebih lama. Tidak berguna. Lagi pula dia tidak terkejut juga setelah mendengar suara Noah menjawab panggilan itu. “Apa kabar, Noah? Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu. Apa kau merindukanku?” Eliot masih seperti biasa, lelaki yang menyukai basa-basi itu memilih untuk mengalihkan pembicaraan. Padahal dia tahu betul hal besar apa yang terjadi di antara mereka. Atau lebih tepatnya, Eliot tahu betul hal besar apa yang baru saja diperbuatnya. “Kau ingin bertemu, Noah? Atau ka
Setelah terjebak hujan untuk waktu yang lama, juga dengan hal mengecewakan yang ia dengar dari mulut lelakinya, Sun berpikir akhirnya ia bisa pulang dan menenangkan diri.Tapi demi apa pun, Sun tidak menyangka kalau dirinya akan diberi kejutan lagi yang tak kalah dari sebelumnya.Sun membuka pintu dengan terburu, tapi bukan berarti ia tidak akan begitu terkejut ketika kedatangannya disambut suara pecahan vas yang memekakkan telinga dan menggetarkan tubuhnya. Belum lagi ketika ia melihat sosok yang baru saja melemparkan vas itu tepat di depannya.“Selamat datang, Nona McRay ....”Tidak jauh berbeda dengan reaksi Sun, Eliot juga tampak sedikit terkejut, tidak menyangka jika Sun datang tepat ketika ia melemparkan vas itu. Eliot tidak mengira jika emosinya akan memuncak ketika orang yang ia tunggu itu memasuki ruangan.Sun tentu saja terlihat sangat ketakutan saat ini. Terlebih k
Sun kehilangan alas kaki entah di langkah ke berapa dalam perjalanannya untuk sampai ke tempat ini.Ia berhenti untuk sejenak mengambil napas, sembari mengedarkan pandangan dan berharap dia bisa bertemu dengan Noah.Jika laki-laki bermata abu-abu dengan rambut coklatnya itu benar-benar Noah, maka seharusnya dia tidak perlu melakukan permainan kejar-kejaran seperti ini, kan? Kenapa dia tidak langsung menemui Sun saja?Kenapa dia harus membuat Sun sampai berlari sejauh ini ke pusat desa hanya untuk menemukannya di antara banyaknya manusia?"Noah ...."Sun mengedarkan pandangannya seperti orang linglung, dia berusaha mengidentifikasi setiap wajah dan menyamakannya dengan bayangan sosok yang ada dalam ingatannya.Rambut coklat dan tubuh tinggi kurusnya, dia berjalan tegak dan dia terlihat paling bersinar dari siapa saja yang ada. Seharusnya mudah menemukan Noah di tempat ini, tapi kenapa Sun tidak bisa melakukannya? Apa karena Noah memang tidak ada?Apa Shawn salah lihat? Apakah Sun hanya
Sun tidak tahu sudah berapa lama dia terduduk di bawah pohon rindang itu; dia merenung dan mengingat kembali tentang apa saja yang terjadi yang sempat ia lupakan karena insiden malam itu.Tapi yang ada, dia malah merasa menyesal dan kesal pada dirinya sendiri yang sempat hampir melupakan siapa itu Noah Bellion. Nyatanya, lelaki itu adalah orang yang membuat Sun tidak bisa hidup sedetik saja tanpa dirinya."Dasar bodoh ... bagaimana bisa kau melakukan ini pada Noah?" ujar Sun, memarahi dirinya sendiri dalam penyesalan. Ia menghapus air matanya, tapi itu tetap tidak membuat Noah muncul di hadapannya.Sun kembali bersandar dan menangis. "Kau di mana Noah ...? Kau tidak mau kembali?" ujarnya, "kenapa tidak mau kembali? Aku tidak akan marah karena kau telah berbohong. Nyonya Ash bilang kalau Eliot sudah mati, tapi kenapa kau masih tidak kembali ...?"Sun menundukkan kepala, menutup wajahnya yang pasti terlihat sangat jelek karena menangis tersedu-sedu.Saat ini dia sangat takut untuk berpr
[2 BULAN KEMUDIAN]"Nona Fleurry! Nona ...!"Seorang gadis dengan rambut pirang keemasan menoleh segera ketika seseorang memanggil namanya. Rambut panjang bergelombang milik wanita itu tersapu oleh angin ladang yang bertiup sepoi-sepoi, menjadikannya bak kain tergantung yang menari dengan cantiknya."Selamat pagi Paman, ada apa?" tanya gadis itu, tersenyum ramah dengan cantiknya."Kabar baik untukmu, Nona; lima domba kita berhasil melahirkan hari ini!""Oh, benarkah? Ada berapa anak domba yang lahir?""Ada 17 anak domba, Nona! Dan mereka semua sehat!"Senyum Sun Fleurry McRay tak bisa ia tahan ketika mendengar kabar bahagia di hari yang cerah ini. Ibu domba yang ada di peternakannya berhasil melahirkan bayi domba yang sehat; mereka pasti akan jadi anak domba yang lucu dan gemuk-sehingga membuat Sun tidak sabar untuk melihatnya."Apa kau akan melihatnya sekarang, Nona?" tawaran itu jelas tidak Sun tolak; gadis itu mengangguk lalu bergegas pergi dari tengah ladang bunga matahari yang su
Seorang perawat wanita memasuki kamar rawat Sun Fleurry McRay untuk melakukan pengecekan rutin; dia memeriksa setiap aspek perawatan Sun untuk memantau perkembangan sekaligus melakukan apa yang perlu ditindak lanjut.Tak lupa ia mencatatnya di kertas yang ia bawa, tapi tiba-tiba ...JDERRR!"Ah!" Suara petir yang menggelegar membuatnya terkejut dan tak sengaja menjatuhkan pena miliknya. "Astaga, membuatku kaget saja," ujarnya, lalu memungut pena.Ia melihat ke luar dinding kaca di kamar itu; memperlihatkan langit malam yang gelap tertutup awan mendung. Sudah begitu, terdengar petir beberapa kali dan menandakan sebentar lagi akan turun hujan besar."Apa akan ada badai?" tanyanya, menatap pemandangan langit dengan raut cemas. Tapi dia tidak punya waktu untuk itu, sehingga segera ia tutup tirai ruangan itu dan melanjutkan pekerjaannya. Ia selesai mencatat perkembangan, tapi perhatiannya sejenak jatuh pada Sun yang masih terpejam dengan alat rumah sakit mengitarinya-berusaha mempertahanka
Eliot terdiam, memperhatikan Noah yang berusaha berdiri tegak di atas sana. Tatapannya tajam, Eliot bisa merasakan itu; tapi tiba-tiba Noah tersenyum tipis dan berkata, "Atau jika kau ingin sekali bertemu dengan Joanne? Aku akan dengan senang hati mengantar?"Eliot tertawa; meski ia kesal luar biasa. Noah masih menantangnya dengan angkuh padahal lelaki itu terlihat akan mati sebentar lagi.Sebagian wajahnya ditutupi darahnya sendiri, kemeja putihnya lusuh dan ada banyak noda darah; pakaiannya compang-camping memperlihatkan sebanyak apa luka yang dia dapatkan. Dan yang lebih seru adalah ... tangannya yang erat memegang pistol rusak itu, sepertinya patah.Noah melihat ke arah pandang Eliot, dan ya-dia juga sadar apa yang terjadi pada tangan kanannya saat ini. Ia melempar pistolnya yang sudah rusak karena tertimpa reruntuhan, lalu kembali menatap Eliot dan berkata, "Ayo selesaikan ini ...."Eliot menahan tawa, sembari membuka telapak tangannya menghadap Noah; ia bermaksud menolak. "Kau y
"Akh!"Noah tersungkur, tapi rentetan peluru tak berhenti sehingga ia terpaksa merangkak dengan rasa sakitnya menuju ke tempat yang bisa melindunginya.Ia menarik kekinya yang seakan mati rasa untuk sejenak, dan menyadari peluru Eliot berhasil menyayat pergelangan kakinya lumayan dalam."Sial!" ujarnya, mengernyitkan kening tajam sembari merobek sebagian celananya untuk menghentikan pendarahan. Perjalanan masih jauh, dia tidak boleh lemas karena kehabisan darah untuk luka kecil seperti ini.Sementara dirinya sudah lusuh dan berdarah, Eliot masih berdiri di tempatnya seolah tak tersentuh. Jika saja Eliot hanya membawa satu pistol, pasti Noah bisa mengimbangi permainannya. Tapi bahkan dia memiliki pistol lain setelah dua pistolnya kehabisan amunisi.Noah berusaha mengatur napas sembari mendengarkan Eliot."Kau tahu, setelan yang aku pakai malam ini adalah hadiah dari kekasihku. Dia memberiku benda ini sebagai hadiah. Aku tidak suka, aku sempat membuangnya. Tapi kemudian aku ingat; kalau
Noah berjalan menyusuri tangga beton dalam bangunan tua yang mangkrak pembangunannya. Dengan langkah lesu dan raut biru, ia tidak menengadahkan wajah dan terus memperhatikan langkahnya sampai ia tiba ti tempat tujuan.Hari ini sesuai dengan perkataannya; dia akan datang menemui Eliot di mana pun lelaki itu berada. Ini tidak seperti pertemuan yang direncanakan untuk melepas rindu satu sama lain, mereka datang untuk tujuan masing-masing; membunuh satu sama lain.Tentu saja perasaan Noah tidak akan baik-baik saja. Dia meminta izin pada ibu kandung Eliot untuk membunuh anaknya, bukankah ini tragis? Ibu mana yang tidak akan terluka saat buah hatinya berada di ambang bahaya, tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa?"Oh, kau sudah datang, Noah ...?"Tatapan mata Noah terarah lurus ke depan; menuju tempat Eliot yang berdiri memunggunginya sembari merokok santai bersandar pada pilar tak bertembok. Dari lantai empat, angin semakin kencang bertiup; malam juga tidak terlihat cerah. Hal itu membuat
Sebuah pemakaman keluarga yang sepi, seorang lelaki datang sembari menenteng buket bunga dengan langkah yang lamban.Ketika ia tiba di depan sebuah nisan bertuliskan nama William Odolf, lantas ia meletakkan buket bunga itu dan membuka kaleng bir untuknya.Noah Bellion duduk di depan nisan, ia meminum bir kalengan yang dibawa sembari menatap dingin nisan William di hadapannya. Meski ia tampak dingin dan tak memiliki simpati, tapi jika dilihat saksama, terdapat guratan sendu di mata dinginnya yang tertunduk lesu.Noah terdengar beberapa kali menghela napas, rasanya masih belum bisa dipercaya jika William sudah tiada. Semua terjadi begitu cepat dan kacau luar biasa; bahkan Noah tak memiliki waktu untuk berbelasungkawa atas kematian ayah angkatnya ketika kekacauan lain datang dan hampir merenggut sang kekasih darinya.“Kacau sekali,” ujarnya, bermonolog, “mungkin aku tidak akan pernah hidup dengan tenang; aku sudah terlahir untuk hidup di dunia yang kacau.”Noah memikirkan kembali masa la
Sudah lebih dari seminggu lamanya Sun terbaring di ranjang rumah sakit, dan selama itu pula Noah tidak pernah absen sehari saja untuk mengunjunginya.Setelah kecelakaan itu, Sun mengalami luka yang sangat parah. Benturan di kepalanya mengakibatkan trauma yang belum bisa dideteksi oleh medis, dan beberapa tulangnya mengalami patah. Mereka bilang; Sun bisa melewati masa kritis saja merupakan suatu hal yang mengejutkan. Sebab dengan luka separah itu, jika dia mati maka bukanlah hal yang mustahil.Mereka bisa mengatakannya, maka Noah hanya akan bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan yang selama ini tak ia percaya. Noah setelah sekian lama, akhirnya kembali berdoa pada Tuhan yang lama tak dia gaungkan namanya, bahkan untung-untungan dia masih ingat nama Tuhannya. Tapi doa Noah kali ini dikabulkan; Sun berhasil melewati masa kritis. Namun, itu bukan berarti dirinya sudah bertemu jalan yang mulus.Mengingat dia memiliki trauma pada syaraf kepalanya dan medis belum bisa mendeteksi sebelum ef