"Hah?"
Celine nyaris menumpahkan gelas tehnya ke meja ketika mendengar perkataan Lucas. Ia sama sekali tidak mengira bahwa Lucas akan memintanya untuk menikah dengannya untuk membayar semua uang yang telah dikeluarkan Lucas untuknya.
Tiba-tiba Lucas tertawa geli.
"Lihat wajahmu. Seperti ada seekor katak yang tersangkut di lehermu," tawa Lucas menjadi pecah.
"Sudahlah, tak usah dipikirkan! Ayo makan!" ajak Lucas ketika pelayan mengantarkan pesanan mereka dan meletakkannya di atas meja.
Sampai saat selesai makan, Lucas sama sekali tidak membahas apapun soal ide gilanya tadi yang mengajak Celine untuk menikah dengannya.
Sebaliknya, mereka malah membicarakan hal-hal ringan yang menyenangkan. Persis seperti dua orang teman lama yang sedang saling bertukar kabar. Suasana terasa santai sehingga Celine pun akhirnya kembali merasa rileks dan berusaha untuk tidak
"Lucas?" panggil Celine ragu. Ia tidak pernah melihat wajah Lucas segelap itu sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya Celine melihatnya dan ia menjadi sedikit takut karenanya.Lucas tetap menyetir dalam diam tidak menanggapi perkataan Celine sama sekali. Membuat suasana di dalam mobil mendadak menjadi canggung bagi Celine."Aku melakukannya untuk mengenang adikku," jawab Lucas tiba-tiba setelah ia terdiam cukup lama.Celine menoleh ke arah Lucas karena tak menyangka bahwa setelah terjeda cukup lama, Lucas akhirnya mau membuka suara."Dulu, aku punya seorang adik perempuan. Ia seorang anak yang memiliki kebutuhan khusus. Namanya Cleo, usianya 8 tahun hanya terpaut 2 tahun dariku dan ia menderita down syndrome," terang Lucas."Percaya atau tidak. Dulu waktu usiaku 10 tahun, aku tidak menyukai adikku." Lucas seakan sedang kembali ke masa lalu dan mengenang kejadian pahit yang t
"Terima kasih sudah mau mendengarkan ceritaku semalam, Celine."Lucas membuka pembicaraan ketika mereka sedang makan malam keesokan harinya.Celine membuatkan ayam panggang dan kentang tumbuk serta sayuran rebus untuk makan malam hari itu dan Lucas makan dengan sangat lahap. Ia sudah kembali seperti biasa, ke dirinya yang selalu ditampilkan di depan Celine. Ramah dan santun."Tidak masalah. Memang itulah seharusnya yang dilakukan oleh sesama teman, Lucas." Celine berkata sambil menambahkan sepotong paha ayam, bagian kesukaan Lucas, ke atas piringnya."Jadi … hanya teman yah?" gumam Lucas pelan."Apa katamu?" tanya Celine yang tidak dapat mendengar dengan jelas gumaman Lucas."Ah, tidak apa," jawab Lucas tak berniat untuk mengulangi perkataannya."Jadi, apakah kau sudah memikirkan nama untuk bayimu?" tanya Lucas mengalihkan pembicar
"Aku menawarkan agar bayimu menyandang namaku sekalian. Ethan Brown. Bagaimana?" tawar Lucas sekali lagi yang membuat Celine sampai lupa menutup rapat mulutnya."Kau juga bisa ikut menyandang namaku sekalian dan berganti menjadi Celine Brown. Kupikir itu adalah nama yang bagus untuk kalian," Lucas terlihat sangat serius."Itu …." Mulut Celine terbuka dan menutup beberapa kali tanpa satu patah kata pun yang berhasil keluar. Ia terlalu terkejut ketika mendengar tawaran Lucas. Tiba-tiba, Celine tertawa keras sampai mengeluarkan air mata. Membuat Lucas bingung."Kau hampir saja berhasil mengerjai aku, Lucas!" Celine terus tertawa tak berhenti."Aku akui, kali ini kau hebat. Hampir saja aku tertipu dengan kejahilanmu," Celine terus mengoceh."Bagaimana jika kukatakan bahwa aku tidak bercanda?" tanya Lucas sambil menatap Celine dengan tatapan serius.Tawa Celine tiba-tiba berhenti. Dan ia menatap Lucas dengan gugup."Lucas, jangan bercanda yang berlebihan," tegur Celine gugup."Siapa yang
Lucas mengetuk pintu kamar Celine tapi tidak ada jawaban. Ia mengetuk beberapa kali dan akhirnya Lucas memutuskan untuk membuka pintu kamar Celine.Pintu terbuka dengan mudah tapi di dalam ruangan kecil itu tidak ada siapapun."Celine …." Panggil Lucas meski ia tahu bahwa itu sia-sia saja.Lucas berjalan masuk ke dalam dan ia menemukan surat yang ditinggalkan oleh Celine di atas meja. Lucas mengambilnya dan kemudian membacanya.Dear Lucas,Terima kasih untuk segala kebaikan yang telah kau lakukan untukku. Maafkan aku karena aku tidak bisa membalas perasaanmu karena aku sendiri masih berjuang untuk menuntaskan masa lalu.Aku tidak ingin membuat orang sebaik dirimu kecewa. Jadi, kupikir ini adalah saatnya kita berpisah.Terima kasih untuk segalanya, Lucas.Celine A.Lucas selesai membaca surat yang ditinggalkan oleh Celine untuknya dan ia langsung melemparkan surat itu ke sembarang arah dan berlari keluar untuk mengejar Celine.Wanita itu meninggalkan rumah di malam hari dalam keadaan
Mengherankan. Ash biasanya tidak pernah ditugaskan untuk keluar. Tapi ternyata hari ini ia diberikan tugas untuk datang ke rumah Steven. Apakah itu karena Steven memutuskan hubungannya dengan sang nenek dan tidak pernah mau menerima teleponnya lagi?Steven turun dari tangga untuk menemui Ash. Ia tidak pernah bisa bersikap tak acuh pada Ash, sebab pria tua itu adalah salah satu orang yang menyayanginya dengan tulus di rumah itu. "Ash!" sapa Steven begitu ia melihat pria tua itu sedang berdiri gugup di ruang tengah rumahnya. Kulitnya yang sudah keriput disana sini terlihat pucat."Tuan muda Steven," sapa Ash dengan suaranya yang sedikit ringkih."Ada apa kau mencariku sampai kemari, Ash?" tanya Steven."Nyonya besar Gagnon mengutus saya kemari untuk bertemu langsung dengan Anda, Tuan Muda Steven!" jawab Ash."Saya diperintahkan untuk membawa Anda ke kediaman keluarga Gagnon.""Tolong katakan kepada nenekku yang terhormat, Ash. Aku tidak akan menginjakkan kakiku ke rumah itu lagi karena
Steven mendengarkan penuturan sang nenek. Ia sama sekali tidak percaya bahwa neneknya menyayanginya. Sebab sejak dulu ia selalu didera dengan kata-kata hinaan yang dilontarkan oleh neneknya.Kini setelah mendengar sendiri dari mulut neneknya bahwa neneknya menyayanginya, Steven mulai merasa ragu. Benarkah neneknya menyayanginya?"Steven?" Panggil Nyonya besar Gagnon lagi."Maaf, Grandma. Tapi aku tidak bisa memaksakan diriku untuk menikah dengan wanita licik seperti Qianna," tolak Steven dengan tegas.Jawaban tegas Steven membuat Nyonya besar Gagnon langsung merasa sesak. Memikirkan bahwa usaha yang dibangunnya bersama dengan suami selama ini akan runtuh, bayangan skandal keluarganya akan terbongkar, membuatnya mengalami kesulitan bernafas.Nyonya besar Gagnon memukul-mukul dadanya yang kurus dengan keras berusaha mencari oksigen untuk dihirup."Grandma?" panggil Steven begitu menyadari perubahan yang terjadi pada neneknya."Grandma!" Steven mulai panik."Ash! Cepat kemari!" teriak St
"Jadi … Steven … apakah kau sudah memikirkan jawabanmu?" tanya Qiana dengan nada menggoda dan seksi tapi malah terdengar menjijikkan di telinga Steven.Qiana kembali tampil dengan megah dan seksi. Ia mengenakan blouse berwarna hitam dengan potongan dada yang sangat rendah dan juga rok mini berwarna senada yang sangat pendek. demi memamerkan keindahan tubuhnya. Tapi sayangnya penampilan Qiana yang bagaikan model majalah dewasa itu malahan membuat Steven merasa jijik."Aku hanya menyetujui pertunangan terlebih dahulu," sahut Steven singkat."Pertunangan? Kenapa?" tanya Qianna dengan nada tak senang. Bukan itu tujuannya mengancam Nyonya besar Gagnon. Ia ingin segera menjadi Nyonya Besar di Gagnon Manor."Nenekku berada di ruang ICU dan keadaannya sedang tidak baik. Selain itu, proses perceraianku juga masih belum selesai. Aku tak mungkin menikah selama proses perceraianku belum selesai. Kecuali kau mau menjadi istri kedua alias wanita pencuri suami orang!" balas Steven menyindir."Baik,
Lima tahun kemudian :"Ethan sudah bertambah dewasa sekarang, Celine!" bisik Lucas di telinga Celine."Aku tahu!" jawab Celine sambil mengangguk. Matanya tak lepas dari memandangi Ethan, putra semata wayangnya, yang sedang duduk tidak jauh darinya."Hati-hati saat kau mulai bicara dengannya," bisik Lucas lagi."Aku tahu!" Celine balas berbisik sambil menyikut rusuk Lucas yang langsung memegangi rusuknya kesakitan. Sebagai hadiahnya ia mendapatkan pelototan tambahan dari Celine."Ethan!" tegur Celine kepada Ethan yang terlihat tidak bersalah sama sekali."Ya, Mommy?" balas Ethan sambil menatap Celine."Boleh Mommy tahu mengapa kau melakukan hal itu?" tanya Celine dengan sikap tenang. Mereka sedang duduk di ruang tengah sore hari itu. Lucas dan Celine duduk berdampingan, sementara Ethan duduk di seberang mereka. Suasananya seperti sedang menghadiri sebuah sidang di pengadilan. Dalam hal ini Ethan adalah terdakwanya dan Celine adalah hakim ketuanya.Celine menerima surat panggilan dari
Devan terduduk lemas tepat di pinggiran jalan, kenyataan yang ia terima tadi begitu pahit dan menyakitkan.Kini ia pun tak punya lagi opsi-opsi yang bisa membuat ia menjadi pemenang di sini."Kenapa? kenapa harus Ethan?" lagi, pertanyaan itulah yang terus saja ia lontarkan karena hanya pertanyaan itu yang tak pernah bisa diubah jawabannya ."Rasanya sangat menyakitkan sekali," ucap Devan, ia memegang dadanya merasakan denyut jantung yang berpacu begitu lambat."Sinta, kenapa malam itu kamu masuk ke kamar Ethan, bukan kamar yang seharusnya kamu masuk? kenapa kamu begitu ceroboh sekali?"Kini tak ada lagi kata-kata yang bisa diucapkan oleh Devan, laki-laki itu hilang arah.Ia duduk, membiarkan dirinya itu dilihat oleh orang-orang yang lalu, ia tidak peduli selagi ia tidak mengganggu siapapun di sini.Devan menarik nafasnya dalam dalam, masih belum bisa ia terima, namun kenyataan lebih menyakitkan akan ia terima Jika ia tidak menerima kenyataan ini.Seenggaknya sekarang ia bisa berpikir
Devan mondar-mandir di depan pintu UGD, sudah hampir setengah jam ia berada di situ bersama dengan pembantunya. Tadi ketika ia membawa Sinta untuk pergi ke rumah sakit, ia meninggalkan pesan kepada bi Diah untuk datang ke rumah sakit, karena Sinta akan melahirkan. Sedikit banyak Ia membutuhkan bantuan wanita itu, bi Diah pernah melewati masa di mana ia melahirkan. seorang laki-laki seperti dirinya, mana mengerti semuanya ini, bukan?"Duduk dulu Mas dan tenangkan diri, berdoa kepada yang di atas semoga semuanya baik-baik saja." ucap Bi Diah."Bagaimana saya bisa tenang, sementara hampir setengah jam berlalu belum ada kabar berita yang saya dapatkan dari dalam. Bagaimana kondisi Sinta? apakah semuanya baik-baik saja, atau tidak? saya ingin tahu semuanya itu agar bisa tenang Bi," ucap Devan.Bi Diah pun merasa sedikit tegang karena sejak tadi belum ada tanda-tanda laporan bahwa persalinan berjalan dengan lancar."Mari kita berdoa untuk keselamatan Mbak Sinta,"Devan menganggukan kepalany
Sinta hampir saja terpesona dengan sosok Devan yang ada di hadapannya, kata-kata lembut namun teratur benar-benar membuat Sinta lupa diri sesaat.Tapi itu hanya terjadi beberapa menit saja sebelum Sinta menarik tangannya dengan tersenyum, merasa sedikit canggung dengan suasana yang tercipta saat ini. Devan pun merasakan hal itu, ia menggaruk kan tengkuknya yang tidak gatal untuk melepaskan kecanggungan yang tercipta itu."Oh iya, aku bersih diri dulu ya, badanku lengket-lengket semua. Kamu tidur aja dulu, lagian ini juga sudah malam, kasihan bayimu."Sinta menganggukkan kepalanya dan kemudian mereka berdua pun berpisah, dengan Sinta pergi ke jalur kanan menuju kamarnya Dan Devan pergi ke jalur kiri menuju kamarnya juga. Apartemen itu memiliki dua kamar, lumayan besar untuk mereka yang hanya tinggal berdua.Setelah sampai di kamarnya, Sinta menutup pintu. Tak lupa mengunci pintu agar Devan tidak bisa masuk.Ia memegang dadanya, detak jantung terasa begitu cepat sekali, Ada apa ini? apa
Shinta nampak tertunduk lesu, padahal dia hanya ingin mengirit uang yang dikeluarkan oleh Devan untuknya selama ini, laki-laki itu telah terlalu banyak mengeluarkan uang untuknya dan ia merasa sedikit tidak enak akan hal itu."Maaf, aku hanya tidak ingin terlalu banyak menggunakan uangmu. Apalagi beberapa peralatan bayi terbilang cukup mahal.""Aku sama sekali tidak masalah akan hal itu, kapan selama ini kamu mendengar aku mengungkit Semua pengeluaran untukmu?" jawab Devan, ia membantu dan mencukupi Sinta selama ini karena benar-benar tulus dari dasar hatinya yang paling dalam, bukan karena ada apanya. meskipun perasaannya ditolak mentah-mentah oleh Sinta, Ia tetap juga berbaik hati kepada wanita ini, bukan? jadi apalagi yang kurang saat ini?"Terima kasih Devan, terima kasih sekali. aku beruntung karena di saat seperti ini, Aku malah dipertemukan dengan orang sebaik kamu. jasamu tidak akan pernah bisa aku lupakan, bahkan sampai aku mati sekalipun nanti. Ketika anak ini lahir, aku aka
Devan tersenyum, "memangnya apa yang ada dalam pikiranmu itu?" tanya Devan.Sinta mencoba membenarkan posisinya agar lebih terasa enak saat ini, Devan membantu Sinta untuk duduk."Tadi ketika aku pulang dan ingin ke kamarku, aku mendengar kamu menyebut mama, Itulah kenapa aku tahu kalau tadi kamu bermimpi tentang mama," jelas Devan yang langsung di anggukkan oleh Sinta, hampir saja ia menuduh Devan yang tidak, tidak.Ia menoleh ke arah jam di dinding yang saat ini sudah menunjukkan pukul 11.00 malam, apakah tadi ia tertidur setelah makan malam? Ah, memang rasanya sangat melelahkan sekali ternyata."Kamu baru pulang?" tanya Sinta."Iya, sekitar hampir 15 menitan yang lalu lah.""Kenapa begitu larut sekali pulangnya? apakah begitu banyak pekerjaan di kantor?" tanya Sinta.Devan menggelengkan kepalanya, "hanya ada beberapa berkas yang harus aku kerjakan saja, mengingat tadi pun kita sudah pergi hampir setengah hari.""Apa kamu sudah makan?"tanya Sinta, ia baru teringat bahwa masih ada be
Nadia kembali tertawa terbahak-bahak diseberang sana hingga menampakkan dua buah lubang pipih yang membuat wanita itu semakin cantik sekali Jika tertawa seperti ini."Oh iya, dia akan memanggil anda apa? Bunda? Mama? Mami? Ibu? atau apa?""Ah, benar juga ya, kenapa selama ini aku tidak kepikiran untuk memilih panggilan yang pas? menurutmu, cocoknya panggilannya apa ya?""Ibu,""Ah, tidak. terlalu gimana gitu. Aku tidak mau dipanggil ibu yang lain dong."Nampak Nadia sedikit berpikir untuk mencari panggilan yang pas saat ini."Mami.. Mungkin,"Kali ini Sinta pula yang tertawa terbahak-bahak, membuat Nadia bingung apa yang salah dengan yang ia ucapkan tadi."Kenapa Anda tertawa?""Kenapa harus mami? apakah kamu juga merasakan kalau panggilan itu tidak pas untukku?" tanya Sinta."Kenapa sampai tidak pas? banyak kok orang sekarang anak-anaknya memanggil dengan panggilan mami.""Tidak, aku tidak mau. cari yang lain saja,"Nadia sedikit kesal dengan ucapan dari Sinta itu, sejak tadi tidak m
Sinta menggelengkan kepalanya, jujur ia sendiri pun belum yakin dengan pasti tentang Apa yang dirasakan oleh hatinya itu terhadap Ethan.Galau atau dilema? kata apa yang pas untuk menggambarkan perasaannya saat ini.Di satu sisi, ia memikirkan tentang anak nya ini. disisi lain juga, ada Ethan yang kalaupun ia mencintai Demian, pastilah Ethan tidak akan ingin menerima anaknya ini. Apalagi jika ia memaksakan diri untuk menerima perasaan Devan. Meskipun saat ini Devan mengatakan ia akan menerima anaknya, tapi jelas berbeda rasanya jika nanti mereka memiliki anak. Pasti Devan akan lebih condong ke anak kandung daripada anak sambung nanti.Lagian baik Ethan ataupun juga Devan mereka berdua berhak mendapat gadis yang baik-baik, bukanlah dirinya ini yang sudah kotor bahkan tidak tahu siapa laki-laki yang telah membuat Ia hamil."Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu, semuanya masih terlalu abu-abu untuk aku berikan sebagai jawaban."Devan menganggukkan kepalanya, meskipun seperti itu, Ia te
Di ruangan yang terbilang cukup besar itu, Sinta duduk seorang diri. Ia masih teringat dengan jelas kejadian dulu, saat di mana Devan mengungkapkan perasaan padanya.Entahlah, bagaimanapun ia mencoba, ia tetap tidak bisa menjadi seperti apa yang diinginkan oleh Devan, meskipun hanya sedikit saja, rasa itu benar-benar tidak ada.Sinta menatap ke sekeliling ruangan yang hampir sudah 7 bulan ia tempati. tempat di mana ia berteduh dari panasnya matahari dan dinginnya hawa hujan yang turun, dan Devan adalah laki-laki yang telah membawa dirinya ke tempat ini.Ia menyandarkan dirinya pada sandaran sofa yang ada di dalam kamarnya sambil mengelus lembut perutnya itu. Tiba-tiba ia kembali teringat dengan percakapannya dengan Nadia tadi. Bisa ia lihat, Bagaimana frustasinya Nadia saat Ia menceritakan semuanya tadi.Ingatannya melayang di mana malam tragedi itu terjadi, obat perangsang yang menjalari tubuhnya itu, benar-benar sulit untuk ia kendalikan. Andai saja malam itu tidak pernah ada, mungk
Kini mereka sudah berada di apartemen. Tak ada satu peralatan bayi pun yang mereka bawa.Bi Diah datang tergopoh-gopoh dari arah dapur untuk menyambut kedatangan majikannya.Alisnya naik ke atas ketika tidak melihat satu barang pun yang dibawa oleh Devan maupun Sinta."Di mana belanjaannya Mas dan Mbak? "Tanya bi dia.Mendengar itu Devan dan juga Sinta langsung saling adu tetap satu sama lainnya. Bertemu dengan Nadia dan mengobrol dengan wanita itu membuat ia lupa dengan tujuan awal pergi ke mall."Tadi kita hanya lihat-lihat saja kok, pas ada yang suka tapi warnanya terlalu norak, pas warnanya bagus eh motifnya yang tidak sesuai keinginan Sinta, jadi untuk hari ini kami memutuskan tidak membeli apapun. Mungkin aku akan mencari lagi waktu yang pas agar kami berdua bisa berbelanja peralatan bayi." Jawab Devan.Sebenarnya Devan tidak perlu berbohong pun, Bi Diah tidak akan memaksa majikannya untuk menjawab, toh Ia hanya sekedar berbasa-basi saja tadi.Bi Diah menganggukkan kepalanya dan