SUCI TAK PERAWAN
"Sayang, ayolah. Aku udah tidak tahan lagi, nih." Aku berkata sambil memeluk tubuhnya yang mengeluarkan aroma wangi setelah dia selesai mandi.Oceana Safina Kinanti, itu namanya. Wanita itu baru saja kunikahi tadi pagi, yang kutunggu untuk bisa kunikmati sejak satu tahun yang lalu. Awalnya kami dijodohkan dalam sebuah pertunangan satu tahun yang lalu, siapa sangka hanya butuh waktu dua bulan aku sudah jatuh cinta padanya.Jika ada beberapa orang yang benci dengan perjodohan, maka tidak dengan diriku. Meskipun awalnya aku tidak suka, tapi seiring berjalannya waktu aku mulai menyukai gadis itu. Kelembutannya, sikap manis dan perhatiannya yang kunikmati setiap hari dalam kebersamaan kami di restoran yang sama, membuat benih-benih cinta tumbuh dengan sendirinya. Cean-begitu aku menyebut namanya-dijadikan tunanganku sekaligus asistenku."Jangan sekarang, Kak. Besok setelah resepsi saja bagaimana?" Cean menolak ajakanku."Katanya setelah melakukan itu, akan ada rasa sakit. Nanti kalau aku tidak bisa berdiri dengan benar saat acara bagaimana?" Wanita itu menjelaskan alasan penolakannya.Hari ini memang pernikahan kami dan acara keluarga inti, lalu besok barulah acara resepsi penikahan yang akan di hadiri oleh semua kenalan dan collega kedua keluarga.Aku semakin gemas mendapat penolakan darinya, sekian lama menunggu lalu sekarang harus menunggu lagi. Cean tidak pernah mau kusentuh lebih jauh meskipun kami sudah resmi bertunangan, walaupun segala bujuk rayu sudah kulancarkan. Dia benar-benar kukuh menjaga dirinya hingga kami benar-benar diikat dalam penikahan."Aku sudah menunggu satu tahun, kau suruh aku menunggu lagi." Aku berusaha membujuknya."Sehari lagi, ya." Cean memutar tubuhnya menghadap padaku dan meyakinkan diriku dengan kedua matanya yang berbinar itu."Nyicipin aja dikit, aku gak bakalan melakukan lebih jauh, janji." Siapa yang bisa menunggu lagi jika sudah berdua seperti ini."Bener?""Iya beneran." Aku memastikan.Segera kubawa wanitaku ke pembaringan, dan akhirnya terjadilah apa yang aku inginkan. Siapa yang bisa menahan diri jika sudah halal dinikmati, lagipula Cean pun tidak menolak juga pada akhirnya. Terdorong rasa penasaran dan keinginan, membuat kami menyatu dengan sempurna.***"Kamu nyari apa sih, Kak?" tanya Cean dengan penasaran.Setelah beristirahat sejenak, aku memang sedang mencari sesuatu di atas sprei berwarna biru langit yang melapisi tempat tidur kami. Bahkan aku mencarinya di bekas tisu yang tadi aku pakai untuk membersihkan diri."Darah," jawabku dengan gusar.Tentu saja aku mulai gusar setelah berusaha mencarinya tapi tidak menemukan noda itu."Darah apa?" tanya Cean, seperti tak faham dengan maksudku."Tentu saja darah keperawananmu."Wanita itu hanya diam, tidak membalas lagi ucapanku. Membuatku langsung menatap tajam padanya, jangan-jangan dia sudah pernah melakukan hal itu sebelum kami menikah. Jangan-jangan penolakannya selama ini bukan karena dia menjaga diri, tapi karena takut ketahuan tidak perawan sebelum pernikahan kami terjadi. Meskipun sudah menikah, aku tetap akan meninggalkannya jika seperti ini."Memangnya perawan menurutmu itu apa, Kak?" tanya Cean seakan tidak mengerti dan tanpa rasa bersalah."Perawan itu wanita yang masih memiliki selaput dara, yang berdarah saat berhubungan pertama kali," sahutku dengan nada mulai emosi."Jika itu yang kamu inginkan, maka tidak akan kau dapatkan. Tapi percayalah, aku masih suci, Kak," ucap Cean dengan percaya diri.Aku tertawa mendengar ucapannya, bagaimana seorang wanita yang tidak perawan mengatakan dirinya suci. Lucu sekali. "Kamu pikir, kau itu Maryam. Yang suci meskipun melahirkan seorang anak," ejekku."Aku memang belum pernah ....""Cukup! Tidak usah banyak bicara untuk membela diri. Muak aku mendengarnya." Aku memotong perkataannya. Lalu beranjak pergi dari kamar ini. Menyesal aku menikah dengannya."Mau ke mana, Kak?""Pulang!""Tapi ...."Aku tak peduli dengan ocehannya, tak peduli juga dengan apa yang akan terjadi besok. Aku hanya ingin meninggalkan wanita pendusta itu, sok-sokan tak mau diapa-apakan tapi ternyata ...."Ada apa ini?" tanya Papa yang melihatku keluar dari kamar putrinya dengan kemarahan.Aku yakin perdebatan kami barusan didengar olehnya. Hari memang belum beranjak malam, baru pukul delapan saat tadi aku merayu Cean."Tanya saja pada putrimu sendiri, Pa."Tak lama berselang, Cean keluar dari kamarnya."Apa yang terjadi, Kinan?" tanya papa mertua. Memang hanya aku yang memanggil nama wanita itu dengan nama depannya."Kak Kai bilang aku sudah tidak perawan karena tidak berdarah," jawab Cean tanpa rasa malu.Apa-apa wanita itu, bisa-bisanya bicara blak-blakan seperti itu pada orang tuanya. Memangnya dia tidak takut orang tuanya marah padanya, atau sebenarnya mereka juga sudah tahu dan bersekongkol menjebakku."Apa-apaan kamu, Kairo!" teriak Papa dengan suara menggelegar. "Kamu ini berpendidikan gak sih, hidup di jaman apa. Kau maknai keperawanan hanya dengan setitik darah," sambungnya, masih dengan nada marah luar biasanya.Harusnya aku yang semarah itu, kenapa malah dia."Memangnya harus kumaknai dengan apa, Pa? Apa seharusnya kubawa tes dulu putrimu sebelum kunikahi?""Kai, tega sekali kamu berkata-kata seperti itu." Entah dari mana datangnya, kali ini pria yang menjadi kakak angkat Cean ikutan marah padaku."Kita bisa bicara baik-baik, Kairo!" Kali ini mama yang baru datang ikutan bicara juga, tapi dengan nada meminta. Bukan teriak-teriak dan marah seperti kedua pria itu."Aku jadi yakin, kalian semua yang ada di rumah ini sudah tahu segalanya dan menyembunyikan dariku. Kalian sengaja menikahkan aku dengan anak perempuan kalian yang sudah tidak perawan lagi. Lebih baik aku pergi dari sini, dasar keluarga pendusta!" Aku berlalu menuju ke pintu utama yang sudah tidak jauh lagi dari tempatku berada."Selangkah kaki saja kau meninggalkan rumah ini, jangan harap kembali lagi ke sini dan memiliki putriku," ancam Papa.Ancaman yang bagiku angin lalu, harusnya aku yang marah dan mengancam mereka bukan, sebaliknya. Aku tidak akan menyesali keluar dari rumah ini dan tak akan sudi kembali pada putrinya.Aku segera membuka pintu dan pergi dari rumah itu, tanpa peduli pada gertakan semua orang yang berada di rumah itu.🍁 🍁🍁SUCI TAK PERAWAN 2Aku terus memacu kendaraan roda empat milikku menuju ke rumah, tak peduli apa yang akan terjadi jika kedua orang tuaku tahu aku pulang di malam pertamaku di rumah mertua. Akan kukatakan yang sejujurnya alasanku seperti Cean mengatakan semua dengan enteng pada papanya. Saat aku sampai di rumah, Papa dan Mama belum tidur. Mungkin mereka masih melakukan persiapan untuk acara resepsi esok hari di gedung yang sudah kami pesan. Bahkan aku tidak memikirkan semua itu karena sudah dikuasai rasa marah dan kecewa. "Loh, ngapain pulang? Mana Kinanti?" tanya Mama saat melihatku melintas hendak ke kamarku yang berada di lantai dua. "Di rumahnya," jawabku sekenanya. "Di rumahnya, bagaimana maksudnya?" Mama mengejar jawaban. "Aku meninggalkannya di rumahnya dan tidak ingin meneruskan pernikahan ini.""Ngomong apa kamu, Kai. Kau pikir pernikahan ini main-main!" seru Papa tak suka. "Mereka yang mempermainkanku," balasku. "Ngomong yang jelas," bentak Papa. Aku membuang nafas k
SUCI TAK PERAWAN 3"Menurutku, definisi perawan adalah belum pernah melakukan hubungan suami istri hingga melakukan lebih jauh. Jadi seandainya wanita itu sudah tidak memiliki selaput dara karena kecelakaan seperti yang aku sebutkan tadi, tetaplah dia perawan. Jadi wajar saja jika Kinan mengatakan dia suci tapi tak perawan karena perawan menurutmu adalah adanya selaput dara dan noda darah." Nicholas masih melanjutkan penjelasannya. "Lalu kira-kira kenapa Cean sudah tidak memilikinya?"Nicholas mengangkat bahu dan kedua tangannya. "Kenapa tak kau tanyakan sendiri sebelum kamu meninggalkannya?""Kamu yang salah, Nick!" Aku berseru pada pria yang duduk santai di depanku itu. "Kenapa jadi aku yang salah?" tanya Nicholas dengan dahi berkerut. "Kenapa kamu tidak menjelaskan saat kami bertiga heboh dengan hal itu, kenapa kamu memilih diam. Kenapa tidak kau beritahu apa yang kamu ketahui, jika aku tahu mungkin saja aku tidak akan semarah ini pada Cean." Entah kenapa aku marah padanya, apa
SUCI TAK PERAWAN 4"Jika bukan karena aku, hal seperti ini tak akan pernah terjadi." Kak Alan berkata sambil meremas rambutnya. Laki-laki itu masih setia menemaniku dengan duduk di sisi ranjang tempat di mana aku meringkuk sambil menangis. Mama menenangkan Papa yang marah luar biasa. Bagaimana tidak marah saat anak gadis satu-satunya ditinggalkan begitu saja oleh pria yang baru saja menikahinya. "Itu bukan salah, Kakak. Aku yang memaksa Kakak waktu itu.""Kenapa tidak kau jelaskan semuanya pada Kairo, kalian sudah dekat selama satu tahun. Harusnya kamu jelaskan semuanya saat dia meragukanmu.""Dia sudah sangat marah, Kak Kai tidak memberikan padaku kesempatan untuk berbicara dan keluar begitu saja dari kamar kami," terangku.Semua ini tidak akan terjadi jika waktu itu tidak memaksa Kak Alan mengajariku naik sepeda. Saat itu, aku baru kelas satu Sekolah Menengah Pertama sedangkan Kak Alan kelas satu SMA. Dia bisa naik sepeda sejak aku masih kecil, namun aku tidak pernah diijinkan ole
SUCI TAK PERAWAN 5"Tersenyumlah," perintah Kak Alan sambil menarik sudut bibirku dengan jempolnya. Pria dengan setelan jas berwarna mocca itu tersenyum padaku. Kami sedang berada di ruang ganti di gedung penikahan yang kami sewa. Harusnya setelan itu berada di tubuh suamiku, bukan kakakku. Tapi semua hancur berantakan hanya karena darah perawan. "Bagaimana aku bisa tersenyum?" tanyaku dengan mata berkaca-kaca. "Gampang, tinggal menarik sudut bibir ini," jawab Kak Alan. Bagaimana aku bisa tersenyum jika hatiku terluka. "Ayolah, setidaknya lakukan untukku. Apa yang akan dipikirkan para tamu jika melihat pengantin wanita mewek di pelaminan. Pasti mereka pikir pengantin laki-laki yang memaksa menikahinya, atau orang tuanya yang memaksa. Atau pikiran-pikiran buruk lainnya. Kasian aku, kan." Kak Alan berkata dengan wajah memelas, seakan dia akan jadi korbannya. Kupukul lengannya dengan keras, dalam situasi seperti ini kenapa dia masih bercanda. Bagaimana pula dengan nasibnya setelah
SUCI TAK PERAWAN 6"Seperti istri Bapak hamil. Tapi untuk memastikan, silahkan pergi ke dokter kandungan," ucap dokter wanita dengan rambut sepanjang bahu itu sambil tersenyum. Dokter itu berkata pada Kak Alan karena dia pikir pria itu suamiku. Harusnya berita ini membuatku bahagia, wanita mana yang tak bahagia saat dikatakan dirinya hamil. Tapi tidak denganku saat ini, hatiku begitu hampa. Badanku semakin terasa ringan, tidak bertenaga, seakan tak perpijak di bumi. Aku berjalan dengan gontai menuju ke tempat mobil diparkirkan begitu urusan dengan dokter selesai. Tak peduli dengan Kak Alan yang masih mengantri di depan kasir untuk membayar dan menebus resep vitamin yang tadi diberikan oleh dokter. Siapa yang akan mengakui anak ini, bahkan sampai sekarang aku tidak pernah melihat batang hidung pria yang membuatku harus mengandung benihnya. Mungkin sekarang dia memang tidak peduli padaku sama sekali karena menganggapku hina. "Jangan sedih, Kinan. Ibu hamil harus bahagia," ucap Kak A
SUCI TAK PERAWAN 7Sejak ketahuan hamil, rasa lelah dalam diriku semakin menjadi. Bahkan mual dan tidak ingin makan juga begitu, makin menjadi-jadi. Tiap makanan yang masuk perutku akan keluar lagi tanpa menunggu lama. Entah dorongan apa yang membuatku seperti ini.Kak Alan benar-benar kembali ke rumah ini, dia menjagaku dengan baik. Tidur di kamar yang ada di sebelah kamarku. Malam hari, sering kali dia terbangun karena aku muntah-muntah di kamar mandi. Pria itu benar-benar menggantikan peran suamiku. "Kamu mau makan apa, katakan kakak akan cari kemanapun asal kamu mau memakannya," ucap Kak Alan sebelum berangkat kerja. Aku hanya menggeleng kepala."Mama bilang, orang hamil suka ngidam. Katakan apa makanan yang begitu terbayang-bayang hingga menerbitkan air liur. Jangan seperti ini, kamu semakin kurus karena tidak ada nutrisi yang masuk ke dalam tubuhmu padahal ada dua nyawa yang harus kamu beri nutrisi." Aku sudah mencoba makanan itu, tapi rasanya tak sama. Aku memesan secara tak
SUCI TAK PERAWAN 8Bagaikan sebuah keberuntungan, wanita yang tak lagi bisa kulihat meskipun hanya bayangannya itu datang ke restoranku. Dia datang bersama dengan Kalandra. Sejak mendapatkan penjelasan dari Nicholas, tentu saja ada rasa bersalah dalam hatiku. Saat kukatakan mungkin saja Cean sudah berhubungan dengan kakaknya itu, dengan keras Nicholas memukul kepalaku dengan buku menu. Lalu dia mengatakan segala hal yang dia tahu. Kenapa tidak dari dulu."Makanya belajar yang lain juga, jangan cuma belajar membuat menu baru dan buku resep. Kamu ini smart gak sih, info kayak gitu bisa di dapat di internet, gak harus aku yang kasih tahu." Panjang lebar Nicholas mengomeliku waktu itu. Papanya yang masih berstatus sebagai mertuaku itu benar-benar melaksanakan ancamannya. Dia tidak membiarkanku masuk ke rumah itu. Satpam rumahnya tidak membiarkan aku masuk ke dalam rumah mereka lagi, dan Cean juga tidak pernah terlihat keluar rumah sama sekali. Apa dia bersedih, dan mengurung diri di rum
SUCI TAK PERAWAN 9"Berhentilah membuat dia menderita!" Kakak angkat Cean menghempaskan tubuhku setelah menyeret paksa menjauhi Cean. "Beri aku waktu untuk berbicara dengannya," pintaku pada pria itu."Apa dia terlihat ingin berbicara denganmu?"Aku terdiam, Cean terluka dan sedih, bisa saja dia ingin bicara dan dekat denganku tapi dia menahannya. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar hingga dia bisa melupakan kebersamaan kami begitu saja. Apa lagi dia sedang mengandung benihku, tak mungkin dia bisa melupakanku begitu saja. "Pergilah dari sini seperti kau pergi malam itu," sindir Kalan. Aku menghela nafas berat. Tidak ada orang di dekat Cean yang menginginkan keberadaanku dan memberiku kesempatan. "Antar Cean ke restoran setiap hari," pintaku sebelum pergi. "Untuk apa?""Dia tidak bisa makan dengan baik kan, hanya di tempat itu dia bisa makan. Aku yakin dia menahannya selama ini. Kalau kamu sayang dia, peduli padanya, kamu harus melakukan itu untuknya."Lelaki itu hanya diam, m
SUCI TAK PERAWAN (36)'Duo pasangan Chef Kairo dan Chef Kinan juga berniat membuka restoran lain. Restoran dengan konsep private dinning akan diperuntukkan bagi selebriti top, sosialita, dan foodies. Berlokasi di sebuah Mall terkenal di kota ini, restoran ini memang sangat mewah dan menurut pengakuan dari Chef Kairo punya sajian makanan yang tidak perlu diragukan lagi.'Aku membaca penggalan wawancaraku yang sudah tayang di situs berita online dengan seksama.'Piawainya Chef Kairo dalam membuat menu western dan Asian, berpadu dengan sang istri yang ahli di bidang cake dan pastry.'Aku kembali tersenyum membaca alenia ini. Semua orang mengakui kami adalah pasangan yang sempurna. Aku yang ahli dalam menu utama dan Cean yang ahli di dessert."Kenapa sih, Kak? dari tadi kulihat kakak terus saja tersenyum gak jelas sambil lihatin ponsel." Cean berkata sembari menghempaskan bobot tubuhnya di sampingku yang sedang duduk di sofa panjang di ruang santai. Hari ini aku tidak ke restoran dan men
SUCI TAK PERAWAN 35Pria itu menghampiriku yang sedang duduk menghadap dinding kaca dengan senyuman yang mengembang. Di tangannya terdapat makanan yang aku inginkan. Dia pria yang sejak kecil sudah menjadi penjagaku. Tuhan mendatangkan dirinya sebelum memberikan aku pada kedua orang tuaku. Dia Kakak satu-satunya yang aku miliki selama ini, Kak Alan. Tadi setelah dia mengantar Kairav ke sekolahnya bersamaku, kami sengaja mampir ke minimarket khas dari negeri matahari terbit. Setelah dua malam menginap di rumah Kak Alan dan tak mau ke sekolah juga, Kairav akhirnya mau juga kembali padaku. Di minimarket ini, tidak hanya menjual makanan ringan dan camilan, tapi juga berbagai desert dan juga makanan berat. Aku sendiri meminta Roll Cake Vanilla dan hot cappucino. Sedangkan Kak Alan, aku tak tahu dia membeli apa. Tapi tampak di tangannya ada nampan penuh dengan makanan. "Tadi aku sengaja gak sarapan di rumah biar bisa sarapan denganmu di sini," terang Kak Alan, dia meletakkan bawaannya ke
SUCI TAK PERAWAN 34Dengan anggun, Cean berjalan perlahan ke arahku yang masih berdiri terpaku tak jauh dari pembaringan. Wanita yang masih berstatus sebagai istriku itu berhenti tepat di depanku saat jarak kami hanya tinggal sejengkal saja."Terima kasih untuk semuanya, Kak," lirih Cean, jarinya yang lentik mengusap dadaku yang masih terbalut kemeja berwarna mint. Jantungku seketika berdebar kencang, apakah malam ini kami akan menyatu kembali. Cean sudah memaafkanku dan kami bisa bersama secara sempurna. Aku ulurkan tangan dan memeluk pinggangnya yang ramping. "Sudah seharusnya kakak melakukannya semuanya," balasku tanpa mengalihkan pandangan dari wajahnya yang selalu kudamba. "Apa kamu masih penasaran kenapa aku tidak berdarah saat pertama kali kita melakukan hubungan suami istri?" Cean bertanya sambil memainkan kancing kemejaku. "Tidak, tolong jangan bahas itu lagi. Kakak minta maaf sudah melakukan tindakan bodoh itu."Aku tidak ingin tahu lagi hal-hal seperti itu, dan tidak i
SUCI TAK PERAWAN 33Kamar Cean masih seperti yang dulu, tidak ada yang berubah meskipun tahun sudah berganti. Kamar yang baru kumasuki sekali, lalu kutinggalkan pergi, hingga menimbulkan banyak penyesalan dalam hati. "Kakak tidur di sebelah sana, aku sebelah sini," ucap Cean sambil menunjuk dua sisi yang berjauhan. Meskipun tempat tidur Cean berukuran queen, tapi cukup membuat jarak di antara kami jika memang dia menginginkan seperti itu. Padahal otakku sudah mengembara kemana-mana. "Mau ganti baju? Baju Kakak masih ada di dalam situ." Cean menunjuk pada sebuah lemari pakaian. Baju yang aku bawa bertahun-tahun yang lalu saat datang ke tempat ini pertama kali. Jika mau, harusnya Cean sudah membakarnya sejak lama. Semua yang ada di tempat ini membuat ingatanku kembali ke masa lalu. Masa lalu yang aku sesali hingga saat ini, membuat hatiku merana dan mata memanas."Tidak perlu, Kakak pakai baju ini saja," jawabku. Aku memakai celana kain panjang dan kaos pendek. Tidak masalah jika ti
SUCI TAK PERAWAN 32Untuk beberapa saat, hanya keheningan yang menyelimuti kami. Cean hanya diam, tak menjawab ucapanku sama sekali. "Apalagi yang membebanimu untuk kembali padaku, kakak akan mengangkatnya agar kita bisa kembali bersama, Cean." "Aku khawatir Kakak akan mengulangi kesalahan yang sama. Mengambil keputusan saat dalam keadaan marah," balas Cean. Aku mengurai pelukan, pelan kuputar tubuhnya agar menghadap padaku. "Kakak janji gak akan mengulangi hal-hal bodoh lagi. Kasian Kairav kalau kita terus terpisah seperti ini," ucapku sambil membingkai wajahnya. Mata bening itu menatap dalam padaku, seakan mencari kejujuran di mataku. Sudah beberapa lama kami tidak pernah saling memandang seperti ini. Aku merindukan segala hal yang ada dalam diri Cean. "Kakak boleh ...." Aku tidak berani meneruskan ucapanku, hanya memandangnya dengan tatapan mendamba. Ya, aku ingin menikmati bibir ranum itu, dia istriku tapi untuk menyentuhnya aku harus meminta izin seperti ini. Mata Cean meme
SUCI TAK PERAWAN 31Aku seakan mengulang masa kebersamaan dulu dengan Cean. Sama persis, hanya saja lebih berjarak sekarang, padahal dulu hubungan kami sebatas tunangan bukan suami istri seperti sekarang. Tapi sekarang malah kami lebih berjarak meskipun sudah menjadi suami istri. Cean mulai membantuku lagi di restoran seperti janjinya waktu di acara pernikahan Kalan, Kairav sudah mulai masuk ke taman kanak-kanak. Cean akan ke restoran setelah mengantarkan putranya. Di memilih sekolah yang tak jauh dari restoran. "Lagi buat apa?" Tanyaku saat melihatnya sibuk membuat sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya. Hari ini aku yang mengantarkan Kairav karena Cean ingin cepat-cepat ke dapur.Ini masih pagi, restoran belum buka tapi Cean memang lebih dulu sibuk di dapur untuk membuat dessert, cake dan pastry tak bisa dibuat secara mendadak, tapi aku pastikan semua dessert yang dijual di restoran ini fresh. Depannya saat ini terdapat sebuah kue dilapisi dengan coklat di seluruh bagiannya
SUCI TAK PERAWAN 30Pagi ini, perasanku terasa lebih ringan. Satu beban rasanya seperti terangkat. Dengan semangat kukenakan baju seragam berwarna senada dengan pakaian yang akan di pakai oleh Cean di acara pernikahan Kalan. Hari ini aku akan pergi ke pernikahan Kalan. Akhirnya pria itu benar-benar memenuhi janjinya untuk menikah, dia menikah dengan wanita yang waktu itu makan di restoranku, Vina. Kujalankan kendaraan roda empat dengan perlahan menuju rumah Cean, Kairav memintaku menjemputnya, dia ingin pergi ke pernikahan papanya dengan naik mobil bersamaku. Tak terkecuali dengan Cean, kupikir dia akan ikut bersamaku juga. Pasti dia tak akan tega membiarkan Kairav berdua saja di mobil bersamaku."Dad," teriak Kairav saat aku turun dari mobil. Semua orang terlihat sudah siap menuju tempat diadakan acara akad nikah dan sekaligus resepsi. Berbeda dengan pernikahanku dengan Cean dulu yang terpisah antara akad dan resepsi, pernikahan Kalan dan Vina dilakukan di waktu dan tempat yang sam
SUCI TAK PERAWAN 29POV Kairo Dari kejauhan kulihat Cean seperti sedang berbicara dengan seorang teman, Kairav berteriak memanggil namaku saat bocah itu sadar aku memperhatikan mereka. Aku mendekat dan mempertanyakan siapa wanita itu, ternyata dia adalah teman Cean juga temannya Kalan. Hal yang membuatku terkejut adalah, Cean memperkenalkanku sebagai suami sekaligus daddy dari Kairav. Saat itu juga, mendadak hatiku sangat bahagia, dia mengakuiku sebagai suami di depan temannya. Kupikir Ini adalah sebuah kemajuan dalam hubungan kami. Aku mulai memiliki harapan banyak padanya lagi. Namun harapanku mendadak kembali musnah saat dia tak mau menginap di restoran dan menolak saat aku menyentuhnya, padahal hanya genggaman tangan saja. Aku pikir Cean sudah mulai melunak saat mau kami bersama merawat Kairav di rumah sakit. Kesalahanku waktu itu memang sangatlah fatal, aku mencurigainya, lalu meninggalkan dirinya padahal besok masih resepi. Aku mengabaikan ancaman Papa dan pergi begitu saja
SUCI TAK PERAWAN 28"Kami akan pergi dari Kak Alan, Mbak. Aku tidak akan menganggu hubungan kalian lagi." Kuutarakan janji padanya. "Mungkinkah?" tanya Mbak Vina seakan tidak percaya."Mungkin, Mbak," jawabku meyakinkan. "Aku sudah memutuskan bahwa mencintai tak harus memiliki, Kinan. Mencintai adalah melihat orang yang kita cintai bahagia entah dia berada di mana dan dengan siapa," terang Mbak Vina. "Tapi aku yakin, Kak Alan akan bahagia jika bersamamu. Lagipula kalau bersama kami, Kak Alan bukan menjadi suami dan ayah. Dia tetap menjadi Kakak dan Om. Kalian berdua adalah orang yang sama-sama tulus dalam hal perasaan, jika kalian bersama pasti akan bahagia." Aku berusaha meyakinkan Mbak Vina."Daddy," teriak Kairav sambil berdiri. Sejak tadi aku berbicara dengan Mbak Vina sampai melupakan Kairav ada di antara kami, dan juga lupa kalau Mbak Vina ke tempat ini untuk makan. Kak Kai berjalan ke arah kami, sepertinya dia baru saja menyapa pelanggannya. Pria itu tersenyum pada Mbak Vi