“Akan ada proses, jadi tidak bisa langsung kau terima. Uang dari rekening akan ditransfer, tapi perhiasan dan rumah akan berpindah dengan utuh.”Hubert menjelaskan detail proses yang akan terjadi setelah putusan itu, tapi Mae sudah tidak mendengar. Perhatiannya total beralih pada ponsel, karena panggilan dari Ash baru saja masuk.“Bagaimana? Apa kau baik-baik saja?”Ash langsung bertanya sebelum Mae bisa menyuarakan keheranan karena seharusnya Ash sibuk hari ini. Ia sempat menyebut tidak akan menghubunginya selama dua hari kemarin.“Baik sekali!” Mae berseru lantang, tidak peduli mereka ada di cafe. Beberapa pengunjung langsung berpaling dengan heran. Bahkan Daisy menarik tangannya, agar Mae memelankan suara.Tapi Mae sedang terlalu gembira. “Aku menang—kita menang. Aku mendapatkan semuanya!”Mae menumpahkan antusias, setelah beberapa lama tadi masih mencerna. Ia bahkan tidak bisa merayakannya di ruang sidang, karena sibuk memandang Carol yang membayar keributan besar.“Aku akan membay
“Kau menyukainya?”Mae bertanya dengan pandangan cemas pada Gina yang berkeliling memeriksa tempat pilihan Mae kemarin. Gina akhirnya bisa datang bersama Poppy hari ini.“Bagus—indah malah. Tapi jauh…” Gina meratap sambil mengelus salah satu etalase dengan wajah sedih. Kurang lebih pendapatnya sama seperti Poppy.“Aku ingin datang setiap hari, tapi tidak bisa.” “Kita bisa datang setiap akhir pekan mungkin.” Poppy membalas dengan sigap dan rencana jelas. Sudah bersiap karena reaksi Gina itu bisa diprediksi memang.“Aku rasa itu lebih sehat juga. Tidak mungkin kalian memakan kue manis Mae setiap hari, akan sulit mengatur berat badan.” Sahutan jujur tapi menusuk itu adalah dari Daisy. Ia ikut hari ini karena ingin melihat toko Mae juga. Mae sekaligus ingin memperkenalkannya pada Gina dan Poppy juga.“Kau tidak amat manis.” Gina menggeleng, tentu terkejut dengan kejujuran ala Daisy itu, tapi masih bisa tersenyum. Komentar Daisy tidak bermaksud untuk menghibur sebenarnya.“Memang tidak. M
“Rowena Cooper? Lady Rowena Cooper istri perdana menteri?” Gina bereaksi lebih cepat dari Mae saat mendengar nama itu.“Namanya saja yang sama mungkin. Ada banyak Cooper di Inggris.” Poppy mengangkat bahu.“Tapi tidak banyak Rowena. Itu nama kuno.” Gina menggeleng, sulit percaya. Nama itu menjadi terkenal sekarang, tapi karena Rowena Cooper yang membuatnya terkenal. Nama itu sama jarangnya dengan nama Vaughn—keluarga aslinya.“Kalaupun iya, mungkin dia memang ingin membeli tempat ini saja. Untuk investasi?” Poppy membuat tebakan lain. Keluarga bangsawan memang terkenal memiliki banyak tanah. Kekayaan mereka paling umum berasal dari sana.“Bisa jadi.” Gina membenarkan.Percakapan yang tidak penting untuk Mae dan Daisy yang saat ini saling berpandangan. Mereka tahu benar siapa dan kenapa.“Maaf sekali lagi. Kami akan segera mengurus pembatalan kontrak dan ganti rugi pembatalan. Syukurlah Anda belum mengubah banyak hal.” Wanita itu memandang perubahan yang dibuat Mae di area dalam toko ya
“Kau perlu bantuan?” Dengan tongkatnya, Daisy mendekati Mae yang sejak sore tadi sibuk di dapur. Saat ini hampir tengah malam.“Tidak perlu. Sudah hampir selesai.” Mae menghapus tulisan yang dibuatnya memakai cream, lalu mengulanginya lagi.Menulis diatas kue butuh keahlian khusus, Mae butuh berlatih setelah sekian lama tidak membuat kue yang mengandung tulisan. Ia membuat kue seperti itu hanya setahun sekali tentu, untuk ulang tahun Daisy saja, tapi sudah pernah.Semua ilmu Mae datang dengan belajar sendiri, membaca dan mengikuti ratusan resep, ratusan video juga, dan tentu banyak percobaan gagal. Ilmu dan keahliannya berasal dari tekun.“Yang tadi sudah bagus. Warnanya juga cantik.” Daisy kaget saat melihat Mae menghapusnya memakai pisau palet. Mae paling tidak sudah mengulang lebih dari sepuluh kali semenjak Daisy datang.“Ini hanya latihan, aku akan membuat yang lebih bagus nanti.” Mae tersenyum sambil menyiapkan cat—cat dengan bahan yang khusus untuk makanan dan aman dikonsumsi. M
[DUA PULUH TAHUN LALU]Dean mengetukkan jari pada roda kemudi, sedikit gelisah karena menunggu tanpa kepastian. Sudah hampir satu jam ia ada di dalam mobil. Dean sudah mendapat informasi dari Carol Jobs tentang dimana Ash, tapi belum tahu apakah Ash akan mau bicara padanya.Penolakan keras Ash kemarin cukup membuatnya terguncang. Bukan tidak terduga, tapi Dean tidak menyangka Ash akan bereaksi sangat negatif. Melelahkan juga pastinya, karena di sisi lain, Dean masih harus membujuk Rowena.Kalau bisa, Dean akan memilih waktu yang lebih tepat untuk menjelaskan semua yang terjadi pada Rowena, saat semua sudah lebih tenang. Sayangnya Rowena tahu lebih cepat daripada dirinya, karena surat tentang Tillie jatuh ke tangan Rowena terlebih dulu.Mereka tidak pernah memisahkan surat masing-masing karena memang tidak ada rahasia apapun yang merasa perlu disimpan. Sekretarisnya hanya akan membawa semua surat yang datang ke ruang kerja, dan Rowena yang akan memilih sendiri surat mana untuk siapa.
Ash benci mengakuinya, tapi dirinya memang belum cukup umur. Kemarin Ash merasa mampu melakukan segalanya, akan tenang saat menghadapi situasi apapun, tapi rupanya tidak.Ash sampai tidak ingin mengingat kepanikannya tadi, terlalu malu, apalagi kalau sampai mengingat air matanya..Ash melirik ke arah Dean yang tampak bicara dengan dokter untuk mendengar keterangan tentang Mary. Itu juga yang menjadi pembedanya, dokter tidak menganggapnya cukup dewasa untuk mendengar diagnosa apapun. Ia langsung beralih saat melihat Dean tadi.“Mary akan membaik dengan cepat. Ia rupanya alergi pada serbuk sari bunga. Sudah tenang sekarang.”Dean menjelaskan, sambil menunjuk ranjang tempat Mary berada. Ia tertidur dengan mudah. Bukan hanya karena obat, tapi juga lelah menangis.“Kalau tidak ada komplikasi lain, ia bisa pulang nanti. Tidak perlu menginap.” Dean lalu menunjuk ke arah resepsionis—ke arah telepon.“Aku sudah menghubungi Carol Jobs juga dan menjelaskan semua. Aku akan bertanggung jawab atas k
“Rasanya aneh. Terlalu kebetulan.” Dean kembali menatap Mae.Mencoba mencari kemiripan antara gadis yang tercekik dan berwarna merah itu. Tapi Dean bertemu dengannya terlalu sebentar, dan memang Mae tumbuh jauh berbeda dengan Mary yang dilihatnya dulu.“Benar… kebetulan sekali.” Mae menghindari pandangan curiga Daen, mencoba terlihat normal.Mae bingung. Ia ingin mengaku, tapi Ash jelas tidak menginginkannya. Kalau Ash mau, ia pasti sudah menjelaskan pada ayahnya tentang hubungan mereka di masa lalu. Kenyataan kalau Dean saat ini masih perlu menebak-nebak, berarti membuktikan kalau Ash menyembunyikannya.Mae belum lupa kepanikan Ash saat dirinya menyebut Bakewell kemarin—tapi sampai sekarang lupa bertanya kenapa. Lalu mengingat reaksi Rowena yang sensitif dengan latar belakang, Mae tidak ingin menceritakan apapun lagi tentang masa lalunya pada keluarga Ash.“Apa…”“DADDY!”Amy yang muncul di belokan, memekik sekuat tenaga, lalu berlari dan melompat ke dalam pelukan ayahnya. Membuyarka
Ini pesta ulang tahun paling akrab yang pernah dihadirinya. Mae merayakan ulang tahunnya dengan Daisy saja—dan sebaliknya, tapi terkadang lupa karena Daisy sedang amat sakit. Ini juga pesta pertama yang bisa dinikmati Mae, karena mudah saja bersimpati pada emosi Amy yang meledak-ledak itu.Kini Amy memekik girang ketika melihat glitter ikut beterbangan saat ia meniup lilinnya. Mae memang menaburkan glitter yang juga bisa dikonsumsi di bagian bawah lilin. Jumlahnya tidak banyak, tapi karena Amy meniupnya dengan sekuat tenaga, glitter itu beterbangan, mengundang gelak tawa yang ribut khas anak pra remaja.“Daddy, aku ingin liburan ke Perancis.” Amy tiba-tiba menyebutkan keinginannya.“Bukankah seharusnya tidak boleh? Tidak akan terkabul.” Mae menyahut heran. Ia tidak percaya dengan takhayul, tapi setahunya permintaan saat meniup lilin ulang tahun harus dirahasiakan agar terkabul.“Siapa bilang? Justru aku harus mengatakannya agar terkabul.” Amy terkekeh riang sambil menatap ayahnya. Dea