Di tengok ya abangnya :))
Ian duduk sambil menekan pelan kedua tangannya. Lengan atas, sampai pergelangan tangan. Lalu kedua kakinya. Semua utuh, tidak ada bengkak. Itu berarti tulangnya utuh.Tubuhnya terasa seperti sampah, karena terlalu banyak rasa sakit, tapi tidak ada yang sampai mengkhawatirkan. Pukulan dan tendangan bertubi-tubi yang diterimanya terlihat buruk, tapi ia berhasil menempatkan agar tubuhnya tetap utuh—tidak ada luka fatal. Ian tidak amat melawan memang, karena masih perlu ada disana. Ia belum memastikan apakah anak itu miliknya atau tidak.“Sekarang apa?”Ian bersandar pada tembok di belakangnya, menatap seluruh ruang berukuran kurang lebih tiga kali tiga meter, lalu tingginya hampir tidak bisa menampung panjang tubuh. Bertembok rapat dan keras, pintu kayu yang terlihat kokoh, dan hanya ada satu lubang udara di atas kepalanya saat ini. Itu pun berukuran tidak lebih besar dari telapak tangan.Ian masih beruntung saat ini hampir musim panas, tidak masalah lubang itu terbuka. Ia membayangkan
“Kau berisik!” Serena ikut mendesis dengan panik saat melihat orang yang biasa berjaga di rumahnya mulai berlari ke arah mereka. Tidak ada orang yang berjaga di depan pintu, tapi mereka akan sensitif pada suara yang berasal dari sana. Bagaimanapun Ian masih tawanan yang harus di jaga.“Aku—”“Ikut aku!” Serena tidak mendengar rencana Ian, dan menariknya menyusuri bagian samping dari bangunan yang menjadi tempat mengurung Ian. Ruang itu rupanya bagian dari bangunan yang lebih besar, seperti paviliun dan kini Serena memutar dan keluar ke area samping taman.“Kau hanya tidur denganku?”Ian berlari mengikuti Serena—menyesuaikan dengan langkah Serena, karena sebenarnya bisa lebih cepat—tapi kepalanya tidak berkonsentrasi pada keadaan sekitar. Ia masih takjub dengan kenyataan yang tadi disebut Serena.“Menunduk!” Serena mungkin lambat, tapi ia lebih tahu seluk-beluk rumah itu. Ia menarik tangan Ian ke balik semak azalea yang ada di samping bangunan garasi. Orang yang mondar-mandir di sana
“What the fuck?”Ash mengumpat sambil menurunkan teropong. Ia tidak menyangka akan melihat rumah sebesar itu dan juga orang sebanyak itu untuk menjaganya. Mereka bahkan melakukannya dengan terang-terangan.Ash sudah menduga akan ada masalah, tapi tidak sebesar ini. Ia tadi mencoba mencari informasi saat menyamar menjadi turis normal yang sangat ingin tahu. Semua orang lokal di restoran lokal dan toko souvenir langsung menggeleng dan memperingatkannya untuk tidak mendekati rumah itu.Menyebutnya indah tapi bukan tempat wisata, milik pribadi dan lainnya. Ada pula yang sambil berbisik menyebut jangan mencoba mendekat ke sana. Intinya, mereka semua menyebut kalau apa yang akan dilakukannya adalah bodoh. Tapi apa lagi yang bisa dilakukannya?Kalau kemarin Ash ragu, kini ia tahu kalau kemungkinan Ian memang ada dalam keadaan bahaya. Ash masih tidak tahu siapa pemilik rumah itu karena tidak ada orang yang berani menyebutkannya.Tapi justru keengganan semua orang menyebut dengan jelas sudah me
“Aku akan membawanya. Maksudku—aku tahu kehidupanmu di sini… aneh.”Ian tidak bisa mengatakan mengerikan dengan amat jelas tentu.“Aku tidak punya pengalaman, maupun pengetahuan merawat bayi, tapi aku akan membawanya kalau kau memang tidak ingin.”Ian akan belajar. Ash selalu menyebutnya malas belajar dan lebih menyukai aksi tanpa teori, tapi ia akan berusaha untuk yang ini.Ia sudah memetik bunga itu, maka apapun yang mengikuti akan diterimanya. Entah salah atau tidak caranya memetik, tapi Ian akan mencoba memperbaiki. Bukan semakin merusaknya.“Kenapa?” tanya Serena.Pertanyaan yang agak tidak terduga. Ian tadinya mengira hanya akan ada ‘Oke’ atau ‘tidak mau’.“Aku tidak ingin ada nyawa yang jelas tidak bersalah mati. Aku—” Ian ragu, tapi alasannya memang hanya itu.“Aku sudah membunuh banyak orang. Mereka terlihat bersalah—tapi nyatanya aku tidak tahu benar tentang faktanya. Aku lebih memilih untuk percaya pada alasan yang mudah saja dipalsukan, dan membunuh siapapun yang disodorkan
“Serena! Buka.”Terdengar tuntutan yang lebih kasar dari arah luar. Ian yang sudah aman di bawah ranjang, sedikit mengernyit, karena suara itu bukan milik raja neraka.“Serena…”“Jangan tolol! Kau pikir aku akan ada di sini kalau bisa membuka pintunya?” Serena sudah turun dari ranjang dan menyahut. Siapapun yang datang malah membuatnya kesal.“Oh…” Tamu itu juga baru menyadari kalau permintaannya absurd.“Minta kunci pada pelayan atau Zio Eren.” Serena memberi saran cara membuka kunci karena memang diperbolehkan. Masih ada pelayan yang mengantar makanan kalau ia meminta.Serena juga tidak akan mencoba kabur meski pintu itu terbuka. Ia bisa saja minta bantuan Claud kalau mau. Kabur dari rumah adalah percuma, karena ayahnya akan menemukan meski bersembunyi di liang tikus sekalipun. Serena tidak mau bersusah payah seperti itu.Pengurungannya di dalam kamar adalah extra karena ayahnya sangat marah saja. Bukan karena Serena akan kabur.“Oke.” Pria di depan pintu itu terdengar berlari pergi
Tempat bersembunyi itu bukan almari seperti yang diperkirakan Ian. Bahkan tebakan sederhana itu saja salah. Serena benar-benar di luar jalur pikiran normal.Almari itu mirip ruangan sendiri, bahkan lebih luas dari ruangan utam kamar Serena. Berjendela kaca besar dan memiliki penerangan sendiri.Namun yang paling membuat takjub adalah isi tentu. Ruangan itu berisi koleksi yang tersimpan rapi dalam kotak kaca. Bersih dan terjaga pada rak masing-masing.Tapi Ian tidak bisa menunjuk Serena mengoleksi apa. Ian ingin menyebut barang kuno—karena ada sesuatu yang tampak seperti taring dinosaurus dan keping koin yang mungkin usianya seribu tahun—tapi sepertinya salah karena ia juga melihat action figure yang berwarna cerah. Isi lemari itu sama randomnya dengan kepribadian Serena.Ian ingin memeriksa lebih jauh, tapi memilih menempelkan telinga pada pintu. Ia ingin mendengar siapa Liam ini. Sepertinya bukan saudara—bahkan bukan orang Italia, karena mereka memilih bicara memakai bahasa Inggris,
“Kau mau…”“Sudah jelas aku rasa.”Ian terus maju, sementara Serena dengan panik mundur sampai punggungnya membentur pintu.“Kau ingin hamil bukan? Aku akan tunjukkan cara yang benar.” Ian menyeringai, sambil menunduk dan meraup kaki Serena, sekejap saja Serena sudah berpindah ke bahunya. Tersampir seperti kain dengan punggung di atas.Serena tentu saja menjerit terkejut, tapi dengan cepat menutup mulutnya dengan tangan. Kalau sampai ada yang datang, mereka berdua yang akan mendapat masalah, bukan hanya Ian.Serena tapi berusaha menendang dan memukul, tapi tidak perlu juga sebenarnya. Ian hanya membawanya ke ranjang.TIdak membaringkan dengan manis tentu, tapi melemparnya. Tidak ada rasa sakit, tapi Serena merasa guncangan itu membuat otaknya ikut macet, karena gerakan Ian rasanya cepat sekali.Ia belum bisa melakukan apapun, dan Ian kini sudah ada di atas tubuhnya. Duduk dan mengunci pinggangnya.“Enjoying the view?” (Menikmati pemandangan?)“Tidak!”Serena menggeleng, dan akhirnya ba
“Huh?” Serena menatap tangannya yang bebas dengan heran,“Kecewa?” Ian terkekeh.“Tidak!”Serena langsung mengingkari, meski memang ada bagian dari hatinya yang kini layu dan menggelepar bergelisah saat tubuhnya mendapat akses untuk bergerak bebas.“Itu tadi sedikit rasa takut untukmu, Tuan Putri. Agar kau paham kalau tidak semua hal di dunia ini akan berjalan seperti yang kau inginkan. Jangan selalu merasa menang.”Ian menjawil hidung Serena dan mengembalikan senyum normal yang lebih hangat.“Kalau kau ingin keluar dari gelembung hangat yang disiapkan ayahmu, kau harus belajar untuk tidak berlaku seperti Tuan Putri yang menganggap semua akan selesai sesuai dengan keinginanmu.”Serena tidak ingin mengangguk, tapi hampir saja. Ia paham.“Good girl.”Ian bangkit dan membebaskan sepenuhnya. Sejak awal memang ia tidak berniat melakukan apapun. Ia hanya ingin Serena paham kalau ia tidak akan bisa selalu menang.“Did you…”Serena sampai tidak bisa bertanya dengan benar saat melihat Ian menar